Sifat anatomi the least known wood species suku Magnoliaceae: Talauma gigantifolia Miq., T. liliifera O. K., T. rubra Miq., dan T. singapurensis Ridl.

(1)

SIFAT ANATOMI

THE LEAST KNOWN WOOD SPECIES

SUKU

MAGNOLIACEAE:

Talauma gigantifolia

Miq.

,

T. liliifera

O. K.

,

T. rubra

Miq. dan

T.

singapurensis

Ridl.

MUHAMMAD FAJAR

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

SIFAT ANATOMI

THE LEAST KNOWN WOOD SPECIES

SUKU

MAGNOLIACEAE:

Talauma gigantifolia

Miq.

,

T. liliifera

O. K.

,

T. rubra

Miq. dan

T.

singapurensis

Ridl.

MUHAMMAD FAJAR

E24103074

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

ANATOMICAL PROPERTY OF THE LEAST KNOWN WOOD SPECIES OF MAGNOLIACEAE: Talauma gigantifolia Miq.,

T. liliifera O.K.,T. rubra Miq. and T. singapurensis Ridl. Muhammad Fajar, Imam Wahyudi and Sri Rulliaty

INTRODUCTION: Indonesia has 4000 species of trees, but only 400 species of them have been known as commercial timbers. Magnoliaceae is a family which its member has not been much studied yet, except of Aromadendron elegans. Therefore, the objective of this study was to asses the wood properties of Talauma gigantifolia,T. liliifera,T. rubra and T. singapurensis, macroscopic- and microscopically, and then compared them to the property of A. elegans’ wood. These four species of Talauma spp. were expected to be a better substitution of A. elegans which has been commonly used for construction and furniture manufacturing. In this study, the authentic wood samples collection of Xylarium Bogoriensis 1915 of Research and Development Center of Forest Engineering and Forest Products Processing, Bogor were used as the sample.Each species was represented by small portion of their heartwood.

METHODS: Macroscopic characteristic namely wood color, figure, texture and grain orientation were observed following the method of Martawijaya et al. (1981) stated in Atlas Kayu Indonesia, while its microscopic namely vessel elements, axial and ray parenchyma as well as their fibers were observed by maceration and microtome specimens. Maceration was made following Forest Products Laboratory method, while microtome specimens were produced following Sass’ method (1961).

RESULT: It was shown that A. elegans has different color from the four species of Talauma spp. studied. The wood of A. elegans is grayish brown (darker), while T. gigantifolia, T. liliifera, T. rubra and T. singapurensis are brownish yellow. Wood texture of all species varies from fine-moderate (T. singapurensis) to moderate-coarse (T. liliifera, T. rubra and A. elegans). Wood texture of T. gigantifolia is moderate. Wood grain is also varies: T. gigantifolia and T. Liliifera are straight, while A. elegans, T. rubra and T. singapurensis are straight to slightly interlocked. All species do not have distinctive figure. The result also shown that all wood species have similarity in pore distribution and arrangement, perforation type and its pitting, existence of tyloses and amorphous substance, as well as the composition of ray parenchyma and its content (crystals and oil cell), but they varied in diameter, arrangement number and the frequency of vessel elements, the color of amorphous substance, axial parenchyma type, as well as the range, height and width of the ray. Fiber length and diameter as well as lumen diameter, and fiber cell wall thickness were also varied. In general, the microscopic characteristics of the wood studied are diffused in pores, most solitary with 2-6 cells radially, scalariform in the perforation plate and the pitting except in T. liliifera, tyloses abundant, amorphous substances were red, brown, or black, ray parenchyma was heterocellular, uni- to multiseriates, 1-3 cells width, 3-31 cells height, containing crystals (rhomboidal, druse, raphide and crystal sands) and radial oil cells. The axial parenchyma of long tangential band with 2-6 layers and 3-8 cells per strand were also found except in A. elegans. Fiber length and diameter as well as lumen diameter among Talauma spp. differ from those of A. elegans, but fiber wall thickness is relatively similar. From the study, scalariform perforation plate and the existence of oil cell are the main character of Magnoliaceae. It can be presumed that the four wood species of Talauma spp. could be used as the substitution of A. elegans especially for the light construction purpose. With better derivative value of fiber dimension and Runkle ratio, it can be concluded that T. gigantifolia is the potential wood for pulp and paper manufacturing.

Keywords: Talauma gigantifolia,T. liliifera,T. rubra, T. singapurensis and A. elegans. DHHT


(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD FAJAR. Sifat Anatomi The Least Known Wood Species Suku Magnoliaceae: Talauma gigantifolia Miq., T. Liliifera O. K., T. rubra Miq. dan T. singapurensis Ridl. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS dan Dra. Sri Rulliaty, MSc.

Di Indonesia terdapat kurang lebih 4.000 jenis pohon. Yang kayunya telah dikenal dalam perdagangan sampai saat ini diperkirakan baru berjumlah 400 jenis yang mencakup 198 marga (genera) dari 68 suku (famili). Magnoliaceae termasuk salah satu suku yang anggotanya masih belum banyak diteliti kecuali jenis cempaka utan (Aromadendron elegans). Berdasarkan hal tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari sifat anatomi kayu Talauma gigantifolia, T. liliifera, T. rubra dan T. singapurensis yang juga anggota Magnoliaceae, melalui pengamatan makro- dan mikroskopisnya serta memperbandingkannya dengan sifat kayu A. elegans. Diharapkan keempat jenis kayu Talauma spp. tersebut mampu mensubstitusi fungsi A. elegans yang kayunya diketahui dapat digunakan untuk keperluan bangunan dan furnitur.

Sampel kayu yang digunakan adalah sampel kayu otentik koleksi Xylarium Bogoriensis 1915 PusLitBang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Bogor. Dari setiap jenis hanya diambil satu buah contoh uji yang berbentuk potongan kecil dari bagian teras. Pengamatan ciri makroskopis dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagaimana Martawijaya et al. (2005) dalam Atlas Kayu Indonesia, sedangkan ciri mikroskopisnya diamati melalui preparat maserasi dan preparat mikrotom. Maserasi menggunakan metode Forest Products Laboratory, sedangkan preparat mikrotom menggunakan metode Sass (1961).

Sifat makroskopis dan mikroskopis antar keempat jenis kayu talauma yang diteliti bervariasi dalam hal tekstur, arah serat, pengelompokan pori dalam arah radial, frekuensi pembuluh, ukuran jari-jari, jenis kristal, panjang serat, diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding serat. Warna, corak, penyebaran pori-pori, tipe pernoktahan, tipe bidang perforasi, tipe sel parenkim, keberadaan tilosis dan sel minyak serta komposisi sel penyusun jari-jarinya memperlihatkan adanya keseragaman. Dibandingkan dengan kayu A. elegans, sifat makroskopis dan mikroskopis keempat jenis kayu Talauma spp. memperlihatkan kesamaan dalam hal corak, penyebaran pori-pori, tipe pernoktahan, tipe bidang perforasi, keberadaan tilosis dan sel minyak serta komposisi sel penyusun jari-jarinya. Warna, tekstur, arah serat, pengelompokan pori dalam arah radial, frekuensi pembuluh, tipe sel parenkim, macam jari-jari, jenis kristal, panjang serat, diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding serat memperlihatkan adanya perbedaan. Secara umum, bidang perforasi tangga dan keberadaan sel minyak merupakan ciri kunci (yang harus ada) pada kayu-kayu anggota suku Magnoliaceae. Keempat jenis kayu Talauma spp. yang diteliti, yakni T. gigantifolia, T. liliifera, T. rubra dan T. singapurensis dapat digunakan sebagai pengganti kayu A. elegans untuk tujuan penggunaan sebagai bahan bangunan. Kayu T. gigantifolia bahkan berpotensi digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas.


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Sifat Anatomi The Least Known Wood Species Suku Magnoliaceae: Talauma gigantifolia Miq., T. liliifera O. K., T. rubra Miq. dan T. singapurensis Ridl.

Nama Mahasiswa : Muhammad Fajar NIM : E24103074

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS Dra. Sri Rulliaty, MSc. NIP: 196301061987031004 NIP: 195703141982032002

Mengetahui:

Ketua Departemen Hasil Hutan

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, MScF NIP: 196602121991031002


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Sifat Anatomi The Least Known Wood Species Suku Magnoliaceae: Talauma gigantifolia Miq., T. liliifera O. K., T. rubra Miq. dan T. singapurensis Ridl.” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

Muhammad Fajar NRP E24103074


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Sifat Anatomi The Least Known Wood Species Suku Magnoliaceae: Talauma gigantifolia Miq., T. liliifera O. K., T. rubra Miq. dan T. singapurensis Ridl.” dapat diselesaikan.

Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari peran berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS dan Dra. Sri Rulliaty, MSc sebagai komisi pembimbing dan atas segala arahan dan bimbingannya. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan pula kepada seluruh peneliti dan staf di Laboratorium Anatomi Kayu Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Bogor yang membantu dalam kelancaran penelitian. Ungkapan yang sama penulis sampaikan juga kepada keluarga tercinta: Eyang Hj. I. Martini Martanegara, Ibunda Ir. Esti Dewi Purwakanti, dan adik Rifki Permadi, AMD atas segala doa dan pengertiannya selama ini. Kepada Melati Kasih yang memotivasi penulis dalam penyelesaian studi dan penelitian, serta kepada Prof. I Ketut Nuridja Pandit, Soni Trison, SHut., MSi. dan Eva Rachmawati, SHut., MSi., rekan-rekan dan adik-adik di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor penulis juga menyampaikan ungkapan terima kasih.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, semua pihak yang terlibat di dalamnya, dan semua pihak yang berkepentingan

Bogor, Februari 2011


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada 10 April 1986 sebagai anak pertama dari pasangan Romo Suharjono dan Esti Dewi Purwakanti.

