Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.) (KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah).

(1)

Hutan menampung sebagian besar keanekaragaman hayati dunia dan menyediakan berbagai jasa lingkungan yang sangat fundamental bagi kehidupan di bumi ini. Hutan berfungsi menstabilkan tanah, mencegah erosi, memelihara pasokan air bersih dan berperan mengurangi gas rumah kaca (GRK) yang menjadi pemicu perubahan iklim global dengan cara mengikat gas CO2di atmosfer. Gas CO2merupakan salah satu GRK.

GRK yaitu gas-gas tertentu yang bisa menyebabkan efek rumah kaca seperti karbon dan uap air dalam bentuk awan. Gas-gas yang termasuk dalam emisi GRK yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), dan sulfur heksafluorida (SF6). Gas-gas tersebut menjadi gas-gas utama penyebab kerusakan lapisan ozon di atmosfer dan menyebabkan pemanasan global. Pemanasan global yaitu proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan suhu daratan bumi. Pemanasan global akan diikuti dengan perubahan iklim.

Rintisan awal untuk mengembangkan mekanisme pembiayaan penyerapan karbon dimulai pada Pertemuan Tingkat Tinggi Bumi I di Rio de Janeiro (Brazil) tahun 1992. Pada waktu itu lebih dari 150 negara menandatangani perjanjian kerjasama untuk mengantisipasi perubahan iklim di bawah naungan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dengan menetapkan batas-batas pelepasan (emisi) gas-gas rumah kaca ke udara. Anggota konvensi ini mengadakan pertemuan pertama di Berlin pada tahun 1995 yang disebut dengan Pertemuan Antar Pihak I atauConference of the Parties (COP I).

Salah satu pertemuan penting yaitu pertemuan ketiga (COP 3) diselenggarakan di Kyoto, Jepang pada bulan Desember 1997 yang menghasilkan

Kyoto Protocol (Protokol Kyoto). Pertemuan ini menjadi landasan bagi implementasi bersama (Join Implementation), Emission Trading, dan Clean Development Mechanism (CDM). CDM mengharuskan negara-negara maju mengurangi pencemaran udara sebesar kurang lebih 5 persen pada tahun 2012 dibandingkan dengan tahun 1990. Pengembangan CDM memberikan kewajiban


(2)

kepada negara-negara maju untuk membiayai proyek rendah polusi dan penggunaan lahan untuk penyerapan karbon di negara yang sedang berkembang (CIFOR 2005). Penghitungan yang tepat mengenai jumlah karbon yang terkandung di dalam pohon belum banyak dilakukan.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2010 terdapat dasar hukum yang mengatur Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani). Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara di Indonesia yang memiliki tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan perencanaan, pengurusan, pengusahaan dan perlindungan hutan di wilayah kerjanya. KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Balapulang merupakan salah satu pengelola hutan di Pulau Jawa yang berada dalam lingkup Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, dengan kantor pusat berkedudukan di Jakarta.

KPH Balapulang sebagian besar mengelola hutan Jati yang ada di Pulau Jawa. Penelitian mengenai pendugaan biomassa dan massa karbon pohon Jati yang dihubungkan dengan kelas-kelas umur pohonnya di KPH Balapulang belum banyak dilakukan, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui informasi ini.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan persamaan alometrik biomassa dan massa karbon pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.) terhadap diameter pohonnya.


(3)

Jati (Tectona grandis Linn. f.) dikenal sebagai kayu komersial bermutu tinggi, termasuk dalam suku Verbenaceae. Menurut Pagare (2010) areal penyebaran alaminya terdapat di India, Myanmar, Thailand dan bagian barat Laos. Hutan jati terpisah oleh pegunungan, tanah-tanah datar, tanah-tanah pertanian dan tipe hutan lainnya. Di Indonesia, jati bukan tanaman asli, tetapi sudah tumbuh sejak beberapa abad lalu di Pulau Kangean, Muna, Sumbawa dan Jawa. Pemanfaatan kayu jati di Indonesia sebagai konstruksi ringan dan berat, bahan bangunan rumah, kayu pertukangan dan kayu bahan ukiran.

Di Jawa, jati dikenal dengan nama daerah dalek, dodolan, jate, jatih, jatos, kiati, kidawa, di negara lain dikenal dengan nama gianti, teak, kyun, sagwan, mai sak, teck, teca. Pohon jati dapat mencapai tinggi 45 m dengan panjang bebas cabang 15-20 m, diameter pohon dapat mencapai 250 cm lebih, pada umumnya 50 cm, bentuk batang tidak teratur dan beralur. Jati tumbuh baik pada tanah yang mengandung kapur dan di daerah dengan musim kering yang nyata. Tipe curah hujan C-F yaitu daerah iklim sedang dengan jumlah hujan rata-rata 1.200-2.000 mm per tahun, pada ketinggian 0-700 m dari permukaan laut (Martawijaya et al. 1989). Pohon berbunga pada bulan Oktober-Juni dan buah masak pada bulan Juli-Desember. Jati merupakan jenis tanaman yang tidak selalu hijau, pada musim kering mengalami gugur daun.

Menurut Martawijaya et al. (1989) kayu Jati memiliki kemampuan untuk menahan perubahan bentuk atau lengkungan yang sering dihubungkan dengan kekakuan atau nama lainnya yaitu modulus elastisitas (MOE) yaitu sebesar 122,7 ton/cm2, kerapatan sebesar 0,67 gr/cm3, keteguhan patah (MOR) 1031 kg/cm2, keteguhan geser sejajar serat (R) dan keteguhan geser tangensial (T) masing-masing sebesar 80 dan termasuk kedalam kelas kuat II, kelas awet I.

Sifat kayu jati lainnya antara lain susut-muainya kecil, daya retak yang rendah, tidak mudah rapuh, kekerasannya sedang dan berminyak. Struktur kayu jati mengandung serat-serat yang lebih padat sehingga tidak mudah dipatahkan,


(4)

Daya serapnya kecil karena mengandung minyak. Minyak dalam kayu disebut sebagai alur minyak yang berwarna kecoklatan mengikuti lingkaran tahun.

2.2 Biomassa

Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah nilai bahan organik yang hidup di atas permukaan tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang, dan batang utama yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area. Informasi tentang kandungan biomassa dalam suatu pohon atau hutan sangat penting dalam kegiatan pengelolaan hutan lestari karena hutan dapat dianggap sebagai sumber (source) dan sinks dari karbon serta memberi manfaat jasa lingkungan. Jumlah stok biomassa tergantung pada terganggu atau tidaknya hutan atau pada ada tidaknya permudaan alam dan peruntukkan hutan.

Lugo dan Snedaker (1974)dalamKusmana (1993) mengemukakan bahwa biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan, sedangkan menurut Rusolono (2006) faktor biologi pertumbuhan tanaman dan teknik pemanenan mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon.

Biomassa tersusun dari senyawa karbohidrat yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen, dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman. Menurut Kraenzel (2003) potensi biomassa pada berbagai bagian pohon jati yang berumur 20 tahun berbeda yaitu bagian batang sebesar 65,28%, cabang 16,76%, ranting 1,28%, daun 3,01%, akar 13,41% dan bunga 0,26%. White dan Plaskett (1981) dalam Langi (2007) menyatakan bahwa pohon pada bagian batang memiliki komposisi selulosa 50%, hemiselulosa 20% dan lignin 30%. Jumlah total biomassa tumbuhan suatu area dapat bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis.

Pendugaan biomassa bisa didekati dengan dua cara (Brown 1997). Pendekatan pertama dilakukan berdasarkan pendugaan volume batang kayu berkulit sampai batang bebas cabang, kemudian diubah menjadi kerapatan biomassa (ton/ha) dengan mengalikan dengan faktor ekspansi biomassa. Pendekatan kedua dilakukan dengan menggunakan alometrik persamaan regresi biomassa. Persamaan alometrik biomassa pohon pada umumnya menggunakan


(5)

(cm) atau tinggi pohon (m). Hubungan tersebut dapat dinyatakan sebagai bentuk: Y = a Dbdan Y= aDbTc

Y adalah biomassa pohon, D adalah diameter setinggi dada, T adalah tinggi pohonn, a, b dan c adalah konstanta.

2.3 Karbon Hutan

Karbon merupakan komponen penting penyusun biomassa tanaman. Hasil rangkuman berbagai studi terhadap berbagai jenis pohon diperkirakan kadar karbon sekitar 45–50% bahan kering dari tanaman (Brown 1997). Menurut Kumar dan Nair (2011) tempat penyimpanan utama karbon adalah dalam biomassa pohon (termasuk bagian atas yang meliputi batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah; bagian bawah yang meliputi akar), bahan organik mati (nekromassa), serasah, tanah, dan yang tersimpan dalam bentuk produk kayu.

Cadangan karbon (C-stock) diartikan sebagai adanya potensi jangka panjang dalam biomassa hutan dan produk hutan. Satuan potensi massa carbon hutan adalah tonC/ha, sedangkan fluks karbon adalah tonC/ha/tahun (Nabuurs dan Mohren 1995).

2.4 Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang dihasilkan dari pemanasan arang yang ditetapkan pada temperatur dan selang waktu standar yaitu 950±20 ºC selama 2 menit (ASTM 1990b). Secara kimia zat terbang terbagi menjadi tiga sub golongan, yaitu senyawa alifatik, terpena dan senyawa fenolik. Zat-zat yang menguap ini akan menutupi pori-pori kayu dari arang (Haygreen dan Bowyer 1982).

2.5 Kadar Abu

Kadar abu adalah jumlah oksida-oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi. Abu tersusun dari mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium. Komponen utama abu dalam kayu tropis yaitu kalium, kalsium, magnesium dan silika. Menurut Haygreen dan Bowyer (1982) kayu mengandung senyawa anorganik yang tetap tinggal setelah terjadi pembakaran pada suhu tinggi pada kondisi oksigen yang melimpah.


(6)

2.6 Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon

Persamaan alometrik merupakan hubungan antara suatu peubah tak bebas yang diduga oleh satu atau lebih peubah bebas, contohnya adalah hubungan antara volume pohon, biomassa atau massa karbon dengan diameter dan tinggi pohon. Volume pohon, biomassa atau massa karbon merupakan peubah tak bebas yang besar nilainya diduga oleh diameter dan tinggi pohon yang disebut sebagai peubah bebas. Hubungan alometrik biasanya dinyatakan dalam suatu model alometrik. Persamaan tersebut biasanya menggunakan diameter pohon yang diukur setinggi dada atau 1,3 m dari permukaan tanah sebagai dasar. Model persamaan alometrik untuk pendugaan biomassa dan massa karbon pohon Acacia crassicarpadisajikan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1 Model persamaan alometrik terpilih untuk pendugaan biomassa pohon

Acacia crassicarpa

No. Bentuk Hubungan Model Terpilih Persamaan

1 Dbh-Biomassa Akar Power WR = 0,025 D2,414

2 Dbh-Biomassa Batang Power WS = 0,019 D2,977

3 Dbh-Biomassa Cabang Growth WB = e0,746+0,29D

4 Dbh-Biomassa Daun Power WL = 0,398 D1,155

5 Dbh-Biomassa Pohon Power WT = 0,165 D2,399

Sumber: Adiriono (2009)dalamMasripatinet al. (2011)

Tabel 2 Model persamaan alometrik terpilih untuk pendugaan karbon pohon

Acacia crassicarpa

No. Bentuk Hubungan Model Terpilih Persamaan

1 Dbh-Karbon Akar Power CR = 0,012 D2,415

2 Dbh-Karbon Batang Power CS = 0,009 D2,977

3 Dbh-Karbon Cabang Power CB = 0,067 D1,180

4 Dbh-Karbon Daun Power CL = 0,200 D1,154

5 Dbh-Karbon Pohon Power CT = 0,083 D2,399


(7)

Penelitian ini berlokasi di KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama tiga bulan yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pengambilan data di lapangan pada bulan Mei 2012 dan tahap pengujian contoh uji laboratorium untuk menganalisis sampel bagian pohon berupa daun, ranting, cabang, batang utama, dan akar yang dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2012 di Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu dan Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah pohon jati yang terdapat di KPH Balapulang sebanyak 30 pohon yang terdiri dari kisaran diameter yang disesuaikan dengan kisaran pohon Jati di lapangan dan dapat mewakili kelas umurnya. Masing-masing pohon diambil tiga contoh uji tiap-tiap bagian pohon mulai ranting, cabang, batang utama, dan akar kecuali daun.

