Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri Kecil Di Kota Medan

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERTUMBUHAN INDUSTRI KECIL DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

ABDILLAH HARJA PURBA

067018043/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S

E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERTUMBUHAN INDUSTRI KECIL DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ABDILLAH HARJA PURBA

067018043/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN INDUSTRI KECIL DI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Abdillah Harja Purba Nomor Pokok : 067018043

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Irsyad Lubis, SE., M.Soc.Sc., Ph.D) Ketua

(Kasyful Mahalli, SE., M.Si) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Murni Daulay, M.Si)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 5 Oktober 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Irsyad Lubis, SE., M.Soc.Sc., Ph.D Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE., M.Si

2. Dr. Murni Daulay, M.Si 3. Dr. Rahmanta, M.Si 4. Drs. Rujiman, M.A


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri kecil di Kota Medan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri kecil di kota Medan tersebut adalah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), jumlah angkatan kerja, tingkat upah minimum dan jumlah kredit yang diberikan.

Penelitian ini mengunakan data time series selama periode 1983-2008, yang merupakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, dan dianalisis dengan menggunakan metode ordinary least squares (OLS). Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi berganda.

Penelitian ini menemukan bahwa terdapat 3 variabel dari 4 variabel yang mempengaruhi secara signifikan terhadap perkembangan pertumbuhan industri kecil di Kota Medan, ketiga variabel tersebut yaitu kredit UKM, kemudian pengangguran dan upah. Sedangkan variabel PMDN tidak signifikan mempengaruhi perkembangan pertumbuhan industri kecil di Kota Medan.

Kata Kunci: Pertumbuhan Industri Kecil, Investasi PMDN, Tingkat Upah Minimum dan Jumlah Kredit UKM.


(6)

ABSTRACT

This study is to analyze the Factors influencing the Growth of Small Industries in Medan City. Factors influencing the growth of small industries in the city of Medan are Domestic Investment (PMDN), the amount of labor force, the minimum wage level and the amount of loans disbursed.

This research using time series data during the period 1983-2008, which is a secondary data from the Central Statistics Agency of North Sumatera Province, and analyzed by using ordinary least squares (OLS).

The study found that 3 of 4 variables that affect the variables significantly to the development of small industrial growth in the city of Medan, namely loans, and unemployment and wages. While domestic investment variable does not significantly affect the development of small industrial growth in the city of Medan.

Keywords: Growth of Small Industry, Domestic Investment, and the Minimum Wage Number and Sum up the Credit UKM.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan hikmat dan hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri Kecil di Kota Medan” sebagai tugas akhir pada Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian tesis ini. Secara khusus, penulis haturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D sebagai Pembimbing I dan Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si sebagai Pembimbing II, yang banyak memberikan arahan, bimbingan dan dorongan pemikiran hingga tesis ini dapat selesai.

2. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dengan arif dan bijaksana dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai, khususnya pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas


(8)

Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini.

4. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Angkatan 12 yang telah sama-sama berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan banyak bantuan dan dukungan yang luar biasa.

5. Kedua orang tuaku, Istriku dan anakku, serta seluruh keluarga besarku, yang selama ini turut memberikan dorongan moril dan materil hingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat menjadi lebih baik dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan hidayahNya kepada penulis dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini.

Medan, Juli 2010 Penulis,

Abdillah Harja Purba NIM. 067018043


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Abdillah Harja Purba Tempat/Tgl Lahir : Rantau Prapat/14 Juli 1983

Pekerjaan : PNS – Lurah Sidorame Barat II Kec. Medan Perjuangan Agama : Islam

Nama Isteri : Ayu Oktavianty Nasution Nama Anak : Arkan Vidi Banu Purba Nama Orang Tua

Ayah : Alm. Jamarekes Purba Ibu : Hj. Harmaini Lubis Nama Mertua

Ayah : Azmar El Muhammadyn Nasution Ibu : Aslina Siregar

Pendidikan

a. SD Negeri 060834 Medan, lulus tahun 1995. b. SMP Negeri 1 Medan, lulus tahun 1998. c. SMU Negeri 1 Medan, lulus tahun 2001. d. STPDN Jatinangor, lulus tahun 2005.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Sektor Industri ... 9

2.2. Klasifikasi Industri Menurut ISIC ... 12

2.3. Karakteristik Usaha Kecil ... 15

2.4. Konsep Investasi ... 17

2.5. Konsep Angkatan Kerja dan Pengangguran ... 21

2.6. Konsep Kredit ... 33

2.7. Teori Upah dan Pengupahan ... 36

2.8. Fungsi Produksi ... 39

2.9. Penelitian Sebelumnya ... 47


(11)

2.11. Hipotesis Penelitian ... 51

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 52

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 52

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 52

3.3. Model Analisis ... 52

3.4. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 54

3.6. Definisi Variabel Operasional ... 55

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

4.1. Deskripsi Kota Medan ... 57

4.2. Perkembangan PDRB Kota Medan ... 61

4.3. Investasi PMDN Kota Medan ... 65

4.4. Pengangguran Kota Medan ... 67

4.5. Upah Minimum Kota Medan ... 69

4.6. Jumlah Kredit UKM Kota Medan ... 71

4.7. Jumlah Industri Kecil dan Menengah Kota Medan ... 74

4.8. Pembahasan ... 76

4.8.1. Hasil Estimasi dengan Menggunakan Metode OLS ... 76

4.8.2. Kredit UKM ... 77

4.8.3. PMDN ... 78

4.8.3. Pengangguran ... 79

4.8.3. Upah Minimum ... 79

4.9. Uji Asumsi Klasik ... 80

4.9.1. Linieritas... 80

4.9.2. Uji Multikolinearitas ... 80


(12)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

5.1.Kesimpulan... 83

5.2.Saran-saran... .... 84


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Jumlah Industri Kecil di Kota Medan ... 5 4.1. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan Tahun 2007 ... 59 4.2. Laju Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kota Medan pada

Tahun 2008 ... 62 4.3. PDRB Kota Medan ADH Konstan Berdasarkan Sub Sektor

Ekonomi Tahun 2004-2008 (Milyar Rupiah) ... 63 4.4. Perkembangan Investasi PMDN Tahun 1983 s/d 2008 (Dalam

Jutaan Rupiah) ... 65 4.5. Perkembangan Pengangguran Kota Medan Tahun 1983 s/d 2008 68 4.6. Perkembangan Upah Minimum Kota Medan Tahun 1983 s/d

2008 ... 70 4.7. Perkembangan Kredit UKM Kota Medan Tahun 1983 s/d 2008 .. 72 4.8. Perkembangan UKM Kota Medan Tahun 1983 s/d 2008 ... 74 4.9. Hasil Uji Ramsey ... 80


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kurva Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang ... 46

2.2. Kerangka Pemikiran ... 50

4.1. Perkembangan Investasi PMDN (Dalam Jutaan Rupiah) ... 66

4.2. Jumlah Pengangguran Kota Medan Tahun 1983 s/d 2008... 69

4.3. Upah Minimum Kota Medan ... 71

4.4. Perkembangan Jumlah Kredit UKM Kota Medan (Dalam Jutaan Rupiah) ... 73


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Tabulasi Data ... 87

2. Hasil Regresi Model Log-log ... 88

3. Normalitas Data ... 89

4. Autokorelasi ... 90

5. Heterokedastisitas ... 91

6. Stabilitas Ramsey Test ... 92

7. Multikolinearitas ... 93

8. Multikolinearitas ... 94

9. Multikolinearitas ... 95

10. Multikolinearitas ... 96


(16)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri kecil di Kota Medan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri kecil di kota Medan tersebut adalah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), jumlah angkatan kerja, tingkat upah minimum dan jumlah kredit yang diberikan.

Penelitian ini mengunakan data time series selama periode 1983-2008, yang merupakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, dan dianalisis dengan menggunakan metode ordinary least squares (OLS). Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi berganda.

Penelitian ini menemukan bahwa terdapat 3 variabel dari 4 variabel yang mempengaruhi secara signifikan terhadap perkembangan pertumbuhan industri kecil di Kota Medan, ketiga variabel tersebut yaitu kredit UKM, kemudian pengangguran dan upah. Sedangkan variabel PMDN tidak signifikan mempengaruhi perkembangan pertumbuhan industri kecil di Kota Medan.

Kata Kunci: Pertumbuhan Industri Kecil, Investasi PMDN, Tingkat Upah Minimum dan Jumlah Kredit UKM.


(17)

ABSTRACT

This study is to analyze the Factors influencing the Growth of Small Industries in Medan City. Factors influencing the growth of small industries in the city of Medan are Domestic Investment (PMDN), the amount of labor force, the minimum wage level and the amount of loans disbursed.

This research using time series data during the period 1983-2008, which is a secondary data from the Central Statistics Agency of North Sumatera Province, and analyzed by using ordinary least squares (OLS).

The study found that 3 of 4 variables that affect the variables significantly to the development of small industrial growth in the city of Medan, namely loans, and unemployment and wages. While domestic investment variable does not significantly affect the development of small industrial growth in the city of Medan.

Keywords: Growth of Small Industry, Domestic Investment, and the Minimum Wage Number and Sum up the Credit UKM.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada tahun 1920-an industri modern di Indonesia hampir semuanya dimiliki oleh orang asing meskipun jumlahnya relatif sedikit. Industri kecil yang ada pada masa itu hanya berupa industri rumah tangga seperti penggilingan padi, tekstil dan sebagainya yang tidak terkoordinasi. Angkatan kerja terpusat di sektor pertanian dan perkebunan untuk memenuhi kebutuhan ekspor kolonial. Perusahaan besar yang modern hanya dua unit itu pun milik asing yaitu: pabrik rokok milik British American Tobacco dan perakitan kendaraan bermotor General Car Assembly. Depresiasi yang melanda sekitar tahun 1930-an telah meruntuhkan perekonomian. Penerimaan ekspor turun sehingga mengakibatkan pengangguran. Situasi tersebut memaksa pemerintah kolonial mengubah sistem dan pola kebijaksanaan ekonomi yang sebelumnya menitik beratkan pada sektor perkebunan beralih ke sektor industri dengan memberikan kemudahan dalam pemberian izin dan fasilitas bagi pendirian industri baru. Sejarah ini kemudian menjadi cikal-bakal berkembangnya sektor industri di Indonesia hingga kini (Dumairy, 1997).