Pada tahun 1991, penulis memulai pendidikan dasar di SDN Cipulir 09 Pagi Jakarta kemudian melanjutkan ke SMPN 48 Jakarta pada tahun 1997 dan pada tahun 2000 melanjutkan ke SMUN 29 Jakarta. Pada tahun 2003 setelah lulus, penulis lolos seleksi masuk IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan dan dipercaya sebagai ketua Divisi Kayu Solid masa bakti 2005-2006. Penulis juga aktif di bidang akademik sebagai asisten praktikum Mata Kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah tahun 2005-2011. Pengalaman praktek yang diikuti penulis adalah Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada tahun 2006 di Wanagama Universitas Gadjah Mada dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Yamaha Music Manufacturing Indonesia (YMMI) pada tahun 2007.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sifat Anatomi The Least Known Wood Species Suku Magnoliaceae: Talauma gigantifolia Miq., T. liliifera O. K., T. rubra Miq. dan T. singapurensis Ridl.” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS dan Dra. Sri Rulliaty, MSc.


(9)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Tujuan ... 2

C.Manfaat ... 2

D.Hipotesis ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A.Sifat Makroskopis Kayu ... 3

B.Sifat Mikroskopis Kayu ... 6

BAB III. METODOLOGI A.Bahan dan Alat ... 12

B.Metode ... 13

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Struktur Makroskopis 1. Warna dan Corak ... 15

2. Tekstur ... 16

3. Arah serat ... 16

B.Struktur Mikroskopis 1. Sel Pembuluh ... 18

2. Sel Parenkim... 19

3. Jari-jari ... 20

4. Dimensi Serat dan Nilai Turunannya... 22

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 26


(10)

ii

DAFTAR GAMBAR

1. Bidang pengamatan kayu ... 3

2. Beberapa contoh corak kayu ... 4

3. Macam-macam arah serat... 5

4. Warna dan corak kelima jenis kayu yang diteliti ... 15

5. Penampang lintang kelima jenis kayu yang diteliti ... 17

6. Penampang radial kelima jenis kayu yang diteliti ... 17


(11)

iii

DAFTAR TABEL

1. Kriteria kualitas serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas ... 9

2. Keterangan jenis kayu yang digunakan sebagai contoh uji... 12

3. Karakteristik sel pembuluh pada lima jenis kayu yang diteliti ... 18

4. Karakteristik sel jari-jari pada lima jenis kayu yang diteliti ... 20

5. Rata-rata nilai dimensi serat lima jenis kayu yang diteliti ... 22


(12)

iv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rata-rata dimensi serat dan pori-pori kayu Aromadendron elegans ... 29

2. Rata-rata dimensi serat dan pori-pori kayu Talauma gigantifolia. ... 31

3. Rata-rata dimensi serat dan pori-pori kayu Talauma liliifera. ... 33

4. Rata-rata dimensi serat dan pori-pori kayu Talauma rubra. ... 35


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia terdapat kurang lebih 4.000 jenis pohon. Pengertian pohon disini adalah tumbuhan berkayu yang pada saat dewasa biasanya mencapai tinggi minimal 6-7 meter dan umumnya hanya memiliki satu batang utama. Sampai saat ini di Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Bogor telah tersimpan 3.667 contoh jenis kayu dari 675 marga dan 110 suku. Dari jumlah tersebut diperkirakan ada sekitar 400 jenis pohon mencakup 198 marga (genera) dari 68 suku (famili) yang kayunya sudah dikenal dalam dunia perdagangan. Kayu dari jenis-jenis tersebut berdasarkan persamaan ciri dan sifatnya selanjutnya dikelompokkan menjadi 186 kelompok jenis dengan nama perdagangan tertentu (Mandang dan Pandit 2002). Dari koleksi 3.667 jenis tersebut, masih tersisa sekitar 800 jenis yang tercakup dalam 251 marga dan 77 suku yang hingga saat ini belum diteliti bahkan belum diketahui sifat-sifatnya. Jenis-jenis itulah yang dikenal sebagai ‘Jenis-jenis Kayu Sangat Kurang Dikenal (The Least Known Wood Species)’ (Rulliaty dan Damayanti 2007).

Dari sejumlah marga dan suku yang ada, Magnoliaceae termasuk salah satu suku yang anggota-anggotanya belum banyak diteliti. Salah satu anggota suku Magnoliaceae yang sudah diteliti dan dipublikasikan adalah kayu cempaka utan (Aromadendron elegans). Pohon yang dapat ditemukan di daerah Jawa Barat, terutama Bogor, Cianjur, dan Lebak ini dapat mencapai tinggi 25-40 meter, dan memiliki batang yang silindris. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kayu cempaka utan sering digunakan sebagai bahan bangunan dan furnitur serta untuk pembuatan vinir mewah dan termasuk ke dalam Kelas Awet II. Selain kayunya, daun A. elegans dapat dimanfaatkan sebagai obat kejang-kejang dan histeria, kulitnya sebagai rempah-rempah (Heyne 1987), dan bunganya sebagai ornamen atau hiasan (Metcalfe dan Chalk 1950). Keunggulan-keunggulan tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian sejenis terhadap kayu yang dihasilkan oleh pohon anggota suku Magnoliaceae lainnya.

Anggota Magnoliaceae yang sampai saat ini tergolong dalam the least known wood species diantaranya adalah Talauma gigantifolia, T. liliifera, T.


(14)

2 rubra dan T. singapurensis. Melalui penelitian terhadap struktur anatominya diharapkan keempat jenis kayu tersebut memiliki sifat yang baik, minimal sama dengan kayu A. elegans sehingga dapat digunakan sebagai pengganti kayu-kayu yang banyak digunakan yang ketersediaannya saat ini terus berkurang. Dengan pengetahuan yang lebih baik tentang sifat dasar yang dimiliki, maka pemanfaatan kayu akan lebih optimal.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat anatomi kayu Talauma gigantifolia, T. liliifera, T. rubra dan T. singapurensis, baik makroskopis maupun mikroskopis, dan membandingkannya dengan sifat yang sama pada kayu A. elegans.

C. Manfaat

Sifat anatomi yang diperoleh melalui penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam kegiatan identifikasi jenis dan mengarahkan pemanfaatan yang optimal dari kayu-kayu yang sangat kurang dikenal ini sebagai bahan baku industri, serta memperkaya ilmu pengetahuan dibidang teknologi hasil hutan khususnya terkait dengan diversifikasi pemanfaatan kayu. Manfaat lainnya adalah menambah informasi mengenai sifat anatomi jenis-jenis kayu Indonesia. Dengan demikian, ketergantungan terhadap beberapa jenis kayu tertentu dapat dikurangi.

D. Hipotesis

1. Terdapat perbedaan sifat dan struktur anatomi diantara keempat jenis kayu Talauma spp. yang diteliti; dan antara Talauma spp. dengan cempaka hutan.

2. Dimensi dan nilai turunan dimensi serat serta dimensi sel pembuluh pada keempat jenis Talauma spp. yang diteliti berbeda dengan dimensi dan nilai turunan dimensi serat serta dimensi sel pembuluh pada kayu cempaka utan.

3. Meski karakteristik anatomi keempat jenis kayu Talauma spp. yang diteliti berbeda dibandingkan dengan karakteristik anatomi kayu cempaka utan, pemanfaatan keduanya diperkirakan dapat saling menggantikan.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sifat Makroskopis Kayu

Sifat makroskopis kayu adalah sifat atau karakteristik kayu yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan bantuan kaca pembesar (loupe) perbesaran 10-15 X. Sifat ini biasanya subjektif dan tidak berhubungan langsung dengan kekuatan kayu (Pandit dan Kurniawan 2008). Beberapa sifat makroskopis yang umum diamati adalah:

a. Warna

Secara umum warna alami kayu dibedakan atas gelap dan terang terkait dengan banyaknya kandungan ekstraktif di dalam kayu (Hoadley 1980). Semakin tinggi kadar ekstraktif, maka warna kayu akan semakin gelap. Untuk lebih memastikan warna sepotong kayu dilakukan pengukuran nilai-nilai kemerahan (redness), kekuningan (yellowness), dan kebiruan (blueness) pada bidang tangensial kayu (Gambar 1) dengan menggunakan spectrophotometer.

Gambar 1 Bidang pengamatan kayu

Warna kayu dipengaruhi oleh letak kayu di dalam batang, umur saat pohon ditebang, dan lama penyingkapan. Kayu di bagian gubal umumnya lebih terang dibandingkan dengan yang di bagian teras, sedangkan kayu dari pohon-pohon tua dan permukaan kayu yang sudah lama tersingkap (terkena udara) pada umumnya lebih gelap.


(16)

4 b. Corak

Corak merupakan tampilan (gambar) pada permukaan suatu jenis kayu akibat adanya lingkaran tumbuh yang jelas atau akibat arah pemotongan yang berbeda (Gambar 2). Contoh corak akibat perbedaan yang jelas antara kayu awal dan kayu akhir dari satu lingkaran tumbuh dapat dijumpai pada kayu jati, sungkai, suren dan lain sebagainya (Mandang dan Pandit 2002).

Gambar 2 Beberapa contoh corak kayu (Sumber: Haygreen et al. 2003)

c. Tekstur

Tekstur kayu menunjukkan ukuran relatif dari sel-sel dominan penyusun kayu. Kayu dikatakan bertekstur halus apabila sel-sel penyusunnya berukuran < 30 μ, bertekstur sedang bila berukuran 30-45 μ, dan bertekstur kasar bila > 45 μ (Pandit dan Kurniawan 2008).

d. Arah Serat

Arah serat menunjukkan orientasi longitudinal dari sel-sel penyusun kayu terhadap sumbu batang. Dikatakan berserat lurus apabila orientasi longitudinal dari sel-sel tersebut sejajar dengan sumbu batang, dan dikatakan berserat miring apabila orientasi sel-sel tersebut membentuk sudut terhadap sumbu batang. Serat miring dapat dibedakan atas serat berpadu (interlocked grain), bergelombang mirip ombak (wavy grain), terpilin menyerupai spiral (spiral grain), dan diagonal (diagonal grain) (Gambar 3).


