Uji Asumsi Klasik
3.10 Uji Asumsi Klasik
Selanjutnya setelah model regresi berganda diperoleh, dilakukan pengujian atas model tersebut dengan menggunakan uji asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik merupakan suatu keharusan di dalam analisis data untuk memperoleh hasil yang bersifat BLUE (Best, Linier, Unbiased, Estimated), artinya koefisien regresi pada persamaan tersebut tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang berarti.
3.10.1 Uji Normalitas Asumsi dasar yang fundamental dalam analisa multi varian adalah normalitas. Uji normalitas digunakan untuk dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Dengan melihat tampilan grafik normal probability plot jika terdapat titik-titik menyebar disekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal maka dapat disimpulkan bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi normal. Apabila ada data yang terletak jauh dari sebaran datanya, maka data tersebut dapat dikatakan tidak normal (tidak berdistribusi normal).
Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui kecenderungan data untuk masuk dalam daerah uji atau mendekati titik tengah dari garis uji. Sebaran data yang tidak normal akan mempengaruhi hasil analisis penelitian. Adapun dasar pengambilan keputusan menurut Santoso (2000:214): Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui kecenderungan data untuk masuk dalam daerah uji atau mendekati titik tengah dari garis uji. Sebaran data yang tidak normal akan mempengaruhi hasil analisis penelitian. Adapun dasar pengambilan keputusan menurut Santoso (2000:214):
b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/ atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
3.10.2 Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat interkorelasi yang sempurna antara beberapa variabel bebas yang digunakan dalam model regresi. Cara pendeteksian ada atau tidak terjadinya multikolinearitas menurut adalah:
a. Besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah:
1. Mempunyai nilai VIF di bawah angka 5.
2. Mempunyai angka TOLERANCE mendekati 1. Besarnya VIF dirumuskan:
1 VIF =
atau
1 VIF =
Tolerance
b. Besaran Korelasi antar variabel independen Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah:
1. Koefisien korelasi antar variabel independen haruslah lemah (di bawah 0.5), Jika korelasi kuat maka terjadi problem multikolinearitas.
3.10.3 Autokorelasi
Uji autokorelasi merupakan korelasi antara anggota dari serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data deretan waktu) atau ruang (data cross sectional) dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi Santoso (2000 : 216). Jika terjadi autokorelasi maka:
a. Model regresi yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk menduga nilai variabel terikat dari nilai variabel bebas tertentu.
b. Uji F dan t menjadi tidak efektif lagi sehingga kesimpulan yang diperoleh akan menyesatkan.
Cara mendeteksinya adalah dengan uji statistik Durbin Watson (D.W), berikut:
d=
Dimana:
d = Durbin Watson Statistik e= error term N= observasi t= waktu Pengambilan keputusan mengenai ada tidaknya autokorelasi adalah dengan
cara sebagai berikut :
a. Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4- du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi.
b. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.
c. Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.
d. Bila nilai DW terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.