Sejarah Klenteng di Indonesia

Pada umumnya sebuah klenteng selalu terlihat menonjolkan unsur bangunan dari negeri Cina, baik dari segi arsitektur maupun hiasannya seperti ukiran-ukiran, patung dua ekor naga di atas atap bangunan, lampu Lion, Hio, pagoda yang diperuntukkan membakar uang kertas, altar untuk sembahyang, patung dewa-dewa, dan Toa Pe Kong yang dipuja di tempat tersebut 20 . Menurut keyakinan dan tujuan dari klenteng didirikan, biasanya untuk memberi penghormatan terhadap dewa tertentu atau yang lainnya sebagaimana Klenteng Ho An Kiong di Surabaya dengan nama Ma Co Po 21 yang disesuaikan dengan nama dewi yang disembah dalam Klenteng tersebut yaitu dewi Thian Siang Bio 22 .

B. Sejarah Klenteng di Indonesia

Sejarah Klenteng di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari para pendatang yang datang dari Cina dan kultur yang dapat membentuk karakter Tionghoa. Mereka mulanya datang hanya untuk urusan dagang, akan tetapi lama kelamaan di antara mereka banyak yang tinggal dan menetap, bahkan menikahi warga setempat untuk kemudian menjadi sebagai warga negara Indonesia. Tentunya tidak akan dilupakan adalah budaya dan kepercayaannya yang dari negeri leluhur mereka, maka didirikanlah sebuah tempat peribadatan untuk komunitas orang-orang Cina. Pada saat kedatangan Cina ke Indonesia daerah yang pertama kali didatangi oleh pedagang 20 Toa Pe Kong adalah arwah leluhur yang di tuakan dalam Klenteng daerah masing-masing sesuai dengan sejarah berdirinya Klenteng tersebut didirikan, atau yang di anggap sebagai bayangan roh yang di jadikan sesembahan di klenteng 21 Mah Tjo Po yang diartikan sebagai Ibu yang keramat adalah untuk sebutan dewi penyelamat bagi para pelaut, karena dalam sejarahnya ia pernah menyelamatkan saudaranya dan para pelaut yang sedang berlayar melalui mimpi-mimpinya. Untuk lebih jelasnya mengenai sejarah Mah Tjo Po lihat dalam buku Hari Raya Tionghoa. Jakarta J.B. Wolters Groningan: 1954. h. 35-36 22 James J.Fox, dalam Agama dan Upacara pen: Indonesian Heritage vol:9 hal.56 Cina adalah Palembang, sebab waktu itu pusat perdagangan masih dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya. 23 Pada masa kerajaan Sriwijaya, Palembang merupakan sebuah kerajaan yang tangguh pada masanya dalam menjalankan roda perekonomian, sehingga para pendatang dari luar daerah bahkan Cina yang datang ke Indonesia adalah untuk urusan dagang. Meskipun hanya sebagai perantara antara pedagang Eropa dengan para petani atau penduduk pribumi yang mau menjual barang dagangan mereka dengan para pembeli yang datang dari luar daerah, namun sistem perantara inilah yang digunakan oleh kerajaan-kerajaan Jawa untuk memperkaya diri mereka. Hingga pada saat kedatangan para kolonial Belanda yang lebih menonjolkan rasisnya yang ahirnya para etnis Tionghoa ini dipisahkan dari penduduk pribumi, hal ini digunakan agar lebih mudah memberi pengawasan dalam menjalankan bisnisnya 24 .

