Kesimpulan: Pengaruh hukum pidana trans-nasional terhadap perkembangan hukum pidana nasional

Kesimpulan: Pengaruh hukum pidana trans-nasional terhadap perkembangan hukum pidana nasional

Kesemua itu akan berpengaruh terhadap bagaimana kebijakan hukum pidana nasional maupun sistem peradilan pidana nasional akan dikembangkan. Berkaitan dengan itu, kebijakan pidana dan pengembangan hukum nasional yang berkaitan dengan proses acara pidana, pengaturan dan pembatasan kewenangan dari lembaga penyidik, penuntut dan peradilan (umum ataupun khusus: peradilan anak, tipikor, peradilan perikanan dll.) akan dituntut untuk responsif terhadap perkembangan hukum pidana transnasional pada umumnya.

Selanjutnya dapat dikatakan bahwa ketika kita berhadapan dengan persoalan-persoalan hukum pidana trans-nasional, setidak-tidaknya dari tahapan pembuatan aturan (legislasi), kesepakatan-kesepakatan

34 Untuk komentar dan ulasan tentang teori dan praktik ekstradisi di Indonesia baca lebih lanjut Sumaryo Suryokusumo, Hukum Ekstradisi, (Universitas Padjadjaran-Bandung 2009).

35 SET-NCB Interpol Indonesia, Ekstradisi: Undang-Undang dan Perjanjian-Perjanjian, (Jakarta, 2007) 36 Baca pula, Direktorat Hukum dan HAM, Evaluasi Peran Otoritas Pusat dalam Pelaksanaan Bantuan Hukum

Timbali Balik dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistant), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 2013. Dalam bentuk digital tersedia di ditkumham.bappenas.go.id/contents/mla.pdf.

yang dibuat di tataran hukum internasional akan menjadi patokan bagi ihtiar k i i alisasi pe uata di dalam hukum nasional. Kebijakan hukum pidana (pada tataran legislasi) akan dipengaruhi oleh kesepakatan (perjanjian) yang dibuat negara. Ini berarti bahwa rumusan delik dalam peraturan perundang- u da ga tidak oleh jauh e i pa g da i u usa delik dengan unsur-unsurnya) yang disepakati dalam/melalui perjanjian internasional. Pentingnya hal ini diilustrasikan oleh rumusan tindak pidana korupsi. Di Indonesia penekanannya adalah pada unsur: merugikan keuangan negara dan sebab itu penegakan ditujukan pada menutup kebocoran keuangan negara. Sementara itu dalam UN-CAC, fokusnya lebih pada ketercelaan perbuatan menyalahgunakan kewenangan atau kepercayaan publik. Dalam hal ini tujuannya lebih pada penjagaan wibawa para pemangku kepentingan dan pemulihan kepercayaan publik pada penyelenggaraan pemerintahan.

Terlepas dari itu, keterpengaruhan ini juga muncul pada tahapan penegakan di tataran nasional. Mengingat sifat dari kejahatan trans-nasional dan ancamannya terhadap kepentingan banyak negara , muncul kebutuhan pada tingkat penegakan hukum untuk menyelaraskan kegiatan pencegahan maupun pemberantasan. Ini pula yang dapat dianggap melatarbelakangi muncul kesepakatan bantuan hukum timbal-balik (mutual legal assistance) yang sebagaimana diimplikasikan namanya dilandaskan pada resiprositas. Artinya harus ada itikad baik dan kepercayaan antar lembaga penegak hukum dalam kegiatan penyidikan, pengumpulan dan penyebaran informasi. Sifat timbal-balik ini pula sangat kentara dalam hal ekstradisi. Untuk keduanya mutual legal assistance maupun ekstradisi, penyelarasan sistem hukum (pidana) nasional akan menjadi niscaya. Atau setidak-tidaknya muncul dorongan untuk melakukan penyesuaian atau perubahan dalam struktur, sistem atau kewenangan lembaga-lembaga penegak hukum di tingkat nasional.

Pertanyaan lanjutannya, ialah seberapa jauh hakim pidana berhadapan dengan tindak pidana transnasional (termasuk korupsi) harus peduli pada rumusan delik dalam perjanjian internasional atau memperhatikan putusan-putusan pengadilan nasional di negara-negara lain? Bagaimana sikap hakim pidana Indonesia terhadap rumusan delik dalam perjanjian internasional maupun yurisprudensi negara- negara lainnya?

Dengan merujuk pada asas noela poena sine praevia lege, polisi-jaksa atau penyidik lainnya sebagaimana ditetapkan peraturan perundang-undangan khusus (UU PLH; UU Perlindungan Konsumen; UU Anti Monopoli dstnya) hanya akan mulai menggunakan sarana yang disediakan sistem peradilan pidana bilamana perbuatan tersebut dinyatakan tegas sebagai tindak pidana dalam hukum nasional. Konsekuensi logis dari itu ialah sekalipun dalam kebijakan legislasi pengaruh hukum internasional (pidana transnasional) besar, ketentuan-ketentuan pidana yang termuat di dalamnya tidak akan dapat ditegakkan terkecuali di transformasikan menjadi dan ke dalam ketentuan pidana dalam hukum nasional. Itu juga berarti bahwa hakim pidana akan memeriksa dan memutus perkara hanya

e dasa ka huku pida a su sta ti e aupu p osesuil asio al. Apakah akan serupa situasinya bilamana yang dihadapi adalah kejahatan-kejahatan yang dianggap

pelanggaran hak asasi manusia berat? Di sini kita berpindah dari hukum pidana trans-nasional masuk ke dalam ranah hukum pidana internasional dalam arti sempit. Di sini cakupannya hanyalah 4 kejahatan pelanggaran hak asasi manusia berat? Di sini kita berpindah dari hukum pidana trans-nasional masuk ke dalam ranah hukum pidana internasional dalam arti sempit. Di sini cakupannya hanyalah 4 kejahatan