Arahan Struktur Ruang

A. Arahan Struktur Ruang

Untuk arahan struktur ruang yang tercantum dalam RTRW Kabupaten Kepahiang yang terkait dengan bidang Cipta Karya diantaranya rencana pengembangan sistem drainase, rencana prasarana air baku untuk air bersih dan rencana sistem penyediaan air minum,

rencana prasarana air baku untuk air bersih dan rencana sistem penyediaan air minum, rencana pengelolaan sistem persampahan, rencana pengelolaan limbah rumah tangga dan pengelolaan limbah cair dan limbah B3.

a. Rencana Pengembangan Sistem Drainase

Sistem jaringan drainase Kabupaten Kepahiang merupakan sistem drainase tercampur. Pada saat ini air limpasan hujan dan air limbah domestik masyarakat dialirkan dalam satu saluran (tercampur) dan juga sistem drainase di Kabupaten Kepahiang masih mengandalkan jaringan drainase alam yaitu dengan memanfaatkan sungai-sungai yang mengalir di Kabupaten Kepahiang.

Dengan bertambahnya luas lahan yang dipergunakan sebagai lahan untuk membangun perumahan, industri, sarana dan prasarana, maka daya serap tanah semakin berkurang untuk menahan air hujan, dimana ketinggian muka air dan debit sungai cepat terpengaruh oleh jumlah intensitas hujan. Hal tersebut mengakibatkan daya tampung sungai dan saluran drainase tidak mampu menampung aliran air yang pada akhirnya daerah-daerah rendah yang dilalui oleh aliran sungai atau aliran saluran drainase akan terkena luapan yang mengakibatkan terjadi genangan dan banjir, selain itu ada juga beberapa faktor lainnya yang mengakibatkan banjir di Kabupaten Kepahiang yaitu:

 Pendangkalan saluran akibat endapan lumpur yang berkepanjangan, sehingga akan memperkecil penampang saluran. Dari hal tersebut air yang dapat dialirkan melalui saluran menjadi berkurang, dan akibatnya air menjadi meluap keluar badan saluran akhirnya terjadilah banjir,

 Terjadi sedimentasi dan hambatan sampah pada sebagian besar saluran drainase yang ada. Sehingga aliran airnya terhambat pada musim hujan.

 Kerusakan lingkungan yang terjadi di daerah hulu sungai, sehingga aliran permukaan “Run Off” yang terjadi semuanya masuk ke sungai dan tidak dapat meresap ke dalam tanah.

Untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan tersebut di atas, maka perlu pengembangan dan penataan sistem drainase dengan cara menyusun Outline Plan Drainase yang merupakan penanganan drainase secara umum dan menyeluruh. Outline Plan ini disesuaikan dengan rencana kota dan program-program prasarana yang telah ada. Outline Plan Drainase yang akan disusun meliputi jaringan pembuangan utama, saluran sekunder serta sungai-sungai atau pembuangan alamiah yang berfungsi sebagai badan air penampung kota yang masih terletak dalam batas administrasi wilayah perencanaan.

Beberapa kriteria dalam rencana pengembangan sistem drainase yang perlu diterapkan adalah sebagai berikut :

 Saluran drainase dibuat sedemikian sehingga terjadi aliran secara gravitasi dengan mengikuti bentuk kontur alam.

 Saluran drainase perlu memanfaatkan saluran alam yang ada dan dengan melakukan perbaikan secepatnya.

 Saluran drainase perlu dibatasi kanan –kirinya dengan garis sempadan yang lebarnya cukup untuk melakukan kegiatan perawatan saluran.

 Saluran drainase perlu direncanakan sedemikian rupa, sehingga tidak terjadi pengendapan sedimentasi namun tidak terjadi gerusan.

Kecepatan aliran di saluran drainase dibedakan sebagai berikut :  Saluran dengan lapis perkerasan, kecepatan alirannya berkisar antara 0,60 m/det

untuk mencegah pengendapan sedimentasi dan 3,0 m/det untuk keamanan.  Saluran tanpa lapis perkerasan, kecepatan alirannya berkisar antara 0,60 m/det

untuk mencegah pengendapan dan 1,50 m/det untuk mencegah gerusan.  Untuk daerah komersial dan pusat kota yang padat disarankan pemakaian saluran

drainase tertutup yang pada setiap 50-100 m perlu dipasang lubang pemeriksaan (manholes).

 Jika dasar saluran drainase terletak di bawah muka air tanah (khususnya pada musim hujan), perlu dibuat lubang-lubang di bagian bawah saluran untuk memberi kesempatan air tanah masuk, sehingga mengurangi kemungkinan dinding dan dasar saluran pecah karena gaya ke atas air tanah.

 Kriteria sistem pengaliran air hujan dan kapasitas saluran adalah sebagai berikut :  Pengaliran air hujan dari jatuhnya sampai ke lokasi badan air penerima harus secepat mungkin.  Jalur saluran sependek mungkin.  Kecepatan aliran air dalam saluran tidak boleh mengakibatkan kerusakan

saluran akibat erosi.  Kemiringan dasar saluran diusahakan mengikuti permukaan tanah.

