KEKURANGAN ARBITRASE KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ARBITRASE 1. KELEBIHAN ARBITRASE

- Tidak adanya pilihan hukum yang kaku dan tidak ditentukan sebelumnya. - Penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini tidak harus melulu diselesaikan menurut proses hukum tertentu saja, tetapi juga dimungkinkan suatu penyelesaian secara kompromi di antara para pihak.

3.5.6.2. KEKURANGAN ARBITRASE

Meskipun arbitrase menyandang berbagai keuntungan seperti telah dikemukakan di atas, namun di dalam prakteknya pun ternyata arbitrase memiliki kelemahan–kelemahan yak- ni : 43 - Untuk mempertemukan kehendak para pihak yang bersengketa dan untuk membawanya ke badan arbitrase tidaklah mudah. Kedua pihak harus sepakat. Padahal untuk dapat mencapai kesepakatan atau persetujuan itu kadang – kadang memang sulit. - Pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase asing. Dewasa ini, di banyak negara masalah tentang pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase asing ini masih menjadi soal yang sulit. - Dalam arbitrase tidak dikenal adanya preseden hukum atau keterikatan kepada putusan – putusan arbitrase sebelumnya. Jadi, setiap sengketa yang telah diputus dibuang begitu saja, meski di dalam putusan tersebut mengandung argumentasi – argumentasi hukum para ahli – ahli hukum kenamaaan. - Arbitrase ternyata tidak mampu memberikan jawaban yang definitif terhadap semua sengketa hukum. Hal ini berkaitan erat dengan adanya konsep yang berbeda dengan yang ada di setiap negara. Bagaimanapun juga keputusan arbitrase selalu bergantung kepada bagaimana arbitrator mengeluarkan keputusan yang memuaskan keinginan para pihak. - Menurut Prof. Dr. Komar Kantaatmadja, SH.,LLM ternyata arbitrase pun dapat berlangsung lama dan karenanya 43 Huala Adolf, Ibid, hal.18-20. membawa akibat biaya yang tinggi, terutama dalam hal arbitrase luar negeri. 4. PERBANDINGAN ANTARA KONSULTASI, NEGOSIASI, MEDIASI, KONSILIASI, ARBITRASE AD HOC, ARBITRASE INSTITUSIONAL, DAN LITIGASI Tabel 2 Proses Konsultasi Negosiasi Mediasi Konsiliasi Arbitrase Ad Hoc Arbitrase Institusion Peraturan Pasal 1 ayat 10 Undang – Undang No. 30 Tahun 1999. Pasal 6 ayat 2 UU No. 30 Tahun 1999. Pasal 6 ayat 4- 8 UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase. Pasal 1 ayat 10 UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase. Pasal 7 – Pasal 77 UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase. Pasal 7 – P 77 UU No Tahun 1 Tentang Arbitrase Alternatif Penyelesai Sengketa. Prosedur Informal bersifat personal antara klien dengan konsultan. Informal berupa komunikasi langsung untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak tanpa keterlibatan pihak ketiga. Segera 3-6 Minggu Informal yang ditujukan untuk memungkin- kan para pihak yang bersengketa mendiskusikan perbedaan – perbedaan mereka secara Pribadi dengan bantuan mediator. Informal dengan adanya pihak ketiga sebagai fasilitator dan para pihak yang bersengketa untuk menyelesai- kan masalahnya. Segera 3-6 Minggu Agak formal karena tidak memiliki aturan tata cara tersendiri baik mengenai pengikatan arbiternya maupun mengenai tata cara pemeriksaan sengketa. Agak cepat 3-6 bulan Terkadang Formal ka sifatnya permanen dengan memiliki prosedur tata pemeriksaa sengketa tersendiri. Agak cepat Jangka waktu Biaya Yang Memutus Segera 3-6 Minggu Murah Diambil sendiri oleh para pihak meskipun ada kalanya pihak konsultan diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk – bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut. Murah Negosiator yaitu para pihak yang bersengketa dengan mengadakan proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para pihak dengan konsep saling menguntung- kan. Segera 3-6 Minggu Murah Para pihak yang bersengketa karena mediator tidak berwenang untuk membuat keputusan atas masalah yang menjadi pokok sengketa. Murah Para pihak yang bersengketa, konsiliator hanya sebagai fasilitator untuk melakukan komunikasi di antara para pihak sehingga para pihak dapat menemukan sendiri solusi atas sengketa yang ada. sangat mahal Arbiter Ad hoc atas suatu persengketa- an mengenai suatu pokok persoalan yang lahir dari suatu perjanjian yang memuat klausula arbitrase. 3-6 bulan Terkadang sangat mah Arbiter Institusiona atas s persengket an meng suatu po persoalan yang lahir suatu perjanjian yang mem klausula arbitrase. Sifat Putusan Final dan mengikat para pihak. Final dan mengikat para pihak. Final dan mengikat para pihak. Final dan mengikat para pihak. Final dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta mengikat para pihak. Final mempunya kekuatan hukum t serta meng para pihak. Upaya Hukum Tidak dapat dilakukan upaya hukum lagi. Tidak dapat dilakukan upaya hukum lagi. Tidak dapat dilakukan upaya hukum lagi. Tidak dapat dilakukan upaya hukum lagi. Tidak dapat dilakukan upaya hukum lagi. Tidak d dilakukan upaya hu lagi. Keabsa- han Sah secara hukum. Sah secara hukum. Sah secara hukum. Sah secara hukum. Sah secara hukum. Sah se hukum. Hasil Putusan Win - win Win - win Win – win Win - win Win – lose Win – lose

B. KLAUSULA ARBITRASE SEBAGAI PERJANJIAN 1. ARTI KLAUSULA ARBITRASE

Dalam Pasal 1 angka 3 Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999 mengartikan perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanjian arbitrase timbul karena adanya kesepakatan berupa : a. klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau b. suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat oleh para pihak setelah timbul sengketa. Dengan demikian,klausula atau perjanjian arbitrase dibuat secara tertulis oleh para pihak. Contoh klausula arbitrase adalah sebagai berikut : “Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI menurut peraturan – peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa, sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir “. Tanpa perjanjian arbitrase, perjanjian pokok dapat berdiri dengan sempurna. Sebaliknya, tanpa adanya perjanjian pokok, para pihak tidak mungkin mengadakan ikatan perjanjian arbitrase. Perjanjian arbitrase tidak bisa berdiri sendiri dan tidak bisa mengikat para pihak jika perjanjian arbitrase tidak berbarengan dengan perjanjian pokok. Karena