Alat yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu alat yang digunakan untuk pengambilan data di lapangan dan alat yang digunakan untuk pengujian contoh uji. Alat yang digunakan di lapangan berupa chainsaw, meteran, tongkat sepanjang 1,3 m, timbangan, parang, tambang, tali raffia, terpal, kantong plastik, sikat, kuas, koran bekas dan alat tulis. Peralatan yang digunakan untuk pengujian contoh uji di laboratorium berupa timbangan, oven, tanur listrik, desikator, cawan porselen, alat penggiling (wiley mill) dan alat saring (mesh screen) ukuran 40-60 mesh.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung di lapangan yaitu meliputi data diameter dan panjang setiap batang utama dan cabang serta berat basah dari daun, ranting dan akar dari pohon-pohon contoh, serta pengumpulan data hasil analisis bahan uji di laboratorium.


(8)

Pengumpulan data sekunder diperoleh dari: 1. Dokumen KPH Balapulang.

2. Dokumen Kantor daerah setempat.

3. Studi literatur berupa kondisi umum lokasi penelitian dan peta areal kerja KPH Balapulang.

3.3.1 Metode Pemilihan Pohon Sampel

Jumlah sampel pohon Jati yang diperlukan dalam penelitian ini sebanyak 30 pohon yang dipilih dari kelas-kelas umur pohon yang terdapat di lapangan dan ditebang dari KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Kriteria pemilihan pohon jati yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut (Elias 2010) 1. Sebaran diameter pohon-pohon Jati yang diambil sebagai sampel penelitian

harus mewakili tiap-tiap kelas umurnya. Sebaran kelas umur pohon Jati yang dijadikan sampel dapat dilihat dalam Tabel 3.

2. Pohon sampel yang dipilih harus sehat dan bentuk pohonnya normal.

3. Pohon sampel harus mewakili kondisi rata-rata pohon Jati pada kelas umur pohon yang bersangkutan.

Tabel 3 Kisaran kelas umur pohon jati yang dijadikan bahan penelitian

No. Kelas Umur (tahun) Jumlah Pohon Contoh

1 I (1-10) 6

2 II (11-20) 6

3 III (21-30) 6

4 IV (31-40) 6

5 V (41-50) 6

Total Jumlah Pohon Contoh 30

Tiap-tiap pohon sampel diukur diameternya pada ketinggian 1,30 m dari permukaan tanah dan diberi nomor pohon mulai dari nomor 1 sampai dengan 30. Pohon-pohon ditebang dan diukur volume batang utama dan cabangnya, serta berat basah ranting, daun, dan akar. Tiga buah sampel diambil dari masing-masing bagian pohon setelah pengukuran yang terdiri dari sampel batang utama, cabang, ranting, daun, dan akar.


(9)

Metode pengumpulan data pohon sampel melalui tahap sebagai berikut (Elias 2010)

1. Persiapan sebelum penebangan pohon sampel.

Persiapan sebelum penebangan yang dimaksud adalah :

a) Menyiapkan peralatan berupa chainsaw untuk pemangkasan cabang, penebangan dan pemotongan batang utama. Parang untuk pemangkasan ranting dan daun. Penggalian tunggak dan akar menggunakan cangkul dan dibersihkan dengan sikat dan kuas. b) Menyiapkan wadah dari terpal di atas permukaan tanah di sekitar

pohon sampel.

c) Menyiapkan pita keliling untuk pengukuran diameter batang utama dan cabang serta timbangan untuk menimbang berat basah cabang, ranting, daun, dan akar.

d) Menyiapkan tali tambang untuk menahan cabang pohon yang dipangkas agar tidak terjatuh langsung ke atas tanah, sehingga tidak terjadi kerusakan dan kehilangan bagian-bagian pohon sampel.

2. Pengukuran diameter pohon sampel.

Setelah pohon sampel terpilih, masing-masing pohon sampel diukur diameter setinggi dada (1,30 m di atas permukaan tanah) dengan menggunakan pita keliling dan tongkat setinggi 1,30 m. Hasil pengukuran dicantumkan dalam tally sheet sesuai dengan nomor pohonnya.

3.

Pemangkasan cabang.

Sebelum perebahan batang utama pohon (penebangan) terlebih dahulu dilakukan pemangkasan cabang-cabang pohon. Pemangkasan cabang dilakukan dengan cara memanjat pohon sampel dan dilakukan pemotongan cabang-cabang di atas pohon. Cabang yang telah dipotong diturunkan secara berhati-hati ke atas permukaan tanah dengan menggunakan penahan tali tambang yang telah disiapkan sebelumnya.


(10)

Cabang, ranting dan daun-daun hasil pemangkasan dikumpulkan dan disimpan di atas wadah terpal yang telah disiapkan.

4. Penebangan batang utama.

Penebangan batang utama pohon sampel dilakukan setelah pemangkasan cabang selesai. Penebangan batang utama pohon sampel yang berdiameter sebesar lebih dari 20 cm dilakukan dengan membuat takik rebah dan takik balas pada tunggak pohon yang diusahakan sedekat mungkin dengan permukaan tanah untuk menjaga keselamatan kerja dalam penebangan,.

5. Penggalian tunggak dan akar pohon harus dilakukan dengan hati-hati agar semua bagian-bagian akar dapat digali dari dalam tanah. Bagian tunggak dan akar yang masih terdapat tanah dibersihkan dengan parang, sikat dan kuas hingga bersih dari kotoran dan tanah. Bagian tunggak dipisahkan dari akar, kemudian disatukan dengan batang utama.

6. Pemisahan bagian-bagian pohon.

Bagian-bagian pohon dipisahkan kedalam kelompoknya masing-masing, yaitu:

a. Kelompok batang utama: dari pangkal (bagian tunggak) di atas permukaan tanah sampai ujung batang utama berdiameter 10 cm. b. Kelompok cabang: bagian batang cabang yang berdiameter > 5 cm. c. Kelompok ranting: bagian cabang dan ranting yang berdiameter ≤

5 cm.

d. Kelompok akar: bagian tunggak yang rata dengan tanah dan akar-akar lainnya.

e. Kelompok daun: bagian tangkai daun dan daun-daun. 7. Pengukuran volume batang utama dan cabang.

Batang utama dan cabang diberi tanda pada tiap-tiap sekmen batangnya dengan interval ± 2 m, lalu diukur volumenya.

Parameter yang diukur adalah :


(11)

tiap-tiap sekmen batang dari batang utama.

c. Panjang (m) dan keliling (cm) pangkal dan ujung batang cabang tiap-tiap sekmen cabang.

8. Penimbangan berat basah ranting, daun, dan akar.

Ranting, daun, dan akar yang telah dipisahkan ditimbang berat basahnya masing-masing dengan alat timbang yang sesuai, yakni alat timbangan skala 25 – 100 kg. Daun, ranting dan akar-akar kecil yang akan ditimbang masing-masing dimasukkan ke dalam karung plastik yang telah diketahui beratnya, kemudian ditimbang berat basahnya dalam satuan kg. Ranting, akar panjang yang berdiameter besar masing-masing diikat dengan tali plastik, kemudian ditimbang berat basahnya dalam satuan kg.

3.3.3 Metode Pengambilan Bahan Uji Laboratorium di Lapangan

Sampel bahan uji laboratorium diambil dari bagian-bagian pohon masing-masing sampel pohon, yakni dari bagian batang utama, batang cabang, ranting, daun, dan dari akar. Sampel yang diambil dari masing-masing bagian pohon sampel adalah sebanyak tiga kali ulangan, sehingga jumlah sampel bahan uji di laboratorium sama dengan 30 x 5 x 3 buah atau berjumlah 450 sampel yang terdiri dari:

1. 90 buah sampel batang utama. 2. 90 buah sampel batang cabang. 3. 90 buah sampel ranting.

4. 90 buah sampel daun. 5. 90 buah sampel akar.

Cara pengambilan sampel bahan uji di lapangan adalah sebagai berikut (Elias 2010):

1. Sampel batang utama diambil dari ujung, pangkal dan bagian tengah batang utama dengan membuat potongan melintang batang setebal ± 5 cm

2. Sampel batang cabang diambil dari cabang yang besar, sedang dan kecil yang diameternya >5 cm. Sampel diambil dengan cara membuat potongan melintang batang cabang setebal ± 5 cm


(12)

3. Sampel ranting diambil dari ranting-ranting besar, ranting sedang dan ranting kecil yang panjangnya dipotong-potong menjadi bagian ranting-ranting sepanjang ± 20-30 cm. Setiap sampel beratnya ± 1 kg

4. Sampel daun diambil dari daun-daun yang telah dicampur sebanyak ± 1 kg sebagai sampel

5. Sampel akar diambil dari akar besar, sedang dan kecil. Setiap sampel beratnya ± 1 kg

Sampel kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik, diberi kode sampel dan diikat ujung kantong plastiknya. Contoh kode sampel pohon adalah sebagai berikut:

Batang utama : 1 BU P (Pohon ke-1-Batang utama-Pangkal) 1 BU T (Pohon ke-1-Batang utama-Tengah) 1 BU U (Pohon ke-1-Batang utama-Ujung) Cabang : 1 C B (Pohon ke-1-Cabang-Besar)

1 C S (Pohon ke-1-Cabang-Tengah) 1 C K (Pohon ke-1-Cabang-Kecil) Ranting : 1 R B (Pohon ke-1-Ranting-Besar)

1 R S (Pohon ke-1-Ranting- Sedang) 1 R K (Pohon ke-1-Ranting-Kecil) Daun : 1 D (Pohon ke-1-Daun)

Akar : 1 A B (Pohon ke-1-Akar-Besar) 1 A S (Pohon ke-1-Akar-Sedang) 1 A K (Pohon ke-1-Akar-Kecil)

3.3.3 Metode Pengujian Bahan Uji Laboratorium 1. Berat jenis kayu

Contoh uji berat jenis kayu berukuran 2cm x 2cm x 2cm. Pengukuran berat jenis kayu dilakukan dengan tahapan kerja sebagai berikut: a. Menimbang contoh uji dalam keadaan basah untuk mendapatkan

berat awal.

b. Mengukur volume contoh uji: contoh uji dicelupkan dalam parafin, lalu dimasukkan kedalam tabung erlenmayer yang berisi air sampai contoh uji berada di bawah permukaan air. Berdasarkan hukum


(13)

dipindahkan oleh contoh uji.

c. Contoh uji dikeringkan dalam tanur selama 24 jam dengan suhu 103 ± 2 °C dan ditimbang untuk mendapatkan berat keringnya. 2. Kadar air kayu

Contoh uji kadar air dari batang utama, cabang dan akar yang berdiameter >5 cm dibuat dengan ukuran 2cm x 2cm x 2cm. Sedangkan contoh uji dari bagian daun ± 300 g.

Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut: a. Contoh uji ditimbang berat basahnya.

b. Contoh uji dikeringkan dalam tanur 103 ± 2 °C sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan kedalam desikator dan ditimbang berat keringnya.

c. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji.

3. Kadar zat terbang

Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut:

a. Sampel dari tiap bagian pohon berkayu dipotong menjadi bagian-bagian kecil sebesar batang korek api, sedangkan sampel bagian-bagian daun dicincang

b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80 °C selama 48 jam.

c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill).

d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran 40-60 mesh.

e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 gr, dimasukkan kedalam cawan porselen, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya dan ditimbang dengan alat timbang.