 Pelengkap saluran drainase adalah :  Manhole, digunakan pada saluran tertutup yang berfungsi untuk kepentingan

perawatan saluran.  Street intel, digunakan sebagai penyalur aliran menuju saluran di tepi jalan.  Gorong-gorong digunakan pada saluran yang melintasi jalan, memanfaatkan

sistem jaringan drainase yang ada secara maksimal, baik sungai, anak sungai, maupun saluran-saluran alam lainnya.

Rencana pengembangan sistem drainase di Kabupaten Kepahiang umumnya terbagi menjadi dua yaitu:

 Arahan Pengembangan Sistem Drainase Utama (mayor drainase) Sistem ini adalah sistem drainase penyalur dari darinase pengumpul ke daerah

outfull yaitu saluran alam atau sungai. Pengembangan dan penataan saluran drainase utama di wilayah perencanaan meliputi pengembangan dan penataan Sistem Aliran pada sungai – sungai yang tersebar di wilayah perencanaan, terutama sungai – sungai besar diantaranya adalah Sungai Langkap, Sungai Sempiang, Sungai Musi, Sungai Ketapang dan lainnya.

 Rencana Pengembangan Saluran Drainase Pengumpul (minor drainase) Saluran drainase ini merupakan saluran pengumpul debit air yang berasal dari

perumahan dan permukiman, perdagangan, perkantoran, industri dan lain-lain. Saluran berfungsi mengumpulkan dan mengalirkan air hujan dari lingkungan perumahan dan permukiman, perdagangan, perkantoran, industri dan lain-lain. Saluran berfungsi mengumpulkan dan mengalirkan air hujan dari lingkungan

Beberapa kriteria dalam rencana pengembangan sistem drainase yang perlu diterapkan adalah sebagai berikut :

 Saluran drainase dibuat sedemikian sehingga terjadi aliran secara gravitasi dengan mengikuti bentuk kontur alam.

 Saluran drainase perlu memanfaatkan saluran alam yang ada dan dengan melakukan perbaikan secepatnya.

 Saluran drainase perlu dibatasi kanan – kirinya dengan garis sempadan yang lebarnya cukup untuk melakukan kegiatan perawatan saluran.

 Saluran drainase perlu direncanakan sedemikian rupa, sehingga tidak terjadi pengendapan sedimentasi namun tidak terjadi gerusan.

 Kecepatan aliran di saluran drainase dibedakan sebagai berikut :  Saluran dengan lapis perkerasan, kecepatan alirannya berkisar antara 0,60

m/det untuk mencegah pengendapan sedimentasi dan 3,0 m/det untuk keamanan;

 Saluran tanpa lapis perkerasan, kecepatan alirannya berkisar antara 0,60 m/det untuk mencegah pengendapan dan 1,50 m/det untuk mencegah gerusan.

 Untuk daerah komersial dan pusat kota yang padat disarankan pemakaian saluran drainase tertutup yang pada setiap 50-100 m perlu dipasang lubang pemeriksaan (manholes).

 Jika dasar saluran drainase terletak di bawah muka air tanah (khususnya pada musim hujan), perlu dibuat lubang-lubang di bagian bawah saluran untuk memberi kesempatan air tanah masuk, sehingga mengurangi kemungkinan dinding dan dasar saluran pecah karena gaya ke atas air tanah.

 Kriteria sistem pengaliran air hujan dan kapasitas saluran adalah sebagai berikut :  Pengaliran air hujan dari jatuhnya sampai ke lokasi badan air penerima harus

secepat mungkin;  Jalur saluran sependek mungkin;

 Kecepatan aliran air dalam saluran tidak boleh mengakibatkan kerusakan saluran akibat erosi.

 Kemiringan dasar saluran diusahakan mengikuti permukaan tanah  Pelengkap saluran drainase adalah :

 Manhole, digunakan pada saluran tertutup yang berfungsi untuk kepentingan perawatan saluran

 Street intel, digunakan sebagai penyalur aliran menuju saluran di tepi jalan  Gorong - gorong digunakan pada saluran yang melintasi jalan

Rencana pengembangan sistem prasarana drainase meliputi:  program antisipsi banjir wilayah perkotaan;  peningkatan kapasitas buangan air limbah;  operasional dan pemeliharaan saluran pembuangan permukiman; dan  sosialisasi dan perkuatan kelembagaan.

b. Rencana Prasarana Air Baku untuk Air Bersih dan Rencana Sistem Penyediaan Air Minum

Sistem jaringan air baku Kabupaten Kepahiang yang bisa didapatkan berupa air bawah tanah atau bisa disebut sebagai mata air ditetapkan di sumber mata air

WestKust di Kecamatan Kepahiang.