1. Nama Klenteng menurut pemeluknya

Kedatangan para pedagang dari negeri Cina ke Indonesia tentunya membawa serta unsur-unsur budaya, agama, dan kesenian yang secara otomatis akan beradaptasi serta menyatu dan menjadi bagian dari Indonesia. Kemudian dikenallah dalam masyarakat Cina dengan adanya tiga agama Tri Dharma yaitu Konghucuisme, Taoisme, dan Budhis yang ketiganya terkenal dengan sebutan Tri Dharma atau tiga ajaran. Selain hal itu mereka juga dapat dengan mudah menerima tiga ajaran tersebut, karena dianggap sesuai dengan kepribadian orang-orang Tionghoa. Hal itulah yang 23 Prof. Kong Yuanzhi, Muslim Tionghoa Cheng Ho, Jakarta. Pustaka Popular Obor: 2007 h.109 24 Peter Crey, Orang Cina, Bandar tol, Candu dan Perang Jawa, perubahan persepsi tentang Cina 1755-1825, pen. Komunitas Bambu, 2008, hal.x dapat membentuk orang-orang Cina meskipun ajaran Budha dan Tao pada dinasti Han 205-220 SM Tidak menjadi ajaran agama resmi pemerintah Cina, 25 selain itu orang-orang Tionghoa juga dikenal dengan penyembahan terhadap para arwah leluhurnya. Sedangkan untuk menghormati para leluhur mereka yang telah meninggal, dibuatlah sebuah tempat atau bangunan untuk penyembahan atau penghormatan terhadap para arwah leluhur. Tempat yang lebih umum dalam kalangan masyarakat Indonesian, meskipun itu adalah sebuah tempat yang dikhususkan untuk pemeluk keyakinan masing-masing umat, namun penyebutan tetap juga sama yaitu: Bio atau miao 26 Klenteng Vihara Klenteng Kiong Klenteng Klenteng ------ Klenteng Klenteng adalah sebutan umum, sehingga klenteng sendiri terbagi atas beberapa kategori : 27 25 Drs. P. Hariyono, Kultur Cina dan Jawa, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 1994. h.19 26 Bio adalah nama lain dari tempat peribadatan orang-orang Tionghoa Cina. 27 http:id.wikipedia.orgwikiKlentengKategori: Klenteng | Budaya Tionghoa

a. Nama klenteng berdasarkan umat

1. Konghucu a. Litang = Lithang b. Ci = Ce c. Miao = Bio 2. Taoisme: a. Gong = Kong b. Guan = Kuan 3. Buddhisme: a. Si = Si b. An = En

b. Klenteng berdasarkan fungsi

1. Fungsi ibadah. untuk melakukan persembahyangan dan pemujaan terhadap roh suci dan para dewa 2. Fungsi sosial masyarakat. sebagai wadah bagi para penganut Tri Dharma yang ingin menyalurkan bantuan ataupun kegiatan sosial lainnya seperti membantu kaum Dhuafa. 3. Fungsi politik. politik yang dimaksud adalah keorganisasian dalam sistem kepengurusan.