(17)

5 Gambar 3 Macam-macam arah serat

i. Serat terpadu apabila arah serat antar riap tumbuh berganti-ganti terhadap sumbu batang

ii. Serat bergelombang pada permukaan kayu

iii. Serat terpilin seakan-akan mengelilingi sumbunya (puntir).

iv. Serat diagonal akibat penggergajian sehingga bagian tepi papan yang digergaji tidak sejajar dengan batang melainkan membentuk sudut.

e. Kilap

Kilap merupakan refleksi suatu permukaan benda terhadap sinar atau cahaya. Beberapa jenis kayu tampak mengkilap atau kusam tergantung dari karakteristik yang dimilikinya. Kilap dipengaruhi oleh zat ekstraktif dan bahan lain yang ada di dalam jari-jari kayu. Kilap kayu diamati pada bidang radial. f. Kesan Raba

Kesan raba secara kualitatif diketahui dengan cara menggosok-gosokkan jari ke permukaan kayu sehingga kayu dapat dinilai licin berlilin, berminyak atau kesat (kasar). Kayu yang terasa licin jika diraba umumnya bertekstur halus dan ber-berat jenis tinggi; sedangkan kesan raba berminyak menandakan kayu banyak mengandung zat ekstraktif dari golongan lemak (minyak). Pada umumnya kesan raba pada kayu tergolong kesat.

Kesan raba terkait dengan tekstur, kadar air dan kadar zat ekstraktif di dalam kayu. Identifikasi kayu untuk kesan raba dilakukan pada saat kayu dalam kondisi kering udara.

g. Bau

Bau kayu berhubungan erat dengan kandungan zat ekstraktif. Bagian kayu teras memiliki bau yang sangat kuat dibandingkan bagian kayu gubal. Umumnya kayu-kayu yang baru ditebang (fresh cut) memiliki bau yang lebih kuat dibandingkan kayu yang sudah kering (Hoadley 1980). Itulah sebabnya pengamatan terhadap bau kayu dilakukan pada permukaan yang baru dibuat.


(18)

6

B. Sifat Mikroskopis Kayu

Sifat mikroskopis merupakan sifat atau karakter kayu yang baru bisa dilihat atau diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya sebagai alat bantu. Sifat ini berhubungan langsung dengan struktur dan kekuatan kayu dan biasanya bersifat objektif (Pandit dan Kurniawan 2008). Beberapa sifat mikroskopis yang diamati adalah:

a. Sel Pembuluh (Pori-pori Kayu)

Sel pembuluh hanya terdapat pada kayu daun lebar (hardwood). Sel pembuluh merupakan sel yang berbentuk tabung pendek yang saling berhubungan secara vertikal dan menyerupai pipa, serta berfungsi sebagai penyalur. Pada penampang lintang, sel pembuluh terlihat seperti lubang-lubang kecil mirip pori-pori kulit. Itu lah sebabnya sel pembuluh dinamakan pori-pori-pori-pori kayu (Tsoumis 1991).

Pori-pori kayu dapat digolongkan menjadi tiga kelas ukuran (Pandit dan Kurniawan 2008), yaitu:

1) Kecil apabila Ø tangensialnya < 100 μ

2) Sedang apabila Ø tangensialnya = 100-200 μ 3) Besar apabila Ø tangensialnya > 200 μ

b. Sel Serat, Dimensi dan Nilai Turunan Dimensi Serat

Serat merupakan sel dominan penyusun kayu yang bentuknya langsing, ujung runcing membulat dengan rongga sel (lumen) yang sempit. Pada kelompok hardwood serat tak lain adalah sel serabut, sedangkan pada kelompok kayu konifer (softwood) adalah sel trakeida aksial. Sel serat berfungsi sebagai jaringan penguat atau penyedia tenaga mekanik pada batang. Dimensi serat yang umum diukur adalah panjang dan diameter, serta diameter lumen. Tebal dinding serat ditetapkan sebagai setengah dari selisih diameter serat terhadap diameter lumennya.

Panjang serat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik kertas seperti kekuatan dan kekakuan. Serat panjang memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang lebih kuat, tetapi akan mengakibatkan kertas menjadi semakin kasar. Serat kayu yang lebih panjang akan menghasilkan kertas yang semakin kaku karena memiliki daerah ikatan antar serat yang lebih luas pada saat penggilingan, serta sifat


(19)

7 penyebaran tekanan (stress transfer) yang lebih baik. Di sisi lain, kertas yang terbuat dari serat yang pendek akan lebih halus dan seragam. Sifat kekuatan lembaran kertas yang dipengaruhi oleh ukuran panjang serat adalah ketahanan sobek, ketahanan tarik dan ketahanan lipat (Casey 1980).

Diameter serat berpengaruh terhadap sifat kekuatan pulp, pembentukan lembaran, ikatan antar serat, dan kekuatan serat dalam lembaran. Serat dengan diameter besar dan berdinding tipis mampu menghasilkan ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan lembaran yang tinggi (Casey 1980).

Lebih jauh lagi, Casey (1980) menyatakan bahwa tebal dinding serat dapat menentukan sifat-sifat kertas. Dinding serat yang tebal akan membuat lembaran kertas menjadi kasar dan tebal serta memiliki kekuatan sobek yang tinggi, tetapi kekuatan tarik dan lipat dari lembaran kertas tersebut relatif rendah. Hal tersebut terjadi karena serat berdinding tipis mudah melembek dan memipih, sehingga memberikan permukaan yang luas untuk ikatan antar serat yang lebih baik.

Kualitas serat merupakan salah satu dasar untuk mengetahui kemungkinan penggunaan suatu jenis kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas. Penetapan kualitas serat diantaranya berdasarkan pada nilai dimensi serat beserta turunannya. Nilai-nilai turunan dimensi serat yang umum digunakan adalah:

1. Perbandingan Runkel atau Runkel ratio (RR)

RR menyatakan perbandingan antara dua kali tebal dinding serat dengan diameter lumen. Jenis-jenis kayu tropis digolongkan ke dalam:

i. Golongan I : dinding serat sangat tipis, lumen lebar, RR = 0,25 ii. Golongan II : dinding serat tipis, lumen lebar, RR = 0,25-0,50 iii. Golongan III : dinding serat dan lumen sedang, RR = 0,50-1,00 iv. Golongan IV: dinding serat tebal, lumen sempit, RR = 1,00-2,00

v. Golongan V : dinding serat sangat tebal, lumen sempit, RR = 2,00 Serat dengan RR yang rendah menunjukkan bahwa serat tersebut memiliki dinding yang tipis tetapi diameter lumennya lebar, sehingga pulp yang dihasilkan akan lebih mudah digiling dan memiliki daerah ikatan antar serat yang lebih luas sehingga akan menghasilkan lembaran kertas yang memiliki kekuatan tarik dan kekuatan lipat yang tinggi.


(20)

8 2. Daya tenun atau felting power (FP)

FP adalah perbandingan antara panjang serat dengan diameter serat, yang berpengaruh terhadap kekuatan sobek kertas. Serat berdinding tipis akan cenderung memberikan kekuatan sobek yang rendah. Jalinan ikatan antar serat yang baik dapat diperoleh dari serat yang lebih panjang, dan dapat berperan meningkatkan kekuatan sobek kertas.

3. Perbandingan Muhlsteph atau Muhlsteph ratio (MR)

MR adalah perbandingan antara luas penampang dinding serat dengan luas penampang lintang serat yang dihitung dengan rumus: MR = {(d2 - l2) / d2} x 100%, dimana: d = diameter serat, dan l = diameter lumen. MR berpengaruh terhadap kerapatan lembaran pulp. Serat kayu dengan MR yang tinggi memiliki luas permukaan yang lebih kecil sehingga luas daerah ikatan dan kontak antar seratnya berkurang. Hal ini menyebabkan lembaran kertas yang dihasilkan cenderung memiliki ketahan tarik dan ketahanan retak yang rendah. 4. Perbandingan fleksibilitas atau flexibility ratio (FR)

FR adalah perbandingan antara diameter lumen dengan diameter serat, yang berperan dalam perkembangan kontak antar serat (fiber to fiber contact). Serat dengan FR tinggi, tebal dindingnya relatif tipis dan mudah berubah bentuk. Kemampuan berubah bentuk ini menyebabkan persinggungan antar permukaan serat lebih leluasa dan lebih mudah ditarik kedalam kontak yang dekat satu sama lain oleh gaya tegangan permukaan ketika air menguap pada tahap pembuatan lembaran dan pengeringan kertas. Hal ini mendukung terjadinya ikatan antar serat yang lebih sempurna sehingga menghasilkan lembaran dengan sifat kekuatan yang baik, porositas yang rendah, dan kerapatan kertas yang tinggi.

5. Koefisien kekakuan atau coefficient of rigidity (CR)

CR adalah perbandingan antara tebal dinding serat dengan diameter serat, dimana nilai koefisien ini mempunyai hubungan negatif dengan kekuatan tarik kertas. CR yang tinggi menunjukkan bahwa serat tersebut memiliki kerapatan yang tinggi pula. Panshin dan de Zeeuw (1980) menyatakan bahwa kerapatan serat yang tinggi berpengaruh baik terhadap rendemen pulp. Selain itu, jenis


(21)

9 serat kayu berkerapatan tinggi juga dapat menghasilkan lembaran kertas dengan opasitas tinggi, lebih kasar, dimensi yang lebih besar, dan ketahanan sobek tinggi. Namun, lembaran kertas yang dihasilkan lebih kaku sehingga memiliki ketahanan lipat yang rendah. Jumlah ikatan serat yang terdapat pada lembaran kertas juga lebih sedikit sehingga cenderung memiliki ketahanan tarik dan retak yang rendah.