1. Rencana Sistem Penyediaan Air Bersih

Rencana pengembangan sistem prasarana air bersih, meliputi:

 peningkatan jangkauan dan pelayanan air bersih di wilayah kabupaten;  pengembangan sarana dan prasarana pendukung air bersih di wilayah

Kabupaten;  peningkatan kualitas dan kuantitas air hasil olahan sesuai dengan peraturan yang berlaku mengenai air minum;  optimalisasi pemanfaatan sumber air bersih dengan memanfaatkan kapasitas yang belum terpakai;  menekan penurunan kehilangan air pada sistem perpipaan sesuai dengan standar pelayanan bidang air minum; dan  peningkatan kualitas sumber daya pengelola dan pengembangan air bersih.

2. Penyediaan Sistem Air Bersih Perpipaan

Untuk dapat memenuhi kebutuhan air bersih pada masa yang akan datang di wilayah perencanaan perlu dilakukan langkah-langkah strategis dalam upaya mengatasi masalah kebutuhan air pada masa mendatang, yang meliputi :

 Peningkatan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Kepahiang berkaitan dengan pengembangan sumber – sumber air baku.  Merehabilitasi instalasi dan pembangun jaringan pipa air bersih yang ada dalam

upaya meningkatan kapasitas dan mengurangi tingkat kebocoran.  Konservasi yang ketat untuk daerah hutan lindung yang berfungsi konservasi air yang sekaligus tanah.  Menyediakan hidran umum (HU) untuk masyarakat berpenghasilan rendah

dengan standart pelayanan 30 l/orang/hari. Fasilitas penyediaan air bersih yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan air

bagi aktivitas-aktivitas yang teralokasi dalam wilayah perencanaan meliputi seluruh jaringan distribusi ke seluruh lokasi-lokasi kegiatan yang dialokasikan. Pemenuhan air bersih yang menuju ke jaringan distribusi diambil melalui jaringan induk, jaringan sekunder dan jaringan tersier terdekat dengan lokasi kegiatan.

Daerah pelayanan ditetapkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan pembebanan debit air yang akan didistribusikan keseluruh daerah pelayanan dan

tingkat aktivitas yang direncanakan pada wilayah yang dilayani. Besarnya kebutuhan air bersih yang digunakan untuk menentukan debit air bersih jaringan distribusi ditetapkan berdasarkan :  Jenis aktivitas;  Rasio daya dukung tiap aktivitas terhadap jumlah orang yang terlibat dalam

kegiatan;  Tingkat kebutuhan air dalam kegiatan; dan  Standar perencanaan, yaitu sekitar 120 liter/orang/hari, dengan kebutuhan

non domestik adalah 20 % dari total kebutuhan domestik. Untuk lebih jelasnya mengenai prediksi kebutuhan air bersih dan rencana

pengembangan pelayanan air bersih di Kabupaten Kepahiang sampai akhir tahun perencanaan dapat dilihat pada Tabel 3.1. dan Gambar 3.3.

Tabel 3.1 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih di Kabupaten Kepahiang

Tahun

No Uraian

2 Tingkat Pelayanan 3 a Sistem Perpipaan

25 40 60 75 80 4 Penduduk dilayani

81639 112254 137766 5 b Sistem non perpipaan

75 60 40 25 20 6 Penduduk dilayani

119939 114522 117356 7 Sistem pelayanan

8 a Sambungan langsung

80 80 80 80 80 9 Penduduk dilayani

48379 81639 112254 10 b Kran umum

20 20 20 20 20 11 Penduduk dilayani

2090 2874 3527 12 Pemakaian Air

120 120 120 14 b Kran umum

13 a Sambungan langsung

l/o/h

30 30 30 30 30 15 Kebutuhan air Domestiki 16 a Sambungan langsung

l/o/h

53,8 90,7 153,1 17 b Kran Umum

L/Dtk

0,79 1 1,22 Jumlah Kenutuhan

L/Dtk

18 L/Dtk

Jumlah Kebutuhan Non

0,182 0,422 0,51 Domestik

19 L/Dtk

Jumlah Kebutuhan

0,036 0,084 0,102 Domestik dan non Domestik

20 L/Dtk

21 Target Kebocoran

25 25 25 25 25 22 Debit Kebocoran

13,6 22,9 38,7 Total Kebutuhan Air

L/Dtk

200,69 275,95 338,64 Sumber : Hasil Rencana Tahun 2011.

Penyediaan air bersih di Kabupaten Kepahiang diarahkan sebagai berikut :  Sistem sambungan langsung dengan sumber air dari PDAM diarahkan melayani

kawasan perkotaan, pusat kegiatan komersil, industri maupun pusat pemerintahan. Daerah-daerah ini merupakan daerah yang menjadi kawasan perkotaan yang tersebar di sekitar Kecamatan Kepahiang dan Ujan Mas.

 Sistem sambungan halaman (kran/hidran umum) dengan sumber dari PDAM, diarahkan melayanai daerah diluar kawasan perkotaan. Daerah ini meliputi daerah-daerah yang tidak termasuk dalam kawasan perkotan Kabupaten Kepahiang. Untuk pengelolaannya dapat dilakukan oleh PDAM sendiri atau  Sistem sambungan halaman (kran/hidran umum) dengan sumber dari PDAM, diarahkan melayanai daerah diluar kawasan perkotaan. Daerah ini meliputi daerah-daerah yang tidak termasuk dalam kawasan perkotan Kabupaten Kepahiang. Untuk pengelolaannya dapat dilakukan oleh PDAM sendiri atau

 Sistem penyediaan air dengan swadaya murni dari masyarakat, system ini diarahkan untuk wilayah yang belum mendapat pelayanan air bersih dari PDAM seperti di Kecamatan Seberang Musi.

3. Penyediaan Sistem Air Bersih Non Perpipaan

Dalam sistem penyediaan air bersih non perpipaan, usaha yang diperlukan adalah melakukan perlindungan terhadap air tanah agar tetap terjaga keseimbangan yang terus menerus, karena eksploitasi air tanah dangkal yang berlebihan akan

menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas air tanah dangkal tersebut. Salah satu upaya untuk melakukan perlindungan terhadap air tanah dangkal yaitu dengan merencanakan atau mensosialisasikan pemanfaatan Sumur Resapan Air

Hujan. Sumur resapan air hujan adalah sarana untuk penampungan air hujan dan meresapnya ke dalam tanah. Bangunan ini dibuat seperti bentuk sumur serta berfungsi sebagai resapan sehingga dinamakan Sumur Resapan.

Lokasi sumur resapan ditempatkan pada lahan kosong agar memudahkan dalam pengoperasiaanya dan mudah dalam mengumpulkan air hujan, tipe sumur resapan akan tergantung pada luas lahan dan tipe rumah. Meskipun Kabupaten

Kepahiang masih merupakan wilayah dengan lahan non terbangun cukup luas, namun konsep sumur resapan sudah dapat diterapkan,

c. Rencana Pengelolaan Sistem Persampahan

1. Rencana Sistem Jaringan Persampahan

Sampah Kota Kepahiang berasal dari rumah tangga, pasar, perkantoran, puskesmas, hotel, pertanian, rumah makan, dan lain –lain. Jumlah sampah domestik di Kota Kepahiang dan wilayahnya di Kabupaten Kepahiang cenderung

meningkat setiap tahun. Berdasarkan data Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Kepahiang, pada tahun 2007, rata –rata timbunan sampah Kota Kepahiang adalah sekitar 50 m3/hari atau sekitar 25 ton per hari. Pengelolaan sampah di Kota Kepahiang hanya dilakukan dengan sistem open dumping, dimana timbulan sampah harian yang terkumpul di kota diangkut ke pemrosesan akhir (TPA) tanpa pengelolaan 3 R (reduce, reuse, dan recyle) pada sumbernya. Untuk

TPA di Kabupaten Kepahiang jumlah sampah yang masuk sekitar 40 m3/hari atau

20 ton per hari, yang berasal dari sampah rumah tangga dan sampah pasar dari Kota Kepahiang, dengan jumlah armada mobil sekitar 4 mobil per truk per hari. Saat ini, pada umumnya sampah kota Kepahiang di buang ke TPA dan sebagian

kecil dibuang ke lingkungan sekitar rumahnya. Sedangkan sampah di wilayah pedesaan umumnya dibuang ke lingkungan. Lokasi TPA di Kabupaten Kepahiang terletak di Kecamatan Bermani Ilir, dengan luas sekitar 1,5 hektar. Pada TPA

tersebut tidak dilengkapi fasilitas yang standar untuk sebuah TPA. Pada TPA tersebut belum ditemukan batas jelas yang memisahkan areal TPA dengan areal disekelilingnya. Cara pembuangan sampahnya masih sangat konvensional hanya

dengan membuang sampah secara langsung dengan menggunakan dump truk tanpa ada perlakuan lanjutan. Sarana dan prasarana yang menjadi prasyarat suatu TPA juga tidak ada seperti :

rumah kerja untuk karyawan, alat berat, peta lokasi, saluran pembuangan lindi, limbah penampungan lindi, pipa pembuangan gas metan, dan sarana prasarana lainnya. Pada TPA sampah ini tidak ada bangunan kantor, batas TPA, drainase,

pengelolaan lindi, penanganan gas, pengaturan lahan atau zonasi, fasilitas sumur pntau, serta pencatatan volume sampah yang masuk. Sekitar 200 – 300 meter di depan TPA mengalir Sungai Musi yang menjadi sumber air masyarakat di sebelah

hilirnya. Dalam jangka panjang, resapan air lindinya akan berpotensi mencemari Sungai Musi tersebut. Bila tidak ada kebijakan yang bersifat menyeluruh dan

konsisten dalam pengelolaan sampah kota oleh pihak pemerintah kabupaten, kecenderungan kondisi fisik TPA ini akan menurun dari tahun ke tahun. Berdasarkan letak koordinatnya, lokasi TPA Kepahiang saat ini terletak di dalam kawasan Hutan Lindung Rimbo Donok. Pemerintah Kabupaten, telah mencari lahan baru yang akan digunakan sebagai lokasi TPA yang baru yaitu tepatnya di Muara Langkap Kecamatan Bermani Ilir; dengan pertimbangan bahwa TPA yang ada sekarang terletak di kawasan hutan dan juga sekitar 200 – 300 meter ke arah selatan ada sungai Musi yang menjadi sungai utama di Kabupaten Kepahiang. Pola konsumsi masyarakat Kota Kepahiang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat wilayah pedesaan, hal ini diindikasikan oleh besarnya pengeluaran per kapita penduduk per bulan. Pola konsumsi masyarakat perkotaan ini akan menghasilkan banyak sampah. Jika sampah di Kota Kepahiang tidak dikelola dengan baik diprediksikan akan menimbulkan permasalahan, baik permasalah lingkungan maupun permasalahan sosial dan budaya.

Jumlah sampah domestik di Kota Kepahiang cenderung meningkat setiap tahun, karena beberapa hal berikut ini :

 Pola konsumsi masyarakat yang belum berwawasan lingkungan, seperti penggunaan kemasan (berupa kertas, kantong plastik, kaleng dan lainnya) yang bersifat non – biodegradable masih tinggi.

 Peningkatan jumlah timbunan sampah tidak didukung oleh pengadaan sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratan teknis.  Kurang memadai pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir.  Belum ada kebijakan yang bersifat menyeluruh dan konsisten dalam

pengelolaan sampah kota dan desa.  Petunjuk teknis dalam pengelolaan sampah kota masih belum dapat diimplementasikan, hal ini dapat dilihat dari belum adanya rencana induk dalam pengelolaan sampah.

 Terbatasnya anggaran pengeloaan sampah serta tidak adanya investasi dalam mendukung pengelolaan sampah kota.

Rencana pengembangan sistem prasarana pengelolaan persampahan meliputi:  perluasan cakupan layanan bidang persampahan;  pembangunan tempat pemrosesan akhir (TPA) di wilayah Selatan Kabupaten

yaitu di Kecamatan Bermani Ilir;  peningkatan sarana dan prasarana pendukung pengelolaan persampahan; dan  program pemanfaatan limbah dan sampah untuk mengurangi kuantitas

sampah dan limbah. Soedrajat (2006) menjelaskan bahwa volume sampah yang dihasilkan per orang

per hari sekitar 0,5 kg. Jadi untuk Kota Kepahiang yang berjumlah sekitar 41.853 jiwa akan menghasilkan sampah sebanyak 20.926 kg atau sekitar 17 ton per hari; berarti Kabupaten Kepahiang yang jumlah penduduknya 174.789 akan menghasilkan sampah sebanyak 87,4 ton per hari. Jika sampah yang dibuang ke TPA 25 ton per hari, berarti ada sekitar 59,4 ton sampah di Kabupaten Kepahiang yang dibuang ke lingkungan warganya.

2. Sampah Terangkut

Pengelolaan sampah di Kota Kepahiang hanya dilakukan dengan sistem open dumping, dimana timbulan sampah harian yang terkumpul di kota diangkut ke Pengelolaan sampah di Kota Kepahiang hanya dilakukan dengan sistem open dumping, dimana timbulan sampah harian yang terkumpul di kota diangkut ke

50 m 3 /hari atau 25 ton per hari. Timbulan sampah ini setiap diangkut ke TPA, jumlah sampah yang terangkut setiap hari hanya lebih kurang 40 m 3 /hari (80%).

Hal ini berarti sampah yang masih tertumpuk dan belum terangkut setiap harinya sekitar 10 m 3 atau 5 ton. Sampah yang belum terangkut ini akan menumpuk di

tempat penumpukan sampah kota. Tidak terangkutnya 20% timbulan sampah kota ini ke TPA karena beberapa hal

berikut :  Rendahnya kesadaran masyarakat dan sektor swasta membuang sampah ke

dalam kontainer dan tempat sampah yang telah tersedia.  Sedikitnya tenaga operasional lapangan, seperti kurangnya pegawai dan tenaga

kerja pengangkut/pengumpul sampah  Belum cukupnya sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang tersedia di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Kepahiang.  Kapasitas TPA yang ada sudah tidak mencukupi untuk menampung sampah

Kota Kepahiang. Bila kondisi ini tidak diatasi, akan terjadi tumpukan – tumpukan sampah di wilayah

kota. Tumpukan sampah yang tidak terangkut ini berakibat pasa menurunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat. Hal ini diindikasikan antara lain oleh : timbul bau tidak sedap, tercemarnya air tanah oleh air lindi, berkembang biaknya

lalat dan nyamuk. Kondisi ini berakibat pada kesehatan masyarakat karena berjangkitnya berbagai penyakit seperti : diare, malaria, sesak napas, kulit gatal – gatal, dan lain – lain. Dengan asumsi bahwa satu jiwa mengahasilkan sampah

sebanyak 2.5 liter/orang/hari maka timbulan sampah yang dihasilkan wilayah perencanaan yaitu sebesar 510,228 M 3 . Untuk lebih jelasnya mengenai perkiraan

timbulan sampah di Kabupaten Kepahiang dapat dilihat pada Tabel 3.2. Sementara Kebutuhan sarana persampahan di Kabupaten Kepahiang sampai akhir Tahun

2031 dapat menggunakan Gerobak (1 M 3 ) sebanyak 510 unit atau Container (6 M 3 ) sebanyak 85 unit atau Truk (6 M 3 ) sebanyak 43 unit dengan 2 kali angkut.

