BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kehamilan itu pada umumnya memberikan arti emosional yang sangat besar pada setiap wanita karena kehamilan merupakan salah satu ekspresi perwujudan diri dan perwujudan
identitas sebagai calon ibu. Kehamilan juga merupakan kebanggaan tersendiri bagi wanita untuk mewujudkan feminisme, dan untuk menunjukkan jati diri seorang wanita tersebut.
Proses kehamilan pada umumnya mendatangkan suatu kebahagiaan tersendiri bagi wanita, walaupun kehamilan tersebut mengandung resiko mempertaruhkan jiwa dan raga. Khususnya
pada saat melahirkan bayinya. Persalinan merupakan saat yang sangat dinanti-nantikan oleh ibu hamil, terutama
primigravida kehamilan pertama untuk segera dapat merasakan kebahagiaan melihat dan
memeluk bayi yang telah dikandungnya selama berbulan-bulan, tetapi disisi lain dalam persalinan sendiri sering terdapat hambatan-hambatan yang dapat berisiko buruk bagi ibu
maupun bayinya. Ibu hamil, terutama pada kehamilan pertama dapat mengalami berbagai perasaan yang bercampur aduk. Selain perasaan bahagia yang tidak terlukiskan, juga
kecemasan, kekhawatiran, takut karena ia belum pernah mengalami proses tersebut. Menghadapi kelahiran bayi merupakan pengalaman konkret yang dapat menimbulkan
kondisi psikologis tidak stabil pada perempuan hamil pertama, misalnya: perasaan tegang, khawatir atau takut Athur dan Coleman 1980: Zenden, 1985. Ibu hamil mengalami rasa
khawatir, was-was, gelisah, takut, dan cemas dalam menghadapi kehamilannya. Perasaan- perasaan yang muncul antara lain berkaitan dengan keadaan janin yang dikandungnya,
ketakutan. dan kecemasan dalam menghadapi persalinan, biaya persalinan, serta perubahan perubahan fisik dan psikis yang terjadi.
[[
Menurut Zenden, dkk 1985 timbulnya perasaan cemas menghadapi kelahiran bayi pada perempuan hamil pertama sangat dipengaruhi oleh perubahan fisik selama hamil. Pada
masa triwulan pertama, perempuan hamil merasakan keluhan, seperti : mual-mual, sesak napas, dan muntah-muntah morning sickness, yang disebabkan oleh adanya kehadiran
embrio atau janin dalam rahim. Biasanya perempuan hamil mulai ngidam, yaitu menginginkan buah-buahan yang yang masam rujak atau lotis. Pada masa triwulan kedua,
perempuan hamil mulai merasa senang atau bahagia. Ia mulai dapat menerima kehadiran janin dalam rahimnya. Apalagi ketika janin mulai bergerak lembut dalam rahimnya, makin
menyadari akan perannya sebagai seorang calon ibu bagi bayinya. Ia mulai menebak jenis kelamin bayinya, apakah perempuan atau laki-laki. Pada masa triwulan terakhir, perempuan
hamil merasakan keluhan-keluhan yang sama pada masa triwulan pertama, yakni : sesak napas, mual-mual, muntah-muntah pada pagi hari morning sickness, serta sering ingin
buang air kecil. Keluhan ini makin lama makin terasa karena janin tumbuh semakin besar, sehingga mendesak lambung, usus besar, kandung kemih, atau diafragma yang membatasi
organ paru-paru. Mendekati usia akhir kehamilan, pada bulan kesembilan, otot-otot rahim mulai berkontraksi seolah-olah akan segera melahirkan bayi. Kondis ini sering kali
menimbulkan perasaan tegang, panik, takut, stres dan khawatir dalam menghadapi kelahiran bayi, misalnya : merasa khawatir apakah bayi yang dilahirkan nanti dalam keadaan sehat,
cacat atau meninggal dunia. Hal senada juga diungkap oleh Kartono 1992 bahwa pada usia kandungan tujuh bulan
ke atas, tingkat kecemasan ibu hamil semakin akut dan intensif seiring dengan mendekatnya kelahiran bayi pertamanya. Di samping itu, trimester ini merupakan masa riskan terjadinya
kelahiran bayi premature sehingga menyebabkan tingginya kecemasan pada ibu hamil. Dengan bertambahnya usia kehamilan, maka perhatian dan pikiran ibu hamil mulai
tertuju pada sesuatu yang dianggap klimaks, sehingga kegelisahan dan ketakutan yang dialami ibu hamil akan semakin intensif saat menjelang persalinan Kartono, 1992.
Menurut Heerdjan dan Hudono Hermawati dkk, 1994 pada kehamilan triwulan ketiga, kehidupan psikologis dan emosional wanita hamil dikuasai oleh perasaan dan pikiran
mengenai persalinan yang akan dijalaninya dan tanggung jawab sebagai seorang ibu yang akan megurus anaknya. Wanita yang baru pertama kali mengandung akan mengalami gelisah,
was-was dan takut menghadapi rasa sakit menjelang saat melahirkan. Ketika mengalami kecemasan dalam menghadapi persalinan maka dukungan keluarga
sangat dibutuhkan oleh ibu hamil agar dapat mententramkan dan menenangkannya. Dengan segala permasalahan dan kecemasan serta ketakutan yang dialami oleh ibu hamil dalam
menghadapi kelahiran maka dukungan dari keluarga sekitar sangat membantu bagi ketenangan calon ibu.
Dukungan keluarga merupakan bantuan yang dapat diberikan kepada keluarga lain berupa barang, jasa, informasi, dan nasehat yang mana membuat penerima dukungan akan
merasa disayangi dan dihargai Taylor, 1995. Rodi dan Salovey Smet 1994 mengungkapkan bahwa. keluarga dan perkawinan adalah sumber dukungan sosial yang paling
penting. Dalam hal ini dukungan keluarga akan mendatangkan rasa senang, rasa aman, rasa puas, dan rasa nyaman yang membuat ibu hamil akan merasa mendapat dukungan secara
emosional yang akan memperngaruhi kesejahteraan jiwanya. Para peneliti Sarafino, 1994 ; Taylor, 1999 menyatakan ada beberapa bentuk
dukungan, yaitu dukungan emosional, dukungan harga diri, dukungan perangkat, dukungan informasi dan dukungan jaringan sosial. Dukungan dapat diperoleh dari keluarga yang terdiri
dari suami, orang tua, ataupun keluarga dekat lainnya. Dukungan yang penuh dari anggota keluarga penting artinya bagi seorang ibu bersalin terutama dukungan dari suami. Dalam
Psikologi keluarga oleh Drs. Save M. Dagun 2002 terdapat suatu penelitian terhadap pasagan suami dan istri yang hamil, Pauline Sheresshefsky dan L.J. Yarrow 2002
mengatakan, selama periode ini sikap istri menjadi lebih sensitif dan cenderyng berperasa, cemas, takut, gelisah atau kadang-kadang terjadi perubahan perasaan yang mendadak,
sebentar senang lalu cepat bisa menjadi marah lagi. Si istri sering meminta dan menuntut macam-macam kepada suaminya. Ia kadang-kadang tenggelam dalam perasaan yang
mendalam dan sering menangis. Dukungan keluarga terutama dukungan yang didapatkan dari suami akan menimbulkan ketenangan batin dan perasaan senang dalam diri isteri Dagun,
2002. Penelitian Marks Kumar Oktavia, 2001 menunjukan bahwa kecemasan yang
dialami oleh wanita hamil lebih banyak terdapat pada mereka yang kurang mendapat dukungan sosial. Faktor yang dapat mengurangi kecemasan yang terjadi pada wanita yang
akan melahirkan adalah adanya dukungan keluarga misalnya dari suami, orang tua, mertua dan dukungan dari keluarga lainnya.
Dukungan keluarga yang didapatkan calon ibu akan menimbulkan perasaan tenang,
sikap positif terhadap diri sendiri dan kehamilannya. maka diharapkan ibu dapat menjaga kehamilannya dengan baik sampai saat persalinan. Dengan mendapatkan dukungan keluarga
diharapkan wanita hamil dapat mempertahankan kondisi kesehatan psikologisnya dan lebih mudah menerima perubahan fisik serta mengontrol gejolak emosi yang timbul.
Keluarga dan ibu hamil dapat mencegah kecemasan yang timbul akibat perubahan fisik yang mempengaruhi kondisi psikologisnya. Wanita hamil dengan dukungan keluarga yang
tinggi tidak akan mudah menilai situasi dengan kecemasan, karena wanita hamil dengan kondisi demikian tahu bahwa akan ada keluarganya yang membantu. Wanita hamil dengan
dukungan keluarga yang tinggi akan mengubah respon terhadap sumber kecemasan dan pergi kepada keluarganya untuk mencurahkan isi hatinya.
Sagrestano, dkk 1999 dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dukungan sosial yang ditunjukan memberikan efek yang bermanfaat pada kesehatan fisik dan mental pada wanita
hamil. Oleh karena itu dukungan keluarga sangat memiliki andil yang besar dalam menentukan status kesehatan ibu. Jika seluruh keluarga mengharapkan kehamilan,
mendukung bahkan memperlihatkan dukungannya dalam berbagai hal, maka ibu hamil akan merasa lebih percaya diri, lebih bahagia dan siap dalam menjalani kehamilan, persalinan dan
masa nifas.
Selain itu, M. Shodik Mustika 2008 menyatakan bahwa ikhlas dan tawakal kepada Allah SWT dapat menghilangkan cemas akan nasib ibu dan janin. Religiusitas merupakan
sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai dan sistem perilaku yang terlambangkan yang semuanya berpusat pada persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi.
Ibu hamil yang mengalami kegelisahan, ketakutan atau kecemasan akan berusaha berhubungan dan mendekatkan diri dengan Tuhan, agar hatinya tentram dan penuh keyakinan
dalam menjalani proses kehamilan dan menghadapi proses persalinan. Pada saat cemas individu akan mencari dukungan dari keyakinan agamanya, dukungan ini sangat diperlukan,
dzikir dan doa sering membantu memenuhi spiritual yang juga merupakan suatu perlindungan terhadap tubuh Hamid, 2000 . Dengan pendekatan diri kepada Tuhan dapat membantu ibu
hamil dalam mengatasi kecemasannya. Dalam mendekatkan diri kepada Tuhan dapat mengembangkan harapan hope dan rasa percaya diri self confidence pada diri seseorang.
Maka ibu hamil yang mendekatkan diri dengan Tuhannya akan merasakan ketentraman. M. Shodik Mustika 2008 mengemukakan bahwa obat yang paling mujarab adalah ikhlas dan
tawakkal kepada Allah SWT. Sebab, sikap ini dapat menghilangkan rasa cemas akan nasib ibu dan janin.
Ibu hamil yang religius, yang mempunyai hubungan baik dengan Tuhan, tidak akan merasa terasingi dari dirinya sendiri maupun dari Tuhan. Oleh karena itu Tuhan baginya
merupakan penguasa dari nasib dan kematian sehingga dia akan bersikap lebih pasrah dan tenang dalam menghadapi persalinan, pengisi rasa kosong, dan pemberi makna kehidupan.
Tetapi dalam hal ini memerlukan kemantapan iman keyakinan dalam hati dan pelaksanaan ajaran agama yang teratur dalam kehidupan sehari-hari Dister, 1993.
Namun jika ibu hamil tidak memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan, maka akan cenderung menyalahkan diri sendiri, merasa beban penderitaannya bertambah dan akan
merasakan ketakutan dan kecemasan kalau-kalau nanti bayi yang dikandungnya akan lahir cacat rohani dan jasmani, disebabkan oleh kesalahan dan dosa-dosa yang pernah
dilakukannya atau yang tidak pernah dilakukan pada masa lampau yang ada dalam khayalannya saja. Perasaan-perasaan sedemikian ini akan menjadi sangat menakutkan
mengenai kehamilannya. Penelitian sebelumnya pernah membahas tentang dukungan suami dan penyesuaian diri ibu hamil terhadap kehamilannya. Penelitian tersebut dilakukan
terhadap 26 pasangan suami istri yang tengah menghadapi kehamilan di California. Menurut Johanna Gladieux dalam Dagun, 2002 kesimpulan dari penelitian tersebut
menyatakan bahwa dukungan suami terhadap istri menyebabkan adanya ketenangan batin dan perasaan senang dalam diri istri sehingga istri akan lebih mudah menyesuaikan diri
dengan situasi kehamilan. Berdasarkan fenomena diatas yang menyatakan dukungan suami meberikan ketenangan
kepada ibu hamil, membuat saya tertarik untuk membuktikan apakah dukungan keluarga lainnya juga dapat memberikan ketenangan kepada ibu hamil terutama dalam menghadapi
kecemasan melahirkan serta apakah religiusitas juga memiliki hubungan yang dapat menenagkan ibu hamil dalam menghadapi proses melahirkan? Selanjutnya saya tertarik untuk
meneliti hal tersebut dan merupakan alasan saya untuk membuat skripsi dengan judul
“Hubungan Dukungan Keluarga Dan Religiusitas Dengan Kecemasan Melahirkan Pada Ibu Hamil Anak Pertama Primigravida”
1.2. Pembatasan Masalah