Proses industrialisasi di Indonesia sejak tahun 1985 terkesan cepat akan tetapi pada tahun 1993 laju pertumbuhan output di sektor industri manufaktur mulai turun sebelum krisis ekonomi. Selanjutnya, pada masa krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah membuat proses industrialisasi mengalami


(19)

pertumbuhan yang negatif sekitar 12 persen (Dumairy, 1997). Hal ini disebabkan oleh tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap impor barang modal, bahan baku, dan jasa utang luar negeri. Sementara itu nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang besar terhadap dolar AS dan banyak perusahaan manufaktur di dalam negeri terpaksa harus mengurangi volume produksinya. Masalah ini terutama dialami oleh industri menengah dan besar, sebaliknya industri kecil ternyata lebih mampu untuk bertahan dan terus eksis di tengah berbagai masalah yang timbul. Kondisi ini telah menarik perhatian berbagai pihak untuk lebih memperhatikan keberadaan dan perkembangan industri kecil. Sektor industri kecil pada saat ini sangat memegang peranan yang sangat penting dan strategis. Ini berarti pembangunan sektor industri kecil perlu lebih dikembangkan lagi agar sektor industri kecil menjadi lebih efisien dan peranannya dalam perekonomian daerah semakin meningkat baik dari segi nilai maupun kontribusinya dalam penyediaan lapangan kerja.

Sektor industri kecil perlu mendapat prioritas utama dan harus mampu membawa perubahan fundamental dalam struktur perekonomian di Indonesia sehingga produksi nasional dapat meningkat. Di samping itu, pembangunan sektor industri kecil harus dapat mendorong terwujudnya struktur ekonomi yang seimbang dan kokoh antar sektor industri maju dan sektor pertanian yang tangguh. Proses industrialisasi harus mampu mendorong berkembangnya industri kecil sebagai penggerak utama terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja sehingga dapat mengurangi angka pengangguran.


(20)

Dalam usaha pengembangan sektor industri kecil, diperlukan adanya berbagai fasilitas seperti modal dan juga fasilitas kredit yang lancar demi berlangsungnya pembangunan ekonomi. Pelaksanaan pembangunan tersebut perlu diusahakan agar tercipta keterkaitan yang semakin erat antara sektor industri dan sektor-sektor pembangunan lainnya. Pembangunan sektor yang berkaitan tersebut harus dikembangkan dengan dasar saling menguntungkan dan menunjang antara industri besar/menengah dan industri kecil serta antara industri hilir dan industri hulu. Untuk memajukan proses pembangunan di sebuah negara dapat dilakukan dengan cara menempuh strategi industrialisasi.

Industrialisasi dianggap sebagai satu-satunya strategi agar kemakmuran suatu negara dapat terwujud. Dengan kata lain proses pembangunan dan strategi industrialisasi sangat mendukung peningkatan kapasitas produksi sehingga akan memenuhi permintaan masyarakat. Dengan industrialisasi yang meningkat maka akan mendorong permintaan terhadap angkatan kerja dan bahan baku sehingga akan mendorong naiknya kesejahteraan masyarakat. Naiknya kesejahteraan masyarakat juga didukung dengan pengembangan usaha kecil yang terus tumbuh akibat naiknya industrialisasi.

Irfan (2000) mengatakan usaha kecil dalam perekonomian suatu negara, memiliki peran yang penting. Bukan saja di Indonesia, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa posisi usaha kecil mempunyai peranan strategis di negara-negara lain. Indikasi yang menunjukkan peranan usaha kecil itu dapat dilihat dari kontribusinya terhadap


(21)

PDRB, ekspor non migas, penyerapan angkatan kerja dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang cukup besar.

Anoraga dan Sudantoko (2002) mengatakan tidak dapat disangkal bahwa pengusaha kecil yang merupakan bagian terbesar dari pelaku bisnis di Indonesia mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan struktur perekonomian nasional. Oleh karena itu berbagai upaya pemberdayaan perlu terus dilakukan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Tambunan (2002) dari sisi tenaga kerja industri kecil adalah kelompok industri pengolahan yang mempunyai tenaga kerja 5 sampai 19 orang. Sedangkan yang dimaksudkan dengan industri kerajinan rumah tangga ialah kelompok industri pengolahan yang mempunyai tenaga kerja 1 sampai 4 orang.

Pentingnya peran industri kecil ini membuat pemerintah memberikan perhatian yang serius dan sungguh-sungguh dalam penanganannya. Demikian juga dengan Pemerintah Kota Medan yang terus memberikan perhatian dan menetapkan berbagai kebijakan untuk mendorong pertumbuhan industri kecil di Medan.

Berdasarkan data yang diperoleh, tahun 1980-1990 jumlah perusahaan kecil di Medan tercatat 1.825 unit. Tahun 1991 jumlah industri kecil di Medan relatif kecil yaitu 127 unit karena industri kecil mengalami keterpurukan antara lain diakibatkan kenaikan harga bahan baku. Seiring dengan berkembangnya ekonomi, jumlah industri kecil terus meningkat sehingga pada tahun 1996 industri kecil di Medan tercatat 309 unit. Jumlah ini menurun drastis pada tahun 1997 menjadi 207 unit, karena terjadinya


(22)

krisis moneter. Lebih lengkap perkembangan data industri kecil di Kota Medan dapat ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 1.1. Jumlah Industri Kecil di Kota Medan

No Tahun Jumlah Perusahaan Industri Kecil

1 1980-1990 1.825

2 1991 137

3 1992 163

4 1993 190

5 1994 265

6 1995 281

7 1996 309

8 1997 207

9 1998 200

10 1999 215

11 2000 224

12 2001 217

13 2002 231

14 2003 220

15 2004 187

16 2005 189

17 2006 210

18 2007 235

Sumber: Kantor Statistik Kota Medan 2007

Produk industri lokal selalu memiliki dasar tukar (term of trade) yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan produk-produk sektor lain. Hal ini disebabkan karena sektor industri kecil memiliki variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat marginal yang sangat tinggi kepada pemakainya. Pelaku bisnis (produsen,


(23)

penyalur; pedagang dan investor) lebih suka berkecimpung dalam bidang industri karena sektor ini memberikan margin keuntungan yang lebih menarik. Selain itu industri kecil lebih diminati sebagai lahan usaha karena tidak tergantung pada musim dan mudah dikendalikan oleh manusia. Faktor-faktor tersebut menyebabkan banyak negara berkembang mengembangkan sektor industri kecil untuk memacu pertumbuhan ekonominya.

Pembangunan industri kecil termasuk industri kerajinan dan rumah tangga, yang formal dan tradisional diarahkan untuk memperluas lapangan pekerjaan untuk mengurangi pengangguran. Hal seperti ini tidak terkecuali di Kota Medan sehingga sedikit demi sedikit dapat memberi kesempatan berusaha, meningkatkan ekspor, menumbuhkan kemampuan akan pendapatan pengusaha kecil dan kemandirian. Dari berbagai manfaat dan luasnya kontribusi yang dapat diperoleh dari pengembangan dan pembangunan sektor industri kecil ini maka penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri Kecil di Kota Medan”.


(24)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang di atas maka penulis merumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh PMDN terhadap pertumbuhan industri kecil di Kota Medan?

2. Bagaimana pengaruh jumlah pengangguran terhadap pertumbuhan industri kecil di Kota Medan?

3. Bagaimana pengaruh tingkat upah minimum terhadap pertumbuhan industri kecil di Kota Medan?

4. Bagaimana pengaruh jumlah Kredit Usaha Mikro Kecil (KUMK) yang disalurkan terhadap pertumbuhan industri kecil di Kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis pengaruh PMDN terhadap pertumbuhan industri kecil di Kota Medan.

2. Untuk menganalisis pengaruh pengangguran terhadap pertumbuhan industri kecil di Kota Medan.

3. Untuk menganalisis pengaruh tingkat upah minimum terhadap pertumbuhan industri kecil di Kota Medan.

4. Untuk menganalisis pengaruh jumlah kredit yang tersalurkan terhadap pertumbuhan industri kecil di Kota Medan.


(25)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kota Medan dalam menyusun strategi pembangunan kota, khususnya pembangunan sektor industri kecil di Kota Medan.

2. Sebagai masukan bagi pelaku bisnis sektor industri kecil di Indonesia.

3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya terutama yang berminat untuk meneliti mengenai sektor industri kecil di Kota Medan.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sektor Industri

Menurut BPS, pada umumnya perkembangan sektor industri kecil yang terjadi di Kota Medan biasanya didahului oleh industri kerajinan tangan berkembang menjadi industri kecil dan pada akhirnya menjadi industri sedang dan industri besar. Perkembangan industri itu sendiri menurut jenisnya secara umum merupakan pengembangan dari sektor pertanian yang telah ada seperti industri minyak sawit yang merupakan dampak dari pengembangan sektor perkebunan sawit.

Menurut Kartasapoetra (2000), Pengertian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi lagi penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun industri dan perekayasaan industri.

Menurut Hasibuan (2000) pengertian industri sangat luas, dapat dalam lingkup makro maupun mikro. Secara Mikro Industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat yang saling mengganti sangat erat. Dari segi pembentukan pendapatan yakni cenderung bersifat makro. Industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah. Jadi batasan industri yaitu secara mikro sebagai kumpulan perusahaan yang menghasilkan barang sedangkan secara makro


(27)

dapat membentuk pendapatan.

