Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Konsep Investasi Kondominium Hotel Di Indonesia

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN KONSEP INVESTASI KONDOMINIUM HOTEL DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh : HERBERT

100200113

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN KONSEP INVESTASI KONDOMINIUM HOTEL DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH: HERBERT NIM : 100200113

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui,

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, S.H., M.Hum. NIP. 197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum. NIP :19590511198601101 NIP. 197302202002121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan rahmat yang telah diberikan-Nya selama ini, sehingga Penulis bisa menyelesaikan karya tulis skripsi ini dengan baik dan benar. Penulisan Skripsi yang berjudul: Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Konsep

Investasi Kondominium Hotel di Indonesia adalah untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa hasil penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran dari para pembaca skripsi ini. Kelak dengan adanya saran dan kritik tersebut, maka penulis akan dapat menghasilkan karya tulis yang lebih baik dan berkualitas, baik dari segi substansi maupun dari segi cara penulisannya.

Secara khusus, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua Penulis yang telah membesarkan, mendidik, dan

mendukung Penulis hingga bisa menyelesaikan pendidikan formal Strata Satu (S1) ini.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah mengelola dan menyelenggarakan universitas sesuai dengan visi dan misi USU.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah memimpin penyelenggaraan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, serta membina tenaga pendidik dan mahasiswa di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak


(4)

membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

4. Bapak Syarifuddin Hasibuan, S.H., M.Hum.,DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang administrasi umum.

5. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu Dekan dalam pelaksanaan kegiatan di bidang pembinaan dan pelayanan kesejahteraan mahasiswa.

6. Ibu Windha, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi dan Dosen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala saran dan kritik yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Departemen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas ilmu yang telah diberikan dalam perkuliahan.

8. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dosen Hukum Ekonomi dan Dosen Pembimbing I. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan dan dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

9. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku Dosen Hukum Ekonomi dan Dosen Pembimbing II. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala


(5)

bantuan, kritikan, saran, bimbingan, dan dukungan yang sangat berarti dan bermanfaat hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

10. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., selaku Dosen Wali. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bimbingan sejak baru menjadi mahasiswa sampai sekarang selesai menyelesaikan pendidikan.

11. Para Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa mendidik dan membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Adik serta anggota keluarga Penulis yang lain yang telah menjadi semangat dan faktor pendorong bagi Penulis dalam menjalani hidup.

13. Maya Octavia, calon pendamping hidup Penulis yang telah dengan setia memberi semangat dan mendampingi Penulis selama ini.

14. Robert dan Andrevin, sahabat terbaik serta teman senasib dan seperjuangan Penulis selama masa perkuliahan di FH USU.

15. Jerry, Vellichia, Imelda, Sally, Chyntia, Rivera, Febrina, Moria, Christian, Edward, Adrian, dan seluruh teman di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu bersama Penulis dalam suka maupun duka pada saat menjalani masa perkuliahan.

16. Herianto, Paulina, Yuthi, Jennifer, Aziz, Timot, Henjoko, Diana, Andi, Yohana, Rara, Novi, Shanny, Joshua dan Ecam selaku teman-teman dari organisasi International Law Moot Court Competition (ILMCC) Jessup Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Thanks for all the great memories and keep up the good work!


(6)

17. Wilda, Frezi, Elly, Angie, Anas, Tika, Devi, Dea, Marwah, Gayus, Theo, Gilbert, dan sahabat-sahabat seperjuangan dari Grup E Fakultas Hukum USU stambuk 2010 yang lain.

18. Mas Sugeng, Steven, Arie, Putra, Sopian, Tony, Reza, Natasha, Vixky, dan Sonya selaku pembina dan sahabat-sahabat Penulis dari Beswan Djarum Angkatan 28.

19. Abang dan kakak kelas serta adik-adik kelas Penulis di Fakultas Hukum USU yang lain.

Medan, 3 April 2014 Penulis

Herbert NIM: 100200113


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Metode Penelitian ... 35

G. Sistematika Penulisan ... 38

BAB II KONSEP INVESTASI KONDOMINIUM HOTEL SEBAGAI KONSEP INVESTASI MODERN DI INDONESIA A. Tinjauan Umum Mengenai Pelaksanaan Kegiatan Investasi di Indonesia ... 40

1. Pengertian investasi ... 40

2. Sejarah dan perkembangan investasi di Indonesia .... 49


(8)

B. Pelaksanaan Konsep Investasi Kondominium Hotel di Indonesia ... 61 1. Sejarah perkembangan konsep investasi kondominium hotel ... 61 2. Pihak-pihak yang terlibat dalam konsep investasi

kondominium hotel ... 64 3. Hubungan hukum dan perjanjian yang terjadi antara

para pihak dalam konsep investasi kondominium hotel ... 69

C. Tinjauan Hukum Atas Pemanfaatan Bangunan Kondominium (Rumah Susun) Sebagai Objek Investasi dalam Konsep Investasi Kondominium Hotel ... 73

BAB III HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM

PELAKSANAAN KONSEP INVESTASI KONDOMINIUM HOTEL

A. Tinjauan Umum Mengenai Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pelaksanaan Konsep Investasi Kondominium Hotel ... 80

B. Hak dan Kewajiban Pihak Pengembang (Developer) ... 84

C. Hak dan Kewajiban Pihak Penanam Modal (Investor/Buyer) ... 90 D. Hak dan Kewajiban Pihak Pengelola (Operator) ... 95

BAB IV PERLINDUNGAN KONSUMEN BAGI PIHAK

PENANAM MODAL (INVESTOR/BUYER) DALAM KONSEP INVESTASI KONDOMINIUM HOTEL DI INDONESIA


(9)

1. Sejarah dan perkembangan hukum perlindungan konsumen di Indonesia ... 99 2. Pengertian dan ruamh lingkup konsumen ... 104 3. Dasar hukum perlindungan konsumen di Indonesia . 109 B. Aspek Perlindungan Konsumen Terhadap Pihak

Penanam Modal (Investor/Buyer) dalam Pelaksanaan Konsep Investasi Kondominium Hotel ... 114 1. Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen ... 115 2. Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2011 tentang Rumah Susun ... 120 3. Upaya hukum yang dapat dilakukan pihak penanam

modal (investor/buyer) dalam hal terjadi sengketa ... 124

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 133 B. Saran ... 136 DAFTAR PUSTAKA ... 138


(10)

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Konsep Investasi Kondominium Hotel di Indonesia

ABSTRAK Herbert*1 Budiman Ginting** Mahmul Siregar***

Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar yang penting bagi masyarakat di Indonesia. Berdasarkan kebutuhan tersebut, kemudian dikembangkanlah konsep rumah susun yang dianggap lebih efektif dan efisien. Namun seiring berkembangnya zaman, pemanfaatan rumah susun sudah tidak terbatas pada pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan pemukiman saja. Bangunan rumah susun pada zaman sekarang ini sudah banyak dimanfaatkan untuk tujuan dan kepentingan lain, salah satunya adalah untuk tujuan investasi dengan konsep investasi kondominium hotel. Seiring dengan berkembangnya konsep tersebut, muncul pertanyaan-pertanyaan mengenai tata cara pelaksanaan konsep investasi kondominium hotel di Indonesia, kemudian juga tentang hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan konsep investasi kondominium hotel. Selain itu, muncul juga kekhawatian mengenai aspek perlindungan konsumen terhadap pihak penanam modal yang merupakan konsumen dalam konsep investasi kondominium hotel.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan. Kemudian data yang telah terkumpul tersebut dianalisis secara normatif kualitatif.

Pada umumnya, unsur-unsur dalam pelaksanaan konsep investasi kondominium hotel di Indonesia seperti perumusan perjanjian, pengadaan tanah dan tata cara pengelolaan kondominium hotel berpedoman pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen serta beberapa ketentuan-ketentuan hukum lain yang terkait. Seiring dengan berkembangnya perekonomian dan kesadaran masyarakat Indonesia untuk berinvestasi, daya tarik terhadap konsep investasi kondominium hotel pun terus meningkat. Namun perkembangan tersebut tidak dibarengi dengan ketentuan-ketentuan hukum yang memadai, sehingga menyebabkan adanya celah dalam ketentuan hukum tersebut. Karena itulah, pemerintah Indonesia seharusnya dapat menanggapi masalah ini dengan merevisi ataupun merumuskan peraturan perundang-undangan baru yang terkait.

Kata Kunci: Kondominium, Hotel, Rumah susun, Investasi       

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(11)

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Konsep Investasi Kondominium Hotel di Indonesia

ABSTRAK Herbert*1 Budiman Ginting** Mahmul Siregar***

Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar yang penting bagi masyarakat di Indonesia. Berdasarkan kebutuhan tersebut, kemudian dikembangkanlah konsep rumah susun yang dianggap lebih efektif dan efisien. Namun seiring berkembangnya zaman, pemanfaatan rumah susun sudah tidak terbatas pada pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan pemukiman saja. Bangunan rumah susun pada zaman sekarang ini sudah banyak dimanfaatkan untuk tujuan dan kepentingan lain, salah satunya adalah untuk tujuan investasi dengan konsep investasi kondominium hotel. Seiring dengan berkembangnya konsep tersebut, muncul pertanyaan-pertanyaan mengenai tata cara pelaksanaan konsep investasi kondominium hotel di Indonesia, kemudian juga tentang hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan konsep investasi kondominium hotel. Selain itu, muncul juga kekhawatian mengenai aspek perlindungan konsumen terhadap pihak penanam modal yang merupakan konsumen dalam konsep investasi kondominium hotel.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan. Kemudian data yang telah terkumpul tersebut dianalisis secara normatif kualitatif.

Pada umumnya, unsur-unsur dalam pelaksanaan konsep investasi kondominium hotel di Indonesia seperti perumusan perjanjian, pengadaan tanah dan tata cara pengelolaan kondominium hotel berpedoman pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen serta beberapa ketentuan-ketentuan hukum lain yang terkait. Seiring dengan berkembangnya perekonomian dan kesadaran masyarakat Indonesia untuk berinvestasi, daya tarik terhadap konsep investasi kondominium hotel pun terus meningkat. Namun perkembangan tersebut tidak dibarengi dengan ketentuan-ketentuan hukum yang memadai, sehingga menyebabkan adanya celah dalam ketentuan hukum tersebut. Karena itulah, pemerintah Indonesia seharusnya dapat menanggapi masalah ini dengan merevisi ataupun merumuskan peraturan perundang-undangan baru yang terkait.

Kata Kunci: Kondominium, Hotel, Rumah susun, Investasi       

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam menjalani kehidupan di era globalisasi ini, tentunya manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar yang berperan penting dalam kehidupan manusia. Namun seiring dengan perkembangan zaman, ketersediaan lahan kosong yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan dan pemukiman juga semakin terbatas. Karena itulah dalam mengatasi keterbatasan lahan ini, ditemukanlah konsep pembangunan rumah susun.

Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif solusi dalam pemecahan masalah perumahan dan pemukiman khususnya di daerah perkotaan yang memiliki jumlah penduduk yang relatif besar dan terus meningkat. Pembangunan rumah susun dianggap sebagai solusi karena tidak membutuhkan tanah yang luas dan dapat menampung banyak orang dalam suatu bangunan. Saat ini, di beberapa kota besar sudah mulai bermunculan gedung-gedung yang dibangun dengan konsep rumah susun atau condominium baik berupa rumah-rumah susun murah sampai apartemen mewah.2

Untuk mengantisipasi perkembangan pembangunan dan pemanfaatan rumah susun di Indonesia, pemerintah telah memberlakukan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun pada tanggal 31 Desember 1985. UURS tersebut telah dilengkapi dengan beberapa peraturan pelaksana, antara lain:       

2

Arie Sukanti Hutagalung, dkk., Hukum Pertanahan di Belanda dan Indonesia, Ed. Pertama, (Denpasar: Pustaka Larasan, 2012), hlm. 269.


(13)

1. PP Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. 2. PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997.3

Setelah berlaku selama hampir 26 tahun, pada tanggal 10 November 2011 diundangkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 yang menggantikan keberlakukan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985.4

Pasal 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rumah Susun mendefinisikan rumah susun sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibagun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.5

Istilah rumah susun merupakan terjemahan dari kata-kata condominium,

flat, maupun apartemen.6 Di Indonesia sendiri dipergunakan istilah seperti: rumah susun, flat, kondominium, namun dalam konteks bahasa hukum istilah yang digunakan adalah rumah susun, karena mengacu pada UURS.7

Rumah susun ini berbeda dengan rumah-rumah yang dikenal atau dihuni selama ini dimana hak pemilikan rumah susun hanya berupa ruang yaitu batas       

3

Ibid. 4

Ibid.

5

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Bab I, Pasal 1.

6

Oloan Sitorus dan Balans Sebayang, Kondominium dan Permasalahannya, Cet. Pertama, (Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 1998), hlm. 7.

7


(14)

dinding sebelah dalam di atas bangunan milik bersama, di atas benda dan tanah milik bersama.8 Pembangunan rumah susun dapat dilaksanakan atau diselengarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Koperasi dan Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak di bidang itu, serta swadaya masyarakat.9 Rumah susun dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara atau hak pengelolaan.10

Pada dasarnya, pembangunan rumah susun bertujuan untuk: 1) Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya; 2) Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian SDA (Sumber Daya Alam) dan menciptakan lingkungan permukiman yang lengkap, serasi dan seimbang.11

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, metode dan konsep pemanfaatan rumah susun juga berkembang. Pemanfaatan rumah susun pada zaman sekarang ini tidak terbatas untuk pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan pemukiman saja. Pada saat sekarang ini sudah banyak rumah susun yang dibangun dan dimanfaatkan untuk tujuan investasi.

Menurut Kamus Istilah Keuangan dan Investasi, pengertian investasi adalah penggunaan modal untuk menciptakan uang, baik melalui sarana yang       

8

Affan Mukti, Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, Cet. Pertama (Medan: USU Press, 2006), hlm. 117.

9

Supriadi, Hukum Agraria, Ed. Pertama, Cet. Ketiga, (Jakarta: sinar grafika, 2009), hlm. 244.

10

Ibid.

11


(15)

menghasilkan pendapatan maupun melalui ventura yang lebih berorientasi ke resiko yang dirancang untuk mendapatkan modal. Investasi dapat pula berarti menunjuk ke suatu investasi keuangan (di mana investor menempatkan uang ke dalam suatu sarana) atau menunjuk ke investasi suatu usaha atau waktu seseorang yang ingin memetik keuntungan dari keberhasilan pekerjaannya.12

Lebih lanjut mengenai perkembangan bentuk dan pemanfaatan rumah susun, khususnya yang akan diangkat oleh penulis, adalah mengenai pemanfaatan rumah susun dengan menggunakan konsep investasi kondominium hotel. Pembangunan dan pengelolaan rumah susun dengan konsep investasi kondominium hotel merupakan salah satu konsep yang lahir dari kebebasan yang ada dalam pembangunan dan pemanfaatan rumah susun dalam masyarakat.

Konsep investasi kondominium hotel adalah suatu kegiatan investasi yang bergerak di bidang jasa yang umumnya memanfaatkan rumah susun sebagai tempat penginapan (hotel) yang memiliki fasilitas hunian, hiburan serta layanan yang mewah dan lengkap seperti hotel berbintang. Unit-unit dalam kondominium hotel dirancang untuk kepemilikan hak milik, sehingga kepemilikan kondominium hotel bisa dimiliki oleh banyak orang.

Di dalam konsep investasi kondominium hotel ada tiga pihak yang akan terlibat, yaitu: pihak pengembang (developer), penanam modal (pembeli rumah susun) dan pengelola hotel (operator). Pembangunan rumah susun dengan konsep investasi kondominium hotel ini pada awalnya akan dilaksanakan oleh pihak

       12

Sentosa Sembiring, Hukum Investasi: Pembahasan Dilengkapi Dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Cet. Kedua, Ed. Revisi, (Bandung: Nuansa Aulia, 2010), hlm. 31.


(16)

pengembang (developer), dan selanjutnya akan dipindahtangankan melalui transaksi jual beli kepada penanam modal (pembeli satuan unit rumah susun), baik sebelum maupun setelah bangunan itu selesai di bangun dan siap untuk digunakan. Di sisi lain, pihak pengembang (developer) juga akan melakukan perjanjian dengan pihak ketiga yang dalam hal ini adalah pengelola hotel (operator) agar nantinya pengelolaan bangunan rumah susun tersebut, mulai dari desain interior hingga operasionalnya, akan dilaksanakan oleh pihak pengelola hotel (operator).

Pihak penanam modal atau investor dapat membeli satu unit kondominium hotel yang umumnya sudah termasuk isi dari unit tersebut. Kemudian, unit kondominium hotel tersebut akan dikelola oleh pihak pengelola hotel atau

operator. Pada umumnya, pihak pengembang atau developer menjamin penyerahan keuntungan kepada pihak penanam modal selama 3 (tiga) tahun secara teratur, dengan nilai keuntungan per tahun sesuai dengan perjanjian yang diperbuat oleh kedua belah pihak. Untuk tahun-tahun selanjutnya biasanya penanam modal akan memperoleh keuntungan berdasarkan tingkat okupasi dari kondominium hotel tersebut.

Konsep investasi seperti ini sudah di mulai sejak lama dan diminati oleh masyarakat di Indonesia. Hal ini menyebabkan semakin banyak pengembang (developer) yang membangun dan mengelola rumah susun dengan konsep investasi kondominium hotel. Namun, seiring dengan meningkatnya kepopuleran konsep investasi ini, masalah-masalah yang timbul di dalam pelaksanaan konsep ini juga semakin banyak. Salah satu permasalahan yang akan di angkat penulis


(17)

adalah mengenai aspek hukum perlindungan konsumen yang melindungi pihak penanam modal (investor) selaku pembeli unit kondominium hotel.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan 3 (tiga) permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu: 1. Bagaimanakah pelaksanaan dan hubungan hukum apa yang terjadi antara para

pihak dalam konsep investasi kondominium hotel?

2. Bagaimanakah ketentuan hukum mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan konsep investasi kondominium hotel?

3. Bagaimanakah ketentuan hukum mengenai perlindungan konsumen bagi pihak penanam modal selaku pembeli (Buyer) satuan unit rumah susun dalam konsep investasi kondominium hotel?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai melalui karya tulis skripsi ini ialah:

a. Untuk mengetahui tentang pelaksanaan dan hubungan hukum yang terjadi dalam pelaksanaan konsep investasi kondominium hotel.

b. Untuk mengetahui tentang ketentuan hukum mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan konsep investasi kondominium hotel.


(18)

c. Untuk mengetahui ketentuan hukum mengenai perlindungan konsumen bagi penanam modal (buyer) dalam konsep investasi kondominium hotel.

2. Manfaat Penulisan a. Secara Teoritis

1) Untuk menambah wawasan mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dalam bidang hukum investasi, terutama yang berhubungan dengan konsep investasi kondominium hotel di Indonesia.

2) Sebagai salah satu bahan kajian oleh kalangan akademisi dalam mempelajari konsep investasi kondominium hotel di Indonesia. b. Secara Praktis

Sebagai pedoman bagi masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal-hal yang berkaitan dengan segala permasalahan dalam konsep investasi kondominium hotel di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Konsep Investasi Kondominium Hotel” ini merupakan benar hasil karya sendiri dari penulis sendiri, tanpa meniru karya tulis milik orang lain. Oleh karenanya, keaslian dan kebenaran ini dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis sendiri dan telah sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi secara


(19)

akademik yaitu kejujuran, rasional, objektif, dan terbuka. Hal ini merupakan ilmplikasi etis dalam proses menemukan kebenaran ilmu sehingga dengan demikian penulisan Karya Tulis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk kritik yang sifatnya konstruktif. Selain itu, semua informasi di dalam skripsi ini berasal dari berbagai karya tulis penulis lain, baik yang dipublikasikan ataupun tidak, serta telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis dengan benar dan lengkap.

Karya tulis skripsi ini memiliki kemiripan dengan beberapa skripsi yang sudah ditulis oleh beberapa mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yaitu:

1. Nama : Riza Handana Sitepu

NIM : 070200396

Judul : Analisis Yuridis terhadap Sengketa Ganti Rugi atas Bangunan Hak Milik yang Terkena Dampak Pembebasan Lahan Untuk Kepentingan Umum (Studi kasus pada Pembebasan Jalan Pasar 8 Sp. Pos Medan)

2. Nama : Sul Ikhwan

NIM : 030200078

Judul : Peranan Penanaman Modal dalam

Pembangunan di Daerah Kabupaten Simeulue (Studi di kantor Badan Perencanaan


(20)

Pembangunan Daerah [BAPERDA] Kabupaten Simeulue)

Walaupun terdapat kemiripan dengan beberapa judul di atas, namun terdapat perbedaan signifikan mengenai substansi pembahasan. Penelitian yang dilakukan dengan judul “Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Konsep Investasi Kondominium Hotel di Indonesia” secara khusus membahas tentang bagaimana konsep investasi yang memanfaatkan bangunan rumah susun sebagai hotel ini dilaksanakan dan diatur di Indonesia, serta kaitannya dengan sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Sedangkan kedua judul di atas membahas tentang hal yang berbeda. Judul pertama membahas menganai permasalahan di luar bidang investasi. Judul kedua membahas mengenai permasalahan penanaman modal di luar bidang pembangunan dan pemanfaatan rumah susun atau kondominium.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Penanaman Modal (Investasi)

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.

Pada dasarnya kegiatan penanaman modal diklasifikasikan atas dua kategori besar, yaitu:13

       13

Lusiana, Usaha Penanaman Modal di Indonesia, Ed. Pertama, Cet. Pertama, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), hlm. 39-41.


(21)

a. Investasi langsung (direct investment) atau penanaman modal jangka panjang.

Di dalam Undang-Undang Penanaman Modal, pengertian penanaman modal hanya mencakup penanaman modal secara langsung dalam kaitan dengan pengelolaan modal. Investasi langsung ini dilakukan dengan mendirikan perusahaan patungan (joint venture company) dengan mitra lokal, melakukan kerja sama operasai (joint operation scheme) tanpa membentuk perusahaan baru, mengkonversikan pinjaman menjadi penyertaan mayoritas dalam perusahaan lokal, memberikan bantuan teknis dan manajerial maupun memberikan lisensi dan lain-lain.

b. Investasi tidak langsung (indirect investment) atau penanaman modal tiudak langsung (portofolio investment).

Pada umumnya dicapai kesepakatan mengenai perbedaan antara investasi langsung dan investasi tidak langsung.

1) Pada investasi tidak langsung, pemegang saham tidak memiliki kontrol pada pengelolaan perseroan sehari-hari.

2) Pada investasi tidak langsung, resiko ditanggung sendiri oleh pemegang saham sehingga pada dasarnya tidak dapat menggugat perusahaan yang menjalankan kegiatannya.

3) Kerugian pada investasi tidak langsung, pada umumnya tidak dilindungi oleh hukum kebiasaan internasional (international customary law).


(22)

4) Investasi tidak langsung pada umumnya merupakan penanaman modal jangka pendek yang mencakup kegiatan transaksi di pasar modal dan di pasar uang. Penaman modal ini disebut penaman modal jangka pendek karena pada umumnya mereka melakukan jual beli saham dan/atau mata uang dalam jangka waktun relatif singkat, tergantung fluktuasi nilai saham dan/atau mata uang yang hendak mereka perjual-belikan.

Di Indonesia, kegiatan investasi dilakukan dengan berdasarkan pada asas-asas sebagai berikut:14

a. kepastian hukum;

adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.

b. keterbukaan;

adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal.

c. akuntabilitas;

adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penananam modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai

       14

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Bab II, Pasal 3, Angka 1.


(23)

pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara;

adalah asas perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya.

e. kebersamaan;

adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersamasama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

f. efisiensi berkeadilan;

adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.

g. berkelanjutan;

adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang.


(24)

h. berwawasan lingkungan;

adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memerhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.

i. kemandirian; dan

adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi. j. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.

Selain itu, investasi juga dibagi atas dua macam berdasarkan sumber dananya (modal), yaitu: investasi asing dan domestik. Investasi asing merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan luar negeri. Sementara itu, investasi domestik merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri.15

2. Rumah Susun

Rumah Susun adalah Bagunan gedung bertingkat, yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah hrorizontal dan vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk

       15

Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, Ed. Pertama, Cet. Pertama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 11.


(25)

tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda-benda bersama dan tanah bersama.16

Satuan Rumah Susun (SRS) adalah Bagian-bagian dalam rumah susun yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah. SRS harus mempunyai sarana penghubung ke jalan umum, tanpa mengganggu dan tidak boleh melalui SRS yang lain.17

Pada dasarnya, pembangunan rumah susun didasari oleh beberapa asas-asas, sebagai berikut:18

a. Asas kesejahteraan umum

Menunjukkan atau memberikan landasan bahwa pembangunan rumah susun tersebut dibangun untuk mewujudkan kesejahteraan baik lahir maupun batin bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata berdasarkan kepada Undang-Undang Dasar 1945.

b. Asas keadilan dan pemerataan

Memberikan landasan agar pembangunan rumah susun dapat dinikmati hasil-hasil dari pembangunan rumah susun tersebut secara merata oleh seluruh rakyat Indonesia.

c. Asas keserasian dan keseimbangan

Menunjukkan atau memberikan landasan bahwa dalam perikehidupan mewajibkan adanya keserasian dan keseimbangan antara kepentingan-      

16

Andi Hamzah, I Wayan Suandra dan B. A. Manalu, Dasar-Dasar Hukum Perumahan, Cet. Kedua, (Jakarta: PT Rineka CIpta, 1992), hlm. 27.

17

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Cet. Kesepuluh, Ed. Revisi, (Jakarta: Djambatan, 2005), hlm. 349.

