menjelaskan hal tersebut sebagai kegagalan untuk memenuhi fungsi rumah sebagai aktivitas personal dan tempat untuk berkreasi secara sehat.
2. Perilaku Bermukim Di Bantaran Sungai
Kegiatan yang dilakukan oleh pemukim masuk dalam kategori perilaku menghuni di bantaran sungai hal ini menjadi penting karena kondisi bantaran
sungai menjadi menurun secara kualitas ekologis maupun estetika. Hal tersebut disebabkan para pemukim lebih memilih pertimbangan ekonomi dari pada
kenyamanan, keamanan, maupun higienitas. Adapun komponen yang termasuk di dalamnya adalah: 1 perilaku membuang sampah 2 perilaku MCK 3 perilaku
melestarikan bantaran sungai. Sampah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan
pemukiman sebagian besar sampah di pemukiman bantaran sungai dihanyutkan melalui sungai. Hal tersebut membuat sungai menjadi keruh dan menyebabkan
pembuangan pada kanal mengalami hambatan dan berakibat pada banjir periodik di sungai Jakarta. Penelitian yang dilakukan oleh Depkrimpraswil bahwa
pemukim yang membuang sampahnya di sungai, memiliki kesimpulan bahwa pemukim melihat sungai sebagai tempat yang efektif dan efesien untuk
membuang sungai http:bappenas.go.id
dengan begitu pendapat masyarakat mengenai sungai dan bantarannya dipengaruhi oleh adanya anggapan pemukim
bahwa sungai dapat digunakan sebagai tempat pembuangan sampah, hal tersebut juga terjadi pada pembuangan limbah pabrik yang berada disepanjang bantaran
sungai. Limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga salah satunya dihasilkan
berdasarkan perilaku MCK pemukim di bantaran sungai, karena hal tersebut menurut Abrams 1964 merupakan permasalahan pemukiman yang cukup pelik,
karena dampak yang berbahaya pada kesehatan para pemukim di bantaran sungai. di Jakarta sendiri bantaran sungai sudah menjadi WC terpanjang di dunia, karena
setiap harinya setiap pemukim di bantaran sungai membuang kotoran di air sungai yang masih banyak pemukim bantaran juga menggunakannya sebagai air minum
Kompas Rabu 050404 hal tersebut secara langsung akan berdampak pada kesehatan seperti munculnya penyakit diare.
Perilaku bermukim yang merusak bantaran sungai juga memiliki sisi lain yang berbeda, kesadaran warga pemukim mengenai banjir yang terus-menerus
terjadi membuat beberapa organisasi yang dibentuk oleh masyarakat melakukan gerakan pencegahan pada kerusakan bantaran sungai. perilaku tersebut oleh Hatim
dalam Man and Nature: Crisis Of Modern Man 2007 dijelaskan sebagai sebuah upaya untuk memperkenalkan sejelas-jelasnya apa yang disebut dengan tatanan
alam serta kaitanya dengan kelangsungan kehidupan manusia. Dengan adanya penjelasan tersebut perilaku seperti menanam pepohonan di bantaran sungai agar
tidak terjadi erosi, serta pindah menjauhi bantaran sungai merupakan, contoh dari perilaku yang dapat dilakukan oleh pemukim untuk melestarikan bantaran sungai.
Keberadaan pemukim di bantaran ditunjukan dengan adanya bangunan yang semakin banyak. Pada awalnya bangunan tersebut hanya merupakan
bangunan dengan konstruksi sederhana, banyak ditemukan bangunan dengan menggunakan atap dan tembok dari papan maupun hanya dari ikatan bambu dan
nipah. Semakin lama pemukim tinggal di bantaran maka perubahan akan terjadi pada bangunan yang mereka tempati. Bolay 2006 mengatakan bahwa rumah
lebih dari sekedar sebuah tempat tinggal, lebih pada perwujudan dari pemiliknya, walaupun pemeliharaan bangunan akan berkaitan pada kondisi keuangan, akan
tetapi masyarakat kumuh di Brazil Rio de janiero telah membuktikan bahwa pemukiman kumuh bukan halangan bagi pemukim untuk memelihara bangunan
yang mereka tempati. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi pemukiman yang diperbaiki,
maupun direnovasi kembali setelah mengalami kerusakan baik yang disebabkan oleh bencana dan juga penggusuran. Eksistensi pemukiman dapat dilakukan oleh
pemukim melalui adanya perubahan maupun adaptasi bangunan pada lingkungan sekitarnya, walaupun hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada kondisi
ekologis bantaran, akan tetapi pemeliharaan bangunan menunjukan rumah sebagai tempat tinggal manusia akan terus dipertahankan keberadaanya baik oleh
komunitas di bantaran maupun di tempat tinggal yang berada di ruang publik lainnya.
3. Interaksi Antar Pemukim