6
Pada tanggal 3-14 Juni 1992 di Rio de Janeiro, Brazil, diadakan sebuah konferensi tingkat tinggi, yang dihadiri oleh para kepala negara dari seluruh dunia,
yang diberi nama United Nations Conference on Environment and Development UNCED atau yang lebih dikenal dengan sebutan Konferensi Rio. Konferensi ini
menghasilkan 5 dokumen serta 1 institusi yang penting bagi pembangunan berkelanjutan yaitu: Rio Declaration Deklarasi Rio, Agenda 21—sebuah blueprint
bagi rencana kerja pengimplementasian pembangunan berkelanjutan pada abad 21, Forestry Principles Prinsip-prinsip Kehutanan, Biodiversity Convention Konvensi
tentang Keanekaragaman Hayati, the Climate Change Convention Konvensi mengenai perubahan iklim, serta Commission on Sustainable Development—sebuah
komisi yang diciptakan untuk memantau pelaksanaan kesepakatan-kesepakan Rio dan Agenda 21.
Istilah pembangunan berkelanjutan secara jelas tertuang di dalam prinsip 1, 3 dan 4 Deklarasi Rio serta menjiwai keseluruhan prinsip dari deklarasi ini. Pada
prinsip 1 dinyatakan bahwa umat manusia merupakan pusat dari perhatian pada pembangunan berkelanjutan. Manusia berhak atas hidup yang sehat dan produktif
yang harmonis dengan alam. Dalam prinsip 3 dinyatakan bahwa hak atas pembangunan harus dicapai untuk secara seimbang memenuhi kebutuhan akan
pembangunan dan lingkungan hidup dari genarasi sekarang dan yang akan datang. Pada prinsip 4 dinyatakan bahwa dalam rangka mencapai pembangunan yang
berkelanjutan, perlindungan lingkungan hidup harus merupakan bagian yang integral dari proses pembangunan dan tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang terpisah
darinya.
2.2. Pembangunan Berkelanjutan dalam Beberapa Konvensi
Seperti telah disebutkan sebelumnya, KTT Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992 telah menghasilkan dua buah konvensi, yaitu UNFCCC dan CBD. Kedua konvensi
ini secara jelas telah mengadopsi pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks perubahan iklim, paragraf pembukaan dari UNFCCC
menyatakan bahwa Negara Peserta bertekad “to protect the climate system for present and future generations”.
11
Selanjutnya, UNFCCC menyatakan pula bahwa Negara Peserta memiliki hak atas dan harus mendukung pembangunan berkelanjutan.
Kebijakan dan langkah-langkah perlindungan iklim haruslah sesuai dengan kondisi dari tiap Negara, serta harus terintegrasi di dalam program pembangunan tiap Negara.
Dalam hal ini, UNFCCC mengakui bahwa pembangunan ekonomi merupakan unsur yang esensial bagi penanganan perubahan iklim.
12
Selanjutnya, UNFCCC juga menginginkan terwujudnya kerja sama di antara Negara Peserta untuk menciptakan
sistem ekonomi dunia yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, terutama di negara berkembang, sehingga memungkinkan Negara
Peserta untuk mengatasi perubahan iklim secara lebih baik.
13
11
UNFCCC, 1771 UNTS 107, 31 ILM 849 1992, preambular par.
12
UNFCCC menyatakan, “The Parties have a right to, and should, promote sustainable development. Policies and
measures to protect the climate system against human-induced change should be appropriate for the specific conditions of each Party and should be integrated with national
development programmes, taking into account that economic development is essential for adopting measures to address climate change.”
UNFCCC, 1771 UNTS 107, 31 ILM 849 1992, art. 34.
13
Dalam hal ini, UNFCCC menyatakan: “[t]he Parties should cooperate to promote a supportive and open international economic system that would lead to sustainable economic growth and
7
Masih di dalam konteks perubahan iklim, beberapa rujukan terhadap perubahan iklim juga dimuat di dalam Protokol Kyoto 1997.
14
Dalam Protokol ini dinyatakan bahwa secara umum penurunan emisi gas rumah kaca GRK yang
dilakukan oleh negara maju negara Annex 1 diarahkan untuk mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan.
15
Untuk mencapai maksud tersebut, negara maju diharuskan melakukan beberapa langkah penurunan emisi, antara lain dengan
jalan menerapkan praktek pertanian dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
16
Dalam rangka pelibatan negara non-Annex 1 dalam upaya penurunan emisi, Protokol Kyoto telah melahirkan sebuah mekanisme yang disebut Clean Development
Mechanism CDM—Mekanisme Pembangungan Bersih.
17
Dalam hal ini, Protokol Kyoto menyatakan bahwa pada satu sisi CDM bertujuan untuk membantu negara non-
Annex 1 mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan terlibat dalam upaya penurunan emisi GRK; sedangkan pada sisi lain, CDM bertujuan pula untuk
membantu negara Annex 1 melakukan upaya penaatan komitmen penurunan emisi GRK mereka.