(14)

f. Contoh uji dimasukkan kedalam tanur listrik bersuhu 950°C selama 2 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang.

g. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang. 4. Kadar abu

Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut:

a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 900°C selama 6 jam.

b. Selanjutnya didinginkan didalam desikator dan kemudian ditimbang untuk mencari berat akhirnya.

c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.

5. Kadar karbon

Penentuan kadar karbon contoh uji dari tiap-tiap bagian pohon menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.

3.4 Metode Pengolahan Data

1. Volume menggunakan rumus Smalian: V= ½ (Bp+ Bu) x P

Keterangan: V = Volume (m3)

Bp = Luas bidang dasar bontos pangkal (m2) Bu = Luas bidang dasar bontos ujung (m2) P = Panjang (m)

2. Berat jenis, rumus yang digunakan :

BJ =

Keterangan: BJ = Berat Jenis


(15)

% KA = x 100% (Haygreen dan Bowyer 1982)

Keterangan: BBc = Berat Basah Contoh (gram) BKc = Berat Kering Contoh (gram)

% KA = Persen Kadar Air 4. Berat kering, rumus yang digunakan:

BK =

[% ] (Haygreen dan Bowyer 1982)

Keterangan:BK = Berat Kering (gram) BB = Berat Basah (gram) % KA = Persen Kadar Air

5. Penentuan kadar zat terbang

Kadar zat terbang dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut :

% ( )

6. Penentuan kadar abu

Kadar abu dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut:

% ( )

7. Penentuan kadar karbon

Kadar karbon tetap ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 sebagai berikut:

Kadar Karbon = 100% - Kadar Zat Terbang–Kadar Abu

8. Model hubungan antara biomassa dan massa karbon dengan diameter pohon. Fungsi hubungan ini dibangun melalui persamaan regresi sederhana, sehingga dari model tersebut akan diketahui tingkat keeratan hubungan antara biomassa dan massa karbon pohon dengan diameter dan tinggi pohon.

Pembuatan model menggunakan program minitab 15. Data yang digunakan untuk membangun persamaan biomassa dan massa karbon total pohon dan bagian-bagian pohon (daun, ranting, cabang, batang, dan akar) adalah diameter dalam centimeter dan tinggi pohon dalam meter.


(16)

Model persamaan yang digunakan adalah:

1. Model penduga biomassa yang hanya terdiri dari satu peubah: W = aDbdan W = a + bD

2. Model penduga biomassa yang terdiri dari dua peubah bebas: W = aDb1Hb2dan W = a + b1D + b2H

3. Model penduga massa karbonnya: C = aDbdan C = a + bD

4. Model penduga massa karbon dari dua peubah bebas: C = aDb1Hb2 dan C = a +b1D + b2H

Keterangan: W = Biomassa (kg/pohon) C = Massa Karbon (kg/pohon) D = Diameter Pohon (cm) H = Tinggi Pohon (m) a,b = Konstanta

3.5 Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah:

1. Analisis deskriptif dan penyajian data dalam bentuk gambar (histogram, diagram batang)

2. Uji perbedaan kadar karbon dilakukan dengan uji beda nilai tengah (uji t) menggunakan software SPSS 16. Adapun parameter yang diuji adalah perbedaan kadar karbon rata-rata setiap bagian pohon yaitu pada bagian akar, batang, cabang, ranting dan daun.


(17)

Kawasan KPH Balapulang secara geografis terletak antara 6o48o - 7o12° Lintang Selatan dan 108 o13° - 109 o 8° Bujur Timur dengan luas kawasan 29.790,13 ha. Wilayah ini terbagi di dua wilayah administrasi pemerintahan yaitu Kabupaten Brebes 22.920,68 ha (75%) dan Kabupaten Tegal 6.869,45 ha (25%). Kabupaten Brebes terdiri dari Kecamatan Banjarharjo, Losari, Ketanggungan, Larangan, Songgom, Tonjong, Bumiayu, Bantarkawung, sedangkan Kabupaten Tegal terdiri dari Kecamatan Pagerbarang, Balapulang, Margasari, Bumijawa (KPH Balapulang 2011a).

Batas wilayah areal kerja sebelah utara Laut Jawa, sebelah timur KPH Pemalang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Kabupaten Pemalang, sebelah selatan KPH Pekolangan Barat Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Kabupaten Tegal, sebelah barat KPH Kuningan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat Kabupaten Kuningan.

Berdasarkan RPKH (Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan) KPH Balapulang jangka 2004-2013, pembagian kawasan hutan di wilayah KPH Balapulang berdasarkan tujuan pengelolaannya terdiri dari:

a. Kawasan Produksi 24.560,43 ha = 82,44 %) b. Kawasan Perlindungan 4.664,40 ha = 15,64 %)

c. Kawasan Untuk Penggunaan Lain 565,30 ha = 1,92 %)

Menurut pembagian wilayah pengelolaan hutan guna kepentingan kegiatan perencanaan, wilayah hutan KPH Balapulang dikelompokkan ke dalam empat Bagian Hutan (BH) yaitu: Bagian Hutan Banjarharjo dengan luas 9.964,67 ha, Bagian Hutan Larangan dengan luas 10.236,81 ha, Bagian Hutan Margasari dengan luas 4.442,70 ha, dan Bagian Hutan Linggapada dengan luas 5.145,95 ha. KPH Balapulang merupakan wilayah kerja Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah yang mengelola kelas perusahaan Jati.

Wilayah kerja pengelolaan hutan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah KPH Balapulang terbagi ke dalam enam Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH): BKPH Margasari (4.770,80 ha), BKPH Linggapada (4.682,05 ha),


(18)

BKPH Larangan (6.208,40 ha), BKPH Pengarasan (3.921,41 ha), BKPH Banjaharjo Timur (4.989,00 ha), BKPH Banjarharjo Barat (4.899,97 ha) dan Alur (318,50 ha).

Tabel 4 Daftar RPH di wilayah KPH Balapulang

No BKPH RPH Luas (Ha) Kab/Kota

1 Banjarharjo Barat 1 Randegan 512,20 Brebes

2 Cibendung 581,10 Brebes

3 Cigadung 894,90 Brebes

4 Banjarharjo 842,47 Brebes

5 Malahayu 2.069,30 Brebes

Jumlah 4.899,97

2 Banjarharjo Timur 1 Cisadap 444,10 Brebes

2 Kertasari 863,00 Brebes

3 Pamedaran 2.118,80 Brebes

4 Ciseureuh 1.563,10 Brebes

Jumlah 4.989,00

3 Larangan 1 Larangan 1.367,10 Brebes

2 Pamulihan 1.797,30 Brebes

3 Wlahar 1.387,40 Brebes

4 Dukuh Bendol 1.654,60 Brebes

Jumlah 6.208,40

4 Pengarasan 1 Kebandungan 1.501,51 Brebes

2 Pengarasan 1.485,40 Brebes

3 Tonjong 934,50 Brebes

Jumlah 3.921,41

5 Linggapada 1 Kalilumping 1.029,40 Tegal

2 Ciawitali 1.908,10 Tegal

3 Kutayu 1.200,10 Brebes

4 Karangsawah 943,90 Brebes

Jumlah 4.682,05

6 Margasari 1 Wanayasa 872,60 Tegal

2 Kalibanteng 735,50 Tegal

3 Kaligimber 1.359,80 Tegal

4 Kalisalak 620,80 Tegal

5 Songgom 782,70 Tegal

Jumlah 4.770,80

ALUR 318,50

TOTAL KPH 29.790,13


(19)

4.2.1 Tanah dan Geologi

Keadaan tanah kawasan hutan di KPH Balapulang menurut T.W.G Domes

et al. (1955) dalam KPH Balapulang (2011a) terdapat empat macam yaitu: Regosol, Gromosol, Latosol dan Mediteran. Kawasan hutan KPH Balapulang mempunyai tipe-tipe tanah yang mengandung kapur. Keadaan tanah kawasan hutan di KPH Balapulang umumnya bertekstur sedang hingga liat, strukturnya remah hingga bergumpal dan sebagian besar berjenis latosol dengan ciri-ciri: pH 4,5–6,5, kandungan bahan organik banyak ditemukan pada top soil sebanyak 3–10%, kejenuhan basa 20–65%, daya absorbsi sedang 15–25 cm/detik, permeabilitas tinggi dan kepekaan terhadap erosi rendah.

Kondisi geologi di kawasan hutan KPH Balapulang dengan bahan induk tersebar pada dataran dan tanah berbukit. Kondisi pada dataran mempunyai bahan induk endapan liat seperti yang terdapat pada daerah BKPH Larangan.

4.2.2 Daerah Aliran Sungai

Kawasan KPH Balapulang termasuk dalam cathment area Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali dengan SUB DAS Pemali hilir, Kumisik, Rambatan dan Glagah, selain itu terdapat juga DAS Cisanggarung, Das Tanjung, Das Babakan dan Das Kabayutan dengan Sub DAS Kabayutan Hulu dan Kabayutan Hilir.

4.2.3 Iklim dan Curah Hujan

Wilayah Hutan KPH Balapulang terletak pada suatu daerah dengan perbedaan antara musim hujan dan kemarau yang jelas. Menurut Schmidt dan Ferguson (1951) dalam KPH Balapulang (2011b) pembagian iklim di KPH Balapulang yaitu termasuk tipe iklim B (dimana nilai Q sebesar 28%). Rata–rata curah hujan dari tiap bulan mulai tahun 2009–2010 di wilayah sekitar KPH Balapulang disajikan pada Tabel 5.


(20)

Tabel 5 Data rata-rata curah hujan dua tahun (2009-2010)

No Bulan Curah Hujan (mm)

2009 2010 Jumlah Rata–Rata

1 Januari 605 529 1.134 567

2 Februari 825 399 1.224 612

3 Maret 266 722 988 494

4 April 509 551 1.060 530

5 Mei 332 736 1.068 534

6 Juni 359 314 673 337

7 Juli 27 293 320 160

8 Agustus - 268 268 134

9 September 64 467 531 266

10 Oktober 162 - 162 81

11 Nopember 226 - 226 113

12 Desember 318 - 318 159

Jumlah 3.693 4.279 7.972 3.986

Rata - Rata 308 357 664 332

(Sumber Data : Kantor PU Pengairan Kecamatan Larangan dan Kantor PU Pengairan Kecamatan Larangan Balapulang)

4.2.4 Topografi dan Kelerengan

Kawasan hutan KPH Balapulang memiliki kondisi topografi datar sampai berbukit–bukit dan sebagian kecil bertopografi curam. Bentuk lapangan datar miring dan berombak terdapat pada BKPH Margasari dan Linggapada dan sebagian Larangan. Perbukitan hanya terdapat kawasan tertentu dalam kawasan hutan Pengarasan dan sebagian Larangan yang menyambung ke BKPH Banjarharjo.

4.3 Jenis Vegetasi

Vegetasi yang ada dalam wilayah kawasan hutan Perum Perhutani KPH Balapulang adalah jenis Jati (Tectona grandis) sebagai mayoritas tanaman komersial yang diusahakan. Penyebaran tanaman jati dari yang berumur dibawah 10 tahun hingga 50 tahun atau lebih membentuk formasi hutan tanaman dengan struktur tegakan yang homegen.

Pada kawasan untuk tujuan produksi dikenal jenis tanaman bukan jati antara lain: diusahakan dengan tujuan komersial seperti mahoni (Swietenia Macrophylla) dan Mindi (Melia Azedarach), diusahakan dengan tujuan Pengkayaan jenis seperti joha (Cassia siamea), Sonokeling (Dalbergia latifolia),


(21)

pengkayaan jenis dalam sistem silvikultur jati dan bukan jati seperti secang, lamtoro (Leucaena leucocephala).

