ASUHAN KEPERAWATAN
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan, dan keperawatan pasien baik mental, sosial dan lingkungan.
3.1.1 Anamnesa
Nama (sebagai identitas pasien), Status perkawinan (mungkin berpengaruh terkait dengan beban hidup pasien yang sudah menikah), pendidikan (mempengaruhi pasien dalam perilaku kesehatan), pekerjaan (tingkat pekerjaan yang tinggi dapat mempengaruhi stroke karena stres atau beban hidup yang tinggi), agama (sebagai keyakinan pasien), Umur (makin tua kejadian stroke makin tinggi. Padahal usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak. Usia merupakan faktor risiko stroke. Semakin tua usia seseorang maka risiko terkena stroke pun semakin tinggi. Namun penderita stroke saat in tidak terbatas pada seseorang dengan usia lanjut, kaum usia produktif pun perlu waspada terhadap ancaman stroke. Pada usia produktif, stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang gemar mengonsumsi makanan berlemak dan pengguna narkoba (walaupun belom memiliki angka yang pasti)), Jenis Kelamin (Laki-laki lebih beresiko disbanding wanita ), Rasa tau suku bangsa (Bangsa AfrikaNegro, Jepang , dan Cina lebih sering terkena stroke. Orang yang berwatak keras terbiasa cepat atau terburu-buru, seperti orang Sumatra, Sulawesi, dan Madura rentan terkena stroke), tanggal dan jam masuk rumah sakit (perlu mengetahui berapa lama serangan terjadi), nomor register (sebagai identitas pasien), dan diagnosa medis, Identitas penanggung jawab (keluarga pasien): nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.
3.1.2 Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin, 2011).
3.1.3 Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Serangan stroke infark mengakibatkan kehilangan berkomunikasi, gangguan persepsi, kehilangan motorik, dan merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atatu paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah beristirahat (nyeri , kejang otot).
2) Riwayat Kesehatan Dahulu (Muttaqin, 2011).
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
3.1.4 Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing) Pada inspeksi, didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Pada klien dengan tingkat kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi pernafasannya menunjukkan tidak ada kelainan.
Pada auskultasi terdengar bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran atau koma.
Palpasi toraks didapatkan adanya taktil premitus seimbang kanan dan diri, dan
auskultasi tidak terdapat suara tambahan
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan adanya renjatan atau syok hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. Terjadinya peningkatan tekanan darah dan dapat terjadi hipertensi massif (TD mencapai > 200 mmHg)
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada lokasi pembuluh mana yang tersumbat, dan ukuran area yang perfusinya tidak adekuat. Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian ini memeriksa secara fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian sistem lainnya. Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator yang paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.
Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan. Pengkajian fungsi serebral meliputi kasus mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
a. Pengkajian saraf kranial
Pemerikasaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII
Saraf I: biasanya pada klien stroke tidak terdapat kelainan pada fungsi
penciuman
Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegi kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Saraf III, IV, VI: apabla terjadi paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit
Saraf V: pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat Saraf VIII: tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi Saraf IX dan X: kemampuan menelan kurang baik dan sulit untuk membuka
mulutnya Saraf XI: tidak terdapat atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius Saraf XII: lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.
b. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke merupakan penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan hilangnya kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, maka gangguan kontrol motor volunter pada salah satu tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
Inspeksi umum: didapatkan hemiplegi karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Selain itu juga didapatkan terjadinya hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas Meningkatnya tonus otot Mengalami gangguan keseimbangan dan koordinasi karena adanya
hemiparese dan hemiplegi
c. Pengkajian Reflek
Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan reflek profunda dan pemeriksaan reflek patologis. Pada gerakan involunter tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan tekanan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder dengan area fokal kortikal yang peka
d. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer antara mata dan korteks visual. Kehilangan sensori karena stroke dapat Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer antara mata dan korteks visual. Kehilangan sensori karena stroke dapat
4) B4 (Bladder)
Pada stroke klien akan mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi, juga ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Terkadang kontrol sfingter urine eksternal menghilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urin yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Adanya keluhan susah menelan, anoreksia, mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia yang berlanjut akana menunjukkan kerusakan neurologis yang luas.
