2.1.2. Konsep Profesionalisme
Menurut Hall 1968 terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu: a.
Pengabdian pada profesi Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan
pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan
diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi,
sehingga kompensasi utama yang di harapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi.
b. Kewajiban sosial
Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
c. Kemandirian
Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain pemerintah, klien, dan
bukan anggota profesi. Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesioanal.
d. Keyakinan terhadap peraturan profesi
Universitas Sumatera Utara
Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak
mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. e.
Hubungan dengan sesama profesi Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan,
termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran
profesional.
2.1.3. Cara Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Mewujudkan Perilaku Profesional
Lampiran 1 Paragraf 01 Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia menyebutkan bahwa Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, selanjutnya dalam dokumen ini
disebut sebagai Standar Pemeriksaan, memuat persyaratan profesional pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan laporan pemeriksaan yang profesional. Pelaksanaan
pemeriksaan yang didasarkan pada Standar Pemeriksaan akan meningkatkan kredibilitas informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang diperiksa melalui pengumpulan dan
pengujian bukti secara obyektif. Apabila pemeriksa melaksanakan pemeriksaan dengan cara ini dan melaporkan hasilnya sesuai dengan Standar Pemeriksaan maka hasil pemeriksaan tersebut
akan dapat mendukung peningkatan mutu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta pengambilan keputusan Penyelenggara Negara. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
Universitas Sumatera Utara
jawab keuangan negara juga merupakan salah satu unsur penting dalam rangka terciptanya akuntabilitas publik.
Lebih lanjut Lampiran 1 Paragraf 20 sampai dengan 25 Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia mengatur tentang perilaku profesionalisme auditor BPK-RI, yaitu
Pemeriksa secara profesional bertanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan untuk memenuhi tujuan pemeriksaan. Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya,
pemeriksa harus memahami prinsip-prinsip pelayanan kepentingan publik serta menjunjung tinggi integritas, obyektivitas, dan independensi. Pemeriksa harus memiliki sikap untuk melayani
kepentingan publik, menghargai dan memelihara kepercayaan publik, dan mempertahankan profesionalisme. Tanggung jawab ini sangat penting dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara. Untuk itulah Standar Pemeriksaan ini memuat konsep akuntabilitas yang merupakan landasan dalam pelayanan kepentingan publik.
Pemeriksa harus mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik dalam melakukan pemeriksaan. Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya, pemeriksa
mungkin menghadapi tekanan dan atau konflik dari manajemen entitas yang diperiksa, berbagai tingkat jabatan pemerintah, dan pihak lainnya yang dapat mempengaruhi obyektivitas dan
independensi pemeriksa. Dalam menghadapi tekanan dan atau konflik tersebut, pemeriksa harus menjaga integritas dan menjunjung tinggi tanggung jawab kepada publik.
Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, pemeriksa harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan derajat integritas yang tertinggi.
Pemeriksa harus profesional, obyektif, berdasarkan fakta, dan tidak berpihak. Pemeriksa harus bersikap jujur dan terbuka kepada entitas yang diperiksa dan para pengguna laporan hasil
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan dalam melaksanakan pemeriksaannya dengan tetap memperhatikan batasan kerahasiaan yang dimuat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemeriksa harus
berhati-hati dalam menggunakan informasi yang diperoleh selama melaksanakan pemeriksaan. Pemeriksa tidak boleh menggunakan informasi tersebut diluar pelaksanaan pemeriksaan kecuali
ditentukan lain. Pelayanan dan kepercayaan publik harus lebih diutamakan di atas kepentingan pribadi.
Integritas dapat mencegah kebohongan dan pelanggaran prinsip tetapi tidak dapat menghilangkan kecerobohan dan perbedaan pendapat. Integritas mensyaratkan pemeriksa untuk memperhatikan
jenis dan nilai-nilai yang terkandung dalam standar teknis dan etika. Integritas juga mensyaratkan agar pemeriksa memperhatikan prinsip-prinsip obyektivitas dan independensi.
Pemeriksa harus obyektif dan bebas dari benturan kepentingan conflict of interest dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Pemeriksa juga bertanggung jawab untuk
mempertahankan independensi dalam sikap mental independent in fact dan independensi dalam penampilan perilaku independent in appearance pada saat melaksanakan pemeriksaan. Bersikap
obyektif merupakan cara berpikir yang tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari benturan kepentingan. Bersikap independen berarti menghindarkan hubungan yang dapat
mengganggu sikap mental dan penampilan obyektif pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan. Untuk mempertahankan obyektivitas dan independensi maka diperlukan penilaian secara terus-
menerus terhadap hubungan pemeriksa dengan entitas yang diperiksa. Pemeriksa bertanggung jawab untuk menggunakan pertimbangan profesional dalam
menetapkan lingkup dan metodologi, menentukan pengujian dan prosedur yang akan dilaksanakan, melaksanakan pemeriksaan, dan melaporkan hasilnya. Pemeriksa harus
Universitas Sumatera Utara
mempertahankan integritas dan obyektivitas pada saat melaksanakan pemeriksaan untuk mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik. Dalam melaporkan hasil
pemeriksaannya, pemeriksa bertanggung jawab untuk mengungkapkan semua hal yang material atau signifikan yang diketahuinya, yang apabila tidak diungkapkan dapat mengakibatkan
kesalahpahaman para pengguna laporan hasil pemeriksaan, kesalahan dalam penyajian hasilnya, atau menutupi praktik-praktik yang tidak patut atau tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dalam Pernyataan Standar Pemeriksaan PSP
No. 1 Paragaraf mengatakan Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan.