4.4 Sosial Ekonomi dan Budaya

KPH Balapulang dengan luas wilayah 29.790,13 ha dikelilingi oleh 61 desa yang terdiri dari 37 desa di wilayah Kabupaten Brebes dan 24 desa di Kabupaten Tegal. Interaksi yang besar dari masyarakat terhadap keberadaan hutan menjadikan tekanan terhadap hutan semakin tinggi. Setiap desa memiliki petak pangkuan agar masyarakat dapat ikut berperan serta dalam mengelola hutan.

Pengelolaan hutan membawa pengaruh pada budaya Masyarakat Desa Hutan (MDH) yang bersifat positif. Pengaruh budaya itu diantaranya pola pikir MDH semakin maju, baik dan modern. MDH telah mengadopsi teknik-teknik pengelolaan hutan dengan baik. Pola pikir MDH lebih rasional dalam menghadapi permasalahan, lebih terbuka dan menerima pendapat orang lain.

Perhutani senantiasa berusaha melestarikan situs budaya masyarakat di wilayah KPH Balapulang dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan. Perhutani tidak hanya merawat situs budaya tersebut, namun menjaga dan melindungi kelestariannya. Hal tersebut dilakukan oleh perhutani dengan berbagai cara, diantaranya yaitu tidak melakukan penebangan pohon disekitar situs budaya masyarakat.

Penetapan kawasan situs budaya masyarakat menjadi LDTI (Lapangan Dengan Tujuan Istimewa) atau KPS (Kawasan Perlindungan Setempat). LDTI adalah lahan yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur atau Sarpra (sarana prasarana) seluas 525,60 ha yang terdiri dari: alur (318,50 ha), pekarangan dinas (3,40 ha), jalan (1,80 ha), SUTT (12,8 ha), penggunaan lain (144,20 ha), TPK (18,20 ha), lapangan (2,30 ha), kuburan (24,40 ha). KPS seluas 1.208,10 ha (32 % dari kawasan lindung) merupakan kawasan hutan yang tersebar pada sempadan sungai (1.081,40 ha), sempadan waduk (116,50 ha) dan mata air (19,80 ha).


(22)

5.1 Kadar Air

Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Hasil perhitungan kadar air pohon jati disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Rata-rata kadar air pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.) pada berbagai bagian pohon

KU Kadar Air (%)

Batang Cabang Ranting Daun Akar

I 113,72 114,28 72,17 50,98 113,47

II 78,89 56,97 66,72 103,83 81,90

III 76,70 62,40 50,89 131,84 69,56

IV 82,16 85,16 85,68 44,62 83,87

V 39,16 37,83 19,15 - 62,38

Rata-rata 78,13 71,33 58,92 82,82 82,24

Keterangan: (-) = tidak ada sampel

Tabel 6 menunjukkan KU V memiliki kadar air yang terendah pada semua bagian pohon kecuali daun. Hal ini karena telah dilakukan peneresan sehingga kadar air pada KU V mengalami penurunan. Teresan dilaksanaan pada tanaman hutan yang sudah masuk masa tebang dan telah ditetapkan sebagai calon lokasi tebangan habis. Pelaksanaan teresan dua tahun sebelum penebangan.

Daun memiliki rata-rata kadar air tertinggi sebesar 82,82 % dan bagian pohon yang kadar airnya paling rendah terdapat pada ranting dengan nilai rata-rata sebesar 58,92 %. Daun memiliki kadar air yang tinggi karena daun adalah tempat berlangsungnya fotosintesis yang pada umumnya memiliki banyak rongga sel yang diisi oleh air. Luasnya permukaan daun menyebabkan daun jati memiliki jumlah stomata yang mampu menyerap air dari lingkungan. Menurut Tsoumis (1991) dalam Pandit dan Ramdan (2002) air yang dapat diserap dari lingkungan dapat berupa uap air atau air dalam bentuk air cair.

Ranting memiliki kadar air terendah karena pengaruh gaya gravitasi bumi yang menyebabkan pengiriman air ke bagian yang lebih tinggi memerlukan tekanan kapiler yang besar (Bakar et al. 1998), selain itu komposisi zat penyusun


(23)

air.

5.2 Berat Jenis

Berat jenis kayu diperoleh dari berat kering kayu dibagi dengan volume kayu dalam keadaan kering udara. Menurut Pandit dan Ramdan (2002) berat jenis yang didasarkan pada berat kering udara adalah angka yang paling baik karena hampir konstan dan mudah diulangi penentuannya. Hasil perhitungan rata-rata berat jenis pohon jati disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Rata-rata berat jenis pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.) pada berbagai bagian pohon

KU Berat Jenis

Batang Cabang Ranting Daun Akar

I 0,40 0,47 0,39 0,17 0,47

II 0,59 0,56 0,58 0,10 0,59

III 0,55 0,61 0,61 0,09 0,63

IV 0,56 0,50 0,47 0,11 0,58

V 0,56 0,62 0,54 - 0,57

Rata-rata 0,53 0,55 0,52 0,12 0,57

Keterangan: (-) = tidak ada sampel

Berdasarkan pada Tabel 7, dapat diketahui bahwa nilai berat jenis berkisar antara 0,52-0,57 kecuali untuk daun sebesar 0,12. Hal ini berbeda dengan Martawijaya et al. (1981) yang menyatakan bahwa berat jenis jati berkisar antara 0,6-0,75 untuk jati yang sudah masak tebang sekitar 50 tahun. Hal ini disebabkan pohon jati yang lebih tua mempunyai berat jenis yang lebih tinggi dan adanya pengaruh tempat tumbuh. Kayu yang tumbuh pada tanah yang baik menghasilkan kayu dengan berat jenis yang lebih rendah dibandingkan pada tanah yang kurang baik (Pandit dan Ramdan 2002). Berat jenis kayu jati dalam penelitian ini berada dalam kisaran besarnya berat jenis jati menurut Hadjibet al. (2006) yaitu jati yang berumur 7 tahun mempunyai berat jenis sekitar 0,49-0,65.


(24)

5.3 Kadar Zat Terban Kadar zat terba dan hilang pada pem dan fenolik. Rata-rata

Gambar 1 Rata-rata berbagai ba

Berdasarkan ha kadar zat terbang ter karena daun lebih ba dan fenolik yang muda berada pada kayu (Ha

5.4 Kadar Abu Kadar abu a pemanasan tinggi, yan kalsium, kalium dan yang tidak terbakar y mangan dan silikon (H pohon jati disajikan pa

0 10 20 30 40 50 Batan K a d a r z a t te r b a n g ( %)

Rata

bang

erbang menunjukkan kandungan zat-zat yang m manasan 950 0C yang tersusun dari senyawa

ta kadar zat terbang pohon jati disajikan pada G

ta kadar zat terbang pohon Jati (Tectona grandi

ai bagian pohon.

n hasil analisis di laboratorium yang disajikan terbesar terdapat pada bagian daun sebesar 45,72 banyak mengandung zat ekstraktif (senyawa

udah menguap pada suhu 950 0C) sebesar 7 Haygreen dan Bowyer 1982).

bu adalah jumlah oksida-oksida logam yan yang terdiri dari mineral-mineral terikat kuat pa dan magnesium. Abu dapat ditelusuri karena a

r yang mengandung unsur-unsur seperti kalsium on (Haygreen dan Bowyer 1982). Hasil perhitunga

n pada Gambar 2.

tang Cabang Ranting Daun

Bagian pohon

ata-rata kadar zat terbang (%)

g mudah menguap a alifatik, terpena da Gambar 1.

andis Linn. f.) pada

n pada Gambar 1, r 45,72%. Hal ini a alifatik, terpena r 70% dan 3-30%

ang tersisa pada pada arang seperti na adanya senyawa sium, magnesium, tungan kadar abu

Akar


(25)

Gambar 2 Rata-rata bagian poho

Gambar 2 me pada daun yaitu sebe kadar abu terbesar ber nilai kadar abu daun anorganik dibanding yang melakukan fotosi

5.5 Kadar Karbon Hasil pengukur menunjukkan bahwa pada bagian batang y 62,63%, ranting 59,72 Langi (2007) yang m besar dibandingkan de daun.

Gambar 3 Rata-rata k bagian poho 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 Batang K a d a r a b u ( %)

R

0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 Batan K a d a r k a r b o n ( %)

ta kadar abu pohon Jati (Tectona grandis Linn. n pohon.

menunjukan bahwa nilai rata-rata kadar abu t besar 2,90%. Hal ini sejalan dengan penelitian berada pada daun yaitu berkisar antara 2,3% - 3,4

un tertinggi karena daun mengandung lebih g bagian pohon yang lain dan daun sebagai ba otosintesis (xilem mengangkut air dan mineral m

ukuran kadar karbon disajikan pada Gamba a rata-rata kadar karbon pada bagian pohon te g yaitu sebesar 66,17%, disusul bagian akar 63,60% 59,72% dan daun 51,37%. Hal ini sejalan de

menyatakan bahwa kadar karbon pada bagi n dengan bagian pohon lainnya seperti akar, cab

a kadar karbon pohon Jati (Tectona grandis Linn. n pohon.

ng Cabang Ranting Daun

Bagian pohon

Rata-rata kadar abu (%)

tang Cabang Ranting Daun

Bagian pohon

Rata-rata kadar karbon (%)

nn. f.) pada berbagai

bu terbesar terdapat ian Onrizal (2004) - 3,4%. Persentase bih banyak bahan bagian dari pohon l menuju daun).

bar 3. Gambar 3 pohon tertinggi terdapat r 63,60%, cabang dengan penelitian gian batang lebih abang, ranting dan

nn. f.) pada berbagai

Akar


(26)

Tingginya kadar karbon pada bagian batang karena batang memiliki zat penyusun kayu lebih banyak dan pada saat penyebaran hasil proses fotosintesis, batang mampu menyimpan lebih banyak polisakarida dibanding bagian pohon lainnya. Karbohidrat atau polisakarida dalam tumbuh-tumbuhan mempengaruhi besarnya kadar karbon yang tersimpan di dalam jaringan tumbuhan karena polisakarida dalam tubuh-tumbuhan mengandung 50% karbon, 44% oksigen, dan 6% hidrogen (Sitompul dan Bambang 1995).

Kayu secara umum tersusun oleh selulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang sebagian besar disusun dari unsur karbon. Kadar karbon bagian batang pohon penting dalam menduga potensi karbon tegakan dan banyak digunakan sebagai dasar perhitungan dalam pendugaan karbon.

Hasil uji t-student kadar karbon pada berbagai bagian pohon disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan bahwa perbedaan kadar karbon sangat nyata dan nyata terlihat hampir pada semua bagian pohon. Perbedaan sangat nyata terdapat pada batang dengan daun, batang dengan akar, cabang-ranting dengan daun, daun dengan akar. Perbedaan nyata terdapat pada batang dengan cabang-ranting, dan cabang-ranting dengan akar. Hasil pengujian beda nyata ini menunjukkan bahwa kadar karbon pada setiap bagian pohon tidak sama.

Tabel 8 Hasil uji t-student kadar karbon pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.) pada berbagai bagian pohon

Bagian Pohon Cabang-Ranting Daun Akar

Batang 0,027* 0,000** 0,000**

Cabang-Ranting 0,000** 0,010*

Daun 0,000**

Keterangan: ** = Berbeda sangat nyata (p<0,01) pada selang kepercayaan 99% * = Berbeda nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% Tn

= Tidak berbeda nyata (>0,05) pada selang kepercayaan 95% KU = Kelas Umur

5.6 Biomassa

Biomassa bagian-bagian pohon dinyatakan dalam bobot kering yang dihitung dari hasil penimbangan bobot basah di lapangan. Rata-rata biomassa pohon jati disajikan pada Tabel 9.