Menurut Badan Perencanaan Permbangunan Sumatera Utara (2008) Industri adalah suatu aktivitas untuk mengubah bahan baku menjadi barang setengah jadi dan atau barang jadi dengan tujuan untuk dijual.

Dengan demikian pengertian industri meliputi:

a. Semua aktivitas untuk mengubah wujud semula menjadi wujud yang lebih tinggi nilainya.

b. Diperjual belikan, berarti bertujuan untuk memperoleh laba.

Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan kegiatan perencanaan pendirian industri atau pabrik-pabrik secara keseluruhan atau bagian-bagiannya. Sedangkan Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan dan pembuatan mesin atau peralatan pabrik atau peralatan industri lainnya.

Berdasarkan pengertian di atas jelaslah bahwa suatu perusahaan industri akan menghasilkan produk-produk tertentu yang memiliki ciri khas perusahaan, demi untuk pertumbuhan dan perkembangan perusahaan tersebut. Untuk perlindungan terhadap hak-hak perusahaan yang bersangkutan, maka produk yang dihasilkan dari industri mendapat perlindungan hukum. Dengan demikian dalam usaha mendirikan perusahaan industri tidak terlepas dari pengawasan pemerintah.

Pembangunan industri adalah bagian dari program pembangunan jangka panjang untuk merubah struktur perekonomian yang terlalu berat sebelah kepada


(28)

bahan mentah dan hasil pertanian, kearah struktur ekonomi yang lebih seimbang dan lebih serasi. Artinya perusahaan industri tidak dapat berkembang sendiri tanpa adanya persaingan dari perusahaan lainnya. Misalnya suatu perusahaan industri pengolahan ikan tidak akan berkembang kalau usaha ekstratif perikanan itu menurun. Demikian juga dengan perusahaan industri pengalengan ikan, di mana jika perusahaan ekstratif perikanan meningkat maka usaha pengalengan ikan juga akan meningkat. Namun sebaliknya apabila perusahaan perdagangan yang dapat memasarkan produknya tidak berkembang, maka pertumbuhan industri pengolahan ikan tersebut tidak akan

berkembang.

Menurut Martin dalam Kartasapoetra (2000) Industri merupakan kumpulan dari berbagai perusahaan (firm) yang memproduksi:

a. Bahan mentah yang sama. b. Proses produksi yang sama. c. Hasil yang sama.

Menurut Badan Pusat Statistik (2008) industri mempunyai dua pengertian: a. Pengertian secara luas, industri mencakup semua usaha dan kegiatan

di bidang ekonomi bersifat produktif.

b. Dalam pengertian secara sempit, industri hanyalah mencakup industri pengolahan yaitu suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi dan atau barang jadi, kemudian


(29)

barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih nilainya dan sifatnya lebih kepada pemakaian akhir.

2.2. Klasifikasi Industri Menurut ISIC

Industri dapat digolongkan berdasarkan beberapa kelompok komoditas, berdasarkan skala usaha dan berdasarkan hubungan antara produknya. Penggolongan yang paling universal ialah berdasarkan International Standard of Industrial

Classification (ISIC). Penggolongan menurut ISIC ini didasarkan atas pendekatan

kelompok komoditas, yang secara garis besar dibedakan kepada sembilan golongan sebagaimana tercantum di bawah ini (Dumairy, 1996).

ISIC 31 : Industri makanan, minuman dan tembakau. ISIC 32 : Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit.

ISIC 33 : Industri kayu dan barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga. ISIC 34 : Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan penerbitan. ISIC 35 : Industri kimia dan barang dari kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan

plastik.

ISIC 36 : Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara. ISIC 37 : Industri logam dasar.

ISIC 38 : Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya. ISIC 39 : Industri pengolahan lainnya.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan dalam menilai keberhasilan industri kecil menggunakan kriteria jumlah angkatan kerja, produksi dan jumlah penjualan. Hal ini didasarkan pada sifat industri kecil tersebut yang umumnya padat


(30)

karya, sehingga dengan adanya pertambahan angkatan kerja dan jumlah produksi atau penjualan berarti industri kecil tersebut mampu bertahan pada lingkungan.

Menurut Kartasapoetra (2000) industri dapat diklasifikasikan dalam tipe tertentu berdasarkan:

a. Lokasi.

b. Fungsi atau aktivitas di dalamnya. c. Motivasi pendirinya.

d. Lembaga sponsor yang mempunyai inisiatif mendirikan industri.

Ad.a. Berdasarkan lokasi

Menurut lokasinya, industri sering diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Industri perkotaan, yang merupakan industri yang terletak dalam jarak yang dekat dengan daerah metropolitan atau kota yang besar. Adanya kepadatan penduduk yang cukup tinggi di kota metropolitan atau kota besar dapat dimanfaatkan sebagai sumber tenaga kerja bagi industri tersebut.

b. Industri semi perkotaan, yang merupakan kawasan industri yang terletak di ibukota kabupaten (diantaranya daerah perkotaan dan kecamatan).

c. Industri pedesaan. Merupakan kawasan industri yang terletak di ibukota kecamatan yang penduduknya cukup besar.


(31)

Ad.b. Berdasarkan Fungsi Industri

Motivasi pendirian suatu industri mempunyai hubungan yang erat dengan tujuan yang ingin dicapai. Menurut motivasinya, industri dapat dikelompokkan menjadi:

a. Pengembangan, yaitu apabila industri itu dimaksudkan untuk meningkatkan atau mendorong perkembangan kegiatan industri daerah di mana industri itu berada.

b. Promosi, yaitu apabila industri itu dimaksudkan untuk mendorong masuknya industri-industri baru.

c. Penyebaran, yaitu apabila industri itu dimaksudkan untuk menampung perusahaan-perusahaan yang memerlukan tempat bagi usahanya.

Ad.c. Berdasarkan Lembaga Sponsor

Lembaga yang mempunyai inisiatif mendirikan industri dan menyediakan semua atau sebagian yang diperlukan disebut sponsor. Dalam hal ini ada tiga macam:

a. Pihak pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. b. Swasta, baik perorangan maupun kelompok.

c. Patungan, baik koperasi, PT maupun asosiasi industri dengan bantuan pemerintah melalui hibah atau pinjaman jangka panjang.


(32)

Menurut Badan Pusat Statistik (2007) industri diklasifikasikan sebagai berikut:

1.Industri kerajinan rumah tangga yang mempunyai 1-4 karyawan. 2.Industri kecil rumah tangga yang mempunyai 5-19 karyawan. 3.Industri sedang rumah tangga yang mempunyai 20-99 karyawan. 4.Industri besar rumah tangga yang mempunyai 100 karyawan lebih.

2.3. Karakteristik Usaha Kecil

Menurut Smeru (2003), terdapat beberapa pengertian usaha kecil yang diberikan oleh beberapa lembaga, antara lain:

a. BPS. Industri kerajinan rumah tangga yaitu perusahaan/usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang, sedangkan industri kecil mempekerjakan 5-19 orang.

b. Departemen Perindustrian dan Perdagangan: Industri-Dagang Mikro adalah industri-perdagangan yang mempunyai tenaga kerja 1-4 orang.

c. Departemen Keuangan: Usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga

atau perorangan WNI yang memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100.000.000 per tahun, sedangkan usaha kecil memiliki hasil penjualan

paling banyak Rp. 1 milyar per tahun.

d. Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah: Usaha mikro dan usaha kecil adalah suatu badan usaha milik WNI baik perorangan


(33)

maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan) sebanyak-banyaknya Rp. 200 juta dan atau mempunyai omzet/nilai output atau hasil penjualan rata-rata per tahun sebanyak-banyaknya Rp. 1 milyar dan usaha tersebut berdiri sendiri.

e. Komite Penanggulangan Kemiskinan Nasional. Pengusaha mikro adalah pemilik atau pelaku kegiatan usaha skala mikro di semua sektor ekonomi dengan kekayaaan di luar tanah dan bangunan maksimum Rp. 25 juta.

f. ADB: Usaha mikro adalah usaha-usaha non-pertanian yang mempekerjakan kurang dari 10 orang termasuk pemilik usaha dan anggota keluarga. SK Menteri Keuangan RI No. 40/KMK.06/2003. 12 ADB Report, Lembaga penelitian SMERU, Desember 2003.

g. USAID: Usaha mikro adalah kegiatan bisnis yang mempekerjakan maksimal 10 orang pegawai termasuk anggota keluarga yang tidak dibayar. Kadangkala hanya melibatkan 1 orang, yaitu pemilik yang sekaligus menjadi pekerja. Kepemilikan aset dan pendapatannya terbatas.

h. Bank Dunia: Usaha mikro merupakan usaha gabungan (partnership) atau

usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 10 orang, termasuk di dalamnya usaha yang hanya dikerjakan oleh satu orang yang sekaligus

bertindak sebagai pemilik (self-employed). Usaha mikro sering merupakan usaha tingkat survival (usaha untuk mempertahankan hidup – survival level

activities), yang kebutuhan keuangannya dipenuhi oleh tabungan dan


(34)

i. ILO: Usaha mikro di negara berkembang mempunyai karakteristik, antara lain usaha dengan maksimal 10 orang pekerja, berskala kecil, menggunakan teknologi sederhana, asset minim, kemampuan manajerial rendah, dan tidak membayar pajak.

j. Farbman dan Lessik (1989): Usaha mikro mempunyai karakteristik, antara lain mempekerjakan paling banyak 10 orang pekerja, merupakan usaha

keluarga dan menggunakan tenaga kerja keluarga, lokasi kerja biasanya di rumah, menggunakan teknologi tradisional, dan berorientasi pasar lokal.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat dibatasi pengertian usaha kecil mikro yaitu: Usaha non pertanian (termasuk peternakan dan perikanan) yang mempekerjakan paling banyak 10 pekerja, termasuk pemilik usaha dan anggota keluarga, memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun, dan mempunyai aset di luar tanah dan bangunan paling banyak Rp. 25 juta. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha kecil memiliki cakupan yang tidak besar, baik untuk jumlah pekerja, jenis usaha, jumlah penjualan dan kepemilikan atas kekayaan yang terbatas.