18
Terkait dengan keanekaragaman hayati biodiversity, CBD memuat rujukan pada pembangunan berkelanjutan, yang dalam hal ini diartikan sebagai pemakaian
sumber daya hayati secara berkelanjutan sustainable use. Di dalam CBD dinyatakan bahwa tujuan konvensi ini adalah konservasi keanekaragaman hayati,
pemanfaatan sumber daya ini secara berkelanjutan, dan pembagian keuntungan yang dari pemanfaatan ini secara adil fair and equitable sharing of benefits.
19
Dalam hal ini, pemanfaatan secara berkelanjutan sustainable use dimaknai sebagai
pemanfaatan komponen keanekaragaman hayati dengan cara dan dalam laju pemanfaatan yang dalam jangka panjang tidak akan mengarah pada penurunan
keanekaragaman hayati, sehingga mampu menjaga potensi sumber daya keanekaragaman hayati untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan yang akan
datang.
20
development in all Parties,particularly developing country Parties, thus enabling them better to address the problems of climate change.” UNFCCC, 1771 UNTS 107, 31 ILM 849 1992, art. 35.
14
The 1997 Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change, 10 Dec. 1997, U.N. Doc FCCCCP19977Add.1, 37 ILM. 22 1998—selanjutnya disebut Protokol
Kyoto.
15
Protokol Kyoto 1997, U.N. Doc FCCCCP19977Add.1, 37 ILM. 22 1998, art. 21.
16
Protokol Kyoto 1997, U.N. Doc FCCCCP19977Add.1, 37 ILM. 22 1998, art. 21a ii dan iii.
17
Melalui mekanisme ini, negara non-Annex 1 dapat melakukan upaya penurunan emisi GRK dengan bantuan dari negara Annex 1. Hasil dari penurunan emisi ini disebut dengan Certified Emission
Reduction CER, yang kemudian dianggap sebagai penurunan emisi yang dilakukan oleh negara Annex 1. Dengan demikian, negara non-Annex 1 diharapkan dapat memperoleh keuntungan dari
proyek penurunan emisi tersebut; sedangkan bagi negara Annex 1, keuntungan yang diharapkan adalah bahwa dengan adanya CER, proyek penurunan emisi tersebut dapat digunakan sebagai upaya penuruan
emisi mereka. Secara lebih detail, Protokol Kyoto merumuskan mekanisme CDM dalam: Protokol Kyoto 1997, U.N. Doc FCCCCP19977Add.1, 37 ILM. 22 1998, art. 12.
18
Protokol Kyoto 1997, U.N. Doc FCCCCP19977Add.1, 37 ILM. 22 1998, art. 122.
19
Secara lengkap, tujuan dari CBD adalah sebagai berikut: “The objectives of this Convention, to be pursued in accordance with its relevant provisions,
are the conservation of biological diversity, the sustainable use of its components and the fair and equitable sharing of the benefits arising out of the utilization of genetic resources,
including by appropriate access to genetic resources and by appropriate transfer of relevant technologies, taking into account all rights over those resources and to technologies, and by
appropriate funding.”
Lihat: CBD, 1760 UNTS 79, 31 ILM 818 1992, art. 1.
20
CBD, 1760 UNTS 79, 31 ILM 818 1992, art. 2.
8
Konvensi lainnya yang juga memuat berbagai rujukan pada pembangunan berkelanjutan, antara lain, adalah UN Convention to Combat Desertification
UNCCD, konvensi PBB terkait upaya pencegahan penggurunan, tahun 1994.
21
Dalam bagian pembukaan, UNCCD menyadari bahwa pembangunan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, pembangunan sosial, dan pengentasan kemiskinan
merupakan prioritas dari negara berkembang, serta merupakan bagian penting dalam pencapaian tujuan keberlanjutan. Pada bagian ini juga dinyatakan bahwa upaya
pencegahan dan penanggulangan penggurunan haruslah diletakkan dalam kerangkan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
22
Atas dasar ini, maka UNCCD menyatakan bahwa sebagai tujuan konvensi, upaya mengatasi penggurunan dan
dampak-dampaknya dilakukan dalam rangka berkontribusi bagi tercapainya pembangunan berkelanjutan di negara-negara yang mengalami penggurunan.
23
Di samping itu, seperti dicatat oleh Segger, UNCCD memuat lebih dari 40 rujukan
kepada kata “berkelanjutan” sustainable, baik dalam konteks pembangungan, pemanfaatan, pengelolaan, ekspolitasi, produksi, maupun praktek yang berkelanjutan
atau tidak berkelanjutan.
24
2.3. Pembangunan Berkelanjutan dalam Berbagai Putusan