Mutu dan Keamanan Pangan

4.3. Mutu dan Keamanan Pangan

Kondisi keamanan pangan sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat di seluruh lapisan tanpa mengenal batas usia dangolongan ekonomi. Kondisi keamanan pangan sangat ditentukan oleh lingkungan dan perilaku personil yang menangani pangan dari sejak dipanen sampai di meja makan. Oleh karena itu, peningkatan keamanan pangan harus melibatkan berbagai instansi termasuk pemerintah provinsi, kabupaten dan kota, sebagaimana dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No.28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Terdapat produk industri pangan yang tidak memenuhi syarat (TMS) dari tahun ke tahun. Jika produk yang TMS tersebut dielaborasi lebih lanjut, terlihat bahwa penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) pemanis dan pengawet (benzoat) berlebih, penyalahgunaan bahan berbahaya formalin, boraks, pewarna bukan untuk makanan, dan cemaran mikroba. Urutan penyebab masalah keamanan pangan tersebut berturut-turut adalah: cemaran mikroba, BTP pemanis berlebih, pewarna bukan untuk makanan, BTP pengawet (benzoa t) berlebih, serta penyalahgunaan bahan berbahaya boraks dan formal in.

Penyalahgunaan bahan berbahaya formalin telah dapat diturunkan kasusnya dari tahun ke tahun, demikian pula penggunaan BTP pemanis yang berlebihan. Sementara produk TMS terkait dengan cemaran mikroba masih cukup dominan. Hal ini dapat merupakan indikasi kondisi higienis dan sanitasi lingkungan yang masih memprihatinkan.

Analisis terhadap kondisi sarana produksi pangan bai industri pangan besar, menengah dan kecil serta industri rumah tangga masih membutuhkan perbaikan, terutama sarana produksi industri rumah tangga (IRT). Khusus untuk peningkatan kondisi sarana produksi IRT, partisipasi pemerintah provinsi, kabupaten dan kota sangat diperlukan, karena industri pangan kategori ini sertifikasi produknya diberikan oleh pemerintah daerah setempat. Berdasarkan hasil monitoring sarana produksi, di daerah masih banyak ditemukan sarana produksi tidak terdaftar. Memperhatikan hal tersebut diperlukan adanya pemberdayaan pemeri ntah provi nsi, kabupaten dan kota sehingga sarana produksi tersebut memperoleh sertifikat PIRT melalui penyuluhan.

Pengawasan keamanan pangan jajanan anak sekolah merupakansalah satu kegiatan strategis mengingat anak-anak sekolah adalahcikal bakal generasi bangsa yang akan datang. Jenis produk yang diambil sampelnya difokuskan pada pengawasan terhadap penyalahgunaan bahan berbahaya seperti pewarna r hoda min

B dan metha nil yellow, boraks dan formalin. Selain itu, dilakukan monitoring

terhadap penggunaan bahan tambahan pangan yang melebihi batas yang ditetapkan khususnya pengawet dan cemaran mikroba. Kegiatan pengawasan keamanan pangan dilakukan secara periodik setiap tahun

Hasil pengawasan menunjukkan adanya penurunan produk TMS dari tahun 2006 ke tahun 2009, meskipun tidak terlalu nyata. Secara nasional produk pangan yang mengandung bahan berbahaya masih berfluktuasi di antara 10 persen sampai 13 persen, sedangkan produk yang mengandung bahan tambahan pangan berlebih juga berfluktuasi di sekitar 15 persen dan 30 persen. Masalah utama dari produk pangan jajanan anak sekolah nampaknya adalah cemaran mikroba. Intervensi untuk meningkatkan higienis dan sanitasi para penjaja pangan jajanan anak sekolah ini perlu di lakukan.

Kasus kejadian luar biasa (KLB) karena pangan beberapa kali terjadi dan dilaporkan di media masa. Hasil monitoring KLB khusus di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi menunjukkan bahwa KLB paling sering terjadi di sekolah dasar. Sebagian besar KLB ini tidak diketahui dengan pasti apa penyebabnya, apakah disebabkan karena mikroba atau bahan kimia.Pemantauan garam konsumsi beryodium yang beredar di kabupaten dan kota dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan pengawasan dan penegakan hukum agar garam yang beredar memenuhi syarat sebagai garam konsumsi beryodium.