2.4. Konsep Investasi

Pengertian investasi adalah pengeluaran-pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan persediaan barang modal (capital stock) terdiri dari pabrik, mesin kantor, dan produk-produk tahan lama lainnya (Dornbusch dan Fischer, 2004). Menurut Budiono (2000) investasi adalah pengeluaran dari sektor


(35)

produsen (swasta untuk pembelian barang-barang atau jasa untuk menambah stok barang dan perluasan perusahaan. Sedangkan Soediyono (2001) berpendapat bahwa investasi adalah investasi menurut ekonomi makro biasa diartikan pengeluaran masyarakat untuk memperoleh alat-alat kapital baru.

Menurut Tambunan (2001), di dalam neraca nasional atau struktur PDB menurut penggunaannya, investasi didefinisikan sebagai pembentukan modal/kapital tetap domestik (domestic fixed capital formation). Investasi dapat dibedakan antara investasi bruto (pembentukan modal tetap domestik bruto) dan investasi netto (pembentukan modal tetap domestik netto).

Menurut definisi dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2007), pembentukan modal tetap adalah pengeluaran untuk pengadaan, pembuatan, atau pembelian barang-barang modal baru (bukan barang-barang-barang-barang konsumsi) baik dari dalam negeri maupun import, termasuk barang modal bekas dari luar negeri. Nopirin (2000) “Investasi merupakan salah satu komponen yang penting dalam PDB”. Selanjutnya Nopirin (2000), Faktor yang mempengaruhi investasi diantaranya adalah tingkat bunga, penyusutan, kebijaksanaan pemerintah, perkiraan tentang penjualan dan kebijaksanaan ekonomi. Tingkat kegiatan perekonomian ditentukan oleh besaran- besarannya pengeluaran agregat yang wujud dalam perekonomian. Dalam perekonomian pengeluaran agregat itu sendiri dari empat jenis pengeluaran yaitu: pengeluaran konsumsi rumah tangga investasi oleh perusahaan perusahaan, pengeluaran pemerintah dan ekspor.


(36)

Dari kenyataan itu dapatlah disimpulkan bahwa naik turunnya tingkat kegiatan ekonomi adalah ditimbulkan oleh perusahaan-perusahaan dari masing-masing atau gabungan faktor-faktor tersebut. Pada setiap momen, persediaan modal adalah determinan output perekonomian yang penting, karena persediaan modal bisa berubah sepanjang waktu, dan perubahan itu bisa mengarah ke pertumbuhan ekonomi. Biasanya, terdapat dua kekuatan yang mempengaruhi persediaan modal: investasi dan depresiasi. Investasi mengacu pada pengeluaran untuk perluasan usaha dan peralatan baru, dan hal itu menyebabkan persediaan modal bertambah. Depresiasi mengacu pada penggunaan modal, dan hal itu menyebabkan persediaan modal berkurang (Mankiw, 2003).

Pabrik-pabrik, mesin-mesin, peralatan, dan barang-barang baru akan meningkatkan stok modal (capital stock) fisikal suatu negara (yaitu jumlah nilai riil bersih dari semua barang-barang modal produktif secara fiskal) sehingga pada gilirannya akan memungkinkan negara tersebut untuk mencapai tingkat output yang lebih besar. Investasi jenis ini sering diklasifikasikan sebagai investasi di sektor produktif (directly productive aktivities). Investasi-investasi lainnya yang dikenal dengan sebutan infrastruktur sosial dan ekonomi (social overhead capital) yaitu jalan raya, listrik, air, sanitasi, dan komunikasi akan mempermudah dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan ekonomi (Arsyad, 1999).

Pembangunan fasilitas-fasilitas irigasi akan dapat memperbaiki kualitas lahan pertanian melalui peningkatan produktivitas per hektar. Jika 100 hektar lahan beririgasi bisa menghasilkan output yang sama dengan 200 hektar lahan tak beririgasi


(37)

(dengan catatan penggunaan input-input lainnya sama), maka fasilitas irigasi itu nilainya sama dengan dua kali luas lahan tanpa irigasi. Penggunaan pupuk-pupuk kimia dan pembasmian hama penyakit dengan pestisida juga akan bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas lahan. Semua bentuk investasi ini merupakan cara-cara untuk memperbaiki kualitas sumberdaya tanah yang ada.

Sama halnya dengan investasi tak langsung di atas, investasi insani (human

invesment) juga dapat memperbaiki kualitas sumberdaya manusia dan juga akan

mempunyai pengaruh yang sama atau bahkan lebih besar terhadap produksi. Sekolah-sekolah formal, Sekolah-sekolah-Sekolah-sekolah kejuruan, dan program-program latihan kerja serta berbagai pendidikan informal lainnya semuanya diciptakan secara lebih efektif untuk memperbesar kemampuan manusia dan sumberdaya-sumberdaya lainnya sebagai hasil dari investasi langsung dalam pembangunan gedung-gedung, peralatan dan bahan-bahan (buku-buku, proyektor, peralatan penelitian, alat-alat latihan kerja, mesin-mesin, dan lain-lain). Latihan-latihan tingkat lanjutan yang relevan bagi tenaga pendidik, demikian pula dengan buku-buku pelajaran ekonomi yang baik, bisa membuat perubahan yang sangat besar dalam mutu, kepemimpinan, dan produktivitas tenaga kerja yang ada. Oleh karena itu investasi insani sama dengan memperbaiki mutu sekaligus meningkatkan produktivitas sumberdaya-sumberdaya tanah melalui investasi yang strategis tersebut. Investasi baik dari segi modal fisik maupun investasi insani sangat diperlukan termasuk dalam dunia industri kecil. Perkembangan dan pertumbuhan industri kecil sangat dipengaruhi oleh kedua jenis investasi ini yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.


(38)

Pertumbuhan ekonomi sangat tergantung pada tenaga kerja dan jumlah kapital. Investasi akan menambah jumlah daripada kapital. Tanpa investasi maka tidak akan ada pabrik/mesin baru, dan dengan demikian tidak ada ekspansi. Pengertian investasi mencakup investasi barang-barang tetap pada perusahaan (business fixed invesment), persediaan (inventory) serta perumahan (residential) (Nopirin, 2000).

Penanaman modal atau investasi akan menumbuhkan industri kecil baru sehingga makin memberikan peranan dalam pembangunan ekonomi. Perkembangan hasil investasi mampu menambah pemasukan peralatan modal dan bahan mentah, sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi dan menambah modal kembali. Bersamaan itu pengembangan usaha kecil yang didukung dengan investasi, dengan modal uang dan modal fisik, akan membawa serta keterampilan teknik, tenaga ahli, pengalaman organisasi, informasi pasar, teknik-teknik produksi maju, pembaharuan produk sehingga hasilnya akan lebih mengembangkan industri kecil dalam negeri. Selain itu juga melatih tenaga kerja setempat pada keahlian baru.

2.5. Konsep Angkatan Kerja dan Pengangguran

Telah dijelaskan di atas bahwa tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat penting yang secara aktif mengolah sumber lain. Menurut Simanjuntak (2001) yang dimaksud tenaga kerja adalah: Penduduk yang sedang atau sudah bekerja, sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan-kegiatan lain, seperti


(39)

bersekolah dan mengurus rumah tangga. Batas umur tenaga kerja minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum.

Menurut Dumairy (2000) yang dimaksud tenaga kerja adalah: “Penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja, baik yang sedang bekerja maupun sedang mencari pekerjaan dengan batas usia minimum 15 tahun keatas tanpa batas umur maksimum.

Berdasarkan pengertian di atas dapatlah diketahui bahwa tenaga kerja yaitu meliputi penduduk yang berusia 15 tahun keatas, baik yang sudah bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan serta yang melakukan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga serta golongan lain yang menerima

pendapatan. Pada kenyataannya batas usia 15 tahun keatas bukanlah merupakan suatu kriteria tenaga kerja yang tetap. Batas usia tersebut bisa saja berubah sesuai dengan kondisi yang ada. Tujuan dari pemilihan batas umur tersebut adalah supaya definisi yang diberikan sedapat mungkin sebagai gambaran keadaan yang sebenarnya.

Menurut Simanjuntak (2001), yang dimaksud dengan tenaga kerja atau man

power adalah “Penduduk yang sudah atau yang sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan-kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Batas umur tenaga kerja minimum adalah 15 tahun tanpa batas umur maksimum”.

Dari pengertian Simanjuntak dapatlah kita ketahui bahwa tenaga kerja yaitu meliputi penduduk yang berusia 15 tahun keatas, baik yang sudah bekerja maupun


(40)

yang sedang mencari pekerjaan serta yang melakukan kegiatan lain seperti sekolah, mengurus rumah tangga dan golongan-golongan lain yang menerima pendapatan.

Tiap negara memiliki batas umur yang berbeda karena situasi dan kondisi tenaga kerja di masing-masing negara juga berbeda. Pemilihan batas umur 15 tahun adalah berdasarkan fakta bahwa dalam umur tersebut sudah banyak penduduk berumur muda terutama di desa-desa yang sudah bekerja atau mencari pekerjaan.

Berdasarkan perumusan di atas, dapat dilihat bahwa batas umur maksimum tenaga kerja tidak ada. Alasannya adalah Indonesia belum mempunyai jaminan sosial nasional. Hanya sebagian penduduk Indonesia yang merasakan atau menerima tunjangan di hari tua, yaitu pegawai negeri dan hanya sebagian kecil saja pegawai dari perusahaan swasta. Buat golongan inipun, pendapatan yang mereka terima tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Oleh sebab itulah mereka yang sudah mencapai usia pensiun biasanya tetap masih aktif dalam kegiatan ekonomi tetap digolongkan sebagai tenaga kerja, itulah mengapa sebabnya di Indonesia tidak menganut batas umur maksimum.