(27)

Tabel 9 Rata-rata biomassa pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.) pada berbagai bagian pohon

KU Biomassa (kg)

Batang Cabang Ranting Daun Akar Total

I 15,40 1,19 2,83 1,48 2,84 22,75

II 89,62 2,27 9,20 3,70 45,24 148,89

III 383,91 4,30 17,00 5,22 70,12 477,68

IV 688,65 11,96 51,36 15,66 110,96 870,61

V 653,03 13,01 26,06 - 87,88 769,14

Rata-rata 366,12 6,55 21,29 6,51 63,41 457,81

Keterangan: (-) = tidak ada sampel

Batang bagian pohon merupakan komponen terbesar penyusun biomassa yaitu sebesar 366,12 kg, diikuti dengan bagian akar (63,41 kg), ranting (21,29 kg), cabang (6,55 kg), dan daun (6,51 kg). Hal ini sejalan dengan penelitian Kraenzel

et al. (2003) dimana biomassa tertinggi pohon jati berada pada batang sebesar 65,28%. Besarnya biomassa pada batang berkaitan erat dengan hasil produksi pohon yang didapat melalui proses fotosintesis. Batang memiliki zat penyusun kayu lebih banyak dan mengisi rongga sel dibandingkan air sehingga bobot biomassa batang menjadi lebih besar.

5.7 Massa Karbon

Massa karbon pada setiap bagian pohon bervariasi nilainya. Variasi ini terjadi karena perbedaan kelas umur dan perlakuan terhadap tanaman jati. Rata-rata komponen massa karbon disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Rata-rata massa karbon pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.) pada berbagai bagian pohon

KU Massa Karbon (kg)

Batang Cabang Ranting Daun Akar Total

I 9,46 0,77 1,78 0,91 1,78 14,06

II 61,52 1,57 6,32 2,54 31,18 102,34

III 251,59 2,84 11,08 3,42 45,80 312,83

IV 429,60 7,45 32,02 9,72 69,17 542,99

V 423,94 9,16 16,89 - 57,10 499,46

Rata-rata 235,22 4,36 13,62 4,15 41,00 294,34


(28)

Massa karbon terbesar terdapat pada batang sebesar 235,22 kg, diikuti dengan bagian akar (41,00 kg), ranting (13,62 kg) cabang (4,36 kg) dan daun (4,15 kg). Tabel 10 menunjukkan bahwa potensi massa karbon pada KU IV lebih tinggi dari pada kelas umur lain. Potensi massa karbon pada KU IV erat kaitannya dengan potensi biomassa pada KU IV. Massa karbon pada batang erat kaitannya dengan tingginya potensi biomassa batang dibandingkan dengan bagian pohon lainnya. Peningkatan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa semakin besar biomassa maka akan semakin besar pula massa karbon.

5.8 Model Penduga Biomassa Pohon Jati (Tectona grandis. Linn. f)

Model persamaan biomassa terdiri dari model yang dibuat atas satu peubah (diameter) dan dua peubah bebas (diameter, tinggi bebas cabang atau tinggi total). Pada Tabel 11 dapat dilihat model persamaan batang, cabang-ranting, daun, akar dan total, nilai R2(adj) tertinggi dimiliki oleh model persamaan yang memiliki dua peubah bebas (diameter, tinggi total). Tabel 11 menunjukkan bahwa seluruh persamaan atau model dapat diterima (P<0,05) karena peubah bebasnya memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap perubahan biomassa. Model persamaan yang dibentuk dapat dilihat di Tabel 11.

Tabel 11 Model penduga biomassa bagian-bagian pohon Jati (Tectona grandis

Linn. f.)

Bagian pohon Model persamaan S P R

2

(adj) F hit

F tabel 95% 99%

Batang

B = 0,0512 D2,67 0,151 0,00 0,95 532,31 4,19 7,63 B = 0,051D2,65Tbc0,030 0,154 0,00 0,94 256,79 3,35 5,48 B = 0,0316 D2,10Tt0,802 0,125 0,00 0,96 396,47 3,35 5,48 Cabang-Ranting B = 0,0676 D

1,77

0,156 0,00 0,88 219,40 4,19 7,63 B = 0,067D1,63Tbc0,206 0,158 0,00 0,88 108,45 3,35 5,48 B = 0,0447D1,29Tt0,669 0,140 0,00 0,90 139,79 3,35 5,48

Daun

B = 0,0275 D1,73 0,177 0,00 0,83 118,70 4,19 7,63 B = 0,024D2,04Tbc-0,403 0,177 0,00 0,83 59,68 3,35 5,48 B = 0,0257D1,12Tt0,668 0,174 0,00 0,84 62,10 3,35 5,48 Akar B = 0,0468 D

2,19

0,279 0,00 0,78 105,92 4,19 7,63 B = 0,046D2,25Tbc-0,090 0,284 0,00 0,77 51,15 3,35 5,48 B = 0,0166D0,965Tt1,72 0,208 0,00 0,88 107,03 3,35 5,48

Total

B = 0,1383 D2,45 0,146 0,00 0,94 481,38 4,19 7,63 B = 0,138D2,43Tbc0,030 0,149 0,00 0,94 232,23 3,35 5,48 B = 0,0794 D1,80Tt0,916 0,107 0,00 0,97 455,50 3,35 5,48


(29)

Bagian pohon Model persamaan S P R

2

(adj) F hit

F tabel 95% 99%

Batang B = 0,0316D2,10Tt0,802 0,125 0,00 0,96 396,47 3,35 5,48

Cabang-Ranting B = 0,0447D1,29Tt0,669 0,140 0,00 0,90 139,79 3,35 5,48

Daun B = 0,0257D1,12Tt0,668 0,174 0,00 0,84 62,10 3,35 5,48

Akar B = 0,0166D0,965Tt1,72 0,208 0,00 0,88 107,03 3,35 5,48

Total B = 0,0794D1,80Tt0,916 0,107 0,00 0,97 455,50 3,35 5,48

Keterangan: B = Biomassa (kg)

D = diameter setinggi dada (cm) Tbc = Tinggi bebas cabang (m) Tt = Tinggi total (m)

S = Simpangan baku

P = Taraf nyata

R2(adj) = Koefisien determinasi

F = Uji

Pada Tabel 12 model pendugaan biomassa terbaik menggunakan dua peubah bebas yaitu diameter dan tinggi total. Salah satu syarat model terbaik yang dapat dipilih (selain memiliki R2(adj) yang tinggi, Fhit>Ftabel, P<0,05) harus efektif dan efisien baik dalam hal waktu dan biaya pada saat pengambilan data. Pemilihan model penduga diameter dapat dijadikan sebagai model penduga potensi biomassa pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.) untuk keperluan kepraktisan dalam penelitian. Model terpilih untuk penduga biomassa pada jati yaitu B = 0,1383 D2,45.

5.9 Model Penduga Massa Karbon Pohon Jati (Tectona grandis. Linn. f) Model penduga massa karbon dapat dilihat pada Tabel 13. Model penduga ini menggunakan satu peubah (diameter) dan dua peubah bebas (diameter, tinggi bebas cabang atau tinggi total). Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa persamaan terbaik dimiliki oleh model persamaan dengan dua peubah bebas (diameter, tinggi total). Hal ini karena model persamaan tersebut memiliki nilai R2(adj) tertinggi dibandingkan dengan model persamaan satu peubah (diameter) dan dua peubah (diameter, tinggi bebas cabang). Model persamaan batang memiliki nilai R2(adj) sebesar 0,96, diikuti dengan bagian cabang-ranting (0,89), daun (0,84), akar (0,86), dan total (0,96).

Seperti halnya model persamaan pada biomassa, model persamaan massa karbon memiliki nilai P<0,05 sehingga seluruh persamaan atau model dapat diterima (P<0,05) karena peubah bebasnya memiliki pengaruh yang sangat nyata


(30)

terhadap perubahan massa karbon pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.). Model persamaan terbaik dapat dilihat pada Tabel 14.

Pemilihan persamaan model terbaik dapat dilihat dari nilai R2(adj), namun untuk kepraktisan dalam penelitian dapat digunakan model penduga diameter yang mudah diukur di lapangan. Model terpilih untuk penduga massa karbon pada jati yaitu M = 0,0933 D2,44.

Tabel 13 Model penduga massa karbon pohon Jati (Tectona grandisLinn. f.)

Bagian pohon Model persamaan S P R

2

(adj) F hit

F tabel 95% 99%

Batang

M = 0,0033 D2,66 0,161 0,00 0,94 465,10 4,19 7,63 M = 0,03467 D2,65Tbc0,013 0,164 0,00 0,94 224,26 3,35 5,48 M = 0,0204 D2,05Tt0,851 0,134 0,00 0,96 345,51 3,35 5,48 Cabang-Ranting M = 0,0447 D

1,76

0,166 0,00 0,87 192,87 4,19 7,63 M = 0,0457 D1,63Tbc0,189 0,168 0,00 0,87 94,76 3,35 5,48 M = 0,0288 D1,25Tt0,718 0,148 0,00 0,89 124,27 3,35 5,48

Daun

M = 0,0186 D1,71 0,179 0,00 0,83 113,79 4,19 7,63 M = 0,0170 D1,99Tbc-0,358 0,181 0,00 0,83 56,54 3,35 5,48 M = 0,0166 D0,919Tt0,879 0,172 0,00 0,84 63,73 3,35 5,48 Akar M = 0,0316 D

2,18

0,296 0,00 0,76 93,25 4,19 7,63 M = 0,0316 D2,26Tbc-0,107 0,301 0,00 0,75 45,06 3,35 5,48 M = 0,0107 D0,920Tt1,77 0,226 0,00 0,86 90,18 3,35 5,48

Total

M = 0,0933 D2,44 0,159 0,00 0,93 401,71 4,19 7,63 M = 0,0933 D2,43Tbc0,014 0,162 0,00 0,93 193,70 3,35 5,48

M = 0,0512 D1,75Tt0,964 0,121 0,00 0,96 359,24 3,35 5,48

Keterangan: M = Massa karbon (kg)

D = diameter setinggi dada (cm) Tbc = Tinggi bebas cabang (m) Tt = Tinggi total (m)

S = Simpangan baku

P = Taraf nyata

R2(adj) = Koefisien determinasi

F = Uji F

Tabel 14 Model penduga massa karbon terbaik pohon Jati (Tectona grandis

Linn.f.)

Bagian pohon Model persamaan S P R

2

adj F hit

F tabel 95% 99% Batang M = 0,0204D2,05Tt0,851 0,134 0,00 0,96 345,51 3,35 5,48 Cabang-Ranting M = 0,0288D1,25Tt0,718 0,148 0,00 0,89 124,27 3,35 5,48 Daun M = 0,0166D0,919Tt0,879 0,172 0,00 0,84 63,73 3,35 5,48 Akar M = 0,0107D0,920Tt1,77 0,226 0,00 0,86 90,18 3,35 5,48 Total M = 0,0512D1,75


(31)

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Kadar karbon terbesar berada pada batang (66,168%) dan terkecil berada pada daun (51,37%). Biomassa terbesar berada pada batang (366,12 kg) dan terkecil daun (6,51 kg). Massa karbon terbesar terdapat pada batang (235,22 kg) dan terkecil daun (4,15 kg)

2. Persamaan alometrik biomassa pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.) yang terbaik adalah:

B Batang = 0,0316 D2,10Tt0,802

B Cabang-Ranting = 0,0447 D1,29Tt0,669 B Daun = 0,0257 D1,12Tt0,668

B Akar = 0,0166 D0,965Tt1,7

3. Persamaan alometrik massa karbon pohon Jati (Tectona grandisLinn. f.) yang terbaik adalah:

M Batang = 0,0204 D2,05Tt0,851

M Cabang-Ranting = 0,0288 D1,25Tt0,718 M Daun = 0,0166 D0,919Tt0,879

M Akar = 0,0512 D1,75Tt0,964

4. Hasil uji t-student kadar karbon pada berbagai bagian pohon menunjukkan bahwa perbedaan sangat nyata terdapat pada batang dengan daun, batang dengan akar, cabang-ranting dengan daun, daun dengan akar. Perbedaan nyata terdapat pada batang dengan cabang-ranting, dan cabang-ranting dengan akar 5. Persamaan alometrik biomassa Jati (Tectona grandis Linn. f.) yang digunakan

untuk keperluan kepraktisan dalam penelitian yaitu B = 0,1383 D2,45

6. Persamaan alometrik massa karbon Jati (Tectona grandis Linn. f.) yang digunakan untuk keperluan kepraktisan dalam penelitian yaitu:

M = 0,0933 D2,44

6.2 Saran

Perlu adanya penelitian lanjut mengenai biomassa dan massa karbon pada serasah, pohon mati dan tumbuhan bawah tegakan jati.


(32)

(KPH Balap

DEPA

IN

alapulang, Perum Perhutani Unit I, Jawa Te

TIRA MUTIARA

EPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

a Tengah)


(33)

Playen, Kabupaten Gunungkidul) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

[ASTM]. American Society for Testing Material. 1990a. ASTM D 2866-94.

Standard Test Method For Total ash Content of Activated Carbon. Philadelphia.

[ASTM]. American Society for Testing Material. 1990b. ASTM D 5832-98.

Standard Test Method For Total ash Content of Activated Carbon. Philadelphia.

Bakar ES, Rachman O, Hermawan D, Karlinasari L dan Rosdiana N. 1998. Pemanfaatan Batang Kelapa Sawit sebagai Bahan Bangunan dan

Furniture. Jurnal Teknologi Hasil Hutan (9): 1-12. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest.A Primer.Forestry Paper(134): 10-13.

[CIFOR]. Center for International Forestry Research. 2005. Siklus Proyek Karbon Hutan.Carbon Brief(2): 1-4.

Elias. 2010. Inovasi Metodologi dan Estimasi Cadangan Karbon dalam Hutan dalam Rangka Program Reduced Emissions from Deforestation and Degradation (REDD) Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Hadjib N, Muslich M, Sumarni G. 2006. Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Jati Super dan Jati Lokal dari Beberapa Daerah Penanaman. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 24(4):359-369. Bogor: Pusat Litbang Hasil Hutan.

Haygreen JG, Bowyer JL. 1982. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Hadikusumo SA. Penerjemah; Prawirohatmodjo S, Editor. Yogyakarta: Gadjah Mada.

[KPH]. Kesatuan Pemangkuan Hutan Balapulang. 2011a. Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) (High Conservation Value Forest-HCVF) KPH Balapulang. Tegal: Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah KPH Balapulang

[KPH]. Kesatuan Pemangkuan Hutan Balapulang. 2011b. Dampak Pengelolaan dan Pemantauaan Lingkunagn (DPPL). Tegal: Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah KPH Balapulang.

Kumar BM, Nair PKR. 2011. Carbon Sequestration Potential of Agroforestry Systems. New York: Springer Dordrecht Heidelberg.


(34)

Kraenzel M, Castillo A, Moore T, Potvin C. 2003.Carbon Storage of Harvest-age Teak (Tectona grandis Linn. f.) Plantations,Panama.Forest Ecology and Management(173): 213-225.

Kusmana C. 1993.A Study on Mangrove Forest Management Base on Ecological Data in East Sumatera,Indonesia[Desertation]. Japan: Kyoto University. Langi YAR. 2007. Model Penduga Biomassa dan Karbon Pada Tegakan Hutan

Rakyat Cempaka (Elmerrillia Ovalis) dan Wasian (Elmerrrillia Celebica) di Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Masripatin N, Ginoga K, Pari G, Dharmawan WS, Siregar CA, Wibowo A, Puspasari D. 2011. Cadangan Karbon pada Berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

Martawijaya A, Kartasjana I, Madang YI, Prawira SA, Kadir K. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid 2. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Nabuurs GJ, Mohren GMJ. 1995. Modelling Analysis of Potential Carbon Sequestration in Selected Forest Type.Can. J. For. Res(25): 1157-1172. Onrizal. 2004. Model Penduga Biomassa dan Karbon Tegakan Hutan Kerangas di

Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pagare P. 2010.Applied Plant Geography. Delhi: Oxford Book Company.

Pandit IKN, Ramdan H. 2002. Anatomi Kayu. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Rusulono T. 2006. Model Pendugaan Persediaan Karbon Tegakan Agroforestri untuk Pengelolaan Hutan Milik Melalui Skema Perdagangan Karbon [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sitompul SM, Bambang G. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(35)

DEPA

IN

TIRA MUTIARA

EPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(36)

(KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah)

TIRA MUTIARA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(37)

Unit I, Jawa Tengah).Dibimbing oleh ELIAS.

Hutan berperan mengurangi gas rumah kaca (GRK) yang menjadi pemicu perubahan iklim global dengan cara mengikat gas CO2di atmosfer. Pada konvensi perubahan iklimConference of the Partieske tiga tahun 1997 dihasilkan Protokol Kyoto. Salah satu isi protokol ini menjadi landasan bagi negara-negara maju untuk membiayai proyek rendah polusi di negara yang sedang berkembang. Penghitungan massa karbon hutan menggunakan persamaan alometrik biomassa dan massa karbon belum banyak dilakukan, sehingga dibutuhkan penelitian untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.

Jati (Tectona grandis Linn. f.) dikenal sebagai kayu komersial bermutu tinggi dan banyak ditanam di Pulau Jawa. Penelitian ini dilakukan di KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan persamaan alometrik biomassa dan massa karbon pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.). Pemilihan pohon sampel dalam setiap kelas umur dilakukan secara purposive sampling, mulai dari kelas umur 1 hingga kelas umur 5. Uji laboratorium dilakukan untuk menentukan kadar karbon pada setiap bagian pohon. Persamaan terbaik dipilih dengan menggunakan persamaan alometrik berdasarkan nilai R2(adj) tertinggi, (taraf nyata) p<0,05, Fhitung>Ftabel, simpangan baku terkecil (s).

Hasil penelitian ini menujukkan adanya perbedaan kadar karbon pada berbagai bagian pohon (batang, cabang, ranting, daun, dan akar). Persamaan alometrik terpilih untuk biomassa pohon Jati adalah B = 0,1383 D2,45 dan persamaan alometrik terpilih untuk massa karbon pohon Jati adalah M = 0,0933 D2,44.


(38)

TIRA MUTIARA. E14080063. Biomass and Carbon Mass Allometric Equation Models of Tectona grandis Linn. f. (KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I, Central Java). Under supervision of ELIAS.

The forest contribute to reduce greenhouse gases (GHG) that become trigger global climate change by binding the CO2 gas in the atmosphere. In the climate change convention entitledConference of the Parties held in 1997, Kyoto Protocol was declared. One of the contents of this protocol is used by the developed countries as the basis to finance low-pollution project in developing countries. Calculating the forest carbon mass using allometric equations of biomasss and carbon mass is still rarely done, therefore the research is needed to gain further information.

The Teak tree (Tectona grandis Linn. f.) is known as a high-quality commercial wood and it is widely planted in Java Island. This research was conducted at KPH Balapulang, Perum Perhutani’s Unit I, Central Java. The objective of this research is to get allometric equation of biomass and carbon mass for Teak tree (Tectona grandis Linn. f.). Selection of sample trees in each age class was conducted by purposive sampling, ranging from age class 1 to age class 5. Laboratory test were conducted to determine the carbon content in each part of the tree. Best equation was selected conducted using allometric regression based on the highest R2(adj), (real level) p <0,05, Fcount > Ftable and smallest standard deviation (s).

The results of the this study showed the differences of the carbon content in various parts of the tree (trunk, branches, twigs, leaves, and roots). Allometric equations selected for biomass Teak tree (Tectona grandis Linn. f.) is B = 0,1383 D2,45 and allometric equation selected for Teak tree carbon mass is M = 0,0933 D2,44.


(39)

Biomassa dan Massa Karbon Pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.) (KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi dan lembaga tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

TIRA MUTIARA


(40)

(KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah) Nama : Tira Mutiara

NIM : E14080063

Departemen : Manajemen Hutan

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Elias NIP 19560902 198103 1 003

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP 19630401 199403 1 001


(41)

Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.) (KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayahanda H. Sobarna dan Ibunda Enung Suryanah, Kakakku Santika, Adikku Syafitri Mulyasari dan Nawal Zidni, yang telah memberikan doa, dukungan serta kasih sayang kepada penulis

2. Prof. Dr. Ir. Elias yang telah membimbing dan memberi arahan selama penelitian dan penulisan skripsi

3. Dr. Ir. Harnios Arief, M.Sc selaku penguji dari departemen Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekowisata

4. Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS selaku ketua sidang yang telah meluangkan waktunya untuk memimpin sidang komprehensif

5. Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. selaku Kepala departemen Manajemen Hutan dan staf tata usaha Departemen Manajemen Hutan

6. Anggar Widiyatmoko S.Hut selaku administrator, Gatot Farid Prabowo S.Hut selaku KASI PSDH, Bapak Budi, Bapak Hapid, serta semua staf KPH Balapulang yang sudah bersedia membantu dalam proses pengambilan data di lapangan

7. Hesti Septianingrum, Dwi Listyarini, Ahmad Sofiyullah Zain, atas kerjasamanya dalam penelitian dan pengolahan data

8. Teman-teman Manajemen Hutan 45 atas semangat, dukungan serta doanya 9. Teman-teman di kosan Shofura: Aninta, Andri Dwi, Sekar, Wide, Anita yang

telah memberikan kenangan selama penulis di kosan

10. Ivan Meidyana Ramdhan S.Hut atas semangat, dukungan, doa dan cerita tentang kita

11. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu Bogor, Januari 2013


(42)

kedua dari empat bersaudara pasangan H. Sobarna dan Enung Suryanah.

Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 1 Sukaresmi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staf Departemen Projek International Association of Student in Agricultural and Related Sciences Local Committee Institut Pertanian Bogor (IAAS-LC IPB) tahun 2008-2009, staf kesekretariatan

International Forestry Student Association Local Committee Institut Pertanian Bogor (IFSA-LC IPB) tahun 2009-2010, peserta Exsultate and Jubilate IAAS 2008, peserta Youth in agricultural Expo and Talk Show, panitia The 37th International Forestry Student’s Symposium Indonesia 2009, panitia Bina Corp Rimbawan (BCR) Fakultas Kehutanan pada tahun 2010, panitia Temu Manajer (TM) jurusan Manajemen Hutan pada tahun 2010. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT Trisetia Intiga Kalimantan Tengah selama periode Februari-April 2012.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.) (KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah) dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Elias.