c. Klenteng berdasarkan pemilik

1. Milik kekaisaran pejabat. 2. Milik masyarakat umum. 3. Milik pribadi. Namun jika Klenteng dilihat menurut agama, maka akan kita dapati beberapa golongan nama mengenai istilah Klenteng yang bisa digunakan orang Tionghoa sedunia. Klenteng menurut orang Tionghoa yaitu : 28 Bio atau Miao untuk Khong hucu = Klenteng Sie atau Si untuk Buddhis = Klenteng Kiong atau Gong untuk Taoism = Klenteng Koan atau Guan untuk biara Taoism = Klenteng Adalagi nama yang umum digunakan oleh kebanyakan masyarakat Indonesia yang khususnya untuk Klenteng etnis Tionghoa, namun tidak demikian halnya diluar negeri, karena pada mulanya semua itu hanyalah sebuah tempat kecil yang digunakan untuk menyembah abu leluhur mereka masing-masing, baik itu suatu marga, suku, atau ras, namun seiring dengan perjalanan waktu akhirnya dibangunlah sebuah tempat yang diperuntukkan sebagai tempat persembahyangan. Dan kemudian dinamakan tempat ibadah Tri Dharma untuk etnis Tionghoa, 29 Yoest berpendapat bahwa semua bangunan tempat peribadatan yang berarsitekturkan Tionghoa adalah Klenteng yang usianya sudah mencapai ratusan tahun. 28 Yoest.Riwayat Klenteng , Wihara, Lithang di Jakarta dan Banten. Jakarta P.t Buana Ilmu Populer 2008. hal. 142 29 Yoest dalam bukunya Riwayat Klenteng , Wihara, Lithang di Jakarta dan Banten hal 143 Perbedaan klenteng Tri dharma dan klenteng satu umat. Yang dimaksud dengan klenteng Tri Dharma adalah bahwa dalam tempat ini terdapat tiga ajaran keyakinan yaitu Tao, Konghucu, dan Budha yang mana dalam tempat ini akan terdapat tiga patung suci yang menjadi dewa utamanya. Sedangkan klenteng yang hanya untuk satu umat, menurut Niu Julan seorang budayawan yang banyak meneliti kebudayaan Cina dan karya-karya mengenai sastra Cina. menurut pendapatnya, kuil Tionghoa terbagi menjadi tiga golongan. Sedangkan yang dimaksud kuil di sini adalah klenteng yang pada umumnya disebut oleh orang Indonesia. 30 Tiga golongan yang dimaksud adalah : 1. Golongan Buddhis, golongan Budhis yang dimaksud adalah Biara dimana tempat ini dewa pujaan utamanya adalah sang Buddha Gautama atau disebut Buddha Sakyamuni, disamping itu biasanya juga terdapat juga patung Dewi Kwan Im, tempat-tempat kegiatan Rohani keagamaan Buddha, Ruang para Bikhu dan Bikhuni dimana mereka menjalankan kehidupan sebagai orang yang mengabdikan diri untuk sang Budha Gautama, hal ini sebagaimana terdapat di Jakarta tepatnya di Ancol yang lebih dikenal dengan sebutan klenteng Budha klenteng Nyai Ronggeng. 2. Golongan Taois, untuk umat Taois yang pada umumnya dewa utamanya adalah Lao Tze, karena dia dianggap sebagai penyebar ajaran Tao, disamping patung Lao Zte sebagai dewa utama tempat ini biasanya ditaruh pula patung dewa-dewa 30 Niu Julan, Peradaban Tionghoa Selayang Pandang. Hal.61-62 yang lain seperti Liang Bao Tian Zun dan Tai Shang Lao Jun yang menjadi kepercayan orang-orang Tionghoa. 3. golongan yang ketiga menurut Niu Julan adalah sebagai tempat untuk memberi penghormatan dan sebagai pengingat jasa-jasa seseorang yang telah berbuat banyak kebaikan untuk masyarakat banyak, atau orang yang menempuh kehidupan yang suci sehingga kehidupan itu patut untuk dijadikan suri tauladan yang baik. Sedangkan tempat ibadah untuk umat Konghucu biasa disebut dengan Bio dan Lithang yang pada umumnya patung dewa utamanya adalah Kong Fu Tze atau Kongcu, sedangkan aktivitasnya adalah mengajarkan ajaran Konghucu dan kebaktian agama Khonghucu dan dalam lithang tidak terdapat campuran agama Buddha dan Tao 31 . Sebagaimana pendapat Niu Julan pada klenteng golongan ketiga, bahwa sebagai tempat untuk memberi penghormatan dan sebagai pengingat jasa-jasa seseorang yang telah berbuat banyak kebaikan untuk masyarakat umum. Hal ini dapat dilihat di beberapa klenteng yang ada baik itu di Jawa, luar Jawa, maupun di Jakarta, klenteng didirikan dan dinamai sesuai dengan dewa, kongco atau toapekong yang disembah dalam Klenteng tersebut, seperti di Semarang Klenteng Sam Po Kong didirikan dengan tujuan untuk menghormati laksamana Cheng Ho atau disebut dengan Sam Po Kong atau Sam Po Tay Ji. Konon beliau adalah sebagai seorang panglima dari Cina yang melakukan perjalanan ke Asia Tenggara untuk melakukan hubungan diplomatik dan perdagangan dengan negara-negara Asia yang mendarat 31 Tata Agama dan Tata Laksana Agama Konghucu Jakarta. Matakin.1994. hal.36 didaerah itu, karena salah satu anggotanya yang sakit parah, sedangkan perjalananya yang ditempuh masih jauh maka, Cheng Ho meninggalkan anggotanya yang sakit tersebut, dengan ditemani sepuluh orang guna untuk merawat Dampu Awang anak buah Cheng Ho yang sakit tersebut, sedangkan Cheng Ho sendiri harus melanjutkan perjalanan yang masih jauh. Di Jakarta, tepatnya Klenteng Ancol didirikan untuk memperingati Sam Po Soei Soe sang juru masak dari Cheng Ho yang menikah dengan seorang penari ronggeng di daerah tersebut klenteng ini dikenal juga dengan nama klenteng Nyai Ronggeng. 32 Sam Po Soei Soe dianggap sebagai toapekong di tempat tersebut, maka dibangunlah sebuah tempat peribadatan untuk mengenang jasa-jasanya. Klenteng ini dalam setiap upacara tidak pernah ada dalam persembahannya daging babi dan pete, karena pada zaman dulu ketika ada seseorang yang melakukan peribadatan di tempat itu tiba-tiba altar tempat persembahan tersebut bergetar dan memorak-morandakan semua persembahan yang ada, baru kemudian setelah persembahannya tidak ada daging babi dan pete dalam tempatnya altar menjadi normal kembali, dan hingga kini Klenteng Sam Po Soei Soe tidak terdapat daging babi dalam setiap altar persembahan dalam persembahyangan 33 .