Tabel 1 memuat kriteria kualitas serat kayu untuk bahan pulp dan kertas. Tabel 1. Kriteria kualitas serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan

kertas

Kriteria Kelas I Kelas II Kelas III

Syarat Nilai Syarat Nilai Syarat Nilai

Panjang Serat (μ) > 2000 100 1000-2000 50 < 1000 25

Runkel Ratio (RR) < 0,25 100 0,25-0,50 50 0,50-1,0 25

Felting Power (FP) > 90 100 50-90 50 < 50 25

Muhlsteph Ratio (MR) < 30 100 30-60 50 60-80 25

Flexibility Ratio (FR) > 0,80 100 0,50-0,80 50 < 0,50 25

Coefficient of Rigidity

(CR) < 0,10 100 0,10-0,15 50 > 0,15 25

Nilai 450-600 225-449 < 225

Sumber: Rachman dan Siagian (1976)

c. Sel Jari-jari

Sel jari-jari kayu arahnya horizontal (mendatar). Pada kayu daun lebar jari-jari hanya tersusun oleh sel parenkima jari-jari; sedangkan pada konifer terdiri dari sel parenkima jari-jari dan sel trakeida jari-jari. Sel parenkima jari-jari berdinding lebih tipis dibandingkan sel trakeida jari-jari.

Jari-jari kayu daun lebar dikatakan homoseluler apabila hanya terdiri dari sel baring atau hanya sel bujursangkar (homogen); dan dikatakan heteroseluler apabila terdiri dari sel tegak, sel baring dan atau sel bujursangkar (heterogen) (Tsoumis 1991).

Jari-jari yang memiliki lebar hanya satu seri, disebut jari-jari uniseriate. Bila lebar jari-jari terdiri dari dua seri, maka disebut jari-jari biseriate. Sedangkan bila lebar jari-jari lebih dari dua seri, maka disebut jari-jari multiseriate (Pandit dan Kurniawan 2008).


(22)

10 d. Parenkim

Parenkim merupakan jaringan yang berfungsi untuk menyimpan bahan cadangan makanan. Menurut penyusunannya, parenkim dibedakan menjadi dua macam yaitu parenkim aksial yang tersusun vertikal dan parenkim jari-jari yang tersusun secara horisontal (Pandit dan Ramdan 2002 dalam Prasetyo 2009). Parenkim jari-jari lebih dikenal sebagai jari-jari kayu.

Berdasarkan distribusinya pada penampang lintang, parenkim dibagi menjadi dua bagian yaitu parenkim apotrakeal (yang terpisah dari atau tidak bersinggungan dengan pori-pori kayu) dan parenkim paratrakeal (yang bersinggungan baik sepihak atau seluruhnya dengan pori-pori kayu). Parenkim apotrakeal dibedakan atas parenkim sebar (diffuse), parenkim garis tangensial pendek, parenkim pita konsentris, dan parenkim pita marjinal; sedangkan parenkim paratrakeal terdiri dari parenkim sepihak (scanty), parenkim selubung (vacicentric), parenkim aliform, dan parenkim aliform bersambungan (confluent). e. Saluran Antar Sel dan Sel Minyak

Saluran antar sel (interseluler) adalah saluran berbentuk pipa yang diselubungi oleh sel-sel epitel. Umumnya mengandung produk sekunder yang berupa resin, getah, dan lain-lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Saluran interseluler dapat mengarah aksial atau mengarah radial (IAWA 2008).

Sel minyak adalah sel idioblast parenkimatis yang berisi minyak. Pada umumnya (tidak selalu) ukurannya lebih besar dari sel di sekelilingnya, berbentuk agak membulat, dan kadang-kadang membentang aksial. Jenis-jenis yang memiliki saluran minyak diantaranya adalah Nectandra grandis, Ocotea glauca, serta beberapa dari marga Talauma dan suku Lauraceae (IAWA 2008).

C. Cempaka utan (Aromadendron elegans)

Cempaka utan (A. elegans) merupakan salah satu pohon yang dapat tumbuh di daerah Jawa Barat, terutama Bogor, Cianjur, dan Lebak. Pohon ini dapat mencapai tinggi 25-40 meter dan memiliki batang yang silindris. Bagian kayu gubalnya berwarna putih sedangkan terasnya abu-abu, dengan batas yang tidak teratur. Kayu cempaka utan termasuk ke dalam Kelas Awet II dan sering


(23)

11 digunakan sebagai bahan bangunan, furnitur dan pembuatan vinir mewah (Heyne 1987).

Lingkaran tahun kayu cempaka utan terlihat jelas dengan mata telanjang, ditandai dengan lapisan terminal parenkim. Pori-pori kayu bersifat soliter radial dengan kelipatan 2-4 sel dan berukuran sedang. Seringkali terdapat tilosis dan endapan. Jumlah pori-pori kayu sedikit hingga sedang dan mempunyai bidang perforasi bentuk tangga (Metcalfe dan Chalk 1950).

Kayu teras dari jenis ini berwarna putih hingga coklat pucat sementara kayu gubalnya berwarna putih hingga kuning pucat dengan parenkim pita marjinal sempit berwarna coklat keabuan. Kayu jenis ini memiliki serat yang lurus, teksturnya agak halus dan merata, sedikit berminyak dan kadang kasar bila diraba. Jenis A. elegans tersebar di dataran rendah hingga pegunungan terutama di daerah hutan hujan. Tumbuhan ini mampu tumbuh hingga pada ketinggian 2800 meter di atas permukaan laut (Sosef et al. 1998).


(24)

BAB III METODOLOGI

A. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan adalah empat jenis kayu Talauma spp. yang merupakan contoh kayu otentik (dijamin kebenaran nama dan identitasnya, serta telah diidentifikasi herbariumnya) koleksi Xylarium Bogoriensis 1915 PusLitBang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Bogor (Tabel 2). Sebagai pembanding dilakukan juga pengamatan struktur anatomi kayu Aromadendron elegans (cempaka utan) yang juga diperoleh dari koleksi PusLitBang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Bogor. Dari setiap jenis diambil satu buah contoh uji yang berbentuk potongan kecil dari bagian terasnya.

Tabel 2. Jenis-jenis kayu yang digunakan sebagai contoh uji

No. Nama Jenis Nomor

Kayu

Asal

koleksi Genus Famili

1 Talauma gigantifolia 32472 Palembang Talauma Magnoliaceae

2 Talauma liliifera 31280 Bangka Talauma Magnoliaceae

3 Talauma rubra 22665 Minahasa Talauma Magnoliaceae

4 Talaumasingapurensis 10864 Aceh Talauma Magnoliaceae

5 Aromadendron elegans 33334 Simaloer Aromadendron Magnoliaceae

Sumber: Xylarium Bogoriensis 1915 PusLitBang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Bogor.

Bahan kimia yang digunakan terdiri dari alkohol 30%, 50%, 70%, dan 96% (absolut), serta gliserin, safranin, toluena, carboxylene dan xylol; sedangkan peralatannya terdiri dari object glass, cover glass, tabung reaksi, botol timbang, watch glass, pipet, kompor gas, gergaji, pahat kecil dan besar, mikroskop, kamera makro dan mikro dan mikrotom datar.

B. Metode

a. Pengamatan ciri makroskopis dan pembuatan foto

Ciri makroskopis yang diamati meliputi warna, corak, tekstur dan arah serat kayu. Ciri makroskopis diamati dengan mengikuti prosedur dalam Atlas Kayu Indonesia (Martawijaya et al. 1981). Sebelum difoto menggunakan kamera, kayu terlebih dahulu disayat untuk memperoleh permukaan yang jelas dan terbuka, kemudian diusap dengan sedikit air agar debunya hilang dan terlihat lebih bersih.


(25)

13 b. Pengamatan ciri mikroskopis dan pengukuran dimensi serat

Terdapat dua kegiatan, yaitu: i) Pembuatan preparat maserasi

Preparat maserasi dibuat untuk mengukur dimensi dan mengamati kualitas serat. Sampel dipotong-potong menjadi ukuran sebesar batang korek api (chip), kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ke dalam tabung reaksi lalu dimasukkan campuran larutan asam asetat glasial 60% dan peroksida 35% dengan perbandingan 1:1. Tabung reaksi selanjutnya dimasukkan ke dalam waterbath dan dipanaskan pada suhu 60ºC sampai warna chip berubah menjadi putih dan terlihat lunak. Setelah agak melunak, chip diangkat dan dicuci bersih hingga bebas asam, lalu dipindahkan ke dalam wadah bekas film, diberi pewarna (safranin) sekitar 3-5 tetes dan dibiarkan sekitar 1-2 jam. Setelah pewarnaan merata, kumpulan sel tadi diletakkan di atas kaca preparat dan ditetesi dengan toluena dan xylol lalu disebar merata guna mempermudah perhitungan dimensi serat. Selanjutnya ditutup dengan cover glass dan siap untuk diamati dan diukur.