6) B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegi karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Pada kulit, jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak pucat kebiruan, dan apabila kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah dalam mobilitas fisiknya. Selain itu juga terdapat kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise, serta mudah lelah yang menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
3.1.5 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu menegakkan Diagnosa pasien stroke meliputi:
1. Angiografi Serebri: membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
2. Lumbal pungsi: umumnya dilakukan pada stroke hemoragik.
3. CT scan: memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens lokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar kepermukaan otak.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI) : dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besarluas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
5. USG Doppler : untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG: pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
7. Pemeriksaan darah rutin.
dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
9. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Muttaqin, 2011).
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa adalah fase kedua proses keperawatan. Pada fase ini, perawat menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk menginterpretasi data pengkajian dan mengidentifikasi kekuatan serta masalah pasien (Kozier, 2011). Berdasarkan data pengkajian, Diagnosa keperawatan untuk pasien stroke infark meliputi hal berikut :
1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebri, oklusi otak, vasopasme, dan edema otak.
2. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparesehemiplagia, kelemahan neuromuskuler pada ekstremitas
4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrolkoordinasi otot.
5. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) yang berhubungan dengan imobilisasi, asupan cairan yang tidak adekuat.
6. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) yang berhubungan dengan lesi pada neuron motor atas.
7. Perubahan persepsi-sensori yang berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, integrasi (trauma neurologis atau defisit) yang ditandai dengan disorientasi terhadap waktu, tempat, dan orang; perubahan dalam pola perilakurespons terhadap rangsangan, respons emosional berlebihan; konsentrasi buruk, perubahan proses berpikir; perubahan dalam ketajaman sensori; ketidakmampuan untuk menyebutkan posisi bagian tubuh (propriosepsi), ketidakmampuan mengenalimendekati makna terhadap objek (agnosia visual) (Doenges, 2000).
8. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah makan dan menelan.
9. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan penurunan luas lapang pandang, penurunan sensori rasa (panas, dingin), penurunan tingkat kesadaran.
10. Risiko tinggi gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring yang lama.
3.3 Intervensi Keperawatan
No.
Diagnosa Keperawatan
NIC
NOC
1. Perubahan perfusi jaringan
1. Monitor tanda-tanda vital.
serebral yang berhubungan
2. Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman,
dengan perdarahan intraserebri, kesimetrisan dan reaksi. oklusi otak, vasopasme, dan
3. Monitor adanya diplopia, pandangan kabur,
edema otak.
nyeri kepala.
NOC : Tissue perfusion :
4. Monitor kondisi umum pasien dan
cerebral
orientasinya.
a) Tekanan darah sistole dan
5. Monitor tonus otot pergerakan.
diastole dalam rentang yang
6. Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan
diharapkan.
intrakranial dan respon nerologis.
b) Tidak ada hipotensi ortostatik.
7. Catat perubahan pasien dalam merespon
c) Kemampuan komunikasi
stimulus.
membaik.
8. Monitor status cairan.
d) Menunjukkan konsentrasi
9. Pertahankan parameter hemodinamik
orientasi.
e) Pupil seimbang dan reaktif.
f) Tidak mengalami kejang.
g) Tidak mengalami nyeri kepala.
2. Kerusakan komunikasi verbal 1. Monitor kemampuan berkomunikasi pasien yang berhubungan dengan efek 2. Minta peran serta aktif keluarga dalam terapi dari kerusakan pada area bicara wicara. pada hemisfer otak, kehilangan 3. Tandai bel pasien, sebagai pasien yang tidak kontrol tonus otot fasial atau mampu berkomunikasi. oral, dan kelemahan secara 4. Minta pasien bicara dengan kecepatan pelan, umum.
ulangi perkataan pasien untuk akurasinya.
NOC : Communication
a) Menggunakan bahasa tertulis a) Menggunakan bahasa tertulis
c) Menggunakan gambar untuk berkomunikasi.
d) Memastikan interpretasi pesan yang disampaikan akurat.
3. Hambatan mobilitas fisik yang
1. Monitoring vital sign sebelmsesudah latihan
berhubungan dengan
dan lihat respon pasien saat latihan.
hemiparesehemiplagia,
2. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.
kelemahan neuromuskuler pada
3. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
ekstremitas.
ADLs secara mandiri sesuai kemampuan.
NOC : Self care : Activity Daily
4. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi
Livings.
dan bantu penuhi kebutuhan sehari-hari pasien.
a) Klien meningkat dalam
5. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
aktivitas fisik.
berikan bantuan jika diperlukan.
b) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas.
c) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah.