Skenario dengan Strategi

7.2 Skenario dengan Strategi

Proyek-proyek adaptasi dapat berkontribusi bagi

Penanggulangan saat ini dan

penyerapan dan penyimpanan karbon melalui

Eksploitasi yang Tidak Berkelanjutan

restorasi ekosistem atau tindakan-tindakan seperti wanatani. Adaptasi perubahan iklim yang dianggap

Di Malinau, beberapa tantangan yang saling berhasil dalam bidang pertanian dapat mengurangi

bertautan dapat berdampak pada hutan dan degradasi tambahan atau konversi hutan sehingga

ketahanannya dan akibatnya bagi pencapaian berkontribusi bagi mitigasi global dan tujuan-

sejumlah sasaran REDD+. Konlik dan tenurial tujuan REDD+ (Locatelli dkk. 2011). Di sisi

lahan yang tidak jelas menghambat investasi, baik di lain, kurangnya adaptasi atau implementasi dari

kabupaten maupun masyarakat dalam pengelolaan intervensi yang tidak ditargetkan dengan baik

hutan dan sumber daya secara lestari dan intervensi

Mengintegrasikan Adaptasi ke dalam REDD+ 43

pertanian seperti wanatani. Ketiadaan investasi (Parker 2013). Sebagian besar kekayaan Kalimantan pertanian (khususnya yang memiliki manfaat

Timur berasal dari industri ekstraktif di bagian adaptasi), tekanan iklim dan bencana seperti banjir

selatan provinsi. Kabupaten yang telah menjadi dan kekeringan dapat mengurangi hasil panen atau

bagian dari Kalimantan Utara tidak akan lagi bahkan menyebabkan kegagalan panen. Kondisi ini

menerima dividen dari industri ekstraktif dan pejabat dapat memaksa masyarakat untuk membuka lahan

baru yang mencari dana baru dapat mengeluarkan yang lebih besar di dataran tinggi atau mengambil

izin baru untuk pertambangan, pembalakan dan lebih banyak sumber daya hutan, seperti kayu, babi

perkebunan.

hutan dan HHBK untuk menambah pemasukan mereka (strategi penanggulangan). Kurangnya

Sebagaimana terlihat di bagian dunia lainnya, setelah diversiikasi dan konlik atas sumber daya di masa

bencana biasanya mereka yang miskin dan memiliki lalu telah menyebabkan degradasi HHBK yang

sumber daya yang tidak pasti adalah mereka yang penting, seperti gaharu dan sarang burung (Moeliono

bergantung pada sumber daya hutan (Pramova dkk. 2009). Kegagalan mengambil tindakan-tindakan

dkk. 2012). Di Malawi, sebagai contoh, hutan untuk mengatasi hal ini dapat memperbesar masalah.

penting untuk strategi adaptasi reaktif, khususnya untuk rumah tangga yang tidak memiliki pilihan

Lemahnya kepastian tenurial memungkinkan lain, namun hutan tidak termasuk dalam adaptasi pertambangan dan pembalakan terjadi secara

antisipatif (Fisher dkk. 2010). Penelitian lain di ekstensif dan tidak terkontrol, bahkan di wilayah-

Malinau telah menemukan bahwa orang yang wilayah yang sebelumnya dianggap tidak dapat

terkena dampak banjir menjual atau memakan diakses. Intensiikasi industri telah mengurangi

daging babi liar dari hutan untuk menambah kapasitas adaptif masyarakat, melalui polusi dan

pendapatan dan makanan mereka (Liswanti dkk. sedimentasi sungai, meningkatnya kerentanan hutan

2011). Semantara di Honduras, rumah tangga miskin dan berkurangnya akses ke sumber daya hutan. Selain

perdesaan menjual kayu setelah tidak mampu untuk itu, populasi ikan telah menurun, yang merupakan

menutup kepemilikan lahan yang hilang karena badai sumber protein utama di wilayah ini, walaupun

Mitch (McSweeney 2005).

penduduk lebih suka memakan daging babi hutan yang bernilai tinggi secara kultural. Namun, babi

Karena itu penting sekali untuk membedakan antara hutan diketahui sulit dijumpai setelah pembalakan,

produk-produk sebagai jaring pengaman untuk sebagian besar karena penebasan tumbuhan bawah

strategi penanggulangan (jangka pendek, biasanya (setelah pemanenan kayu). Penebasan di petak bekas

setelah terjadinya bencana) dan produk-produk tebangan terbukti menggangu masyarakat setempat

sebagai sumber utama diversiikasi mata pencaharian dan menurunkan keanekaragaman hayati hutan

untuk strategi adaptasi (pengelolaan sumber daya (Sheil dkk. 2009).

proaktif dalam mengantisipasi bencana). Masyarakat termiskin dari yang miskin mungkin akan beralih ke

Kurangnya insentif untuk pengelolaan hutan hutan selama atau setelah bencana untuk bertahan secara lestari meningkatkan kerentanan hutan

hidup, tetapi beberapa petani juga memanfaatkan terhadap perubahan iklim (misalnya, meningkatkan

hutan dan hasil-hasil hutan sebagai strategi risiko kebakaran). Tanpa perencanaan tata guna

diversiikasi pendapatan terpadu untuk menghadapi lahan terpadu dan lintas sektoral, tampaknya

variabilitas iklim secara berkelanjutan. Banyak dari organisasi pemerintah dan sektor swasta sulit

masyarakat agraris yang memelihara pohon di ladang untuk saling terikat dalam pengelolaan hutan

mereka untuk tujuan ini. Ketika panen gagal karena lestari. Ketidakpastian tenurial juga menyulitkan

kejadian iklim, mereka dapat menjual kayu dan keterlibatan masyarakat dalam tindakan-tindakan

hasil hutan bukan kayu dari pertanian mereka untuk proaktif dan kolaboratif, seperti pemantauan hutan

menambah penghasilan (Pramova dkk. 2012). dan pengurangan risiko kebakaran partisipatif. Insentif untuk menerima kompensasi uang tunai

Dengan strategi penanggulangan seperti yang dari pertambangan atau konsesi pembalakan bahkan

ditemui di Honduras dan Malinau, ketergantungan menjadi lebih kuat daripada untuk pengelolaan

yang tinggi terhadap hutan selama kejadian iklim hutan lestari, khususnya bagi kaum muda.

dapat menimbulkan kerentanan ketika ekosistem terdegradasi atau tidak dikelola dengan baik,

Organisasi pengamat dan LSM juga mencatat bahwa ketika konlik muncul antara pengguna hutan atau pembentukan provinsi baru Kalimantan Utara dapat

ketika akses menjadi terbatas. Nilai masa depan meningkatkan risiko deforestasi hutan alam Malinau

aset-aset alami dan bagaimana masyarakat dapat

44 Emilia Pramova, Bruno Locatelli, Andreas Mench, Edy Marbyanto, Karlina Kartika dan Hangga Prihatmaja

memanfaatkannya di bawah REDD+ merupakan kekhawatiran yang dicermati (Peskett dkk. 2008). Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan sebagai respon atas pembangunan atau tekanan iklim, REDD+ dapat menyebabkan situasi di mana masyarakat tidak dapat bergantung pada aset- aset alami seperti yang mereka miliki sebelumnya – sebagai contoh, untuk pendapatan uang tunai dari pembalakan, sebagai jaring pengaman ketika terjadi guncangan dan sebagai sebuah sumber lahan pertanian (Graham 2011). Bencana dapat memaksa masyarakat untuk mengabaikan komitmen mereka terhadap REDD+. Oleh karena itu penting untuk untuk meningkatkan kapasitas adaptif masyarakat dan mengintegrasikan strategi adaptasi ke dalam perencanaan REDD+ untuk mendorong transisi yang efektif dari penanggulangan ke adaptasi.