Tabel 3.2

Perkiraan Timbulan Sampah Kabupaten Kepahiang Sampai Tahun 2031

Timbulan Sampah

Penduduk

No Kecamatan

(jiwa)

3 Non Domestik Total

M /Hari

(20%) (M 3 /Hari)

6,195 37,17 3 Bermani Ilir

10,3715 62,229 4 Muara Kemumu

14,252 85,512 5 Tebat Karai

8,068 48,408 6 Seberang Musi

4,8015 28,809 7 Ujan Mas

85,038 510,228 Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2011

Kabupaten Kepahiang

3. Sistem Pengelolaan Sampah Kota

Permasalahan sampah merupakan masalah yang pelik dalam hal pengaturan tata kota. Pada umumnya, hampir di seluruh kota di indonesia, penanganan sampah kota dilakukan dengan menerapkan metode sanitary landfill, yaitu sampah

dibuang pada areal lahan yang luas dan kemudian ditutup dengan tanah sehingga lahan ini menjadi lapisan – lapisan yang tersusun bergantian oleh tanah dan

sampah. Lahan sanitary lanfill, ini dinyatakan aman serta dapat digunakan kembali untuk perumahan atau tempat aktivitas lainnya setelah ditutup kurang lebih 30 tahun. Metode pembuangan sampah seperti ini dianggap yang berwawasan lingkungan karena tidak menyebabkan bau. Hanya saja aplikasi metode pembuangan sampah di TPA yang betul – betul sesuai aturannya, jarang sekali dilakukan. Hal ini disebabkan oleh kendala biaya yang besar untuk penyediaan alat berat dan oprasionalnya. Dengan metode ini, akan berhadapan dengan daya tampung maksimum dari lahan yang digunakan. Jika dalam TPA – nya sudah pebuh maka harus dicari lahan baru untuk pengganti lahan yang telah penuh tadi; dan begitu seterusnya.

Kota Kepahiang memiliki TPA open dumping dan mulai menuju (metode sanitary landfill). seluas 4 ha yang berlokasi di Kecamatan Bermani ilir. TPA ini kondisinya Kota Kepahiang memiliki TPA open dumping dan mulai menuju (metode sanitary landfill). seluas 4 ha yang berlokasi di Kecamatan Bermani ilir. TPA ini kondisinya

pencegahan dan pengendalian pencemaran seperti drainase, pengolahan lindi, sumur pantau dan penanganan gas; dan cara operasi yang meliputi pengaturan lahan, penimbunan dan penutupan. Pada TPA tersebut tidak ditemukan batas jelas

yang memisahkan areal TPA dengan areal disekelilingnya. Cara pembuangan sampahnya masih sangat konvensional hanya dengan membuang sampah secara langsung dengan menggunakan dump truk mulai akan menuju perlakukan

lanjutan, seperti ditimbun tanah dan atau dilakukan proses pengomposan. Saran dan prasarana yang menjadi prasyarat suatu TPA juga tidak ada seperti : rumah kerja untuk karyawan, alat berat, peta lokasi, saluran pembuangan lindi, limbah

penampungan lidi, pipa pembuangan gas metan, dan sarana prasarana lainnya. Pada TPA di Kepahiang ini, sampah –sampah tergeletak berceceran sepanjang jalan dan menjadi tumpukan berbentuk gunungan di pusat pembuangan sampah.

Lokasi TPA terletak di kawasan hutan lindung yang telah dibuka oleh penduduk mejadi kebun kopi.

Sistem pembuangan sampah di TPA ini dilakukan dengan sistem pembuangan sampah terbuka (open dumping), tanpa ada penimbunan dengan tanah (metode

sanitary landfill). Bila jumlah volume sampah perhari 5000 m3/hari dibutuhkan lahan 10 ha untuk satu tahun. Namun kondisi ini belum terjadi di Kabupaten Kepahiang, tapi untuk kurun waktu tertentu kedepan sejalan dengan bertambah

pesatnya pembangunan di Kabupaten Kepahiang kondisi ini biasa terjadi. Masalah Persampahan di Kabupaten Kepahiang adalah kelembagaan dan tidak lengkapnya saran dan prasarana dalam pembuangan sampah.