II. Ciri khas Klenteng

32 Prof. Kong Yuanzi, Muslim Tionghoa Cheng Ho, Jakarta : Pustaka Populer Obor edisi ke 3. 2007. hal.176 33 Wawancara dengan Jurianto seorang juru kunci makam Dampu Awang yang bertugas di klenteng Sam Po Soei Soe Ancol Jakarta utara, pada 25 April 2008 Secara umum Klenteng memiliki ruangan depan yang berbentuk pagoda yang digunakan untuk membakar dupa, kemudian dilanjutkan menuju ruang berikutnya dan pada akhirnya menuju ruangan suci yang setiap pintu biasanya terdapat lukisan atau patung sebagai istilah malaikat penjaga pintu kuil tradisional. Ciri umum lain dapat kita temui bahwa dalam setiap klenteng terdapat ruangan suci yaitu: 34 1. Altar utama dengan patung dewa utama kuil yang terkadang diapit oleh para pendamping. 2. Meja altar yang terletak didepan altar utama tempat persembahan diletakkan. 3. Lampu yang terus menyala, lampu ini ada dua yaitu listrik dan lampu minyak. 35 4. Altar tambahan dengan dewa-dewa pembantu. 5. Wadah yang berisi pasir tempat batang dupa ditancapkan oleh orang yang bersembahyang. Dupa dimaksudkan untuk memberitahukan kehadiran para pemuja dan pengundang terhadap dewa-dewa untuk mendengarkan do’a-do’a mereka. 6. Tiang pengapit altar beragam hias ular naga, makhluk mitos ini digambarkan sedang memuntahkan mutiara ke dalam altar. 34 James J.Fox, dalam Agama dan Upacara pen: Indonesian Heritage vol:9 hal.57 35 Konon jika ada orang yang beramal maka disarankan untuk menambah minyak pada lampu tersebut, agar jalan kehidupanya manjadi lebih terang, usahanya tetap lancara dan sebainya. Dari gambaran yang dipaparkan tersebut dapat dilihat bahwa Klenteng hampir secara keseluruhan mengambil unsur arsitektur segi bangunan yang tidak jauh dari negeri Cina, yang kemudian dikombinasikan dengan unsur kebudayaan lokal dengan tujuan agar dengan mudah diterima oleh masyarakat lokal. Tujuan dibangunya Klenteng di Indonesia pada mulanya diperuntukkan kepada para nelayan, tukang besi, dan petani. Akan tetapi dalam perkembangannya karena semakin banyaknya warga yang ikut sembahyang akhirnya klenteng dipergunakan untuk kalangan umum yang ingin melakukan persembahyangan di tempat tersebut.

C. Fungsi Klenteng