Di dalam pengertian tenaga kerja itu juga dimaksudkan kelompok yang sedang mencari pekerjaan, bersekolah dan mengurus rumah tangga. Meskipun mereka tidak bekerja tetapi secara fisik mereka mampu bekerja dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Inilah alasannya mengapa kelompok ini juga dimaksudkan ke dalam kelompok tenaga kerja. Dua golongan pertama yaitu penduduk yang sudah bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan disebut angkatan kerja. Sedangkan kelompok yang terakhir yaitu penduduk yang bersekolah, mengurus rumah tangga


(41)

dan kelompok lain-lain yang menerima pendapatan disebut bukan angkatan kerja (Potential Labor Force).

Berdasarkan uraian di atas dapatlah kita simpulkan bahwa tenaga kerja meliputi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja, atau dapat disimpulkan sebagai berikut:

Tenaga Kerja = Angkatan Kerja + Bukan Angkatan Kerja

Untuk mengetahui pengertian angkatan kerja, penulis mengemukakan beberapa pendapat, yaitu menurut Payman Simanjuntak yang dimaksud dengan angkatan kerja adalah: “Penduduk yang berusia 15 tahun keatas yang mempunyai pekerjaan tertentu dalam suatu kegiatan ekonomi dan mereka yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan” (Simanjuntak, 2001).

Sedangkan menurut Soeroto, angkatan kerja dapat didefinisikan sebagai berikut: “Sebagian dari jumlah penduduk dalam usia kerja yang mempunyai dan yang tidak mempunyai pekerjaan yang telah mampu dalam arti sehat fisik dan mental secara yuridis tidak kehilangan kebebasannya untuk memilih dan melakukan pekerjaan tanpa ada unsur paksaan” (Soeroto, MA, 2002).

Dari kedua batasan tadi dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa yang termaksud angkatan kerja adalah penduduk yang berusia 10 tahun keatas baik yang sedang bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan, walaupun Soeroto tidak sependapat dengan batasan usia minimum tetapi secara kualitas telah memberikan makna yang berarti.


(42)

Golongan yang bekerja atau pekerja adalah angkatan kerja yang sudah aktif dalam menghasilkan barang dan jasa. Kelompok ini terdiri dari orang yang bekerja penuh dan setengah pengangguran. Yang termaksud dalam golongan bekerja penuh adalah orang yang cukup dimanfaatkan dalam bekerja dari jumlah jam kerja produktivitas kerja dan penghasilan yang diperoleh.

Sedangkan yang termaksud dalam golongan setengah menganggur adalah orang yang kurang dimanfaatkan dalam bekerja baik dilihat dari segi jam kerja, produktivitas kerja maupun dari segi penghasilan.

Golongan setengah pengangguran dapat dikelompokkan atas:

1. Setengah menganggur kentara, yaitu meraka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu atau rata-rata kurang dari 6 jam per hari.

2. Setengah menganggur tidak kentara atau menganggur terselubung adalah mereka yang produktivitas kerja dan pendapatannya rendah.

Selanjutnya yang disebut dengan pengangguran adalah angkatan kerja yang siap untuk bekerja dan sedang berusaha untuk mencari pekerjaan.

Adapun menurut Hidayat yang temasuk pencari kerja adalah:

1. Golongan pencari kerja yang pertama sekali masuk angkatan kerja.

2. Golongan yang melepaskan pekerjaan atas kehendak sendiri untuk mencari pekerjaan yang lebih sesuai.

3. Golongan yang diberhentikan dari pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan. 4. Golongan yang sedang bekerja tetapi juga berusaha mencari pekerjaan yang


(43)

Berdasarkan uraian di atas semakin jelaslah pengertian terhadap makna pengangguran yaitu kelompok angkatan kerja yang termasuk sebagai pencari kerja atau berusaha untuk mendapatkan pekerjaan.

Pengangguran dapat dibagi atas beberapa faktor, diantaranya adalah atas kemauan sendiri, mereka dapat dibedakan antara pengangguran terpaksa dan pengangguran sukarela.

a. Pengangguran terpaksa adalah mereka yang tidak dapat memperoleh pekerjaan sekalipun bersedia menerima pekerjaan dengan upah lebih rendah dari tingkat biasanya yang berlaku.

b. Pengangguran sukarela adalah mereka yang memilih lebih baik menganggur daripada menerima pekerjaan dengan upah lebih rendah dari tingkat yang biasanya berlaku.

Di bawah ini akan diuraikan jenis pengangguran atas sebabnya, yaitu: a. Pengangguran Friksional

Pengangguran friksional disebabkan karena seseorang pencari kerja sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Kesulitan ini terjadi karena kurangnya informasi pasar kerja sehingga sulit mempertemukan pencari kerja dengan lowongan yang tersedia. Jadi pengangguran ini terjadi karena pencari kerja tidak mengetahui di mana adanya lowongan kerja itu, di lain pihak pengusaha kurang mengetahui di mana tersedianya tenaga kerja yang sesuai. Di samping adanya keterbatasan persyaratan kerja secara otomatis menerima setiap lamaran yang diajukan. Pengalaman inilah pengusaha cenderung untuk


(44)

menolak lamaran yang masuk. Kecenderungan lain bagi pengusaha untuk mengisi suatu lowongan tertentu adalah mengambil tenaga-tenaga dari dalam perusahaan sendiri. Kurangnya mobilitas dari pencari kerja yang baru tamat studi di kota-kota besar enggan untuk mencari pekerjaan di daerah. Bentuk lain dari pengangguran friksional adalah voluntarily unemploeed yaitu walaupun si pencari kerja sudah diterima untuk mengisi lowongan namun si pencari kerja tidak bersedia menerima dengan maksud untuk mencari atau menunggu kesempatan atau pekerjaan yang lebih baik.

b. Pengangguran Struktural

Keadaan perekonomian suatu negara yang tidak menentu akan banyak membawa dampak yang kurang menguntungkan khususnya terhadap pengangguran. Perubahan dalam struktur atau komposisi perekonomian dapat menimbulkan pengangguran struktural. Hal ini membawa konsekuensi terhadap keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan, sementara pihak pencari kerja belum siap menerima perubahan atau belum mampu menyesuaikan diri terhadap pekerjaan baru tersebut. Hal ini dapat dilihat dari:

1. Pemakaian alat teknologi baru berupa mesin-mesin pada produksi pabrik, hal ini akan menyisihkan tenaga kerja yang tadinya dikerjakan secara manual. Akibatnya tenaga kerja tersebut akan banyak menganggur.

2. Adanya pergeseran dari ekonomi yang berat agraris menjadi ekonomi yang berat industri. Perubahan tersebut akan membawa konsekuensi


(45)

logis bahwa para pekerja yang tadinya ada di sektor pertanian akan beralih pada sektor industri. Akan tetapi sektor industri tersebut tidak mudah menerimanya karena di sektor industri harus memiliki beberapa keterampilan khusus untuk setiap pekerjaan tertentu. Akibatnya kelebihan yang tidak tertampung di sektor industri akan menjadi pengangguran.

c. Pengangguran Musiman

Pengangguran musiman disebabkan oleh fluktuasi kegiatan produksi dan distribusi barang atau jasa yang dipengaruhi oleh musim. Ada pola musiman yang disebabkan oleh faktor iklim dan ada yang disebabkan oleh kegiatan masyarakat misalnya musim pengolahan tanam di sektor pertanian biasanya dikaitkan dengan musim hujan. Pada musim panen banyak petani turun ke sawah dan di luar musim tersebut petani tidak mempunyai kegiatan ekonomis. Mereka harus menunggu musim yang baru. Demikian pula di sektor yang misalnya perusahaan industri sandang, kegiatan akan meningkat dalam menghadapi hari-hari besar keagamaan dan biasanya kegiatan mengendur kembali sesudahnya. Dalam keadaan perekonomian yang lesu inilah akan banyak terdapat pengangguran musiman.

Menurut Edwards dalam buku Todaro (1995) yang dimaksud dengan semi pengangguran terbuka adalah: “Para pekerja yang jumlah jam kerja lebih sedikit dari

yang mereka inginkan (sebagian besar bekerja harian, mingguan dan musiman). Di mana produktivitas dan penghasilan juga kecil”.


(46)

Golongan setengah menganggur dapat dibedakan menjadi dua, yaitu setengah menganggur kentara dan setengah menganggur tak kentara atau menganggur

terselubung. Setengah menganggur kentara yaitu mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu rata-rata dari 6 jam perhari. Setengah menganggur tidak kentara atau menganggur terselubung di mana mereka yang produktivitas dan berpenghasilan rendah. Selanjutnya yang disebut pengangguran terbuka adalah angkatan kerja yang siap untuk bekerja dan sedang berusaha mencari kerja. Tingkat pengangguran terbuka dihitung dengan rumus:

Tingkat pengangguran = Jumlah Pengangguran Jumlah Angkatan Kerja

Untuk mengetahui seberapa besar peluang angkatan kerja untuk berpartisipasi dan masuk dalam pasar kerja dapat terlihat dari tingkat partisipasi angkatan kerja dengan rumus:

TPAK = Jumlah Angkatan Kerja Jumlah Tenaga Kerja

Pada situasi daerah dengan kelompok penduduk lebih dominan usia muda, kenaikan angka-angka TPAK sangat kecil. Hal tersebut disebabkan jika ada

penambahan penduduk usia 10 tahun namun belum berarti masuk ke dalam angkatan kerja melainkan tenaga kerja, karena boleh jadi mereka masih melanjutkan sekolah atau mengurus rumah tangga dan menganggur.

TPAK laki-laki jauh lebih tinggi dari TPAK perempuan. Ini mencerminkan peluang yang besar bagi perempuan untuk memasuki pasar kerja. Apabila

X100%


(47)

dibandingkan keseluruhan antar daerah, TPAK di daerah pedesaan jauh lebih tinggi dari pada di daerah perkotaan. Hal tersebut dapat dibuktikan dari adanya tingkat pengangguran terbuka di daerah pedesaan lebih rendah dibanding di daerah perkotaan.