18


(26)

kepentingan di dalam pemanfaatan rumah susun tersebut agar tidak terjadi kesenjangan sosial.

Menurut Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun menyebutkan bahwa Hak Milik atas satuan rumah susun meliputi hak kepemilikan perseorangan yang digunakan secara terpisah, hak bersama atas bagian-bagian bangunan, hak bersama atas benda dan hak bersama atas tanah yang kesemuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan.19 Berikut merupakan penjelasan mengenai hak-hak bersama:20

a. Bagian bersama

Adalah bagian-bagian dari rumah susun yang dimiliki bersama secara tidak terpisah oleh semua pemilik satuan rumah susun dan diperuntukkan pemakaian bersama, seperti: lift, tangga, lorong, pondasi, atap bangunan, ruang untuk umum dan lain-lain.

b. Tanah bersama

Adalah sebidang tanah tertentu di atas mana bangunan rumah susun yang bersangkutan berdiri, yang sudah pasti status hak, batas-batas dan luasnya. Tanah tersebut bukan milik para pemilik satuan rumah susun yang ada di lantai dasar. Melainkan, seperti halnya “bagian bersama”, juga merupakan hak bersama semua pemilik satuan rumah susun dalam bangunan rumah susun yang bersangkutan.

c. Benda bersama

       19

Ibid., hlm. 121. 20


(27)

Adalah benda-benda dan bangunan-bangunan yang buka merupakan bagian dari bangunan gedung rumah susun yang bersangkutan, tetapi berada di atas “tanah bersama” dan diperuntukkan bagi pemakaian bersama. Seperti bangunan tempat ibadah, lapangan parkir, olahraga, pertamanan, tempat bermain anak-anak dan lain-lainnya. Benda-benda tersebut juga merupakan milik bersama yang tidak terpisah dari semua pemilik satuan rumah susun.

Dalam memanfaatkan satuan rumah susun, tentunya para penghuni memiliki hak, kewajiban dan larangan yang harus dilaksanakan dan ditaati. Adapun hak, kewajiban dan larangan yang harus ditaati oleh penghuni satuan rumah susun adalah:21

a. Hak penghuni satuan rumah susun:

1) Memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama secara aman dan tertib;

2) Mendapat perlindungan sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;

3) Memilih dan dipilih menjadi anggota pengurus perhimpunan penghuni;

       21


(28)

4) Menyewakan satuan rumah susun yang dimilikinya kepada pihak lain yang akan menjadi penghuni, asal tidak melebihi jangka waktu berlakunya hak atas tanah bersama yang bersangkutan;22 5) Menunjuk hak milik satuan rumah susun yang dimilikinya

sebagai jaminan kredit, dengan membebaninya dengan hak tanggungan;

6) Hak milik satuan rumah susun dapat beralih karena pewarisan; 7) Memindahkan hak milik satuan rumah susun melalui jual-beli,

tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan atau legaat. b. Kewajiban penghuni satuan rumah susun:

1) Mematuhi dan melaksanakan pengaturan tata tertib dalam rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;

2) Membayar iuran untuk membiayai pengelolaan bagian bersama, serta premi asuransi kebakaran;

3) Memelihara rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama;

4) Membentuk perhimpunan penghuni;23

5) Membayar biaya operasional perhimpunan penghuni sesuai dengan nilai perbandingan proposionalnya;

6) Dalam hal apabila tanah bersama dimiliki bukan dengan hak milik, pemilik satuan rumah susun mengajukan permohonan       

22

Boedi Harsono, Op. cit., hlm. 362. 23


(29)

perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak guna bangunan atau hak pakai bagi tanah bersama yang bersangkutan. c. Larangan bagi penghuni satuan rumah susun:

1) Melakukan perbuatan yang membahayakan keamanan, ketertiban dan keselamatan terhadap penghuni lainnya, bangunan dan lingkungannya;

2) Mengubah bentuk dan/atau menambah bangunan di luar satuan rumah susun yang dimiliki, tanpa mendapat persetujuan perhimpunan penghuni.

Pemilik satuan rumah susun mempuniyai kewajiban untuk membentuk perhimpunan penghuni. Perhimpunan penghuni berfungsi membina terciptanya kehidupan lingkungan yang sehat tertib dan aman, mengatur dan membina kepentingan penghuni serta mengelola rumah susun dan lingkungannya. Dalam melaksanakan fungsinya, perhimpunan penghuni memiliki tugas sebagai berikut:24

a. Mengesahkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang disusun oleh pengurus dalam rapat umum perhimpunan penghuni; b. Membina para penghuni ke arah kesadaran hidup bersama yang serasi,

selaras dan seimbang dalam rumah susun dan lingkungannya;

c. Mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;

d. Menyelenggarakan tugas-tugas administratif penghunian;

       24


(30)

e. Menunjuk atau membentuk dan mengawasi badan pengelola dalam pengelolaan rumah susun dan lingkungannya;

f. Menyelenggarakan pembukuan dan administratif keuangan secara terpisah sebagai kekayaan perhimpunan penghuni;

g. Menetapkan sanksi terhadap pelanggaran yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

Dalam mengelola rumah susun dan lingkunganya, perhimpunan penghuni dapat menunjuk atau membentuk badan pengelola rumah susun. Badan pengelolaan perhumpunan penghuni harus disahkan sebagai badan hukum dan profesional. Badan pengelola dimaksud mempunyai tugas:25

a. Melaksanakan pemeriksaan, pemeliharaan kebersihan dan perbaikan rumah susun dan lingkungannya pada bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama;

b. Mengawasi ketertiban dan keamanan penghuni serta penggunaan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama sesuai dengan peruntukannya;

c. Secara periodik memberikan laporan kepada perhimpunan penghuni disertai permasalahan dan usaha pemecahannya.

UU Rumah Susun mengenal beberapa jenis rumah susun, yakni:26 a. Rumah susun umum

Rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah susun umum       

25

Ibid., hlm. 45. 26

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Bab I, Pasal 1.


(31)

inilah yang kemudian berkembang menjadi rusunami dan rusunawa. Rusunami adalah akronim dari rumah susun umum milik, sedangkan rusunawa adalah akronim dari rumah susun umum sewa.

b. Rumah susun khusus

Merupakan rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus.

c. Rumah susun negara

Yaitu rumah susun yang dimiliki oleh negara yang menjadi tempat tinggal, sarana pembinaan dan penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan pegawai negeri.

d. Rumah susun komersial

Adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan. Rumah susun komersial oleh pengembang sering disebut apartemen, flat atau kondominium.

Berdasarkan penggunaannya, rumah susun kemudian dikelompokkan menjadi:27

a. Rumah susun hunian

Yaitu rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat tinggal. b. Rumah susun bukan hunian

Adalah rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat usaha dan atau kegiatan sosial.

       27

Imam Koeswahyono, hukum rumah susun: suatu bekal pengantar pemahaman, (Malang: Bayumedia, 2004), hlm. 13-14.


(32)

c. Rumah susun campuran

Merupakan rumah susun yang sebagian berfungsi sebagai tempat tinggal dan sebagian lagi berfungsi sebagai tempat usaha.

Hapusnya hak milik atas satuan rumah susun dapat terjadi karena hak atas tanahnya hapus menurut pertaturan perundangan yang berlaku, misalnya karena adanya pencabutan hak atas tanah dan sebagainya. Apabila hal ini terjadi, maka setiap pemilik berhak memperoleh bagian atas milik bersama, terhadap bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama sesuai dengan nilai perbandingan proporsionalnya.

Hapus dalam pengertian ini hanyalah dalam arti hubungan hukum atau atas haknya. Misalnya karena seluruh satuan rumah susun beralih haknya kepada satu orang atau badan hukum, sehingga bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama tidak ada lagi karena dimiliki oleh satu orang atau badan hukum. Atau hak guna bangunan atas tanah berakhir karena tidak diperpanjang atau diperbaharui.

Hak milik atas satuan rumah susun juga hapus karena tanah dan bangunannya musnah, misalnya karena bencana alam dan sebagainya. Atau karena hak milik atas satuan rumah susun tersebut diserahkan haknya secara sukarela oleh pemiliknya kepada negara.28

       28


(33)

3. Hukum Kontrak (Perjanjian/Perikatan)

Hukum kontrak merupakan terjemahan dati bahasa Inggris, yaitu contract of law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah

overeenscomsrecht. Berikut merupakan beberapa pengertian hukum kontrak:29 a. Menurut Lawrence M. Friedman

Hukum kontrak adalah perangkat hukum yang hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian tersebut.

b. Menurut Michael D. Bayles

Hukum kontrak adalah sebagai aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan.

c. Menurut Charles L. Knapp dan Nathan M. Crystal

Hukum kontrak adalah mekanisme hukum dalam masyarakat untuk melindungi harapan-harapan yang timbul dalam pembuatan persetujuan demi perubahan masa datang yang bervariasi kinerja, seperti pengangkutan kekayaan (yang nyata maupun tidak nyata), kinerja pelayanan dan pembayaran dengan uang.

d. Definisi yang tercantum dalam Ensiklopedia Indonesia

Hukum kontrak adalah rangkaian kaidah-kaidah hukum yang mengatur berbagai persetujuan dan ikatan antara warga-warga hukum.

       29

Salim H. S., Hukum Kontrak: Teori dan Penyusunan Kontrak, Cet. Kedelapan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 3.


(34)

e. Menurut Salim H. S.

Hukum kontrak adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.

Berdasarkan pengertian-pengertian hukum kontrak dapat dikemukakan beberapa unsur dasar yang terdapat di dalam hukum kontrak, sebagai berikut:30

a. Adanya kaidah hukum

Kaidah dalam hukum kontrak dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1) Kaidah hukum kontrak tertulis

Adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi

2) Kaidah hukum kontrak tidak tertulis

Adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh dan hidup dalam masyarakat. Contoh: jual-beli lepas, jual-beli tahunan, dan lain-lain. Konsep hukum ini berasal dari hukum adat.

b. Subjek hukum

Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson

diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Yang menjadi subjek hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.

       30


(35)

c. Adanya prestasi

Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban dbitur. Prestasi terdiri dari:

3) Memberikan sesuatu; 4) Berbuat sesuatu; dan 5) Tidak berbuat sesuatu. d. Kata sepakat

Di dalam pasal 1320 KUHPerdata ditentukan empat syarat perjanjian. Salah satunya kata sepakat (konsensus). Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.

e. Akibat hukum

Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Hak adalah suatu kenikmatan dan kewajiban adalah suatu beban. Di dalam hukum kontrak dikenal beberapa azas penting antara lain sebagai berikut:31

a. Asas konsensualisme

Asas konsensualisme adalah asas yang menyatakan bahwa suatu kontrak lahir pada saat terjadinya kesepakatan. Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas ini hanya berlaku terhadap kontrak konsensual sedangkan terhadap kontrak formal dan kontrak riel tidak berlaku.

       31

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Ed. Pertama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 3.


(36)

b. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas menentukan beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjiannya, seperti:

1) Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;

2) Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian; 3) Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;

4) Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan

5) Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

c. Asas mengikatnya kontrak (Pacta Sunt Servanda)

Asas ini menyatakan bahwa setiap orang yang membuat kontrak terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1338 (1) KUHPerdata yang mencantumkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

d. Asas itikad baik

Ketentuan mengenai itikad baik ini diatur dalam pasal 1338 (3) KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan


(37)

dengan itikad baik. Dalam membuat suatu perjanjian, kedua belah pihak yang bersangkutan harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Secara umum itikad baik harus selalu ada pada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat diperhatikan oleh pihak lainnya.

e. Asas kepribadian (Personalitas)32

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1315 dan pasal 1340 KUHPerdata.

Di samping asas-asas yang telah dijelaskan diatas, di dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dari tanggal 17 sampai dengan tanggal 19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan nasional, sebagai berikut:33

a. Asas kepercayaan

Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan di antara mereka di belakang hari.

       32

Salim H. S., Op. cit., hlm. 12. 33


(38)

b. Asas persamaan hukum

Yang dimaksud dengan asas persamaan hukum adalah bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak dibeda-bedakan antara satu sama lain, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama dan ras.

c. Asas keseimbangan

Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikil pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. d. Asas kepastian hukum

Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan yang mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.

e. Asas moral

Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang yang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam

zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor


(39)

yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.

f. Asas kepatutan

Asas kepatutan tertuang dalam pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.

g. Asas kebiasaan

Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.

h. Asas perlindungan (protection)

Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur, karena pihak debitur berada pada pihak yang lemah.

4. Perlindungan Konsumen

Beberapa pengertian konsumen, antara lain:

a. Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen: Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia


(40)

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk di perdagangkan.34 b. Menurut Consumer Protection Act of 1986, No.68 dari India:

Konsumen adalah setiap orang (pembeli) atas barang yang disepakati, menyangkut harga dan cara pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau untuk keperluan komersial lainnya.35

Pengertian Perlindungan Konsumen:

Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. 36

Tujuan perlindungan konsumen:37

a. Meningkatkan kesadaran, Kemampuan dan kemandirian untuk melindungi diri.

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa. c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.       

34

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab I, Pasal 1, Angka 2.

35

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Cet. Kedua, Ed. Revisi, (Jakarta: PT Grasindo, 2004), hlm. 4.

36

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab I, Pasal 1, Angka 1.

37

Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen: Kajian Teoretis dan Perkembangan Pemikiran, Cet. Pertama, (Banjarmasin: FH Unlam Press, 2008), hlm. 21.


(41)

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, ada 9 (sembilan) hak konsumen, yakni:38

a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen secara patut;

       38


(42)

f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban yang dimiliki oleh konsumen:39

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Prinsip-prinsip dalam hukum perlindungan konsumen:40 a. Prinsip-prinsip tentang kedudukan konsumen:

1) Let the buyer beware

Doktrin let the buyer beware atau caveat emptor sebagai embrio dari lahirnya sengketa di bidag transaksi konsumen. Asas ini       

39

Ibid., hlm. 24. 40


(43)

berasumsi, pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi konsumen.

2) The due care theory

Doktrin ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasyarakatkan produk, baik barang maupun jasa. Selama berhati-hati dengan produknya, ia tidak dapat dipersalahkan. Jika di tafsirkan secara a-contrario, maka untuk mempersalahkan si pelaku usaha, seseorang harus dapat membuktikan, pelaku usaha itu melanggar prinsip kehati-hatian.

3) The privity of contract

Prinsip ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika di antara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal-hal di luar yang diperjanjikan.

b. Prinsip-prinsip tentang proses beracara:

1) Small claim

Small claim adalah jenis gugatan yang dapat diajukan oleh konsumen, sekalipun dilihat secara skonomis, nilai gugatannya sangat kecil. Dalam hukum perlindungan konsumen di berbagai negara, proses beracara secara small claim menjadi prinsip yang diadopsi secara luas.


(44)

2) Class action

Gugatan kelompok atau lebih lazim disebut class action atau

class representative adalah pranata hukum yang berasal dari sistem Common Law. Walaupun demikian, di banyak negara penganut sistem Civil Law, prinsip tersebut diadopsi, termasuk dalam UUPK Indonesia.

3) Legal Standing untuk LPKSM

Selain gugatan kelompok (class action), UUPK juga menerima kemungkinan proses beracara yang dilakukan oleh lembaga tertentu yang memiliki legal standing.41 Hak yang dimiliki oleh lembaga demikian dikenal dengan hak gugat LSM (NGO’s standing).

c. Prinsip-prinsip tanggung jawab

1) Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya.

2) Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab

       41

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab I, Pasal 1, Angka 9.


(45)

Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si tergugat. Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tak bersalah (presuption of innosence). Namun, jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak, asas demikian cukup relevan.

3) Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab

Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of nonliability principle) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan.

4) Prinsip tanggung jawab mutlak

Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen secara umum digunakan untuk “menjerat” pelaku usaha, khususnya produsen barang, yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen.

5) Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan

Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of ability principle) sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen apabila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha.


(46)

6) Tanggung jawab produk

Prinsip tanggung jawab produk (product liability) mengacu kepada tanggung jawab para produsen untuk produk yang dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut.

F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian

Skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.42 Penelitian hukum normatif sendiri mengacu pada berbagai bahan hukum sekunder,43 yaitu inventarisasi berbagai peraturan hukum nasional dan internasional dalam bidang penanaman modal (investasi) dan rumah susun (kondominium), jurnal-jurnal dan karya tulis ilmiah lainnya, serta artikel-artikel berita terkait. Sedangkan penelitian deskriptif ialah penelitian yang pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu.44 Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin, tentang pelaksanaan konsep investasi kondominium hotel di Indonesia.

       42

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cet. Ketujuh, Ed. Pertama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13-14.

43

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Cet. Kedua, Ed. Pertama, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 14.

44

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Cet. Kedua, Ed. Pertama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), hlm. 36.


(47)

2. Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini, menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) atau studi dokumen (document study). Metode penelitian kepustakaan dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.45 Menurut Soerjono Soekanto, data sekunder dalam penelitian hukum terdiri atas tiga bahan hukum, yaitu:46

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan berbagai peraturan hukum nasional yang mengikat, antara lain: UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, UU No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, PP No. 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, serta peraturan-peraturan lainnya.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan       

45

Bambang Waluyo, Op. cit., hlm. 13-14. 46


(48)

berbagai karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan ini.

c. Bahan hukum tersier (tertier), yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, majalah, dan seterusnya. Selain itu, bahan tersier ini juga meliputi berbagai bahan primer, sekunder, dan tersier di luar bidang hukum yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, terutama dari bidang ekonomi.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran dalam penulisan skripsi, dalam hal ini digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dan menganalisis data secara sistematis melalui buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Dalam menganalisis data penelitian digunakan analisis normatif kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif


(49)

dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini meliputi:

BAB I (PENDAHULUAN), berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II (KONSEP INVESTASI KONDOMINIUM HOTEL SEBAGAI KONSEP INVESTASI MODERN DI INDONESIA), berisi tentang tinjauan umum mengenai pelaksanaan kegiatan investasi di Indonesia yang meliputi pengertian investasi, sejarah dan perkembangan investasi di Indonesia dan dasar hukum pelaksanaan investasi di Indonesia. Kemudian tentang pelaksanaan konsep investasi kondominium hotel di Indonesia yang meliputi sejarah perkembangan konsep investasi kondominium hotel di Indonesia, pihak-pihak yang terlibat dalam konsep investasi kondominium hotel dan hubungan hukum dan perjanjian perikatan yang terjadi antara para pihak dalam konsep investasi kondominium hotel. Serta tentang tinjauan hukum atas bangunan rumah susun sebagai objek investasi dalam konsep investasi kondominium hotel yang meliputi aspek hukum pemanfaatan rumah susun sebagai objek investasi dan tanggung jawab para pihak terhadap bangunan rumah susun sebagai objek investasi.

BAB III (HAK DAN KEWAJIBAN PARAPIHAK DALAM PELAKSANAAN KONSEP INVESTASI KONDOMINIUM HOTEL), berisi


(50)

tentang perbandingan hak dan kewajiban antara para pihak yang terlibat dalam konsep investasi kondominium hotel yakni pihak pengembang (developer), pihak pengelola hotel (operator) dan pihak penanam modal (investor/buyer).

BAB IV (PERLINDUNGAN KONSUMEN BAGI PIHAK PENANAM MODAL DALAM KONSEP INVESTASI KONDOMINIUM HOTEL DI INDONESIA), berisi tentang tinjauan umum perlindungan konsumen di Indonesia yang meliputi sejarah dan perkembangan hukum perlindungan konsumen di Indonesia, pengertian dan ruang lingkup konsumen dan hukum perlindungan konsumen dan dasar hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Kemudian tentang perlindungan konsumen bagi pihak penanam modal dalam pelaksanaan konsep investasi kondominium hotel yang meliputi pertanggung jawaban pihak pengembang terhadap pihak penanam modal dan upaya hukum yang dapat dilakukan pihak penanam modal dalam hal terjadi sengketa.

BAB V (KESIMPULAN DAN SARAN), berisi tentang kesimpulan dan saran atas pelaksanaan konsep investasi kondominium hotel di Indonesia. Saran dan kesimpulan ini diharapkan bisa memberikan pertimbangan dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.


(51)

BAB II

KONSEP INVESTASI KONDOMINIUM HOTEL SEBAGAI KONSEP INVESTASI MODERN DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum Mengenai Pelaksanaan Kegiatan Investasi di Indonesia 1. Pengertian investasi

Sebenarnya istilah penanaman modal merupakan terjemahan kata “investment” berasal dari bahasa Inggris yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai penanaman modal atau investasi.47 Istilah investasi atau penanaman modal merupakan istilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun dalam bahasa perundang-undangan. Istilah investasi merupakan istilah yang populer dalam dunia usaha, sedangkan istilah penanaman modal lazim digunakan dalam perundang-undangan. Namun pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama, sehingga kadangkala digunakan secara interchangeable.48

Dalam dekade terakhir, penanaman modal tidak saja merupakan kebutuhan penting bagi suatu negara dalam pengembangan pembangunan ekonomi. Namun, juga merupakan sarana utama dalam pengembangan suatu industri.49

Secara umum, investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh orang pribadi (natural person) maupun badan hukum (judicial

       47

N. Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia Dalam Menghadapi Era Global, Cet. Kedua, (Malang: Bayumedia Publishing, 2004), hlm. 3.

48

Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal, Cet. Pertama, Ed. Pertama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 3.

49


(52)

person), dalam upaya meningkatkan dan/atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money), peralatan (equipment), aset tak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun keahlian.50

Berikut merupakan beberapa pengertian investasi yang dikutip dari berbagai sumber:51

a. Dalam kamus istilah keuangan dan investasi digunakan istilah

investment (investasi) yang mempunyai arti:

“penggunaan modal untuk menciptakan uang, baik melalui sarana yang menghasilkan pendapatan maupun melalui ventura yang lebih berorientasi ke resiko yang dirancang untuk mendapatkan modal. Investasi dapat pula berarti menunjuk ke suatu investasi keuangan (dimana investor menempatkan uang ke dalam suatu sarana) atau menunjuk ke investasi suatu usaha atau waktu seorang yang ingin memetik keuntungan dari keberhasilan pekerjaannya.”

b. Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, dijelaskan istilah investment atau investasi, penanaman modal digunakan untuk: “penggunaan atau pemakaian sumber-sumber ekonomi untuk produksi barang-barang produsen atau barang-barang konsumen. Dalam arti yang semata-mata bercorak keuangan, investment mungkin berarti penempatan dana-dana (capital) dalam suatu perusahaan selama

       50

Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, Ed. Pertama, Cet. Pertama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 10.

51

Sentosa Sembiring, Hukum Investasi: Pembahasan Dilengkapi Dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Cet. Kedua, Ed. Revisi, (Bandung: Nuansa Aulia, 2010), hlm. 31.


(53)

jangka waktu yang relatif panjang supaya memperoleh suatu hasil yang teratur dengan maksimum keamanan.”

c. Dalam Kamus Ekonomi dikemukakan investment (investasi) mempunyai dua makna yakni:

Pertama, investasi berarti pembelian saham, obligasi, dan benda-benda tidak bergerak, setelah dilakukan analisa akan menjamin modal yang dilekatkan dan memberikan hasil yang memuaskan. Faktor-faktor tersebut yang membedakan investasi dengan spekulasi. Kedua, dalam teori ekonomi, investasi berarti pembelian alat produksi (termasuk di dalamnya benda-benda untuk dijual) dengan modal berupa uang.”

d. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan, investasi berarti: Pertama, penanaman uang atau modal di suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan; dan Kedua, jumlah uang atau modal yang ditanam.

e. Dalam Kamus Hukum Ekonomi digunakan terminologi, investment, penanaman modal, investasi yang berarti penanaman modal yang biasanya dilakukan untuk jangka panjang misalnya berupa pengadaan aktiva tetap perusahaan atau membeli sekuritas dengan maksud untuk memperoleh keuntungan.

f. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam


(54)

modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.52

Penanaman modal mempunyai arti yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional sebagaimana tujuan yang hendak dicapai melalui Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Tujuan penanaman modal adalah sebagai berikut:53

a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; b. Menciptakan lapangan kerja;

c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;

d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; e. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;

g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan

h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pada dasarnya, investasi dapat digolongkan berdasarkan aset, pengaruh, ekonomi, menurut sumbernya, dan cara penanamannya, berikut penjelasannya:54

a. Investasi berdasarkan asetnya

       52

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Bab I, Pasal 1, Angka 1.

53

Asmin Nasution, Transparansi Dalam Penanaman Modal, Cet. Pertama, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hlm. 12.

54

Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Ed. Pertama, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 36.


(55)

Investasi berdasarkan asetnya merupakan penggolongan investasi dari aspek modal atau kekayaannya. Investasi berdasarkan asetnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1) Real asset; dan

2) Financial asset.

Real asset merupakan investasi yang berwujud, seperti gedung-gedung, kendaraan dan sebagainya, sedangkan financial assets merupakan dokumen klaim tidak langsung pemegangnya terhadap aktivitas riil pihak yang menerbitkan sekuritas tersebut.

b. Investasi berdasarkan pengaruhnya

Investasi menurut pengaruhnya merupakan investasi yang didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi atau tidak berpengaruh dari kegiatan investasi. Investasi berdasarkan pengaruhnya dibagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut:

1) Investasi autonomus (berdiri sendiri) merupakan investasi yang dipengaruhi tingkat pendapatan, bersifat spekulatif. Misalnya, pembelian surat-surat berharga.

2) Investasi induced (mempengaruhi-menyebabkan) merupakan investasi yang dipengaruhi kenaikan permintaan akan barang jasa serta tingkat pendapatan. Misalnya, penghasilan yang didapat selain dari bekerja, seperti bunga dan sebagainya.


(56)

c. Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya

Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya merupakan investasi yang didasarkan pada asal-usul investasi itu diperoleh. Investasi ini dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1) Investasi yang bersumber dari modal asing (PMA); dan 2) Investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (PMDN).

Investasi yang bersumber dari modal asing (PMA) merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan luar negeri. Sementara itu, investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (PMDN) merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri. d. Investasi berdasarkan bentuknya

Investasi berdasarkan bentuknya merupakan investasi yang didasarkan pada cara menanamkan investasinya. Investasi cara ini dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1) Investasi portofolio; dan 2) Investasi langsung.

Investasi portofolio ini dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga, seperti saham dan obligasi. Investasi langusng merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total, atau mengakuisisi perusahaan.

Resiko akan terjadinya kerugian merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan dalam melakukan kegiatan penanaman modal. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika sebelum melakukan kegiatan penanaman modal perlu


(57)

dipertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berikut merupakan beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan kegiatan penanaman modal:55

a. Masalah resiko menanam modal (Country risk)

Masalah ini merupakan faktor yang cukup dominan yang menjadi dasar pertimbangan dalam melakukan kegiatan investasi. Salah satu aspek dari country risk yang sangat diperhatikan oleh calon investor adalah aspek stabilitas politik dan keamanan.

b. Masalah jalur birokrasi

Birokrasi yang terlalu panjang biasanya dapat menciptakan situasi yang kurang kondusif bagi kegiatan penanaman modal, sehingga dapat mengurungkan niat para pemodal untuk melakukan investasi. Birokrasi yang panjang seringkali juga berarti adanya biaya tambahan, yang akan memberatkan para calon pemodal karena dapat mengakibatkan usaha yang akan dilakukan menjadi tidak feasible. c. Masalah transparansi dan kepastian hukum

Bagi calon investor, adanya transparansi dalam proses dan tata cara penanaman modal akan menciptakan suatu kepastian hukum serta menjadikan segala sesuatunya menjadi lebih mudah diperkirakan. Sebaliknya, tidak adanya transparansi dan kepastian hukum akan membingungkan calon investor yang seringkali mengakibatkan biaya yang cukup mahal. Salah satu contoh dari permasalahan ini adalah

       55


(58)

berubahnya daftar skala prioritas serta negative list di bidang penanaman modal.

d. Masalah alih teknologi

Adanya peraturan yang terlampau ketat menyangkut kewajiban alih teknologi dari negara tuan rumah dapat mengurangi minat penanam modal yang sangat berharga dalam mengembangkan usahanya.

e. Masalah jaminan investasi

Salah satu faktor yang sangat dipertimbangkan oleh para pemodal sebelum melakukan kegiatan penanaman modal adalah adanya jaminan investasi seperti masalah repatriasi modal (capital repatriation) serta penarikan keuntungan (profit remmitance)

f. Masalah ketenagakerjaan

Adanya tenaga kerja yang terlatih dan terampil dalam jumlah yang memadai serta upah yang tidak terlalu tinggi akan menjadi faktor yang sangat di pertimbangkan oleh para calon investor sebelum melakukan kegiatan penanaman modalnya.

g. Masalah infrastruktur

Terjadinya jaringan infrastruktur yang memadai akan sangat berperan dalam menunjang keberhasilan suatu kegiatan penanaman modal. Oleh karena itu, terjadinya jaringan infrastruktur pokok seperti perhubungan, serta sarana komunikasi, merupakan faktor penting yang sanagat diperhatikan oleh calon investor.


(59)

h. Masalah keberadaan sumber daya alam

Masalah keberadaan sumber daya alam merupakan salah satu daya tarik utama dalam melakukan kegiatan investasi. Negara-negara yang akan sumber daya alam sebagai bahan baku atau komoditi dalam industri, telah menjadi sasaran utama para pemilik modal untuk menanamkan modalnya.

i. Masalah akses pasar

Akses pasar yang besar juga menjadi sasaran utama para pemilik modal untuk menanamkan modalnya. Hal ini sangat mudah untuk dipahami mengingat terbukanya akses pasar akan mampu menyerap produk yang dihasilkan dari suatu kegiatan penanaman modal.

j. Masalah insentif perpajakan

Mengingat kegiatan penanaman modal merupakan kegiatan yang berorientasi mencari keuntungan (profit oriented), diberikannya beberapa insentif di bidang perpajakan akan sangat membantu menyehatkan cash flow serta mengurangi secara substansial biaya produksi (production cost), yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan profit margin dari suatu kegiatan penanaman modal. k. Mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif

Terkadang di dalam kegiatan penanaman modal dapat terjadi sengketa di antara para pihak. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif juga merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan sebelum memutuskan untuk melakukan kegiatan penanaman modal.


(60)

Sebaliknya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak efektif dan tidak adil akan mengurungkan niat para penanam modal.

2. Sejarah dan perkembangan investasi di Indonesia

Sejarah perkembangan penanaman modal di Indonesia dimulai pada abad XVI, tepatnya tahun 1511 ketika bangsa Eropa mulai menjejakkan kakinya di bumi Indonesia. Penanaman modal di Indonesia dapat dibagi menjadi enam kurun waktu sebagai berikut:56

a. Masa penguasaan atau penjajahan oleh bangsa-bangsa eropa (1511-1942)

Masa penguasaan atau penjajahan ini sering juga disebut sebagai periode kolonialisme kuno. Awal mula periode ini ditandai dengan pendirian perusahaan-perusahaan oleh Spanyol, Belanda, Inggris dan negara eropa lainnya yang mendirikan tambang-tambang dan perkebunan di beberapa negara jajahan di Asia dengan cara merampas dan mengeksploitasi sumber-sumber alam dan kekayaan penduduk jajahan.57 Periode ini dibagi menjadi beberapa masa sebagai berikut: 1) Masa penguasaan Portugis (1511-1596)

Bangsa eropa yang pertama kali datang sebagai pedagang (investor) adalah bangsa Portugis. Portugis pertama kali menguasai Malaka pada tahun 1511 atas bantuan Raja Utimate dari Indonesia, di mana pada saat itu Malaka merupakan pusat       

56

Dhaniswara K. Harjono, Op. cit., hlm. 17. 57


(61)

perdagangan produk-produk dari wilayah Cina, India, dan Indonesia (Majapahit). Tujuan Portugis pada waktu itu adalah mencari rempah. Untuk itu, Portugis mencari rempah-rempah di kepulauan Maluku termasuk Ternate, Tidore, Banda dan Halmahera. Dalam menjalankan kegiatan perdagangannya, Portugis bertumpu pada investasi yang dilakukan oleh raja. Karena itulah Portugis ingin memastikan keuntungan besar dari usaha dagangnya mengingat besarnya investasi yang telah ditanamkan, baik dalam bentuk uang tunai, kapal-kapal, canon, amunisi, spikes, footlances, serta tenaga manusia. Untuk memastikan dapat diperolehnya keuntungan yang sebesar-besarnya, pihak Portugis akhirnya menggunakan kekuatan militer guna mengatur produksi dan melakukan monopoli dalam pembelian rempah-rempah.

2) Masa penguasaan Belanda yang pertama (1596-1795)58

Misi perdagangan Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman mendarat di Jakarta pada tanggal 23 Juni 1596. Kedatangan Belanda tersebut ke Jakarta dibiayai oleh pemilik modal dari Belanda. Pedangang-pedangan Belanda tersebut merupakan investor swasta asing pertama yang melakukan penggabungan dan mengelola modal mereka untuk melakukan bisnis di Indonesia. Bentuk penanaman modalnya adalah tidak       

58

Ida Bagus Rachmadi Supancana, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 26-33.


(62)

ditanamkan di Indonesia dengan maksud membangun Indonesia, tetapi untuk mengeruk keuntungan di Indonesia. Untuk menguasai perdagangan rempah-rempah, maka didirikanlah suatu perusahaan dengan nama Verenigde OostIndische Compagnie

atau VOC pada tanggal 20 Maret 1602.59 VOC mempunyai kekuasaan penuh untuk bertindak atas nama pemerintah Belanda serta untuk melaksanakan semua hak kedaulatan yang melekat pada negara. Oleh karena itu, VOC memiliki otoritas ganda baik sebagai business enterprise maupun sebagai pemegang kekuasaan berdaulat.

3) Masa penguasaan Prancis (1795-1811)

Tahun 1795, tentara Napoleon berhasil mengalahkan Belanda sehingga Belanda menjadi jajahan Prancis. Napoleon kemudian menunjuk saudaranya Louis untuk membawahi wilayah Indonesia, kemudian Louis menunjuk salah seorang Jendral dari Napoleon yang bernama Deandles untuk menjadi gubernur di wilayah Indonesia (Hindia Belanda). Dalam pemerintahannya Deandles menanamkan dasar-dasar fundamental investasi swasta asing (privat foreign investment) yang mendasarkan kepada prinsip-prinsip seperti:

       59

Charles Himawan, The Foreign Investment Process in Indonesia: The Role of Law in The Economic Development of a Third World Country, (Singapura: Gunung Agung, 1980), hlm. 98.


(63)

a) Kepemilikan tanah pribadi; b) Kebebasan individual; c) Kebebasan berdagang;

d) Penghapusan tenaga kerja paksa; e) Penegakan hukum yang baik; serta f) Tidak sektoral dan murah.

Ia juga memperkenalkan konsep The Rule of Law di Indonesia dan juga mendukung sistem pajak langsung sebagai lawan dari sistem pajak tak langsung berbentuk upeti.

4) Masa penguasaan Inggris (1811-1816)

Inggris menguasai Indonesia pada tahun 1811, dimana GUbernur Jenderal Inggris untuk India menunjuk Sir Thomas Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur Jawa. Raffles memperkenalkan kebijakan investasi yang sama sekali berbeda dibandingkan dengan Portugis, Prancis dan Belanda. Jika ketiga bangsa tersebut melakukan investasi untuk mengamankan pasaran rempah-rempah ke Eropa serta produk pertanian di Indonesia, Inggris memiliki tujuan tambahan, yaitu mencari pasaran bagi produk tekstil Inggris. Raffles juga memperkenalkan suatu jenis pajak baru, yaitu The Land Tax Law60 yang konsepnya dianggap sebagai land rent karena ia menganggap semua tanah milikn raja. Raffles juga memperkenalkan cara pembayaran dengan

       60


(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Barkatullah, Abdul Halim. Hak-Hak Konsumen, Cet. Pertama. Bandung: Nusa Media, 2010.

−−−−−−−−, Hukum Perlindungan Konsumen: Kajian Teoretis dan Perkembangan Pemikiran, Cet. Pertama. Banjarmasin: FH Unlam Press, 2008.

H. S., Salim dan Budi Sutrisno. Hukum Investasi di Indonesia, Ed. Pertama. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.

H. S., Salim. Hukum Kontrak: Teori dan Penyusunan Kontrak, Cet. Kedelapan. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Halim, A. Ridwan. Hukum Kondominium Dalam Tanya Jawab, Cet. Pertama. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.

Hamzah, Andi, dkk. Dasar-Dasar Hukum Perumahan, Cet. Kedua. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992.

Harahap, Yahya. Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997.

Harjono, Dhaniswara K.. Hukum Penanaman Modal, Ed. Pertama, Cet. Pertama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Ed. Revisi, Cet. Kesepuluh. Jakarta: Djambatan, 2005.


(2)

Himawan, Charles. The Foreign Investment Process in Indonesia: The Role of Law in The Economic Development of a Third World Country. Singapura: Gunung Agung. 1980.

Hutagalung, Arie Sukanti, dkk. Hukum Pertanahan di Belanda dan Indonesia, Ed. Pertama. Denpasar: Pustaka Larasan, 2012.

Hutagalung, Arie Sukanti. Kondominium dan Permasalahannya, Ed. Revisi. Depok: Badan Penerbit FH UI, 2007.

Kansil, C. S. T.. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1979.

Koeswahyono, Imam. Hukum Rumah Susun: Suatu Bekal Pengantar Pemahaman. Malang: Bayumedia, 2004.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. Hukum Perlindungan Konsumen, Ed. Pertama, Cet. Ketiga. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Lusiana. Usaha Penanaman Modal di Indonesia, Ed. Pertama, Cet. Pertama. Jakarta: Rajawali Pers, 2002.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen, Ed. Pertama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008.

Miru, Ahmadi. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Ed. Pertama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008.

Miru, Ahmadi. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Ed. Pertama, Cet. Pertama. Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Mukti, Affan. Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, Cet. Pertama. Medan:


(3)

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Perikatan Pada Umumnya, Ed. Pertama, Cet. Pertama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003.

Nasution, Asmin. Transparansi Dalam Penanaman Modal, Cet. Pertama. Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008.

Nasution, Az.. Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar, Cet. Kedua. Jakarta: Diadit Media, 2012.

Patrik, Purwahid. Dasar-Dasar Hukum Perikatan. Bandung: Modar Maju, 1994.

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum, Cet. Kelima. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000.

Rakhmawati, N. Rosyidah. Hukum Penanaman Modal di Indonesia Dalam Menghadapi Era Global, Cet. Kedua. Malang: Bayumedia Publishing, 2004.

Rokhmatussa’dyah, Ana dan Suratman. Hukum Investasi dan Pasar Modal, Ed. Pertama, Cet. Pertama. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Sembiring, Sentosa. Hukum Investasi: Pembahasan Dilengkapi Dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Ed. Revisi, Cet. Kedua. Bandung: Nuansa Aulia, 2010.

Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Ed. Revisi, Cet. Kedua. Jakarta: PT Grasindo, 2004.

Sidabalok, Janus. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011.


(4)

Sitorus, Oloan dan Balans Sebayang. Kondominium dan Permasalahannya, Cet. Pertama. Yogyakarta: MItra Kebijakan Tanah Indonesia, 1998. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: Suatu

Tinjauan Singkat, Ed. Pertama, Cet. Ketujuh. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003

Suggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Ed. Pertama, Cet. Kedua. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998.

Supancana, Ida Bagus Rachmadi. , Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2006.

Supriadi. Hukum Agraria, Ed. Pertama, Cet. Ketiga. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Sutedi, Adrian. Hukum Rumah Susun dan Apartemen, Ed. Pertama, Cet. Pertama. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek, Ed. Pertama, Cet. Kedua. Jakarta: SInar Grafika, 1996.

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Zulham. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.


(5)

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

C. Internet

Condo hotel, http://en.wikipedia.org/wiki/Condo_hotel (diakses tanggal 2 April 2014).

Emma G., “What Is a Condotel?”, http://www.wisegeek.com/what-is-a-condotel.htm (diakses tanggal 2 April 2014).

Ester Meryana, “Lebih Banyak Kondotel Sukses di Bali”, http://properti.kompas.com/index.php/read/2011/10/10/08284220

(diakses tanggal 2 April 2014).

Joel Greene, “The History of Condo Hotels”,

http://www.condohotelcenter.com/ask-expert/history-of-condo-hotels.htm (diakses tanggal 2 April 2014).

Natalia Ririh, “Kondotel, Apartemen dengan Pelayanan ala Hotel”, http://properti.kompas.com/index.php/read/2012/06/21/2021227


(6)

Natalia Ririh, “Perkembangan Kondotel di Bali Meningkat”, http://properti.kompas.com/index.php/read/2011/01/27/17100279

(diakses tanggal 2 April 2014).

Tugi Yono, “Analisa Perbandingan Investasi Apartemen, Hotel dan Condotel”, http://yon-property.blogspot.com/2013/09/analisa-perbandingan-investasi.html (diakses tanggl 2 April 2014).

Vany Nestia, “Menengok Investasi Kondominium Hotel (Kondotel)”,

http://www.rumahku.com/berita/read/menengok-investasi-kondominium-hotel-kondotel-406497#.Ux7Bpj-Sx9w (diakses tanggal 2 April 2014).

Wibowo Tunardy, “Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”, http://www.jurnalhukum.com/hak-milik-atas-satuan-rumah-susun/ (diakses tanggal 2 April 2014).


Dokumen yang terkait

Kajian Yuridis Terhadap Koperasi Apabila Berubah Menjadi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

6 141 96

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Konsep Investasi Kondominium Hotel di Indonesia

6 57 154

Tinjauan Yuridis Terhadap Pemberian Remisi Kepada Narapidana Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Dikaitkan Dengan Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

4 85 110

Tinjauan Yuridis Pembatalan Perkawinan Oleh Orangtua Terhadap Anaknya Di Mahkamah Syar’iyah Langsa (Studi Kasus Di Pengadilan Mahkamah Syar’iyah Kota Langsa Nomor Perkara 238/Pdtg/2010/Ms-Lgs)

1 55 74

Tinjauan Yuridis Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Berdasarkan Undang-Undang No. 2 TAHUN 2012

5 63 86

Tinjauan Yuridis Terhadap Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Hong Kong Special Administrative Region Di Bidang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana

0 48 150

Tinjauan Yuridis Terhadap Pembangunan Rumah Susun Yang Dibangun Dengan Pemanfaatan Barang Milik Negara Berupa Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

1 74 127

Tinjauan Yuridis Terhadap Dana Talangan Haji Berdasarkan Hukum Islam (Studi Kasus Di Bank Sumut Syariah Cabang Medan)

0 71 142

Tinjauan Yuridis Terhadap Penetapan Pengesahan Perkawinan Adat Tionghoa Oleh Hakim

2 64 129

Tinjauan Yuridis Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Pemberian Likuiditas Pada Bank Umum (Studi Kasus PT. Bank Century, Tbk)

0 69 135