Sel yang diamati adalah sel pembuluh dan serat. Dimensi sel pembuluh yang diukur adalah panjang dan diameternya, sedangkan dimensi serat yang diukur meliputi panjang dan diameter serat serta diameter lumen. Jumlah sel pembuluh yang dijadikan sampel adalah 15 sel, sedangkan jumlah serat adalah 30 sampel. Panjang serat, panjang sel pembuluh dan diameter pembuluh diukur menggunakan perbesaran empat kali, sedangkan untuk diameter serat dan diameter lumen menggunakan perbesaran 10-20 kali.

ii) Pembuatan sayatan mikrotom

Sayatan mikrotom dibuat pada ketiga penampang (lintang, radial dan tangensial). Ukuran masing-masing penampang contoh uji kurang lebih 1,5 cm x 2 cm x 3 cm. Contoh uji direbus dalam air dengan temperatur tidak lebih dari 60ºC selama 3 hari, lalu dipindahkan dan direndam dalam wadah yang berisi larutan gliserin dan alkohol 96% dengan perbandingan 1:1 hingga lunak. Waktu perendaman tergantung


(26)

14 pada jenis kayu: semakin lama perendaman kayu akan semakin lunak dan sebagai akibatnya akan semakin baik hasil penyayatannya.

Kayu diangkat dan ditiriskan dan siap disayat. Sayatan yang dihasilkan kemudian diproses menurut metode Sass (1961), yaitu didehidrasi dalam alkohol bertingkat mulai 30 hingga 96%, diwarnai dengan safranin dan direndam dalam toluena selama 5 menit untuk membebaskan sayatan dari sisa safranin yang ada. Kemudian sayatan diletakkan di atas object glass, ditetesi xylol, dan ditutup dengan cover glass. Selanjutnya siap diamati dibawah mikroskop dan difoto.

C. Analisis Data

Data yang bersifat kualitatif seperti warna, corak, tekstur dan arah serat kayu selanjutnya dideskripsikan dalam bentuk tulisan. Data yang bersifat kuantitatif (panjang dan diameter serat, diameter lumen, serta panjang dan diameter pembuluh) disajikan dalam bentuk selang. Keseluruhan data yang sesuai kemudian saling diperbandingkan, baik antar keempat Talauma spp. maupun antara Talauma spp. dengan A. elegans.


(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat Makroskopis 1. Warna dan corak

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa warna kayu Aromadendron elegans berbeda dengan warna keempat jenis kayu talauma yang diteliti. Kayu T. gigantifolia, T. liliifera, T. rubra dan T. singapurensis pada umumnya berwarna kuning kecoklatan, sedangkan kayu A. elegans coklat keabuan (lebih gelap). Kayu T. singapurensis kuningnya bahkan lebih pucat (Gambar 4).

Gambar 4 Warna dan corak kayu: (a) A. elegans; (b) Talauma gigantifolia; (c) T. liliifera; (d) T. rubra; (e) T. singapurensis.

Warna kayu terkait dengan banyaknya kandungan zat ekstraktif yang ada (Hoadley 1980). Dengan demikian dapat diduga bahwa zat ekstraktif pada kayu A. elegans lebih banyak dibandingkan zat ekstraktif pada keempat jenis kayu talauma yang diteliti. Diantara keempat jenis talauma yang diteliti, kayu T. singapurensis memiliki kandungan zat ekstraktif yang paling rendah.

Dari Gambar 4 juga dapat dilihat bahwa kelima jenis kayu yang diteliti tidak menampilkan corak yang khas karena kurang tegasnya batas lingkaran tumbuh yang ada. Lingkaran tumbuh yang jelas akan lebih mempertegas corak kayu.


(28)

16

2. Tekstur

Hasil pengukuran tekstur kayu menunjukkan bahwa tekstur kelima jenis kayu yang diteliti bervariasi: mulai halus-sedang hingga sedang-kasar. Kayu T. singapurensis dan T. gigantifolia bertekstur halus-sedang, kayu T. liliifera bertekstur halus-kasar, sementara T. rubra dan A. elegans merupakan kayu-kayu yang bertekstur sedang-kasar.

Khusus terhadap kayu A. elegans, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa tekstur kayu A. elegans tergolong agak halus dan merata (Sosef et al. 1998). Perbedaan ini diduga terkait dengan perbedaan umur sampel yang digunakan.

3. Arah serat

Hasil pengamatan terhadap arah serat menunjukkan bahwa kayu T. rubra dan T. singapurensis memiliki arah serat yang sama dengan kayu A. elegans; sedangkan T. gigantifolia dan T. liliifera tidak. Kayu A. elegans, T. rubra dan T. singapurensis memiliki arah serat lurus hingga agak berpadu; sedangkan T. gigantifolia dan T. liliifera memiliki arah serat lurus.

Sebagaimana halnya dengan tekstur kayu, hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil penelitian terdahulu. Menurut Sosef et al. (1998), kayu A. elegans berserat lurus. Perbedaan ini diduga terkait dengan perbedaan umur dan kondisi sampel yang digunakan.

B. Sifat Mikroskopis

Hasil pengamatan sifat mikroskopis pada kelima jenis kayu untuk ketiga bidang pengamatan disajikan pada Gambar 5, 6 dan 7. Sifat mikroskopis yang diamati adalah pembuluh, serat, jari-jari dan parenkim.


(29)

17

Gambar 5 Penampang lintang kelima jenis kayu yang diteliti: (a) A. elegans; (b) T. gigantifolia; (c) T. liliifera; (d) T. rubra; dan (e) T. singapurensis (Perbesaran 50x)

Gambar 6 Penampang radial kelima jenis kayu yang diteliti: (a) A. elegans; (b) T. gigantifolia; (c) T. liliifera; (d) T. rubra; dan (e) T. singapurensis (Perbesaran 50x)


(30)

18

Gambar 7 Penampang tangensial kelima jenis kayu yang diteliti: (a) A. elegans; (b) T. gigantifolia; (c) T. liliifera; (d) T. rubra; dan (e) T. singapurensis (Perbesaran 50x)

1. Sel pembuluh

Hasil pengamatan terhadap sel pembuluh yang meliputi pola penyebaran, pengelompokan, tipe bidang perforasi, pernoktahan, diameter dan jumlah per satuan luas disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik sel pembuluh pada lima jenis kayu yang diteliti

Jenis

Penye-baran

Pengelom-pokkan

Bidang

Perforasi Noktah

Dia-meter (μ) Jumlah per mm² Aromadendron

elegans Tata baur

Soliter dan gabung radial 2-6 sel Bentuk tangga Bentuk

tangga 133-298 7-15

Talauma

gigantifolia Tata baur

Soliter dan gabung radial 2-5 sel Bentuk tangga Bentuk

tangga 135-266 7-17

Talauma

liliifera Tata baur

Soliter dan gabung radial 2-5 sel Bentuk tangga Bentuk tangga; berhadap- hadapan

112-206 8-17

Talauma rubra Tata baur

Soliter dan gabung radial 2-6 sel Bentuk tangga Bentuk

tangga 78-224 9-24

Talauma

singapurensis Tata baur

Soliter dan gabung radial 2-3 sel Bentuk tangga Bentuk


(31)

19 Dari Tabel 3 diketahui bahwa kelima jenis kayu yang diteliti banyak memiliki kemiripan dalam hal penyebaran dan pengelompokan pori serta tipe bidang perforasi dan pernoktahannya. Kayu T. singapurensis paling mudah dibedakan dari yang lainnya karena pengelompokan porinya yang hanya terdiri dari 2-3 sel dan memiliki ukuran diameter pori yang tergolong kecil hingga besar. Keempat jenis kayu lainnya memiliki diameter pori yang tergolong sedang hingga besar.

Dari segi pengelompokan pori, kayu T. rubra serupa dengan kayu A. elegans; sedangkan kayu T. gigantifolia serupa dengan T. liliifera. Perbedaan antara kayu T. rubra dengan A. elegans terletak pada ukuran diameter dan frekuensi sel pembuluh per mm2; sedangkan antara T. gigantifolia dan T. liliifera terletak pada ukuran diameter pori dan tipe pernoktahannya. Diameter sel pembuluh pada kayu T. rubra lebih kecil dibandingkan dengan diameter sel pembuluh pada kayu A. elegans (78-224 μ berbanding 133-298 μ), sedangkan frekuensi sel pembuluhnya lebih banyak (9-24 sel berbanding 7-15 sel per mm2). Dibandingkan dengan kayu T. liliifera, diameter sel pembuluh pada kayu T. gigantifolia lebih besar (135-266 μ berbanding 112-206 μ). Selain pernoktahan bentuk tangga, pada dinding sel pembuluh kayu T. liliifera dijumpai juga pernoktahan yang berhadap-hadapan (opposite).

Hal menarik pada penelitian ini adalah ditemukannya tilosis pada semua jenis kayu (Gambar 5). Menurut Pandit dan Kurniawan (2008), tilosis adalah isi pori yang tidak berwarna tetapi dapat memantulkan sinar bila kayu diarahkan ke sumber cahaya (sinar). Selain tilosis, pada seluruh jenis kayu talauma yang diteliti juga dijumpai adanya endapan dan atau getah. Pada kayu T. gigantifolia dan T. singapurensis endapannya berwarna hitam dan merah, pada A. elegans dan T. rubra coklat, sedangkan pada T. liliifera berwarna merah.

2. Sel Parenkim

Dari gambar preparat mikrotom bidang melintang (Gambar 5), kelima jenis kayu yang diteliti memiliki parenkim bentuk pita yang bervariasi dalam jumlah lapisan sel penyusunnya dan jumlah sel per untainya. Keempat jenis kayu talauma berparenkim pita tangensial panjang, sedangkan kayu A. elegans berparenkim tangensial pendek. Pada kayu T. gigantifolia dan T. singapurensis


(32)

20 parenkim bentuk pitanya terdiri dari 2-3 lapis sel, sementara pada kayu T. liliifera dan T. rubra 3-6 lapis sel. Parenkim pita tangensial pendek pada kayu A. elegans kurang jelas terlihat.

