Belanda, yang menjajah Indonesia, selama berabad-abad hanya demi memperkaya diri dan memperbudak rakyat Indonesia.
Tuban yang dulunya masih di bawah kerajaan majapahit, adalah kota pesisir yang sering dijadikan sebagai pelabuhan kapal saudagar kaya dan para pedagang serta
pelayaran ekspedisi Cina yang amat terkenal pada sekitar abad ke 15 dan16. Ekspedisi yang terkenal yaitu panglima Ceng Ho seorang tokoh legendaris dari negeri
Cina yang berlayar ke berbagai daerah sambil menyebarkan agama islam yang ia anut. Meski banyak di antara para pembantunya yang tidak beragama Islam, dalam
perkembangan selanjutnya kota Tuban mulai bertambah ramai dikunjungi oleh para pedagang. yang mana pada zaman kerajaan Sriwijaya, banyak menguasai
perdagangan rempah-rempah, dan meskipun orang-orang Tionghoa hanya sebagai perantara dari petani ke pedagang yang datang dari Eropa dan Negara-negara lain
seperti Belanda dan Arab, meski demikian peran warga Tionghoa tidak dapat dilupakan, sebab keberadaanya adalah sebagai bukti sejarah bahwa Tuban sebagai
daerah yang tidak pernah membeda-bedakan suku, ras, maupun agama.
B. Letak Klenteng Kwan Sing Bio
Keberadaan Klenteng yang menggunakan simbol kepiting pada pintu gerbangnya adalah salah satu ciri khas yang tidak di temui pada beberapa klenteng di
Indonesia, bahkan di Asia ujar Hanjono Tanjah salah satu pengurus yang menjabat sebagai ketua 1 satu di klenteng Kwan Sing Bio. Patung kepiting yang terdapat di
pintu gerbang utama ini adalah satu-satunya patung yang ada di Indonesia bahkan di Asia,
53
gerbang yang berupa patung ini dipugar pada tahun 1970. Selain itu Klenteng ini dapat dengan mudah dijangkau oleh kendaraan umum maupun pribadi. Letak yang
amat strategis, inilah yang membuat Klenteng Kwan Sing Bio mudah untuk di jangkau, yaitu terletak di jalur pantura antara kota Semarang menuju Surabaya
ataupun arah sebaliknya, melalui jalur pantura. Klenteng Kwan Sing Bio berada tepat di depan lautan dengan patung yang berbentuk binatang laut yaitu seekor kepiting
yang berada di atas pintu gerbang utama. Dengan demikian akan terlihat sangat jelas karena keberadaanya tidak terhalang oleh satupun bangunan, rutenya pun juga
mudah, karena simbol kepiting itu hanya terdapat di Tuban saja, tepatnya berada di Jl.R.E. Martadinata No.1. tak jauh dari pusat perkotaan atau sekitar 500 meter ke arah
barat dari alun-alun kota Tuban atau kurang lebih 500 meter ke arah timur dari terminal.
C. Kondisi Keberadaan Masyarakat Tionghoa di Tuban
Peperangan yang terjadi di negeri Cina pada masa pemerintahan dinasti Ching yang membuat rakyat Cina pergi merantau keluar negeri mereka untuk mencari
ketenangan karena mereka menganggap bahwa negara mereka sudah tidak nyaman lagi untuk mereka sehingga mereka harus pergi merantau.
54
53
Wawancara pribadi dengan Hanjono Tanzah,
54
Yuni Sulistiyorini. Upacara Sembahyang Rebutan di Tempat Ibadah Tri Dharma Tuban. Fak. Sastra UI. 1996. hal.11
Kedatangan warga Tionghoa di sepanjang pantai utara pada awalnya hanya mencari uang, dan dengan memasuki wilayah berbagai bidang perdagangan.