Pengangguran terbuka merupakan kesenjangan (kelebihan) antara penawaran tenaga kerja dengan jumlah permintaan tenaga kerja. Pengangguran terbuka terjadi akibat adanya kegagalan dalam pembangunan ekonomi yang tidak mendukung terciptanya kesempatan kerja.

Menurut Todaro (2000) pengangguran secara umum terbagi dua: a. Pengangguran terbuka (open unemployment)

Merupakan jenis pengangguran yang sangat terlihat di mana pencari kerja belum mendapatkan pekerjaan atau sedang mencari kerja.

b. Pengangguran terselubung (underemployment)

Pengangguran yang proporsi bekerja tidak penuh atau secara paruh waktu dan tingkat penghasilan yang sangat minim.

Menurut Samuelson (1997) pengangguran menurut kemauan terbagi atas: 1) Pengangguran Friksionil

Pengangguran ini disebabkan karena seorang pencari kerja sulit untuk mendapatkan pekerjaan (kesulitan sementara). Kesulitan itu terjadi karena


(48)

kurangnya informasi pasar kerja sehingga sulit mempertemukan pencari kerja dengan lowongan yang tersedia. Jadi pengangguran terbuka ini terjadi karena pencari kerja tidak mengetahui di mana adanya lowongan kerja.

2) Pengangguran Struktural

Perubahan dalam struktur atau komposisi perekonomian struktural, hal ini membawa konsekuensi bagi keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan, sementara pihak pencari kerja belum siap untuk menerima perubahan atau belum mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan baru tersebut. 3) Pengangguran Musiman

Pengangguran ini disebabkan oleh adanya fluktuasi kegiatan produksi dan distribusi barang dan jasa yang dipengaruhi oleh musim, misalnya musim panen akan mengurangi pengangguran terbuka sementara.

4) Pengangguran Upah Ril

Pengangguran yang terjadi akibat adanya kenaikan upah yang akan menurunkan permintaan akan tenaga kerja.

Menurut Edwar dalam Todaro (2000) ada lima jenis pokok dari pengerahan tenaga kerja yang tidak optimal (underutilization of labor) yaitu:


(49)

2) Pengangguran Terselubung.

3) Mereka yang nampak aktif bekerja tetapi sebenarnya kurang produktif (the visible active but underutilized) mereka yang tidak digolongkan dalam pengangguran terbuka atau terselubung, namun bekerja di bawah standar produktivitas optimal. Jenis pengangguran terbuka ini terbagi ke dalam:

a) Pengangguran terselubung yang terlindungi (disquised

underemployment).

b) Pengangguran yang tersembunyi (hidden unemplyment). c) Pensiun terlalu dini (prematur retirement).

4) Mereka yang memang tidak mampu bekerja secara penuh (the impaired) misalnya penyandang cacat.

5) Mereka yang tidak produktif (the unproductive) mereka yang sesungguhnya memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan produktif, akan tetapi mereka tidak memiliki sumber-sumber daya komplemen yang memadai untuk menghasilkan output. Yang mereka miliki hanya tenaga, sehingga meskipun sudah bekerja keras tetapi hasilnya tidak memadai.

2.6. Konsep Kredit

Kredit artinya kepercayaan. Mendapat kredit artinya mendapat kepercayaan dari pemberi kredit (kreditor). Dalam hal pemberian kredit, kreditor memberi


(50)

kepercayaan kepada debitor yang harus memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada kreditor sesuai dengan kesepakatan bersama.

Menurut Kasmir (2004), kata kredit berasal dari kata Yunani “Credere” yang

berarti kepercayaan atau berasal dari bahasa Latin “Creditum” yang berarti

kepercayaan akan kebenaran. Pengertian tersebut kemudian dibakukan oleh pemerintah dengan dikeluarkan Undang-Undang Pokok Perbankan No. 14 Tahun 1967 bab 1 Pasal 1,2 yang merumuskan pengertian kredit sebagai berikut: “Kredit

adalah penyediaan uang atau yang disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan lain pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditentukan”.

Selanjutnya pengertian kredit tersebut disempurnakan lagi dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, yang mendefinisikan pengertian kredit adalah: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.

Dalam ekonomi kredit berarti pemberian barang jasa atau uang dari kreditor kepada debitor tanpa imbalan langsung namun disertai kewajiban-kewajiban tertentu pada waktu yang akan datang sesuai dengan kesepakatan bersama. Kredit perbankan berarti uang dari kreditor kepada debitor. Dewasa ini kreditor menuntut jaminan dan persyaratan-persyaratan yang harus diberikan dan dipenuhi debitor hal ini penting


(51)

untuk menghindari kerugian pihak kreditor dan memaksa debitor untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.

Sebagaimana telah diketahui bahwa kredit diberikan atas dasar kepercayaan, maka hal itu berarti bahwa prestasi yang diberikan benar-benar diyakini dapat dikembalikan oleh pihak penerima kredit sesuai dengan waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui bersama. Berdasarkan hal tersebut, menurut Kasmir (2004), unsur-unsur yang terkandung dalam kredit adalah sebagai berikut:

1. Kepercayaan, adanya suatu keyakinan dari pembeli kredit bahwa peristiwa yang diberikan kepada pemakai benar-benar akan diterima kembali di masa yang akan datang atau masa yang telah ditentukan.

2. Uang atau tangguhan yang dapat dipersamakan, penyediaan dana kredit oleh bank dapat berupa uang tunai atau tagihan, yang termasuk dalam tagihan ini antara lain fasilitas garansi bank, Letter of Credit (L/C).

3. Persetujuan, pelayanan kredit oleh pihak bank kepada peminjam harus berdasarkan kedua belah pihak. Bank setuju menyediakan kredit kepada peminjam setelah menerima kekayaan peminjam dan dinilai pihak peminjam setuju terhadap syarat-syarat yang ditetapkan bank. Bukti tercapainya persetujuan tersebut dituangkan dalam perjanjian antara bank dan peminjam.

4. Kewajiban melunasi, kredit harus dilunasi sebab kredit adalah bagian dari kelayakan bank yang diserahkan kuasa pengelolanya bukan hak misalnya kepada penerima kredit.


(52)

5. Waktu, dalam pemberian kredit ada unsur waktu yang harus dipertimbangkan, waktu dalam hal ini adalah jangka waktu pengembalian kredit.

6. Bunga dan imbalan bank memerlukan imbalan dari kredit yang disediakan kepada peminjam. Keperluan akan imbalan ini muncul untuk beberapa hal seperti menutupi risiko kredit macet, balas jasa kepada pemilik dana, jasa bank dalam mengelola kredit yang berbentuk gaji karyawan, serta tingkat keuntungan yang diharapkan.

7. Kekayaan, kredit adalah kekayaan bank yang sebagian dananya diperoleh dari masyarakat dan dikelola oleh pihak bank.

Berdasarkan penjelasan tentang kredit dapat diketahui bahwa unsur-unsur yang terkandung dalam kredit seperti kepercayaan, uang, persetujuan, kewajiban melunasi, waktu, bunga dan kekayaan akan mendukung kelancaran penggunaan kredit bagi industri kecil. Penggunaan kredit oleh industri kecil sangat mendukung operasionalnya. Secara teori, jika suatu perusahaan memperoleh fasilitas kredit, maka perusahaan tersebut akan terbantu dari segi pemodalan. Masalah-masalah kekurangan modal awal, modal kerja dan sebagainya akan terbatasi sehingga aktivitas perusahaan akan lancar dan maksimal. Demikian juga dengan industri kecil. Berbagai fasilitas kredit yang ada akan mendorong dan membantu perkembangan industri kecil.

2.7. Teori Upah dan Pengupahan

Upah pekerja biasanya terkait dengan struktur kepegawaiannya. Besarnya upah dan tunjangan tenaga kerja ditentukan oleh beberapa unsur, misalnya lama


(53)

kerja, jenis pekerjaan, jabatan, dan status kepegawaiannya. Beberapa perusahaan menerapkan status kepegawaian berjenjang, mulai dari sebagai pekerja kontrak harian, kemudian menjadi pekerja harian tetap, hingga akhirnya menjadi pekerja bulanan tetap. Perubahan tingkatan tersebut mempengaruhi besar upah, fasilitas, dan/atau tunjangan yang diterima oleh pekerja. Bagi pekerja bulanan tetap, upah tidak terpengaruh oleh jumlah hari kehadiran/bekerja. Sedangkan pekerja harian lepas dan harian tetap akan dikenakan pemotongan upah apabila tidak masuk kerja (Smeru, 2003).

Sistem pengupahan di suatu negara didasarkan kepada pandangan atau sistem perekonomian negara tersebut. Menurut Sumarsono (2003), teori yang mendasari

sistem pengupahan pada dasarnya dapat dibedakan menurut dua ekstrim, yaitu: (1) berdasarkan ajaran Karl Marx mengenai teori Hirai dan pertentangan kelas; (2) berdasarkan pada teori pertambahan produk marginal berlandaskan asumsi perekonomian bebas. Sistem pengupahan dari ekstrim pertama pada umumnya dilaksanakan di negara-negara penganut paham komunis, sedangkan sistem pengupahan ekstrim kedua pada umumnya dipergunakan di negara-negara yang digolongkan kapitalis.

Sistem pengupahan menurut teori Karl Marx didasarkan pada teori nilai dan asas pertentangan kelas. Pada dasarnya pendapat Karl Marx bahwa hanya buruh yang merupakan sumber nilai dari jasa buruh atau dari jumlah waktu kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Sedangkan dari pendapat lainnya dari teori Karl Marx adalah pertentangan kelas yang artinya bahwa kapitalis selalu berusaha


(54)

menciptakan barang-barang modal untuk mengurangi penggunaan buruh. Akibatnya adanya pengangguran besar-besaran sehingga menurunkan upah. Untuk itu menurut Sumarsono (2003), tiada jalan lain bagi buruh kecuali untuk menjadi milik bersama.