Berdasarkan jumlah sel per untainya, parenkim pita pada A. elegans dan T. gigantifolia lebih banyak dibandingkan parenkim pita pada T. liliifera, T. rubra, dan T. singapurensis. Parenkim pita pada A. elegans dan T. gigantifolia sama-sama terdiri dari 5-8 sel per untai; sedangkan T. liliifera, T. rubra, dan T. singapurensis hanya 3-4 sel per untai.

3. Jari-jari

Hasil pengamatan terhadap sel jari-jari pada masing-masing bidang pengamatan yang meliputi lebar dan jumlah baris, komposisi, jumlah lapisan sel tegak dan sel bujur sangkar, bentuk kristal, lebar dan tinggi jari-jari serta keberadaan sel minyak (saluran radial) disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Karakteristik sel jari-jari pada lima jenis kayu yang diteliti Bidang dan Parameter Pengamatan Aromaden-dron elegans Talauma gigan-tifolia Talauma liliifera Talauma rubra Talauma singapurens is

X Lebar dan

jumlah baris Uniseriate dominan; 1-2 seri Biseriate dominan; 1-3 seri Multiseriate dominan; 2-3 seri Biseriate dominan; 1-3 seri Biseriate dominan; 1-3 seri R

Komposisi

Hetero-seluler

Hetero-seluler Heteroseluler

Hetero-seluler Heteroseluler

Jml lapisan sel

tegak 0-3 1-7 1-3 1-3 1-4

Jml lapisan sel

bujur sangkar 1-4 1-5 1-2 1-2 1-2

Bentuk kristal Cristalsand dan rhomboidal Cristalsand dan rhomboidal Cristalsand dan raphides

Cristalsand dan raphides

Cristalsand dan druse T

Lebar 1-3 1-3 1-3 2-3 1-3

Tinggi 7-27 3-23 5-27 7-29 5-31

Sel minyak Ada Ada Ada Ada Ada

Dari Tabel 4 diketahui bahwa sel jari-jari kayu pada kelima jenis kayu yang diteliti memiliki kesamaan dalam tiga hal, yaitu komposisi selnya heteroseluler, berisi kristal yang berupa butiran pasir dan ditemukan adanya sel-sel minyak yang radial. Komposisi sel-sel yang heterosel-seluler menandakan bahwa jari-jari kayu disusun oleh sel-sel yang heterogen. Selain sel tegak dan sel bujur sangkar, ditemukan juga adanya sel-sel baring.


(33)

21 Dari hasil pengamatan pada bidang lintang diketahui bahwa lebar jari-jari bervariasi. Jari-jari kayu A. elegans didominasi oleh jari-jari uniseriate (1-2 seri), kayu T. gigantifolia, T. rubra, dan T. singapurensis biseriate (1-3 seri), sedangkan kayu T. liliifera multiseriate (2-3).

Hasil pengamatan pada bidang radial memperlihatkan perbedaan dalam hal jumlah lapisan sel tegak dan sel bujur sangkar, dan macam (bentuk) kristal yang ada di dalam jari-jari kayu. Sel tegak pada jari-jari kayu T. liliifera dan T. rubra berjumlah 1-3 lapis, pada T. singapurensis 1-4 lapis, sementara pada T. gigantifolia 1-7 lapis. Sel tegak jari-jari pada kayu A. elegans berjumlah 0-3 lapis. Jumlah lapisan sel bujur sangkar pada jari-jari kayu T. liliifera sama dengan yang ditemukan pada jari-jari kayu T. rubra maupun T. singapurensis, yaitu 1-2 lapis. Nilai ini berbeda dibandingkan dengan yang terdapat pada kayu T. gigantifolia (1-5 lapis) ataupun pada kayu A. elegans (1-4 lapis). Selain cristal sand, macam kristal yang terdapat di dalam jari-jari kayu yang diteliti juga berbeda. Druse (kristal yang permukaannya menonjol) ditemukan pada kayu T. singapurensis, raphides (kristal berbentuk jarum panjang) pada kayu T. liliifera dan T. rubra, sedangkan rhomboidal (kristal prisma segi banyak) pada kayu T. gigantifolia dan A. elegans.

Hasil pengamatan pada bidang tangensialnya menunjukkan bahwa lebar jari-jari kayu T. gigantifolia, T. liliifera dan T. singapurensis sama dengan lebar jari-jari kayu A. elegans tetapi berbeda dibandingkan dengan lebar jari-jari kayu T. rubra. Jari-jari kayu T. rubra relatif lebih lebar (2-3 berbanding 1-3 sel).

Dari segi tinggi jari-jari, kelima jenis kayu yang diteliti juga bervariasi. Kayu T. rubra dan T. singapurensis tergolong paling tinggi, dan diikuti oleh kayu T. liliifera dan A. elegans. Kayu T. gigantifolia memiliki tinggi jari-jari yang paling pendek. Berdasarkan klasifikasi tinggi jari-jari kayu menurut Pandit dan Kurniawan (2008), maka kelima jenis kayu yang diteliti termasuk kayu dengan jari-jari yang tergolong tinggi (> 15 sel).

Berdasarkan hasil yang diperoleh (Tabel 3 dan 4) diketahui bahwa semua kayu yang diteliti memiliki bidang perforasi tipe tangga dan sel minyak. Oleh


(34)

22 karena itu keduanya merupakan ciri penting identifikasi jenis kayu untuk anggota suku Magnoliaceae.


(35)

23

4. Dimensi Serat dan Nilai Turunannya

Hasil pengamatan terhadap dimensi serat yang meliputi panjang, diameter dan tebal dinding serta diameter lumen disajikan pada Tabel 5. Nilai turunan dimensi serat yang terdiri dari Runkle ratio (RR), felting power (FP), Mulhstep ratio (MR), flexibility ratio (FR), dan coeffisien of rigidity (CR) disajikan pada Tabel 6.

Tabel 5 Rata-rata nilai dimensi serat 5 jenis kayu yang diteliti

Jenis Dimensi (μm) Panjang serat Diameter serat Diameter lumen Tebal dinding

Aromadendron elegans 2019 39 22 8

Talauma gigantifolia 2083 38 23 7

Talauma liliifera 2095 40 19 11

Talauma rubra 2122 40 19 10

Talauma singapurensis 1782 30 12 9

Dari tabel di atas diketahui bahwa kayu T. rubra memiliki rata-rata serat yang paling panjang (2123 μm), sedangkan kayu T. singapurensis paling pendek (1782 μm). Panjang serat pada kayu-kayu T. liliifera, T. gigantifolia dan A. elegans relatif sama. Diameter serat dan diameter lumen pada keempat jenis kayu yaitu A. elegans, T. gigantifolia, T. liliifera dan T. rubra relatif seragam, sedangkan diameter serat dan lumen serat kayu T. singapurensis paling sempit. Dari segi tebal dinding seratnya, kelima jenis kayu yang diteliti relatif seragam, yakni berkisar antara 7 hingga 11 μm.

Tabel 6 Nilai turunan dimensi serat 5 jenis kayu yang diteliti dan skoringnya

Kriteria

Jenis kayu

A.elegans T. gigantifolia T. liliifera T. rubra T. singapurensis

Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor

Panjang

serat (mm) 2019 100 2083 100 2095 100 2122 100 1782 50

RR 0,72 25 0,55 25 1,70 0 0,95 25 1,60 0

FP 48,28 25 54,61 50 58,12 50 50,75 50 52,92 50

MR 60,61 25 51,99 50 78,24 25 74,57 25 86,00 0

FR 0,61 50 0,69 50 0,42 25 0,50 50 0,35 25

CR 0,22 25 0,19 25 0,28 25 0,24 25 0,24 25

Total - 250 - 300 - 225 - 275 - 150

Kelas II II II II III

Keterangan: RR = Runkle ratio, FP = felting power, MR = Muhlsteph ratio, FR = flexibility ratio, dan CR = coefficient of rigidity


(36)

24 Menurut Heyne (1987), kayu A. elegans banyak digunakan sebagai bahan bangunan dan furnitur. Dari data diatas (Tabel 5), maka keempat jenis kayu lainnya dapat digunakan sebagai pengganti kayu A. elegans karena memiliki tebal dinding sel yang hampir sama bahkan lebih tebal. Akan tetapi untuk memperkuat dugaan tersebut maka perlu dilakukan pengujian sifat fisis dan mekanis lebih lanjut.

Kualitas serat merupakan salah satu dasar untuk mengetahui kemungkinan penggunaan suatu jenis kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas (Casey 1980). Dari Tabel 6 diketahui bahwa kayu-kayu T. gigantifolia, T. liliifera, T. rubra dan A. elegans dapat digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas, sedangkan T. singapurensis tidak. Kalaupun kayu T. singapurensis dipaksakan sebagai bahan baku pulp dan kertas, maka kualitas pulp yang dihasilkan akan tergolong rendah karena kualitas seratnya masuk dalam Kelas Mutu III. Menurut Rachman dan Siagian (1976), serat dengan Kelas Mutu III sulit digiling karena tebal dan kaku, sehingga lembaran pulp yang dihasilkan akan memiliki kekuatan tarik dan ketahanan jebol yang rendah. Mengingat kayu T. gigantifolia memiliki nilai total yang lebih baik dan nilai Runkle ratio yang lebih rendah dari kayu A. elegans dan T. rubra, maka kayu T. gigantifolia lebih berpotensi digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas.


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Sifat makroskopis dan mikroskopis antar keempat jenis kayu Talauma spp. yang diteliti bervariasi dalam hal tekstur, arah serat, pengelompokan pori dalam arah radial, frekuensi pembuluh, ukuran jari-jari, jenis kristal, panjang serat, diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding serat. Sedangkan warna, corak, penyebaran pori-pori, tipe pernoktahan, tipe bidang perforasi, tipe sel parenkim, keberadaan tilosis dan sel minyak serta komposisi sel penyusun jari-jarinya memperlihatkan keseragaman.