(43)

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vii I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan... 2 II TINJAUAN PUSTAKA... 3 2.1 Deskripsi Pohon Jati ... 3 2.2 Biomassa ... 4 2.3 Karbon Hutan ... 5 2.4 Kadar Zat Terbang... 5 2.5 Kadar Abu ... 5 2.6 Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon... 6 III METODE PENELITIAN... 7 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 7 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 7 3.3 Metode Pengumpulan Data ... 7 3.3.1 Metode Pemilihan Pohon Sampel... 8 3.3.2 Metode Pengumpulan Data Pohon sampel ... 9 3.3.3 Metode Pengambilan Bahan Uji Laboratorium di Lapangan ... 11 3.3.3 Metode Pengujian Bahan Uji Laboratorium ... 12 3.4 Metode Pengolahan Data... 14 3.5 Analisis Data ... 16 IV KONDISI UMUM ... 17 4.1 Letak dan Luas Areal ... 17 4.2 Keadaan Lapangan dan Sosial Budaya... 19 4.2.1 Tanah dan Geologi... 19


(44)

4.2.2 Daerah Aliran Sungai... 19 4.2.3 Iklim dan Curah Hujan ... 19 4.2.4 Topografi dan Kelerengan ... 20 4.3 Jenis Vegetasi ... 20 4.4 Sosial Ekonomi dan Budaya... 21 V HASIL DAN PEMBAHASAN... 22 5.1 Kadar Air ... 22 5.2 Berat Jenis ... 23 5.3 Kadar Zat Terbang... 24 5.4 Kadar Abu ... 24 5.5 Kadar Karbon ... 25 5.6 Biomassa ... 26 5.7 Massa Karbon ... 27 5.8 Model Penduga Biomassa Pohon Jati (Tectona grandis. Linn. f)... 28 5.9 Model Penduga Massa Karbon Pohon Jati (Tectona grandis. Linn. f) ... 29 VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 31 6.1 Kesimpulan... 31 6.2 Saran ... 31 DAFTAR PUSTAKA ... 32 LAMPIRAN ... 34


(45)

1. Model Persamaan alometrik terpilih untuk pendugaan biomassa pohon

Acacia crassicarpa ... 6 2. Kisaran kelas umur pohon jati yang dijadikan bahan penelitian ... 8 3. Daftar RPH di wilayah KPH Balapulang... 18 4. Data rata-rata curah hujan dua tahun (2009-2010) ... 20 5. Rata-rata kadar air pohon Jati (Tectona grandisLinn. f) pada berbagai

bagian pohon ... 22 6. Rata-rata berat jenis pohon Jati (Tectona grandisLinn. f) pada berbagai

bagian pohon ... 23 7. Hasil ujit-studentkadar karbon pohon Jati (Tectona grandisLinn. f )

pada berbagai bagian pohon... 26 8. Rata-rata biomassa pohon Jati (Tectona grandisLinn. f) pada berbagai

bagian pohon ... 27 9. Rata-rata berat jenis pohon Jati (Tectona grandisLinn. f) pada berbagai

bagian pohon ... 27 10. Model penduga biomassa bagian-bagian pohon Jati (Tectona grandis

Linn.f)... 28 11. Model penduga biomassa terbaik pohon Jati (Tectona grandisLinn. f.)... 29 12. Model penduga massa karbon pohon Jati (Tectona grandisLinn. f.)... 30 13. Model penduga massa karbon terbaik pohon Jati (Tectona grandisLinn.f)…30


(46)

1. Rata-rata kadar zat terbang pohon Jati (Tectona grandis. Linn. f)

pada berbagai bagian pohon……….24 2. Rata-rata kadar abu pohon Jati (Tectona grandis. Linn. f)

pada berbagai bagian pohon……….25 3. Rata-rata kadar karbon pohon Jati (Tectona grandis. Linn. f)


(47)

1. Perhitungan volume, biomassa dan massa karbon batang pohon Jati... 35 2. Perhitungan volume, biomassa dan massa karbon cabang pohon Jati ... 36 3. Perhitungan kadar zat terbang pada berbagai bagian pohon Jati ... 38 4. Perhitungan kadar abu pada berbagai bagian pohon Jati ... 39 5. Perhitungan kadar karbon pada berbagai bagian pohon Jati... 41


(48)

1.1 Latar Belakang

Hutan menampung sebagian besar keanekaragaman hayati dunia dan menyediakan berbagai jasa lingkungan yang sangat fundamental bagi kehidupan di bumi ini. Hutan berfungsi menstabilkan tanah, mencegah erosi, memelihara pasokan air bersih dan berperan mengurangi gas rumah kaca (GRK) yang menjadi pemicu perubahan iklim global dengan cara mengikat gas CO2di atmosfer. Gas CO2merupakan salah satu GRK.

GRK yaitu gas-gas tertentu yang bisa menyebabkan efek rumah kaca seperti karbon dan uap air dalam bentuk awan. Gas-gas yang termasuk dalam emisi GRK yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), dan sulfur heksafluorida (SF6). Gas-gas tersebut menjadi gas-gas utama penyebab kerusakan lapisan ozon di atmosfer dan menyebabkan pemanasan global. Pemanasan global yaitu proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan suhu daratan bumi. Pemanasan global akan diikuti dengan perubahan iklim.

Rintisan awal untuk mengembangkan mekanisme pembiayaan penyerapan karbon dimulai pada Pertemuan Tingkat Tinggi Bumi I di Rio de Janeiro (Brazil) tahun 1992. Pada waktu itu lebih dari 150 negara menandatangani perjanjian kerjasama untuk mengantisipasi perubahan iklim di bawah naungan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dengan menetapkan batas-batas pelepasan (emisi) gas-gas rumah kaca ke udara. Anggota konvensi ini mengadakan pertemuan pertama di Berlin pada tahun 1995 yang disebut dengan Pertemuan Antar Pihak I atauConference of the Parties (COP I).

Salah satu pertemuan penting yaitu pertemuan ketiga (COP 3) diselenggarakan di Kyoto, Jepang pada bulan Desember 1997 yang menghasilkan

Kyoto Protocol (Protokol Kyoto). Pertemuan ini menjadi landasan bagi implementasi bersama (Join Implementation), Emission Trading, dan Clean Development Mechanism (CDM). CDM mengharuskan negara-negara maju mengurangi pencemaran udara sebesar kurang lebih 5 persen pada tahun 2012 dibandingkan dengan tahun 1990. Pengembangan CDM memberikan kewajiban


(49)

penggunaan lahan untuk penyerapan karbon di negara yang sedang berkembang (CIFOR 2005). Penghitungan yang tepat mengenai jumlah karbon yang terkandung di dalam pohon belum banyak dilakukan.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2010 terdapat dasar hukum yang mengatur Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani). Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara di Indonesia yang memiliki tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan perencanaan, pengurusan, pengusahaan dan perlindungan hutan di wilayah kerjanya. KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Balapulang merupakan salah satu pengelola hutan di Pulau Jawa yang berada dalam lingkup Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, dengan kantor pusat berkedudukan di Jakarta.

KPH Balapulang sebagian besar mengelola hutan Jati yang ada di Pulau Jawa. Penelitian mengenai pendugaan biomassa dan massa karbon pohon Jati yang dihubungkan dengan kelas-kelas umur pohonnya di KPH Balapulang belum banyak dilakukan, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui informasi ini.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan persamaan alometrik biomassa dan massa karbon pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.) terhadap diameter pohonnya.


(50)

2.1 Deskripsi Pohon Jati

Jati (Tectona grandis Linn. f.) dikenal sebagai kayu komersial bermutu tinggi, termasuk dalam suku Verbenaceae. Menurut Pagare (2010) areal penyebaran alaminya terdapat di India, Myanmar, Thailand dan bagian barat Laos. Hutan jati terpisah oleh pegunungan, tanah-tanah datar, tanah-tanah pertanian dan tipe hutan lainnya. Di Indonesia, jati bukan tanaman asli, tetapi sudah tumbuh sejak beberapa abad lalu di Pulau Kangean, Muna, Sumbawa dan Jawa. Pemanfaatan kayu jati di Indonesia sebagai konstruksi ringan dan berat, bahan bangunan rumah, kayu pertukangan dan kayu bahan ukiran.

Di Jawa, jati dikenal dengan nama daerah dalek, dodolan, jate, jatih, jatos, kiati, kidawa, di negara lain dikenal dengan nama gianti, teak, kyun, sagwan, mai sak, teck, teca. Pohon jati dapat mencapai tinggi 45 m dengan panjang bebas cabang 15-20 m, diameter pohon dapat mencapai 250 cm lebih, pada umumnya 50 cm, bentuk batang tidak teratur dan beralur. Jati tumbuh baik pada tanah yang mengandung kapur dan di daerah dengan musim kering yang nyata. Tipe curah hujan C-F yaitu daerah iklim sedang dengan jumlah hujan rata-rata 1.200-2.000 mm per tahun, pada ketinggian 0-700 m dari permukaan laut (Martawijaya et al. 1989). Pohon berbunga pada bulan Oktober-Juni dan buah masak pada bulan Juli-Desember. Jati merupakan jenis tanaman yang tidak selalu hijau, pada musim kering mengalami gugur daun.

Menurut Martawijaya et al. (1989) kayu Jati memiliki kemampuan untuk menahan perubahan bentuk atau lengkungan yang sering dihubungkan dengan kekakuan atau nama lainnya yaitu modulus elastisitas (MOE) yaitu sebesar 122,7 ton/cm2, kerapatan sebesar 0,67 gr/cm3, keteguhan patah (MOR) 1031 kg/cm2, keteguhan geser sejajar serat (R) dan keteguhan geser tangensial (T) masing-masing sebesar 80 dan termasuk kedalam kelas kuat II, kelas awet I.

Sifat kayu jati lainnya antara lain susut-muainya kecil, daya retak yang rendah, tidak mudah rapuh, kekerasannya sedang dan berminyak. Struktur kayu jati mengandung serat-serat yang lebih padat sehingga tidak mudah dipatahkan,


(51)

sebagai alur minyak yang berwarna kecoklatan mengikuti lingkaran tahun.

2.2 Biomassa

Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah nilai bahan organik yang hidup di atas permukaan tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang, dan batang utama yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area. Informasi tentang kandungan biomassa dalam suatu pohon atau hutan sangat penting dalam kegiatan pengelolaan hutan lestari karena hutan dapat dianggap sebagai sumber (source) dan sinks dari karbon serta memberi manfaat jasa lingkungan. Jumlah stok biomassa tergantung pada terganggu atau tidaknya hutan atau pada ada tidaknya permudaan alam dan peruntukkan hutan.

Lugo dan Snedaker (1974)dalamKusmana (1993) mengemukakan bahwa biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan, sedangkan menurut Rusolono (2006) faktor biologi pertumbuhan tanaman dan teknik pemanenan mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon.

Biomassa tersusun dari senyawa karbohidrat yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen, dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman. Menurut Kraenzel (2003) potensi biomassa pada berbagai bagian pohon jati yang berumur 20 tahun berbeda yaitu bagian batang sebesar 65,28%, cabang 16,76%, ranting 1,28%, daun 3,01%, akar 13,41% dan bunga 0,26%. White dan Plaskett (1981) dalam Langi (2007) menyatakan bahwa pohon pada bagian batang memiliki komposisi selulosa 50%, hemiselulosa 20% dan lignin 30%. Jumlah total biomassa tumbuhan suatu area dapat bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis.

Pendugaan biomassa bisa didekati dengan dua cara (Brown 1997). Pendekatan pertama dilakukan berdasarkan pendugaan volume batang kayu berkulit sampai batang bebas cabang, kemudian diubah menjadi kerapatan biomassa (ton/ha) dengan mengalikan dengan faktor ekspansi biomassa. Pendekatan kedua dilakukan dengan menggunakan alometrik persamaan regresi biomassa. Persamaan alometrik biomassa pohon pada umumnya menggunakan


(52)

hubungan antara biomassa pohon (kg/ha) dengan diameter setinggi dada (dbh) (cm) atau tinggi pohon (m). Hubungan tersebut dapat dinyatakan sebagai bentuk: Y = a Dbdan Y= aDbTc

Y adalah biomassa pohon, D adalah diameter setinggi dada, T adalah tinggi pohonn, a, b dan c adalah konstanta.

2.3 Karbon Hutan

Karbon merupakan komponen penting penyusun biomassa tanaman. Hasil rangkuman berbagai studi terhadap berbagai jenis pohon diperkirakan kadar karbon sekitar 45–50% bahan kering dari tanaman (Brown 1997). Menurut Kumar dan Nair (2011) tempat penyimpanan utama karbon adalah dalam biomassa pohon (termasuk bagian atas yang meliputi batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah; bagian bawah yang meliputi akar), bahan organik mati (nekromassa), serasah, tanah, dan yang tersimpan dalam bentuk produk kayu.