Implikasi dari pandangan teori nilai adalah:

a. Harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan untuk seluruh proses produksi barang tersebut.

b. Jumlah jam kerja yang dikorbankan untuk memproduksi suatu jenis barang adalah hampir sama. Oleh sebab itu harganya di beberapa tempat terjadi kira-kira sama.

c. Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh, jadi dengan demikian hanya buruh (pekerja) yang berhak memperoleh seluruh pendapatan nasional tersebut.

Sedangkan implikasi dari teori pertentangan kelas adalah:

a. Kebutuhan konsumsi tiap-tiap orang macam dan jumlahnya sama. Nilai setiap barang yang sama adalah juga sama walaupun berbeda tempat sehingga upah yang hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan konsumtif dari buruh sebagai pelaksanaan fungsi sosial.

b. Sistem pengupahan tidak mempunyai fungsi pemberikan insentif untuk menjamin peningkatan produktivitas kerja dan pendapatan nasional.

c. Sistem kontrol yang sangat ketat diperlukan untuk menjamin setiap orang betul-betul mau kerja menurut kemampuannya sehingga memerlukan sentralisasi kekuasaan dan sistem paksaan.


(55)

Teori Neo Klasik mengemukakan bahwa dalam rangka memaksimumkan keuntungan tiap-tiap pengusaha menggunakan faktor-faktor produksi sedemikian rupa sehingga tiap faktor produksi yang dipergunakan menerima atau diberi imbalan sebesar nilai pertambahan hasil marginal dari faktor produksi tersebut. Menurut Sumarsono (2003), pengusaha mempekerjakan sejumlah karyawan sedemikian rupa sehingga nilai pertambahan hasil marginal seorang sama dengan upah yang diterima orang tersebut. Tingkat upah yang dibayarkan oleh pengusaha adalah:

W = WMPPL = MPPL x P Keterangan:

W = tingkat upah (labour cost) yang dibayarkan perusahaan kepada karyawan

P = harga jual barang (hasil produksi) dalam rupiah per unit barang

WMPPL = marginal physical product of labour atau pertambahan hasil marginal pekerja, diukur dalam unit barang per unit waktu

MPPL = volume of marginal physical product of labour atau nilai pertambahan hasil marginal pekerja atau karyawan

Dalam teori Neoklasik menyatakan bahwa karyawan memperoleh upah senilai dengan pertambahan hasil marginalnya. Upah berfungsi sebagai imbalan atas usaha kerja yang diberikan seseorang tersebut kepada pengusaha. Upah dibayar oleh pengusaha sesuai atau sama dengan usaha kerja (produktivitas) yang diberikan kepada pengusaha.


(56)

2.8. Fungsi Produksi

Produk merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau output. Dengan demikian kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output.

Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output, sehingga nilai barang tersebut bertambah. Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat penggunaan input-input (Boediono, 2002).

Fungsi produksi menetapkan bahwa suatu perusahaan tidak bisa mencapai suatu output jika hanya menggunakan sedikit input sehingga tingkat outputnya akan berkurang. Fungsi produksi menunjukkan hubungan antara berbagai kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output.

Penghitungan fungsi produksi pada masa Karl Marx menetapkan biaya produksi hanya dihitung berdasarkan pengeluaran tenaga kerja saja karena mereka belum percaya pada mesinisasi, sehingga dapat dimaklumi apabila teori Karl Marx memprediksikan bahwa suatu saat nanti akan terjadi eksploitasi antar manusia yang akan menyebabkan hancurnya kapitalisme.

Berikut adalah hubungan antara jumlah output (Q) dengan jumlah input yang digunakan dalam proses produksi yaitu (XI, X2, X3 Xn), secara matematis, menurut Joesron dan Fathorrozi (2003) dapat ditulis sebagai berikut:

Q = F (X1, X2, X3 ... ….

Xn (2.1)


(57)

X = Input

Berdasarkan rumus tersebut diketahui bahwa input yang digunakan dalam proses produksi hanya terdiri atas modal (K) dan tenaga kerja (L) maka fungsi produksi yang dimaksud dapat diformulasikan:

Q = f (K, L)

Keterangan di mana: Q = Output

K = Input modal L = Input tenaga kerja

Berdasarkan teori yang berkembang diambil pula satu asumsi dasar mengenai sifat dari fungsi produksi, yakni pada suatu hukum yang disebut The Law of

Deminising Returns. Hukum ini mengatakan bahwa bila satu macam input ditambah

penggunaannya sedang input lainnya tetap, maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan mula-mula menaik, tetapi kemudian menurun bila input terus bertambah.

Kemudian Boediono (1999) menyatakan bahwa meningkatkan output sebagai konsekuensi pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan meningkatkan keterampilan pekerja, penerapan sistem pembagian kerja yang tepat berdasarkan keterampilan pekerja dan penggunaan mesin-mesin yang dapat memudahkan dan mempercepat serta meningkatkan produktivitas tenaga kerja.


(58)

Lebih lanjut Boediono (1999) menggambarkan bahwa bentuk umum fungsi produksi yang bisa menampung berbagai kemungkinan substitusi antara kapital (K), tenaga kerja (L), Sumber daya (R) dan teknologi (T) adalah sebagai berikut:

Q = f (K, L, R, T) (2.2) Keterangan:

Q = Output atau keluaran K = Stok Kapital atau modal L = Labor atau tenaga Kerja R = Resource/Sumber daya

T = Tingkat teknologi yang digunakan

Berdasarkan persamaan di atas menunjukkan bahwa stok kapital, tenaga kerja, penggunaan pupuk dan teknologi akan meningkatkan output. Apabila output meningkat pada periode itu, maka sebagian kenaikan output akan diinvestasikan sehingga stok kapital akan bertambah besar sebesar output yang diinvestasikan. Proses pertumbuhan output ini akan terus berulang pada periode berikutnya, sampai pada batas penggunaan sumber daya alam dan sumber daya tenaga kerja mencapai tingkat yang optimal.

Berdasarkan persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah faktor produksi yang dimiliki seperti modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam dan tingkat produksi yang digunakan. Fungsi produksi menurut Soekartawi (2003) adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan


(59)

(X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Dalam pembahasan teori ekonomi produksi, maka telaahan yang banyak diminati dan dianggap penting adalah telaahan fungsi produksi ini. Hal tersebut disebabkan karena beberapa hal, antara lain:

1. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung dan hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti,

2. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (dependent variable) Y, dan variabel yang menjelaskan (independent variable) X, serta sekaligus mengetahui hubungan antarvariabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Y = f (X1, X2, ..., X3, ...Xn) (2.3)

Dengan fungsi produksi seperti tersebut di atas, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1...Xn dan X lainnya juga dapat diketahui.

Menurut Soekartawi (2003) fungsi produksi adalah suatu pernyataan deskriptif yang mengkaitkan masukan dengan keluaran. Fungsi produksi menyatakan jumlah maksimum yang dapat di produksi dengan sejumlah masukan tertentu atau alternatif lain, jumlah maksimum masukan yang diperlukan untuk memproduksi satu tingkat keluaran tertentu. Fungsi ditetapkan oleh teknologi yang tersedia yaitu hubungan masukan/keluaran untuk setiap produksi adalah karakteristik teknologi, peralatan, tenaga kerja, bahan dan sebagainya yang dipergunakan perusahaan.


(60)

Selanjutnya, Widayat (2001) menjelaskan bahwa proses produksi pada umumnya membutuhkan berbagai macam faktor produksi, misalnya tenaga kerja, modal dan berbagai bahan mentah. Pada setiap proses produksi, faktor-faktor produksi tersebut digunakan dalam kombinasi tertentu.

Kombinasi antara faktor produksi akan merubah jumlah input. Tambahan

output yang diperoleh karena adanya tambahan satu unit input tersebut dinamakan Marginal Physical Product (MPP), dari input tersebut dapat ditulis:

L Q MPPL

 

(2.4)

Kalau hubungan antara output dan input variabel digambarkan dalam suatu grafik maka akan didapat suatu kurva yang dinamakan kurva Total Physical Product

(TPP). Kurva Total Physical Product (TPP) ini didefinisikan sebagai kurva yang

menunjukkan tingkat produksi total (Q) pada berbagai tingkat penggunaan input

variabel dan input lainnya dianggap tetap, sehingga:

TPP = f (X1, X2, ... Xn) (2.5)

Kurva lain yang dapat diturunkan dari kurva Total Physical Product (TPP) adalah kurva Marginal Physical Product (MPP) dan kurva Average Physical Product

(APP). Kurva Marginal Physical Product (MPP) adalah kurva yang menunjukkan

tambahan Total Physical Product (TPP) karena adanya tambahan penggunaan satu

input variabel. Secara matematis dapat ditulis:


(61)

Kurva Average Physical Product (APP) adalah kurva yang menunjukkan hasil rata-rata per unit input variabel pada berbagai tingkat penggunaan input tersebut, dan ditulis secara matematis:

Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai

akibat dari persentase perubahan dari input. Ep ini dapat dituliskan melalui rumus sebagai berikut (Soekartawi, 2003):

, atau

Di mana: Y adalah hasil produksi (output)

X adalah faktor produksi (input)

Karena ÄY⁄ÄX = MPP, dan YX = APP maka Ep = MPPAPP.

Hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang menerangkan arah umum dan tingkat perubahan umum output perusahaan bila salah satu sumber yang digunakan berubah-ubah jumlahnya. Hukum ini menerangkan jika salah satu input ditambah secara terus-menerus maka produksi total akan semakin meningkat sampai pada suatu tingkat tertentu (titik maksimum) dan apabila sudah pada tingkat maksimum tersebut faktor produksinya terus ditambah maka produksi total akan semakin menurun.

(2.7)


(62)

Sumber: Widayat (2001)

Gambar 2.1. Kurva Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang

Keterangan:

TP = total produksi L = tenaga kerja

MPl = marginal produk tenaga kerja L APl = Produksi rata-rata tenaga kerja L Di mana:

L TP MPL

 

 (2.9)

(2.10)

L TP APL

TP

AP L MPL Tahap I Tahap II Tahap III

Q

L

L 0

Q3 Q2 Q1

0 L2 L1


(63)

Gambar di atas merupakan cara lain untuk menggambarkan fungsi produksi yang menggunakan kombinasi faktor produksi tidak sebanding, di mana modal dan teknologi dianggap tetap. Sumbu horisontal menunjukkan jumlah input tenaga kerja dan sumbu vertikal menunjukkan jumlah produksi yang dihasilkan. Tahap I menunjukkan penggunaan tenaga kerja yang masih sedikit dan apabila diperbanyak tenaga kerjanya menjadi L2 maka total produksinya akan meningkat dari Q1 menjadi Q2 produksi rata-rata dan produksi marjinalnya juga turut meningkat.

Berdasarkan asumsi hukum yang semakin berkurang dari produksi tersebut diketahui bahwa naiknya kapasitas produksi akan menambah jumlah tenaga kerjanya. Naiknya jumlah tenaga kerja akan meningkatkan produksi sehingga perusahaan akan menetapkan spesialisasi terhadap produk tertentu yang dikuasainya. Naiknya kapasitas produksi yang terus menerus tanpa dibarengi penambahan input faktor produksi pada titik tertentu akan menyebabkan turunnya produksi sehingga permintaan juga akan menurun dan pada gilirannya perkembangan usaha juga akan berkurang. Walaupun masih terjadi peningkatan produksi namun semakin lama akan semakin lebih kecil peningkatan produksinya sehingga pada titik tertentu akan mengalami kerugian.

2.9. Penelitian Sebelumnya

Djamhari (2006) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sentra UKM menjadi klaster dinamis. Hasil penelitian menyatakan bahwa manfaat dari klaster UKM antara lain adalah mengurangi biaya transportasi dan transaksi,


(1)

2. Jika nilai R2 y,x > R2 x,x, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada masalah multikolinearitas dalam model empiris yang digunakan diterima.

Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan model sebagai berikut:

UKM R2 = 0,839

Kredit UKM R2 = 0,111 PMDN R2 = 0,218 Pengangguran R2 = 0,172 Upah MInimum R2 = 0,207

Nilai R2 dari jumlah kredit UKM, jumlah PMDN, pengangguran dan upah minimum lebih kecil dibandingkan dengan nilai R2 dari pertumbuhan industri kecil di Kota Medan sebesar 0,839 sehingga model empiris tidak ditemukan adanya multikolinearitas.

4.9.3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi diperoleh menurut definisi sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam data time series, observasi diurutkan secara kronologis, sehingga kemungkinan terjadinya autokorelasi diantara observasi atau pengamatan sangat besar, terutama bila selang waktu pengamatan sangat pendek.

Untuk menguji Autokorelasi dalam model ini digunakan Uji Lagerage

multiplier Test (LM Test), yaitu dengan membandingkan nilai ÷2 statistik (hitung) dengan nilai ÷2 tabel, dengan kriteria keputusan sebagai berikut:

p d fMachine

A pdf w rit er t hat produces qualit y PDF files w it h ease!

Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original docum ents. Com patible across nearly all Windows platform s, if you can print from a windows application yo u can use pdfMachine.

Get yours now !


(2)

1. Jika nilai ÷2 hitung < ÷2 tabel maka hipotesa nol (Ho) mengatakan tidak dapat ditolak, berarti tidak ada autokorelasi.

2. Jika nilai ÷2 hitung > ÷2 tabel maka hipotesa nol (Ho) mengatakan ditolak, berarti ada autokorelasi.

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.747197 Probability 0.487109

Obs*R-squared 1.895848 Probability 0.387545

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 11/01/10 Time: 08:34

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Sumber: Lampiran Output Eviews, 2009

Berdasarkan hasil estimasi bahwa dengan uji LM Test pada derajat ke 2 menunjukkan hasil nilai Obs*R Squared sebesar 0.196 jika dibandingkan dengan ÷2 tabel pada á 5% diperoleh nilai 9,49, artinya nilai ÷2 hitung (Obs*Squared) < ÷2 tabel atau dapat diperlihatkan bahwa nilai (0, 727 stat < 9,49 tabel), pada derajat kepercayaan á 5%, artinya hipotesa Ho tidak dapat ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa model empiris telah memenuhi kriteria tidak ditemukan adanya autokorelasi.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis yang terdapat pada pembahasan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perkembangan industri kecil di Kota Medan sangat dipengaruhi oleh PMDN, jumlah pengangguran, tingkat upah minimum dan jumlah kredit mampu menjelaskan sebagian besar variasi perkembangan pertumbuhan industri kecil di Kota Medan, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. 2. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa secara bersama-sama (serempak) yaitu

variabel PMDN, jumlah pengangguran, tingkat upah minimum dan jumlah kredit mampu mempengaruhi secara signifikan perkembangan pertumbuhan industri kecil di Kota Medan.

3. Hasil secara parsial diketahui bahwa ada 3 variabel dari 4 variabel yang mempengaruhi secara signifikan terhadap perkembangan pertumbuhan industri kecil di Kota Medan, ketiga variabel tersebut yaitu kredit UKM, kemudian pengangguran, dan upah minimum. Sedangkan variabel PMDN tidak signifikan mempengaruhi perkembangan pertumbuhan industri kecil di Kota Medan.

4. Berdasarkan Uji Asumsi Klasik bahwa model terlepas dari masalah linieritas, multikolinearitas dan autokorelasi.

p d fMachine

A pdf w rit er t hat produces qualit y PDF files w it h ease!

Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original docum ents. Com patible across nearly all Windows platform s, if you can print from a windows application yo u can use pdfMachine.

Get yours now !


(4)

5.2. Saran

1. Dalam pengembangan industri kecil di Kota Medan sebaiknya investasi PMDN perlu ditingkatkan melalui kebijakan yang mempermudah investor dalam mengembangkan usahanya di Kota Medan.

2. Investasi PMDN sebaiknya ditujukan kepada kegiatan yang mendatangkan dampak positif terhadap UKM.

3. Pemberian kredit kepada UKM sebaiknya didukung dengan bantuan pengolahan manajemen perusahaan yang baik sehingga UKM dapat berkembang dengan baik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Pandji dan Sudantoko Djoko, (2002). Koperasi Kewirausahaan, dan Usaha

Kecil, Rineka Cipta. Jakarta.

Badan Pusat Statistik, (2008). Publikasi Kriteria Industri Kecil, Medan.

Boediono, (1999). Teori Pertumbuhan Ekonomi. Seri Sinopsis, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, BPFE, Yogyakarta.

---, (2002). Pengantar Ilmu Ekonomi No. 1, Edisi Kedua, Cetakan Kedua Puluh Tiga, BPFE, Yogyakarta.

Choirul, Djamhari, (2006). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sentra

UKM Menjadi Klaster Dinamis. Jurnal Penelitian. Infokop Nomor 29 Tahun

XXII, 2006.

Departemen Koperasi, (2001). Pedoman Pendanaan Koperasi, Pengusaha Industri Kecil dan Menengah, Jakarta.

Dumairy, (1996). Perekonomian Indonesial Penerbit Cetakan Pertama. Erlangga, Jakarta.

Gujarati, Damodar, (2003). Basic Econometrics, Fourth Edition, McGraw Hill, New York.

Hasibuan, Nurimansyah, (2000). Ekonomi Industri, Persaingan, Monopoli dan

Regulasi. LP3ES, Jakarta.

Heryadi, Fadly, (2006). Dampak Pengembangan Industri Kecil dalam Pengembangan Usaha Mikro, Medan.

Joeston Suhartati dan Fathorrozi, (2003). Teori Ekonomi Mikro. Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Irfan, Muhammad, (20G0). Usaha Kecil dan Menengah Arahan Penataran

Pengusaha Kecil, Rineka Cipta, Jakarta.

Kartasapoetra G, (2000). Makro Ekonomi, Edisi Kedua, Cetakan Keempat Belas. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

p d fMachine

A pdf w rit er t hat produces qualit y PDF files w it h ease!

Produce quality PDF files in seconds and preserve the integrity of your original docum ents. Com patible across nearly all Windows platform s, if you can print from a windows application yo u can use pdfMachine.

Get yours now !


(6)

Kasmir, (2004). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Mankiw, N. Gregory, (2000). Teori Makro Ekonomi, Imam Nurmawan Ed. Yati Sumihartati.

McEachern, William A, (2001). Ekonomi Mikro, Pendekatan Kontemporer, Salemba Empat. Jakarta.

Nopirin, (2000). Ekonomi Internasional, BPFE, UGM.

Soemarsono, (2000). Teori Mikro Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Soekartawi, (2003). Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi

Cobb-Douglas, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Simanjuntak, Payaman, (2001). Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Sadono, Sukirno, (2002). Teori Makro Ekonomi, Cetakan Keempat Belas. Rajawali Press, Jakarta.

SMERU, (2003). Peta Upaya Penguatan Usaha Mikro/Kecil di Tingkat Pusat Tahun

1997-2003, Lembaga Penelitian SMERU, Desember 2003. www.Smeru.or.id.

SMERU, (2003). Penerapan Upah Minimum di Jabotabek dan Bandung, Lembaga Penelitian SMERU, Desember 2003, www.Smeru.or.id.

Tambunan, Tulus T.H, (2000). Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa

Isu Penting, Salemba Empat, Jakarta.

Tambunan, Tulus T.H, (2001). Transformasi Ekonomi di Indonesia. Teori dan

Penemuan Empiris, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta.

Yustika Erani, Ahmad, (2000). Industrialisasi Pinggiran, Cetakan Pertama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.