2. Dibandingkan dengan kayu Aromadendron elegans, sifat makroskopis dan mikroskopis keempat jenis kayu Talauma spp. yang diteliti memperlihatkan kesamaan dalam hal corak, penyebaran pori-pori, tipe pernoktahan, tipe bidang perforasi, keberadaan tilosis dan sel minyak serta komposisi sel penyusun jari-jarinya. Sedangkan warna, tekstur, arah serat, pengelompokan pori dalam arah radial, frekuensi pembuluh, tipe sel parenkim, macam jari-jari, jenis kristal, panjang serat, diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding serat memperlihatkan adanya perbedaan.

3. Bidang perforasi bentuk tangga dan keberadaan sel minyak dapat dijadikan sebagai ciri kunci dalam mengidentifikasi jenis-jenis kayu anggota suku Magnoliaceae.

4. Keempat jenis kayu yang diteliti, yakni T. gigantifolia, T. liliifera, T. rubra dan T. singapurensis dapat digunakan sebagai pengganti kayu A. elegans untuk tujuan penggunaan sebagai bahan bangunan, sedangkan yang berpotensi sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas adalah kayu T. gigantifolia.

B. Saran

Untuk lebih meyakinkan dugaan bahwa keempat jenis kayu Talauma spp. yang diteliti dapat digunakan sebagai pengganti kayu A. elegans, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait sifat fisis dan mekanisnya. Adapun untuk


(38)

25 lebih meyakinkan bahwa kayu T. gigantifolia berpotensi sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait dengan sifat dan kekuatan pulp dan kertas yang dihasilkan.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Casey, J. 1980. Pulp and Paper: Chemistry and Chemical Technology. Third Edition Vol. IA. New York: Willey and Sons Inc.

Haygreen, J. G. and J. L. Bowyer. 2003. Forest Product and Wood Science: An Introduction. 3rd Edition. Iowa: Iowa State University Press/Ames.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Departemen Kehutanan.

Hoadley, R. B. 1980. Identifying Wood Accurate Result with Sampel Tools. United State of America: The Taunten Press, Inc.

IAWA. 2008. Identifikasi Kayu: Ciri Mikroskopik Untuk Identifikasi Kayu Daun Lebar. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Mandang, Y. I. dan Pandit, I K. N. 2002. Seri Manual Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor: PROSEA.

Martawijaya, A., I. Kartasujana dan S. A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jillid I. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.

Metcalfe, C. R. and L. Chalk. 1950. Anatomy of the Dicotyledons: Leaves, Stem, and Wood an Relation to Taxonomy with Notes on Economic Uses. Oxford: The Clarendon Press.

Pandit, I K. N. dan H. Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pandit, I K. N. dan D. Kurniawan. 2008. Anatomi Kayu. Bogor: Fakultas

Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Panshin, A. J. and C. de Zeeuw. 1980. Textbook of Wood Technology: Structure, Identification, Uses, and Properties of the Commercial Woods of the United States and Canada. New York: McGraw-Hill Book Company. Prasetyo, A. 2009. Struktur Anatomi dan Kualitas Serat Enam Jenis Kayu Sangat

Kurang Dikenal (The Least Known Wood Species) dari Famili Leguminoceae. Skripsi. Bogor: Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Rachman, A. N. dan R. M. Siagian. 1976. Dimensi Serat Jenis Kayu Indonesia Bagian III. Bogor: Laporan LPHH no. 75.

Rulliaty, S. dan R. Damayanti. 2007. Struktur Anatomi dan Dimensi Serat Jenis-jenis Kayu The Least Known. Laporan Akhir Penelitian. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Sass, J. E. 1961. Botanical Microtechnique. Iowa: The Iowa State University Press.

Sosef, M. S. M., L. T. Hong and S. Prawirohatmodjo. 1998. Plant Resources of South East Asia No. 5(3): Timber trees: Lesser-known timber. PROSEA. Bogor.


(40)

27 Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood. Structure, Properties.


(41)

(42)

29

Lampiran 1. Rata-rata dimensi serat dan pori-pori kayu Aromadendron elegans

No. Panjang (μm) ø Serat (μm) ø Lumen (μm) Tebal Dinding (μm) Panjang Pori (μm) ø Pori (μm) Frekuensi Pori / mm²

1 2434.27 36 17.76 18.24 1119.81 233.58 12

2 2035.81 50.4 38.88 11.52 1493.08 180.91 8

3 1960.24 47.04 16.32 30.72 1124.39 240.45 10

4 2219.01 50.88 29.28 21.6 881.65 290.83 7

5 2354.12 38.88 28.32 10.56 1211.41 192.36 12

6 2360.99 42.72 29.28 13.44 1515.98 192.36 14

7 1777.04 42.72 25.92 16.8 1204.54 155.72 11

8 1928.18 29.76 21.12 8.64 1248.05 132.82 13

9 2239.62 30.24 14.4 15.84 1374 231.29 13

10 2061 38.88 21.12 17.76 989.28 164.88 15

11 2324.35 30.24 13.44 16.8 1186.22 297.7

12 1832 32.64 15.36 17.28 1495.37 192.36

13 1632.77 39.36 21.6 17.76 1472.47 135.11

14 2225.88 38.4 19.68 18.72 1330.49 162.59

15 2122.83 36.48 19.2 17.28 1151.87 201.52

16 2061

17 1987.72

18 2182.37

19 1944.21

20 1845.74

21 1907.57


(43)

30

23 1969.4

24 1907.57

25 1449.57

26 2120.54

27 2012.91

28 1861.77

29 2296.87

30 1584.68

Jumlah 60570.5 584.64 331.68 252.96 18798.61 3004.48 115

Rataan 2019.017 38.976 22.112 16.864 1253.241 200.2987 11.5

SD 236.2774 6.858651 7.001766 5.143802 191.7719 50.28226 2.54951

Maks. 2434.27 50.88 38.88 30.72 1515.98 297.7 15


(44)

31

Lampiran 2. Rata-rata dimensi serat dan pori-pori kayu Talauma gigantifolia.

No. Panjang (μm) ø Serat (μm) ø Lumen (μm) Tebal Dinding (μm) Panjang Pori (μm) ø Pori (μm) Frekuensi Pori / mm²

1 2001.46 40.8 24 16.8 1076.3 141.98 13

2 2512.13 39.84 24.96 14.88 1557.2 144.27 7

3 2484.65 27.84 19.68 8.16 1177.06 215.26 9

4 1990.01 35.52 21.6 13.92 1357.97 219.84 13

5 1948.79 36.96 21.12 15.84 845.01 141.98 10

6 1907.57 37.92 24 13.92 1039.66 160.3 15

7 1403.77 36 24.96 11.04 780.89 158.01 17

8 1383.16 35.04 23.52 11.52 1584.68 199.23 12

9 2354.12 45.12 32.16 12.96 2285.42 265.64 13

10 2173.21 42.24 20.64 21.6 1284.69 199.23 15

11 1401.48 32.16 18.72 13.44 1351.1 144.27

12 1870.93 43.2 25.44 17.76 1726.66 167.17

13 2374.73 40.32 24.96 15.36 1035.08 153.43

14 2315.19 37.44 20.16 17.28 1261.79 135.11

15 2093.06 36.96 20.64 16.32 1461.02 158.01

16 1795.36

17 2143.44

18 2271.68

19 1841.16

20 1678.57

21 2264.81


(45)

32

23 2338.09

24 2686.17

25 2312.9

26 2175.5

27 2349.54

28 1905.28

29 2445.72

30 2136.57

Jumlah 62510.13 567.36 346.56 220.8 19824.53 2603.73 124

Rataan 2083.671 37.824 23.104 14.72 1321.635 173.582 12.4

SD 332.8424 4.396279 3.354444 3.213116 378.5748 37.76963 3.025815

Maks. 2686.17 45.12 32.16 21.6 2285.42 265.64 17


(46)

33

Lampiran 3. Rata-rata dimensi serat dan pori-pori kayu Talauma liliifera.

No. Panjang (μm) ø Serat (μm) ø Lumen (μm) Tebal Dinding (μm) Panjang Pori (μm) ø Pori (μm) Frekuensi Pori / mm²

1 1644.22 38.88 25.44 13.44 1280.11 141.98 13

2 2054.13 47.52 29.76 17.76 833.56 192.36 13

3 2134.28 45.6 25.92 19.68 1014.47 203.81 8

4 2015.2 29.28 5.28 24 1232.02 112.21 14

5 2317.48 42.72 14.4 28.32 1337.36 158.01 10

6 1996.88 43.68 16.32 27.36 943.48 169.46 12

7 2111.38 31.2 13.92 17.28 1364.84 139.69 15

8 2010.62 37.92 15.36 22.56 1023.63 116.79 8

9 2191.53 34.56 17.28 17.28 705.32 206.1 17

10 2040.39 45.6 23.04 22.56 1023.63 139.69 11

11 2381.6 47.52 22.56 24.96 1094.62 164.88

12 2452.59 46.08 19.68 26.4 980.12 114.5

13 2191.53 42.24 18.24 24 1028.21 164.88

14 2077.03 25.44 12.48 12.96 1074.01 187.78

15 1715.21 41.76 21.12 20.64 1172.48 169.46

16 1815.97

17 2141.15

18 2109.09

19 2328.93

20 2166.34

21 2276.26


(47)

34

23 2223.59

24 2239.62

25 2303.74

26 1724.37

27 1976.27

28 2086.19

29 2214.43

30 2047.26

Jumlah 62860.5 600 280.8 319.2 16107.86 2381.6 121

Rataan 2095.35 40 18.72 21.28 1073.857 158.7733 12.1

SD 197.1025 6.976336 6.208271 4.798857 181.6239 30.98661 2.923088

Maks. 2452.59 47.52 29.76 28.32 1364.84 206.1 17


(48)

35

Lampiran 4. Rata-rata dimensi serat dan pori-pori kayu Talauma rubra.