Cadangan karbon (C-stock) diartikan sebagai adanya potensi jangka panjang dalam biomassa hutan dan produk hutan. Satuan potensi massa carbon hutan adalah tonC/ha, sedangkan fluks karbon adalah tonC/ha/tahun (Nabuurs dan Mohren 1995).

2.4 Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang dihasilkan dari pemanasan arang yang ditetapkan pada temperatur dan selang waktu standar yaitu 950±20 ºC selama 2 menit (ASTM 1990b). Secara kimia zat terbang terbagi menjadi tiga sub golongan, yaitu senyawa alifatik, terpena dan senyawa fenolik. Zat-zat yang menguap ini akan menutupi pori-pori kayu dari arang (Haygreen dan Bowyer 1982).

2.5 Kadar Abu

Kadar abu adalah jumlah oksida-oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi. Abu tersusun dari mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium. Komponen utama abu dalam kayu tropis yaitu kalium, kalsium, magnesium dan silika. Menurut Haygreen dan Bowyer (1982) kayu mengandung senyawa anorganik yang tetap tinggal setelah terjadi pembakaran pada suhu tinggi pada kondisi oksigen yang melimpah.


(53)

Persamaan alometrik merupakan hubungan antara suatu peubah tak bebas yang diduga oleh satu atau lebih peubah bebas, contohnya adalah hubungan antara volume pohon, biomassa atau massa karbon dengan diameter dan tinggi pohon. Volume pohon, biomassa atau massa karbon merupakan peubah tak bebas yang besar nilainya diduga oleh diameter dan tinggi pohon yang disebut sebagai peubah bebas. Hubungan alometrik biasanya dinyatakan dalam suatu model alometrik. Persamaan tersebut biasanya menggunakan diameter pohon yang diukur setinggi dada atau 1,3 m dari permukaan tanah sebagai dasar. Model persamaan alometrik untuk pendugaan biomassa dan massa karbon pohon Acacia crassicarpadisajikan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1 Model persamaan alometrik terpilih untuk pendugaan biomassa pohon

Acacia crassicarpa

No. Bentuk Hubungan Model Terpilih Persamaan

1 Dbh-Biomassa Akar Power WR = 0,025 D2,414

2 Dbh-Biomassa Batang Power WS = 0,019 D2,977

3 Dbh-Biomassa Cabang Growth WB = e0,746+0,29D

4 Dbh-Biomassa Daun Power WL = 0,398 D1,155

5 Dbh-Biomassa Pohon Power WT = 0,165 D2,399

Sumber: Adiriono (2009)dalamMasripatinet al. (2011)

Tabel 2 Model persamaan alometrik terpilih untuk pendugaan karbon pohon

Acacia crassicarpa

No. Bentuk Hubungan Model Terpilih Persamaan

1 Dbh-Karbon Akar Power CR = 0,012 D2,415

2 Dbh-Karbon Batang Power CS = 0,009 D2,977

3 Dbh-Karbon Cabang Power CB = 0,067 D1,180

4 Dbh-Karbon Daun Power CL = 0,200 D1,154

5 Dbh-Karbon Pohon Power CT = 0,083 D2,399


(1)

40

II 1 0,83 0,74 0,60 0,88 1,67 90,36 1,73 8,59 49,11 3,81 0,85

2 0,71 0,75 0,71 0,75 3,19 67,13 0,91 7,33 43,33 2,93 0,78

3 0,72 0,80 0,74 2,98 77,20 10,45 46,07 4,38 0,81

4 0,79 0,70 0,85 2,13 98,48 10,08 40,79 4,04 0,83

5 0,80 0,80 0,69 0,96 3,06 131,73 1,88 12,09 51,18 3,95 0,88

6 0,89 0,69 0,76 3,90 72,80 6,67 40,95 3,09 0,91

III 1 0,24 0,66 0,69 0,47 3,90 313,56 3,96 16,84 71,03 3,37 0,33

2 0,51 0,89 0,71 1,13 0,98 294,57 1,43 14,65 62,94 4,74 0,63

3 0,86 0,71 0,85 1,87 449,34 17,81 69,38 5,13 0,86

4 0,61 0,71 0,75 3,70 389,03 16,44 70,98 5,25 0,67

5 0,76 0,62 0,88 2,22 319,16 17,83 66,37 5,02 0,79

6 0,66 0,66 0,56 3,97 537,79 18,40 79,99 7,82 0,69

IV 1 0,59 0,82 0,49 3,62 636,49 50,80 101,39 12,67 0,64

2 0,87 0,61 0,75 0,76 2,23 898,36 14,14 50,11 121,51 12,36 0,87

3 0,76 0,72 0,91 2,02 826,52 58,03 123,29 25,69 0,80

4 0,57 0,69 0,56 0,55 2,90 656,23 9,77 50,07 104,91 16,35 0,62

5 1,80 0,81 0,69 2,27 456,30 50,12 107,14 13,26 1,54

6 0,72 0,75 0,70 3,05 658,01 49,02 107,54 13,61 0,76

V 1 0,30 0,58 0,89 871,46 32,04 97,93 0,37

2 0,52 0,74 0,95 764,55 25,18 100,18 0,58

3 0,42 0,49 1,00 0,68 951,64 8,35 31,13 107,18 0,46

4 0,40 0,87 0,61 402,35 24,72 74,55 0,46

5 0,65 0,92 0,45 316,51 17,08 62,46 0,63


(2)

41 Lampiran 5 Perhitungan kadar karbon pada berbagai bagian pohon Jati

KU NO

Karbon per Bagian Pohon (%) Biomassa (kg)

Batang Cabang Ranting Akar Daun

Berat Kering Batang (kg) Berat Kering Cabang (kg) Berat Kering Ranting (kg) Berat Kering Akar (kg) Berat Kering Daun (kg) % Karbon per pohon

I 1 70,69 64,15 72,09 51,30 8,90 2,39 2,18 0,69 68,85

2 68,54 61,55 59,14 60,50 47,25 13,78 1,19 2,00 3,31 0,76 65,22

3 71,22 54,46 67,22 45,36 12,77 4,57 3,81 1,07 65,84

4 65,33 56,39 62,59 48,43 7,72 3,10 3,00 3,82 59,62

5 60,06 53,21 59,59 45,77 31,54 3,67 2,96 1,95 58,70

6 57,92 50,80 57,37 48,03 17,70 1,24 1,76 0,59 57,19

II 1 67,23 65,61 66,45 66,28 58,46 90,36 1,73 8,59 49,11 3,81 66,65

2 78,73 67,60 67,04 73,07 57,60 67,13 0,91 7,33 43,33 2,93 75,42

3 68,75 63,57 68,09 53,35 77,20 10,45 46,07 4,38 67,65

4 67,52 61,84 65,92 52,68 98,48 10,08 40,79 4,04 66,33

5 70,50 66,08 62,84 66,13 57,12 131,73 1,88 12,09 51,18 3,95 68,62

6 69,71 65,34 69,26 61,49 72,80 6,67 40,95 3,09 69,12

III 1 69,78 64,92 64,04 66,09 59,44 313,56 3,96 16,84 71,03 3,37 68,77

2 60,10 57,24 55,15 57,93 50,07 294,57 1,43 14,65 62,94 4,74 59,41

3 61,93 57,23 61,10 50,56 449,34 17,81 69,38 5,13 61,56

4 66,42 64,89 66,23 60,12 389,03 16,44 70,98 5,25 66,27

5 63,28 60,57 62,45 52,01 319,16 17,83 66,37 5,02 62,89


(3)

42

IV 1 65,14 59,47 61,57 44,54 636,49 50,80 101,39 12,67 64,00

2 62,69 59,76 55,69 61,12 50,68 898,36 14,14 50,11 121,51 12,36 62,02

3 60,85 58,16 58,38 41,04 826,52 58,03 123,29 25,69 59,92

4 63,67 60,14 58,20 61,94 48,74 656,23 9,77 50,07 104,91 16,35 62,79

5 61,35 55,61 59,59 50,40 456,30 50,12 107,14 13,26 60,36

6 66,89 59,92 61,01 48,22 658,01 49,02 107,54 13,61 65,41

V 1 61,55 54,27 59,90 871,46 32,04 97,93 61,15

2 64,69 60,96 61,10 764,55 25,18 100,18 64,18

3 71,02 64,15 62,63 67,76 951,64 8,35 31,13 107,18 70,41

4 64,88 58,87 62,02 402,35 24,72 74,55 64,16

5 70,94 62,94 65,22 316,51 17,08 62,46 69,69


(4)

(5)

RINGKASAN

TIRA MUTIARA. E14080063. Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pohon Jati (Tectona grandisLinn. f.) (KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah)

.

Dibimbing oleh ELIAS.

Hutan berperan mengurangi gas rumah kaca (GRK) yang menjadi pemicu perubahan iklim global dengan cara mengikat gas CO2di atmosfer. Pada konvensi

perubahan iklimConference of the Partieske tiga tahun 1997 dihasilkan Protokol Kyoto. Salah satu isi protokol ini menjadi landasan bagi negara-negara maju untuk membiayai proyek rendah polusi di negara yang sedang berkembang. Penghitungan massa karbon hutan menggunakan persamaan alometrik biomassa dan massa karbon belum banyak dilakukan, sehingga dibutuhkan penelitian untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.

Jati (Tectona grandis Linn. f.) dikenal sebagai kayu komersial bermutu tinggi dan banyak ditanam di Pulau Jawa. Penelitian ini dilakukan di KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I, Jawa Tengah. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan persamaan alometrik biomassa dan massa karbon pohon Jati (Tectona grandis Linn. f.). Pemilihan pohon sampel dalam setiap kelas umur dilakukan secara purposive sampling, mulai dari kelas umur 1 hingga kelas umur 5. Uji laboratorium dilakukan untuk menentukan kadar karbon pada setiap bagian pohon. Persamaan terbaik dipilih dengan menggunakan persamaan alometrik berdasarkan nilai R2(adj) tertinggi, (taraf nyata) p<0,05, Fhitung>Ftabel, simpangan baku terkecil (s).

Hasil penelitian ini menujukkan adanya perbedaan kadar karbon pada berbagai bagian pohon (batang, cabang, ranting, daun, dan akar). Persamaan alometrik terpilih untuk biomassa pohon Jati adalah B = 0,1383 D2,45 dan persamaan alometrik terpilih untuk massa karbon pohon Jati adalah M = 0,0933 D2,44.


(6)

SUMMARY

TIRA MUTIARA. E14080063. Biomass and Carbon Mass Allometric Equation Models of Tectona grandis Linn. f. (KPH Balapulang, Perum Perhutani Unit I, Central Java). Under supervision of ELIAS.

The forest contribute to reduce greenhouse gases (GHG) that become trigger global climate change by binding the CO2 gas in the atmosphere. In the

climate change convention entitledConference of the Parties held in 1997, Kyoto Protocol was declared. One of the contents of this protocol is used by the developed countries as the basis to finance low-pollution project in developing countries. Calculating the forest carbon mass using allometric equations of biomasss and carbon mass is still rarely done, therefore the research is needed to gain further information.

The Teak tree (Tectona grandis Linn. f.) is known as a high-quality commercial wood and it is widely planted in Java Island. This research was conducted at KPH Balapulang, Perum Perhutani’s Unit I, Central Java. The objective of this research is to get allometric equation of biomass and carbon mass for Teak tree (Tectona grandis Linn. f.). Selection of sample trees in each age class was conducted by purposive sampling, ranging from age class 1 to age class 5. Laboratory test were conducted to determine the carbon content in each part of the tree. Best equation was selected conducted using allometric regression based on the highest R2(adj), (real level) p <0,05, Fcount > Ftable and smallest standard deviation (s).

The results of the this study showed the differences of the carbon content in various parts of the tree (trunk, branches, twigs, leaves, and roots). Allometric equations selected for biomass Teak tree (Tectona grandis Linn. f.) is B = 0,1383 D2,45 and allometric equation selected for Teak tree carbon mass is M = 0,0933 D2,44.