PSP No. 1 paragraf 28 sampai dengan 33 mengisyarakat auditor BPK-RI didalam Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Pernyataan standar ini mewajibkan pemeriksa untuk menggunakan kemahirannya secara
profesional, cermat dan seksama, memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan atas kepentingan publik serta memelihara integritas, obyektivitas, dan independensi dalam menerapkan kemahiran
profesional terhadap setiap aspek pemeriksaannya. Pernyataan standar ini juga mengharuskan tanggung jawab bagi setiap pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar
Pemeriksaan untuk mematuhi Standar Pemeriksaan. Pemeriksa harus menggunakan kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam
menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilaksanakan dan standar yang akan diterapkan terhadap pemeriksaan; menentukan lingkup pemeriksaan, memilih metodologi, menentukan jenis
Universitas Sumatera Utara
dan jumlah bukti yang akan dikumpulkan, atau dalam memilih pengujian dan prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan. Kemahiran profesional harus diterapkan juga dalam melakukan
pengujian dan prosedur, serta dalam melakukan penilaian dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kemahiran profesional menuntut pemeriksa untuk melaksanakan skeptisme profesional,
yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti pemeriksaan. Pemeriksa menggunakan pengetahuan, keahlian dan
pengalaman yang dituntut oleh profesinya untuk melaksanakan pengumpulan bukti dan evaluasi obyektif mengenai kecukupan, kompetensi dan relevansi bukti. Karena bukti dikumpulkan dan
dievaluasi selama pemeriksaan, skeptisme profesional harus digunakan selama pemeriksaan. Pemeriksa tidak boleh menganggap bahwa manajemen entitas yang diperiksa tidak jujur,
tetapi juga tidak boleh menganggap bahwa kejujuran manajemen tersebut tidak diragukan lagi. Dalam menggunakan skeptisme profesional, pemeriksa tidak boleh puas dengan bukti yang
kurang meyakinkan walaupun menurut anggapannya manajemen entitas yang diperiksa adalah jujur.
Pemeriksa harus menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama dalam menerapkan Standar Pemeriksaan yang digunakan. Keputusan pemeriksa tidak menerapkan
standar tertentu dalam pelaksanaan pemeriksaan harus dicatat dalam kertas kerja pemeriksaan. Dalam keadaan tertentu dapat terjadi bahwa pemeriksa tidak dapat mematuhi Standar
Pemeriksaan yang berlaku dan juga tidak dapat mengundurkan diri dari penugasan pemeriksaan. Dalam keadaan demikian, pemeriksa harus mengungkapkan masalah tersebut dalam lingkup
pemeriksaan di dalam laporan hasil pemeriksaannya, yaitu tidak dipatuhinya Standar Pemeriksaan
Universitas Sumatera Utara
yang berlaku, alasan yang mendasarinya, dan dampaknya terhadap hasil pemeriksaan akibat tidak dipatuhinya Standar Pemeriksaan tersebut.
Menerapkan kemahiran profesional secara cermat dan seksama memungkinkan pemeriksa untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa salah saji material atau ketidakakuratan yang
signifikan dalam data akan terdeteksi. Keyakinan mutlak tidak dapat dicapai karena sifat bukti dan karakteristik penyimpangan. Pemeriksaan yang dilaksanakan menurut Standar Pemeriksaan
mungkin tidak akan mendeteksi salah saji material atau ketidakakuratan yang signifikan, baik karena kesalahan, kecurangan, tindakan melanggar hukum, atau pelanggaran aturan. Walaupun
Standar Pemeriksaan ini meletakkan tanggung jawab kepada setiap pemeriksa untuk menerapkan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama, tidak berarti bahwa tanggung jawabnya
tidak terbatas, dan tidak berarti juga bahwa pemeriksa tidak melakukan kekeliruan. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2007 tentang
Kode Etik BPK-RI Pasal 8 ayat 1 dan 2 menyebutkan : 1
Untuk menjunjung profesionalisme dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pemeriksa wajib :
a. Menerapkan prinsip kehati-hatian, ketelitian dan kecermatan
b. Menyimpan rahasia negara atau rahasia jabatan atau rahasia pihak yang diperiksa
dan hanya mengemukakannya kepada pejabat yang berwenang. c.
Menghindari pemanfaatan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau jabatannya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.
d. Menghindari perbuatan di luar tugas dan kewenangannya
e. Mempunyai komitmen tinggi untuk bekerja sesuai dengan standar pemeriksaan
keuangan negara. f.
Memutakhirkan, mengembangkan, dan meningkatkan kemampuan profesionalnya dalam rangka melaksanakan tugas pemeriksaan
g. Menghormati dan mempercayai serta saling membantu diantara pemeriksa,
sehingga dapat bekerjasama dengan baik dalam pelaksanaan tugas. h.
Menggunakan sumber daya publik secara efisien, efektif dan ekonomis. 2
Untuk menjunjung profesionalisme dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, pemeriksa dilarang :
a. Menerima tugas yang bukan kompetensinya
Universitas Sumatera Utara
b. Mengungkapkan informasi yang terdapat dalam proses pemeriksaan kepada pihak
lain, baik lisan maupun tertulis, kecuali untuk kepentingan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
c. Mengungkapkan laporan hasil pemeriksaan atau substansi hasil pemeriksaan
kepada media massa kecuali atas ijin atau perintah ketua atau wakil ketua atau anggota BPK.
d. Mendiskusikan pekerjaannya dengan auditee diluar kantor BPK atau kantor
Auditee.
2.1.4. Pengalaman Auditor