No. Panjang (μm) ø Serat (μm) ø Lumen (μm) Tebal Dinding (μm) Panjang Pori (μm) øPori (μm) Frekuensi Pori / mm²

1 1882.38 36.00 13.92 11.04 1161.03 190.07 12

2 2704.49 45.12 24.96 10.08 1305.30 183.20 11

3 1827.42 37.44 16.32 10.56 909.13 215.26 9

4 1886.96 48.00 26.40 10.80 1245.76 114.50 15

5 2365.57 30.24 15.84 7.20 1346.52 146.56 24

6 1836.58 33.60 17.28 8.16 1282.40 107.63 24

7 2402.21 35.52 16.32 9.60 1092.33 176.33 20

8 2354.12 41.28 20.64 10.32 1259.50 171.75 11

9 2331.22 42.72 23.04 9.84 794.63 139.69 12

10 1919.02 44.16 24.00 10.08 1328.20 183.20 9

11 2454.88 53.76 29.28 12.24 895.39 135.11

12 2360.99 34.08 14.88 9.60 1234.31 160.30

13 2017.49 34.56 15.36 9.60 1204.54 174.04

14 2221.30 39.84 14.40 12.72 1021.34 77.86

15 2528.16 38.40 16.80 10.80 1275.53 224.42

16 1971.69

17 2088.48

18 2115.96

19 1925.89

20 2223.59

21 1946.50

22 1955.66

23 2088.48

24 1898.41

25 1548.04


(49)

36

27 2070.16

28 2257.94

29 2365.57

30 2523.58

Jumlah 63682.61 594.72 289.44 152.64 17355.91 2399.92 147

Rataan 2122.75 39.65 19.30 10.18 1157.06 159.99 15

SD 279.54 6.27 4.99 1.38 174.73 40.14 6

Maks. 2704.49 53.76 29.28 12.72 1346.52 224.42 24


(50)

37

Lampiran 5. Rata-rata dimensi serat dan pori-pori kayu Talauma singapurensis.

No. Panjang (μm) ø Serat (μm) ø Lumen (μm) Tebal Dinding (μm) Panjang Pori (μm) ø Pori (μm) Frekuensi Pori / mm²

1 1490.79 27.84 13.92 13.92 922.87 196.94 16

2 2411.37 29.04 10.32 18.72 1119.81 229 10

3 1241.18 28.8 6 22.8 943.48 242.74 14

4 1848.03 32.16 17.76 14.4 1030.5 210.68 10

5 1701.47 29.76 8.4 21.36 1071.72 169.46 13

6 1900.7 24.24 12 12.24 1495.37 196.94 7

7 2251.07 34.8 12.48 22.32 751.12 196.94 9

8 1692.31 27.84 17.04 10.8 625.17 171.75 11

9 1717.5 29.04 10.32 18.72 757.99 185.49 12

10 1534.3 30.48 12.48 18 1083.17 139.69 8

11 1362.55 29.04 17.76 11.28 1905.28 141.98

12 1951.08 29.04 7.2 21.84 641.2 187.78

13 1655.67 25.68 13.68 12 1117.52 167.17

14 1534.3 26.64 5.04 21.6 977.83 212.97

15 1761.01 44.88 21.84 23.04 819.82 203.81

16 1694.6

17 1621.32

18 1896.12

19 2138.86

20 1722.08

21 1422.09


(51)

38

23 2051.84

24 1570.94

25 1678.57

26 2425.11

27 2040.39

28 2170.92

29 1722.08

30 1506.82

Jumlah 53462.34 449.28 186.24 263.04 15262.85 2853.34 110

Rataan 1782.078 29.952 12.416 17.536 1017.523 190.2227 11

SD 294.861 4.832632 4.773757 4.6267 330.9423 28.94663 2.788867

Maks. 2425.11 44.88 21.84 23.04 1905.28 242.74 16


(1)

33

Lampiran 3. Rata-rata dimensi serat dan pori-pori kayu

Talauma liliifera

.

No. Panjang (μm) ø Serat (μm) ø Lumen (μm) Tebal Dinding (μm) Panjang Pori (μm) ø Pori (μm) Frekuensi Pori / mm²

1 1644.22 38.88 25.44 13.44 1280.11 141.98 13

2 2054.13 47.52 29.76 17.76 833.56 192.36 13

3 2134.28 45.6 25.92 19.68 1014.47 203.81 8

4 2015.2 29.28 5.28 24 1232.02 112.21 14

5 2317.48 42.72 14.4 28.32 1337.36 158.01 10

6 1996.88 43.68 16.32 27.36 943.48 169.46 12

7 2111.38 31.2 13.92 17.28 1364.84 139.69 15

8 2010.62 37.92 15.36 22.56 1023.63 116.79 8

9 2191.53 34.56 17.28 17.28 705.32 206.1 17

10 2040.39 45.6 23.04 22.56 1023.63 139.69 11

11 2381.6 47.52 22.56 24.96 1094.62 164.88

12 2452.59 46.08 19.68 26.4 980.12 114.5

13 2191.53 42.24 18.24 24 1028.21 164.88

14 2077.03 25.44 12.48 12.96 1074.01 187.78

15 1715.21 41.76 21.12 20.64 1172.48 169.46

16 1815.97 17 2141.15 18 2109.09 19 2328.93 20 2166.34 21 2276.26 22 1873.22


(2)

34

23 2223.59 24 2239.62 25 2303.74 26 1724.37 27 1976.27 28 2086.19 29 2214.43 30 2047.26

Jumlah 62860.5 600 280.8 319.2 16107.86 2381.6 121

Rataan 2095.35 40 18.72 21.28 1073.857 158.7733 12.1

SD 197.1025 6.976336 6.208271 4.798857 181.6239 30.98661 2.923088

Maks. 2452.59 47.52 29.76 28.32 1364.84 206.1 17


(3)

35

Lampiran 4. Rata-rata dimensi serat dan pori-pori kayu

Talauma rubra

.

No. Panjang (μm) ø Serat (μm) ø Lumen (μm) Tebal Dinding (μm) Panjang Pori (μm) øPori (μm) Frekuensi Pori / mm²

1 1882.38 36.00 13.92 11.04 1161.03 190.07 12

2 2704.49 45.12 24.96 10.08 1305.30 183.20 11

3 1827.42 37.44 16.32 10.56 909.13 215.26 9

4 1886.96 48.00 26.40 10.80 1245.76 114.50 15

5 2365.57 30.24 15.84 7.20 1346.52 146.56 24

6 1836.58 33.60 17.28 8.16 1282.40 107.63 24

7 2402.21 35.52 16.32 9.60 1092.33 176.33 20

8 2354.12 41.28 20.64 10.32 1259.50 171.75 11

9 2331.22 42.72 23.04 9.84 794.63 139.69 12

10 1919.02 44.16 24.00 10.08 1328.20 183.20 9

11 2454.88 53.76 29.28 12.24 895.39 135.11

12 2360.99 34.08 14.88 9.60 1234.31 160.30

13 2017.49 34.56 15.36 9.60 1204.54 174.04

14 2221.30 39.84 14.40 12.72 1021.34 77.86

15 2528.16 38.40 16.80 10.80 1275.53 224.42

16 1971.69 17 2088.48 18 2115.96 19 1925.89 20 2223.59 21 1946.50 22 1955.66 23 2088.48 24 1898.41 25 1548.04 26 1609.87


(4)

36

27 2070.16 28 2257.94 29 2365.57 30 2523.58

Jumlah 63682.61 594.72 289.44 152.64 17355.91 2399.92 147

Rataan 2122.75 39.65 19.30 10.18 1157.06 159.99 15

SD 279.54 6.27 4.99 1.38 174.73 40.14 6

Maks. 2704.49 53.76 29.28 12.72 1346.52 224.42 24


(5)

37

Lampiran 5. Rata-rata dimensi serat dan pori-pori kayu

Talauma singapurensis

.

No. Panjang (μm) ø Serat (μm) ø Lumen (μm) Tebal Dinding (μm) Panjang Pori (μm) ø Pori (μm) Frekuensi Pori / mm²

1 1490.79 27.84 13.92 13.92 922.87 196.94 16

2 2411.37 29.04 10.32 18.72 1119.81 229 10

3 1241.18 28.8 6 22.8 943.48 242.74 14

4 1848.03 32.16 17.76 14.4 1030.5 210.68 10

5 1701.47 29.76 8.4 21.36 1071.72 169.46 13

6 1900.7 24.24 12 12.24 1495.37 196.94 7

7 2251.07 34.8 12.48 22.32 751.12 196.94 9

8 1692.31 27.84 17.04 10.8 625.17 171.75 11

9 1717.5 29.04 10.32 18.72 757.99 185.49 12

10 1534.3 30.48 12.48 18 1083.17 139.69 8

11 1362.55 29.04 17.76 11.28 1905.28 141.98

12 1951.08 29.04 7.2 21.84 641.2 187.78

13 1655.67 25.68 13.68 12 1117.52 167.17

14 1534.3 26.64 5.04 21.6 977.83 212.97

15 1761.01 44.88 21.84 23.04 819.82 203.81

16 1694.6 17 1621.32 18 1896.12 19 2138.86 20 1722.08 21 1422.09 22 1747.27


(6)

38

23 2051.84 24 1570.94 25 1678.57 26 2425.11 27 2040.39 28 2170.92 29 1722.08 30 1506.82

Jumlah 53462.34 449.28 186.24 263.04 15262.85 2853.34 110

Rataan 1782.078 29.952 12.416 17.536 1017.523 190.2227 11

SD 294.861 4.832632 4.773757 4.6267 330.9423 28.94663 2.788867

Maks. 2425.11 44.88 21.84 23.04 1905.28 242.74 16