Sampah yang dibuang ke TPA di Kepahiang tidak dilakukan pengolahan lebih lanjut, hanya ditumpuk begitu saja tanpa lakukan kegiatan pengaturan lahan pembuatan zonasi, pengomposan, pemilihan sampah organik dan anorganik, penimbunan dan penutupan dengan tanah. Kondisi ini terjadi karena beberapa hal berikut ini :  Tidak memiliki prasarana dasar penunjang sistem pengolahan sampah kota,

seperti belum adanya alat berat seperti traktor yang digunakan untuk menimbun sampah.

 Terbatasnya sumber daya manusia (tenaga ahli, tenaga teknis) dibidang sistem pengelolaan sampah kota.

 Tebatasnya anggaran pengelolaan sampah yang disebabkan oleh kurangnya kepedulian pemerintah daerah akan pentingnya pengelolaan sampah.  Belum adanya kebijakan yang bersifat menyeluruh dan konsisten dalam pengelolaan sampah kota.

4. Kegiatan 3 R (Reuse, Reduce & Recyle)

Kebijakan pemerintah dalam upaya mengatasi pemasalahan sampah adalah pengelolaan sampah dilaksanakan dengan paradigma baru, yaitu :  Pengurangan/pembatasan sampah. Pemerintah Daerah mendorong dan

menciptakan proses dan hasil produksi apapun yang ramah lingkungan terutama mengurangi produksi sampah, menggunakan kembali produk atau kemasan, mendaur ulang sampah.

 Reduce, Reuse dan Recyle (3R). Sampah harus dikelola dengan menerapkan prinsip 3R sehingga hanya sampah yang belum / tidak dapat didaur ulang yang

boleh dibuang (dengan perlakuan tertentu). Seluruh sumber daya Pemda yang selama ini digunakan untuk kegiatan kumpul –angkut–buang sampah dialihkan ke kegiatan pengelolaan sampah (pengurangan potensi sampah dari produsen,

3R dan pengelolaan TPA berwawasan lingkungan).  Pengelolaan sampah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (kabupaten/ kota), dilaksanakan dengan melibatkan peranan swasta dan partisipasi masyarakat.

Pada saat ini, pemerintah Kabupaten Kepahiang dalam pengelolaan sampah Kota Kepahiang hanya melakukan kegiatan kumpul – angkut – buang sampah ke TPA dengan metode open dumping. Sampah yang tertumpuk di TPA dibiarkan begitu

saja tanpa lakukan perlakuan dan pengolahan. Memperhatikan sistem pengelolaan sampah yang sangat konvensionalini, untuk mengurangi beban pencemaran lingkungan (air, tanah, dan udara), maka Pemerintah Kabupaten berkewajiaban melaksanakan kebijakan pengelolaan sampah dilaksanakan dengan paradigma baru dengan 3R.

Pada sistem pengelolaan 3 R ini, sampah anorganik yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme dipisahkan dari sampah organik dan dikumpulkan sesuai dengan Pada sistem pengelolaan 3 R ini, sampah anorganik yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme dipisahkan dari sampah organik dan dikumpulkan sesuai dengan

dilakukan sejak sampah akan dijadikan limbah domestik, dengan menyediakan tempat sampah yang sudah dibagi dengan sifat dan jenisnya. Cara 3 R ini akan sangat membantu proses daur ulang sampah sehingga menjadi bahan yang masih

dapat dimanfaatkan lagi bagi kehidupan manusia. Kegiatan 3R yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten antara lain :

teknologi pengomposan, teknologi pembautan kertas daur ulang, dan teknologi pembuatan plastik. Beberapa cara 3R dalam pemanfaatan kembali limbah

domestik disajikan pada tabel 3.3 berikut ini :

Tabel 3.3 Limbah Domestik dan Pemanfaatannya Kembali

Jenis Limbah No

Pemanfaatannya Kembali (Daur Ulang) Domestik

1. Dibuat bubur pulp lagi untuk bahan kertas, cardboard dan produk kertas lainnya.

1 Kertas 2. Dihancurkan untuk dipakai sebagai bahan pengisi, bahan isolasi

3. Diinsenerasi sebagai penghasil panas 1. Dibuat kompos untuk pupuk tanaman

2 Bahan Organik

2. Diinsenerasi sebagai penghasil panas 1. Dihancurkan untuk dipakai sebagai bahan pengisi, bahan isolasi

Tekstil / Pakaian

3 2. Diinsenerasi sebagai penghasil panas

(Bekas)

3. Disumbangkan kepada yang memerlukan 1. Dibersihkan dan dipakai lagi (botol) 2. Dihancurkan untuk digunakan lagi sebagai bahan pembuat gelas baru.

4 Gelas 3. Dihancurkan dan dicampur aspal untuk pengeras jalan

4. Dihancurkan dan dicampur pasir dan batu untuk pembuatan bata semen. Dicor untuk pembuatan logam baru

5 Logam Langsung digunakan lagi bila keadaannya masih baik dan memungkinkan 1. Dihancurkan untuk dipakai sebagai bahan pengisi, isolasi

Karet, Kulit dan

6 2. Diinsenerasi sebagai penghasil panas

Plastik

3. Dibersihkan dan dipakai lagi

Sumber : Wisnu Arya Wardana, Dampak Pencemaran Lingkungan.

