KERAN GKA BERPIKIR
B. KERAN GKA BERPIKIR
Kolonialisme Belanda
P olitik Kolonial Belanda
P olitik Etis P olitik Islam Hindia-Belanda
Irigasi Edukasi
Emigrasi
Elit Modern
Pergerakan Nasional
Peranan Jong Islamieten Bond
dalam Pergerakan Nasional
Ke terangan:
Adanya tekanan penindasan dari bangsa Belanda (praktek-praktek kolonialisme) yang telah berpuluh-puluh tahun memunculkan rasa senasib sepenanggungan sehingga mendorong semakin kuatnya nasionalisme di kalangan rakyat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa untuk menggalang persatuan melawan kaum penjajah untuk mewujudkan negara merdeka yang terbebas dari ancaman penjajahan bangsa mana pun di dunia. Munculnya
nasionalisme sebagai dampak dari semakin berkembangnya kolonialisme tersebut nasionalisme sebagai dampak dari semakin berkembangnya kolonialisme tersebut
Kemunculan politik etis meski di satu sisi tetap menjadi pola kebijakan baru Belanda dalam mengelola tanah jajahan namun di sisi lain membawa
pengaruh yang positif terhadap dunia pergerakan di Hindia-Belanda. Karena dengan adanya pendidikan untuk kaum P ribumi pada akhirnya melahirkan golongan baru, yakni golongan priyayi akademik atau disebut juga sebagai elite modern yang menjadi ujung tombak perlawanan terhadap kekuasaan Belanda. Para elite modern itulah yang kemudian mencita-citakan lenyapnya segala bentuk diskriminasi ras, perbedaan sosial-ekonomi dan politik (John Ingleson. 1988: 22).
sehingga membawa konsekuensi dapat memberikan manfaat dan hasil yang konkrit. Untuk itu perlu adanya seperangkat alat bantu yang dapat mendukung dan memperjuangkan apa yang menjadi ide-ide dari paham tersebut. Elite baru adalah pribadi yang labil dan ditandai oleh kesanggupannya yang tinggi untuk mengidentifikasikan dirinya dengan aspek baru dari lingkungannya. Dan kaum elite baru itulah yang kemudian mencita-citakan lenyapnya segala bentuk diskriminasi ras, perbedaan sosial- ekonomi dan politik. Kesadaran itu telah mendorong elite baru untuk mendirikan organisasi sebagai alat perjuangannya dalam pergerakan nasional. Organisasi yang teratur dan modern diperlukan untuk mewujudkan ide nasionalisme itu (Cahyo Budi Utomo. 1995: 52).
Pemerintah kolonial Belanda pada saat itu dihadapkan pada kenyataan bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah pemeluk agama Islam. P emikiran kolonial Belanda tehadap Islam Indonesia pada awalnya dilandasi oleh pandangan yang keliru. Islam dibayangkan sebagai sebuah agama yang diorganisasikan secara ketat. P andangan tersebut berdasarkan hubungan antara umat Islam Indonesia dengan para Sultan Islam di luar negeri, hubungan tersebut dipandang seperti hubungan antara umat Katolik dengan P aus di Roma. Menurut Belanda, Islam dalam kehidupannya sudah diatur dengan hukum Islam secara menyeluruh
termasuk dalam hubungan internasionalnya. Islam dengan demikian dianggap termasuk dalam hubungan internasionalnya. Islam dengan demikian dianggap
Sejalan dengan kebijakan itu, maka pendidikan yang diselenggarakan pemerintah dari jenjang terendah sampai jenjang tertinggi tidak memberikan pelajaran agama Islam kepada pelajar-pelajar yang beragama Islam. P elaksanaan sistem pendidikan ini mengupayakan sekularisasi di dunia pendidikan dengan menyingkirkan pelajaran keagamaan dari dunia sekolah. Akibat dari sistem pendidikan ini maka pelajar Islam yang tidak mempunyai kesempatan belajar sendiri di luar sekolah menjadi kurang pemahamannya dari agama Islam. Seorang Agus Salim bahkan pernah merasa hampir kehilangan iman selepas HBS (Darmansyah, dkk. 2006: 2).
Para pemimpin umat Islam menyadari bahwa reaksi terhadap peristiwa dan perlakuan tidak adil dari penjajah tidak cukup dilawan dengan kritik-kritik saja. Ancaman terhadap eksistensi Islam secara mendasar memerlukan reorientasi organisasi. Tujuannya agar kepentingan umat Islam dapat dijaga lebih tepat dari masa-masa yang lalu (H. J. Benda. 1980: 119). Di kalangan umat Islam Indonesia kemudian timbul pula kesadaran untuk berorganisasi. Rasa persatuan di kalangan umat Islam mulai terpupuk hingga melahirkan suatu pergerakan yang sangat penting artinya bagi nasionalisme Indonesia. Wujud dari usaha para elite modern dalam penanaman pengaruhnya kepada para pemuda untuk mempunyai jiwa nasionalis tersebut terlihat dalam pergerakan-pergerakan kaum intelektual dengan jalan pembentukan organisasi modern sebagai alat perjuanganya, antara lain dengan dibentuknya Jon g Islamieten Bond (JIB) sebagai wadah bagi pergerakan pemuda Muslim di Indonesia pada tahun 1925-1942.
Elit modern alumni JIB yang memperoleh pendidikan modern Belanda secara tidak langsung antara lain Agus Salim, Sjamsoeridjal, Kasman
Singodimedjo, Mohammad Roem dan Mohammad Natsir. P ara elite modern Singodimedjo, Mohammad Roem dan Mohammad Natsir. P ara elite modern