55
Tuban di mulai sejak terjadinya peperangan di Tiongkok sehingga mereka banyak yang
keluar dari negerinya untuk mencari keamanan diri. Umumnya mereka menjalani profesi sebagai pedagang pada waktu itu, dengan melakukan berbagai bidang
termasuk sebagai penyalur antara para petani dengan para pedagang atau makelar barang dagangan dengan hasil bumi dari penduduk pribumi yang hendak ditukar
dengan barang lain atau dijual. Keberadaan warga Tionghoa di kota Tuban tidak dapat di identifikasikan dari
data kependudukan karena mereka sudah membaur dengan warga setempat sejak dahulu kala. Hal ini dapat di lihat dengan nama-nama yang dipakai oleh mereka yaitu
dengan dengan menggunakan ejaan bahasa Indonesia, meskipun tidak dipungkiri masih menggunakan nama dengan bahasa Tionghoa. Meski demikian mereka tidak
begitu mempedulikannya karena bagi mereka di mana mereka berada, maka di situlah ia akan berusaha untuk agar dapat di terima dan selain itu merka hanyalah secara
kebetulan menjadi keturunan dari orang-orang Cina . Membaurnya keturunan Tionghoa dengan masyarakat setempat adalah bukti
bahwa di kota Tuban tidak ada diskriminasi antarwarga baik itu warga keturunan maupun non-keturunan, karena kalau dahulu di kenal dengan adanya kampung
pecinan dulu letaknya di wilayah yang berdekatan dengan Klenteng Tjoe Liong Kiong. Yang berada di Jl,Panglima Sudirman 104 Tuban ataupun kampung Arab
55
Benny G.Setiono, Tionghoa dalam Pusaran Politik Jakarta Elkaso.2002. h.55
kampung tersebut letaknya berdekatan dengan makam sunan Bonang . Akan tetapi nama-nama tempat itu sekarang sudah tidak ditemukan lagi istilah-istilah sebutan
kampung Arab maupun Pecianan tersebut, karena semuanya sudah menyatu dan menjadi satu, sehingga tidak ada lagi nama-nama kampung tersebut, meskipun ada
tetapi tidak seperti zaman dulu lagi. Perdagangan yang berada di Jawa kuno ternyata sudah cukup meluas. Hal ini
dapat di lihat dengan adanya data-data dan prasasti-prasasti atau bukti artefaktual yang dapat membantu untuk mengungkapkan hubungan perdagangan, yaitu berupa
mata uang Cina, meski hal ini masih memungkinkan adanya beberapa kelemahan dan kelebihan di antaranya :
56
1. Banyaknya mata uang yang ditemukan di beberapa wilayah di
Indonesia. 2.
Peredaran mata uang logam dapat memberi kemudahan untuk memperoleh data dan satu kesamaan asal tahun dan instriksi yang
tertulis. 3.
Masa berlaku mata uang logam kadang melewati masa berkuasanya sang penguasa yang mencetak.
4. Terjadinya kemungkinan antara kehadiran masyarakat pencetaknya
dengan mata uangnya lebih dahulu hadir masyarakatnya, sedang mata uang baru hadir sekian tahun kemudian.
56
Yuniarso K Adi dalam Berkala Arkeologi, Evaluasi Data dan Interpretasi Baru Sejarah Indonesia kuna
edisi Khusus, Pen: Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta. 1994. Hal. 173-175
Kajian inskripsi mata uang logam, adalah sebagai upaya untuk dapat membantu memberikan kontribusi sejarah dalam pemberian data analisa mengenai
sejarah hubungan perdagangan antara Cina dengan Indonesia, karena selama ini data yang diperoleh untuk mengungkapkan hubungan dagang antara Cina dan Indonesia
hanya berupa data dan berita-berita Cina.
57
Pada awalnya mereka orang-orang Tionghoa yang datang hanya kaum laki- laki saja, namun pada perkembangan selanjutnya mereka membawa serta keluarga
bagi yang kembali lagi ke Cina. Namun bagi mereka yang tidak kembali lagi, mereka lebih memilih untuk tinggal dan menetap serta menikahi perempuan lokal dan
kemudian mempunyai keturunan yang ahirnya anak cucunya tadi menjadi warga keturunan Tionghoa
D. Secara umum Kondisi wilayah Tuban