substansi antimikrobial dalam susu seperti residu antibiotika dapat
mengakibatkan masalah kesehatan yang serius. Hadirnya residu antibiotika dalam susu dapat diakibatkan oleh tidak diperhatikannya withdrawal time
antibiotika tersebut. Withdrawal time dari golongan penisilin, makrolida, tetrasiklin, dan aminoglikosida disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Withdrawal time beberapa jenis antibiotika No.
Jenis antibiotika Withdrawal time
1. Penisilin G
96 jam 2.
Eritromisin 36 jam
3. Tetrasiklin
72 jam 4.
Streptomisin 48 jam
Sumber: Bishop 2005.
2.5 Dampak Residu Antibiotika pada Konsumen
Residu antibiotika dalam makanan dan penggunaannya dalam bidang kedokteran hewan berkaitan dengan aspek kesehatan, aspek teknologi, dan
aspek lingkungan. Ancaman potensial residu antibiotika dalam makanan terhadap kesehatan secara umum dibagi menjadi tiga kategori, yaitu aspek
toksikologis, aspek mikrobiologis, dan aspek imunopatologis. Residu antibiotika bersifat toksik terhadap hati, ginjal, dan pusat hemopoitika pembentukan darah
bila ditinjau dari aspek toksikologis, sedangkan dari aspek mikrobiologis, residu antibiotika dapat mengganggu mikroflora dalam saluran pencernaan dan
menyebabkan terjadinya resistensi mikroorganisme yang dapat menimbulkan masalah kesehatan manusia dan hewan. Bahaya potensial residu antibiotika dari
aspek imunopatologis dapat menimbulkan reaksi alergi yang ringan dan lokal, hingga menyebabkan shock yang berakibat fatal. Dampak negatif keberadaan
residu antibiotika dalam bahan pangan dari aspek teknologi pengolahan dapat menghambat atau menggagalkan proses fermentasi yang menggunakan mikroba
dalam pengolahannya Lukman 2010. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengawasan untuk mencegah keberadaan residu antibiotika dalam susu dengan
menetapkan batas maksimum residu antibiotika dalam susu sebagaimana dituangkan dalam SNI 01-6366-2000 Tabel 3.
Tabel 3 Batas maksimum residu antibiotika dalam susu mgkg Jenis antibiotika
Batas maksimum residu mgkg Penisilin
0,1 Oksitetrasiklin
0,05 Streptomisin
0,1 Eritromisin
0,1 Sumber: BSN 2000.
2.6 Metode Pengujian Residu Antibiotika
Metode pengujian residu antibiotika dapat berupa uji cepat, uji tapis screening test atau uji konfirmasi. Begitu banyak jenis uji yang ada, namun
tidak ada satu pun uji yang paling baik untuk dilakukan pada semua produk Wehr Frank 2004.
2.6.1 Uji Cepat
Menurut Wehr dan Frank 2004, uji cepat merupakan metode pengujian residu antibiotika yang tidak memakan waktu banyak dan mudah
penggunaannya. Pengujian dengan menggunakan uji cepat digunakan sangat luas hampir di seluruh dunia dalam bentuk test kits. Test kits ini memudahkan
pengujian residu antibiotika dalam susu saat pengambilan atau penerimaan di pabrik susu. Uji cepat mampu menguji golongan maupun jenis dari antibiotika
tertentu. Namun uji cepat hanya dapat menguji residu antibiotika secara kualitatif. Beberapa jenis uji cepat yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan residu
antibiotika dalam susu antara lain adalah milkguard beta lactams rapid test kit, chloramphenicol rapid test kit, milk test kit, milk antibiotic analysis test kit
, beta star,
dan lain-lain.
2.6.2 Uji Tapis dengan Bioassay
Metode uji tapis pada umumnya merupakan uji kualitatif atau semikuantitatif. Uji ini didesain agar dapat memberikan hasil positif atau negatif
yang mengindikasikan hadir atau tidaknya residu antibiotika dalam susu atau produk peternakan lainnya. Uji tapis ini tidak dapat mengidentifikasi secara
spesifik residu antibiotika yang ada dalam sampel. Uji ini berfungsi untuk mengidentifikasi kehadiran residu antibiotika dengan cepat, mudah digunakan,
dan relatif tidak mahal. Salah satu metode uji tapis yang umum digunakan untuk mendeteksi residu antibiotika pada pangan, termasuk susu adalah bioassay.
Bioassay merupakan suatu pengujian yang menggunakan mikroorganisme
untuk mendeteksi senyawa antibiotika yang masih aktif BSN 2008. Menurut Eenennaam et al. 1993, sensitifisitas dari metode bioassay dapat ditunjukkan
dengan konsentrasi minimum residu antibiotika yang bisa dideteksi. Limit deteksi bioassay
terhadap golongan beta laktam adalah 0.00125 ppm. Nilai ini menunjukkan bahwa pengujian residu beta laktam dalam bahan pangan asal
hewan bisa terdeteksi hingga 0.00125 ppm. Limit deteksi bioassay terhadap golongan tetrasiklin adalah 0.03 ppm. Nilai ini menunjukkan bahwa pengujian
residu tetrasiklin dalam bahan pangan asal hewan bisa terdeteksi hingga 0.03 ppm. Limit deteksi bioassay terhadap golongan aminoglikosida dan
makrolida adalah 0.1 ppm. Nilai ini menunjukkan bahwa pengujian residu beta laktam dalam bahan pangan asal hewan bisa terdeteksi hingga 0.1 ppm. Limit
deteksi ini masih di bawah batas maksimum residu yang telah ditetapkan oleh SNI nomor 01-6366-2000. Hal ini menunjukkan bahwa metode bioassay dapat
diandalkan untuk mendeteksi residu antibiotika dari golongan beta laktam, tetrasiklin, aminoglikosida, dan makrolida.
Menurut Eenennaam et al. 1993, spesifisitas dari metode bioassay dapat ditunjukkan dari tipe golongan antibiotika yang dapat dideteksi dengan melihat
hambatan pertumbuhan
bakteri. Bakteri
tersebut adalah
Bacillus stearothermophilus
ATCC 7953 untuk golongan beta laktam, Bacillus cereus ATCC 11778 untuk golongan tetrasiklin, Bacillus subtilis ATCC 6633 untuk
golongan aminoglikosida, dan Kocuria rizophila ATCC 9341 untuk golongan makrolida. Bakteri-bakteri ini digunakan karena kemampuannya untuk melakukan
pertumbuhan yang cepat pada suhu optimum sehingga memungkinkan untuk memperoleh hasil analisis dalam waktu beberapa jam saja. Sporanya dapat
disimpan dalam waktu cukup lama sehingga dapat digunakan sewaktu-waktu Pikkemat et al. 2009.
Prinsip dari uji ini adalah adanya daya hambatan pertumbuhan bakteri oleh antibiotika yang terkandung dalam produk peternakan menunjukkan positif ada
residu. Sebaliknya, jika tidak ada daya hambatan pertumbuhan bakteri oleh antibiotika maka produk peternakan dinyatakan tidak mengandung residu
antibiotika atau negatif residu Zulfianti 2005.
2.6.3 Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Enzyme linked immunosorbent assay ELISA merupakan salah satu
metode yang sangat banyak digunakan pada beberapa tahun terakhir. Metode ELISA dapat digunakan untuk menguji puluhan sampel dalam sekali pengujian
dengan waktu yang singkat. Hingga saat ini, ELISA telah menjadi metode yang popular untuk mendeteksi residu antibiotika dan residu pestisida dalam pangan
asal hewan karena memiliki sensitivitas yang tinggi, sederhana, dan kemampuan untuk menguji banyak sampel hanya dengan volume yang sedikit
Wang et al 2009.
2.6.4 High Performance Liquid Chromatographic
High performance liquid chromatographic HPLC merupakan metode yang
sangat membantu dalam konfirmasi keberadaan residu antibiotika dalam pangan asal hewan. Metode HPLC untuk pengujian residu antibiotika didasarkan pada
reversed-phase chromatography dan multisignal UV-visiblediode-array detection
UV-DAD. Spektrum UV berperan sebagai alat identifikasi tambahan Husgen Schuster 2001. Metode HPLC mampu mengkonfirmasi kehadiran
dan identifikasi antibiotika dalam susu. Umumnya, analisis HPLC digunakan untuk membantu identifikasi residu yang positif pada uji cepat atau uji tapis.
Informasi tambahan ini dapat membantu dalam pencegahan insidensi yang sama di masa mendatang Wehr Frank 2004.
BAB III BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2009. Pengambilan sampel susu dilakukan di beberapa daerah di wilayah Jawa Barat
yaitu Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Cianjur. Pengujian sampel dilakukan di Balai
Pengujian Mutu Produk Peternakan BPMPP, jalan Pemuda no. 29A Kotamadya Bogor, Jawa Barat.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, tabung sentrifus, labu ukur, gelas ukur, erlenmeyer, botol timbang, pipet
volumetric, pipet graduasi, botol media, pengocok tabung, sentrifus, penangas air, lemari steril, homogenizer, autoklaf, lemari pendingin, freezer, timbangan
analitik, inkubator, magnet pengaduk, pH meter, pipet mikro, jangka sorong, burner,
ose, pinset, dan gunting. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah susu segar, media agar yeast ekstract, peptone, bacto agar, dextrose, beef
extract, glucose , media cair heart infusion broth, larutan buffer KH
2
PO
4
, Na
2
HPO
4
, H
3
PO
4
, NaOH, K
2
HPO
4
, HCl, NaCl, mikroorganisme spora Bacillus stearothermophilus
ATCC 7953, spora Bacillus cereus ATCC 11778, spora Bacillus subtillis ATCC 6633, vegetatif Kocuria rizophila ATCC 9341,
larutan baku pembanding natrium penisilin, oksitetrasiklin hidroklorida, kanamisin sulfat, tilosin-tartrat, dan kertas cakram.
3.3 Metode Penelitian
Metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode uji tapis screening test residu antibiotika pada susu secara bioassay yang
mengacu pada SNI No. 7424:2008.
3.3.1 Pengambilan dan Persiapan Sampel
Sampel yang diuji adalah susu segar berupa sampel kandang yang diperoleh dari beberapa peternakan sapi perah di wilayah Jawa Barat
Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Bandung,