Kegiatan 3R yang memungkinkan dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Kepahiang pada saat ini adalah metode komposting. Keuntungan metode ini antara lain: mengurangi buangan sampah kota ke TPA, emisi gas metana, dan mengurangi dampak negatif pada lingkungan sekitar seperti bau busuk dan pemcemaran air tanah.

Metode ini masih berpeluang sangat besar untuk program pemanfaatan timbulan sampah domestik Kota Kepahiang. Memperhatikan timbulan sampah Kota Kepahiang masih relatif kecil, metode komposting cukup berarti dalam mereduksi

timbulan sampah. Pemanfaatan sampah dengan metode komposting selain mampu mengurangi volume buangan sampah ke TPA juga memberikan keuntungan ekonomis. Produksi kompos dari sampah padat organik dapat

dimanfaatkan untuk memenuhi kebituhan pupuk organik bagi budidaya tanaman di wilayah Kabupaten Kepahiang.

Mengingat bahwa wilayah Kabupaten Kepahiang merupakan daerah produksi pertanian, sangat penring bagi Pemda Kebupaten Kepahiang merintis pengelolaan

sampah dengan metode komposting berbasis masyarakat. Kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik secara subsisten dan komersial untuk budidaya tanaman. Untuk lebih jelasnya mengenai lokasi Tempat Pembuangan Akhir sampah di Kabupaten Kepahiang dapat dilihat pada Gambar

3.4.

Gambar 3.4 Tahapan Pembuangan Sampah

d. Rencana Pengelolaan Limbah Rumah Tangga dan Pengelolaan Limbah Cair dan Limbah B3

Pengembangan prasarana limbah Kabupaten Kepahiang di dalam RTRW Kabupaten ini mengakomodasi kebijakan sektoral pekerjaan umum yang berkaitan. Berikut ialah rencana pengembangan prasarana drainase berdasarkan RPIJM Sektor Pekerjaan Umum Kabupaten Kepahiang :  Peningkatan akses pelayanan air limbah baik sistem on site maupun off site

perkotaan dan perdesaan. Hal ini dapat dilakukan melalui : peningkatan kapasitas pengolahan dengan pembangunan IPAL paket, peningkatan pelayanan air limbah melalui sistem terpusat (sewerage), percepatan pembangunan prasarana air limbah untuk masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan perkotaan, serta optimalisasi PS Air Limbah.

 Peningkatan Pembiayaan pembangunan PS Air Limbah Permukiman dengan mendorong kerjasama pemerintah – swasta.

 Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengembangan sistem pengelolaan air limbah. Hal ini dapat dilakukan melalui : sosialisasi pendidikan lingkungan, percepatan pembangunan PS Air Limbah berbasis masyarakat, serta pemberian bantuan teknis pembangunan air limbah berbasis masyarakat.

 Penguatan kelembagaan baik institusi maupun peraturan.  Penerapan pengelolaan air limbah secara fisik, kimiawi, dan biologis dengan

menentukan lokasi pengolahan limbah yang mempertimbangkan kondisi topografi, kondisi pembuangan akhir, peraturan, status tanah, dan land disposal.

 Pengembangan Instalasi Pengololahan Lumpur Tinja (IPLT) dengan ketentuan sebagai berikut :  Daerah dengan kepadatan tinggi (> 300 orang/Ha) dan daerah pengembangan

baru harus dilayani dengan sisem terpusat yang dibiayai developer serta dikembalikan oleh pengguna.

 Daerah kepadatan sedang (100 – 300 orang/Ha) harus dilayani dengan interceptor dan fasilitas pengolahan lumpur tinja ukuran kecil/komunal.

 Daerah kepadatan rendah (50 – 100 orang/Ha) dengan lingkungan berkualitas tinggi harus dilayani dengan interceptor terkait dengan aliran kali/sungai terdekat.

 Daerah kepadatan sedang dengan kecepatan perkolasi tinggi (> 3 cm/menit) atau muka air tanah tinggi (< 1,5m) harus dilayani dengan shallow sewer dan septic tank komunal.

 Daerah kepadatan rendah dengan kecepatan perkolasi rendah (< 3 cm/menit) atau muka air tanah rendah (> 1,5m) harus dilayani dengan septic tank yang desainnya sesuai dengan lokasi.

Rencana pengembangan sistem prasarana pengelolaan air limbah meliputi:  Penyehatan lingkungan permukiman dengan pembangunan instalasi pengolahan

air limbah (IPAL) untuk kawasan perkotaan serta bagian lain yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi di wilayah Kabupaten;

 Peningkatan sarana dan prasarana sanitasi permukiman di pedesaan dan pengolahan air limbah secara komunal untuk daerah perkotaan; dan

 Pembangunan instalasi pengelolaan limbah B3 di kawasan industri yang dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku.