Karantina penting dilakukan karena sterilisasi permukaan tidak cukup membunuh mikroba kontaminan. Konsentrasi bahan sterilisasi yang rendah dan
waktu yang singkat pada sterilisasi permukaan, tidak bisa membunuh mikroba kontaminan. Namun, jika konsentrasi dan waktu perendaman eksplan dengan
bahan sterilisasi dinaikkan, mikroba akan terbunuh dan dapat mematikan eksplan. Kegiatan karantina dilakukan sebagai kontrol pertumbuhan cendawan dan bakteri
secara kontinyu. Kegiatan karantina ini juga sebagai penurun tingkat kontaminasi secara internal dan secara tidak langsung mengurangi besarnya konsentrasi bahan
sterilisasi serta lamanya waktu sterilisasi yang akan merusak eksplan. Perendaman eksplan dengan antibiotik dilakukan sebagai bagian dari
sterilisasi internal jaringan eksplan. Eksplan yang telah terpotong masih membutuhkan oksigen untuk melakukan aktivitas selnya. Eksplan tersebut
diberikan oksigen dengan menggunakan aerator dalam air kaya oksigen dalam proses peredamannya. Seperti dalam proses karantina, perendaman antibiotik
dilakukan untuk membunuh ataupun mengeliminir mikroba yang ada di dalam jaringan eksplan.
Kontaminasi eksplan paling rendah pada perlakuan tanpa perendaman. Hal ini disebabkan jaringan eksplan yang sebelumnya dioles alkohol mengalami luka
dan saat perendaman mikroba dari jaringan eksplan yang lain akan sangat mudah masuk jaringan yang luka. Air sebagai sarana metabolisme eksplan juga diduga
dapat memobilisasi mikroba ke jaringan eksplan. Dosis dan waktu perendaman antibiotik yang tidak tepat juga mengakibatkan tujuan perendaman yaitu
menurunkan tingkat kontaminasi belum tercapai.
4.2.3 Tingkat Browning Eksplan
Browning pencoklatan merupakan gejala munculnya warna coklat pada
eksplan sehingga akan menghambat pertumbuhan eksplan. Queiroz et al. 2008 mengemukakan bahwa browning terjadi akibat adanya enzim polifenol oksidase
yang mengakibatkan terjadinya oksidasi senyawa fenol menjadi quinon yang memproduksi pigmen berwarna coklat ketika jaringan terluka. Kavitha et al.
2009 mengatakan bahwa browning pada eksplan jabon adalah hal yang umum terjadi karena adanya oksidasi dari senyawa fenol. Hal ini selaras dengan jenis
jabon yang memiliki senyawa fenol berupa tanin Nugroho 2011. Senyawa fenol
ini mengalami oksidasi akibat adanya pelukaan terhadap eksplan. Senyawa fenol yang teroksidasi pada media mengakibatkan eksplan tidak dapat mengambil
nutrisi dari media sehingga pertumbuhan eksplan terhambat dan akhirnya eksplan akan mati.
Persentase browning pada penelitian ini rendah, yaitu sebesar 10,36. Usaha untuk mengurangi browning dalam penelitian ini diantaranya ialah
penggunaan bahan tanaman yang masih muda. Tanaman muda mempunyai kandungan fenol yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman tua.
Kandungan fenol yang lebih rendah akan menurunkan tingkat browning yang terjadi. Peristiwa pencoklatan pada eksplan saat ditanam dapat dikurangi dengan
melakukan pembilasan air secara berulang. Hal ini dilakukan untuk melarutkan senyawa fenol yang ada dalam jaringan tanaman.
Kavitha et al 2009 menyarankan untuk menginkubasi eksplan jabon pada medium baru di dalam ruangan yang gelap untuk mengurangi tingkat browning
yang terjadi. Onuoha et al. 2011 dalam penelitiannya untuk mencegah browning pada kultur jaringan pisang Musa parasidiaca menyarankan untuk merendam
eksplan dengan menggunakan antioksidan berupa potassium sitrat-sitrat selama 2 jam sebelum dilakukan pengkulturan. Poudyal et al. 2008 mengkaji masalah
browning pada jenis pear Yali, Ainkansui dan Abbe Fetel. Poudyal menyarankan penambahan asam askorbat atau dengan penambahan Polivinil Pirolidon PVP
pada media kultur, inkubasi eksplan pada kondisi gelap selama 96 jam, dan perlakuan dingin dengan disimpan dalam kulkas selama 12 jam. Perlakuan ini
terbukti mampu mengontrol browning pada eksplan pear.
4.2.4 Tingkat Kontaminasi Eksplan