13
sehat, sementara jika terjadi perbedaan-perbedaan yang signifikan diantara ketiga “aku” tersebut
merupakan gambaran dari ketidakutuhan dan
ketidaksehatan kepribadian. Dengan memperhatikan dasar teoritik tersebut
di atas, kita bisa melihat arah dan hasil yang diharapkan dari kegiatan Pengembangan Diri di
sekolah yaitu terbentuknya keyakinan, sikap, perasaan dan cita-cita para peserta didik yang
realistis, sehingga peserta didik dapat memiliki kepribadian yang sehat dan utuh.
B. Pengertian Pengembangan Diri
Terdapat perbedaan mendasar antara ideologi humanis dan behavioris dalam hal tingkat pilihan
tentang perubahan yang terjadi pada manusia selama hidupnya. Hal ini menyangkut „freewill’ atau
kehendak bebas manusia dalam pengambilan
keputusan. Menurut ideologi humanis, individu bebas mengaktualisasi diri dalam perkembangan
hidupnya menuju beberapa tujuan akhir, sedangkan teori behavioris berusaha mengurangi pentingnya
kehendak bebas dalam pengambilan keputusan yang mengatur tindakan individu.
Selanjutnya pengertian Pengembangan Diri lebih banyak berkembang menurut humanis seperti
dikatakan McNeil 1979, bahwa “pengembangan” mengacu pada gerakan-gerakan dari waktu ke
waktu ke arah kompleksitas organisasi dari
14
organisme hidup. Hal ini mengingatkan pernyataan Piaget tentang bagaimana anak berkembang untuk
memahami dunia. Untuk mengembangkan suatu pengertian,
anak menggunakan
proses yang
didefinisikan sebagai asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses masuknya informasi baru
disesuaikan dengan pemahaman yang sudah ada dan akomodasi berkaitan dengan memodifikasi ide-
ide lama untuk menghasilkan pengetahuan yang baru.
Penerapan pendekatan
humanis untuk
Pengembangan Diri juga terlihat dalam karya Steven Covey dalam bukunya The Seven Habit of Effektive
People. Menurut Covey 1993, Pengembangan Diri merupakan proses pembaruan. Covey menyebutnya
sebagai konsep asah gergaji. Proses tersebut meliputi empat bentuk perkembangan yaitu fisik,
spiritual, mental dan sosio-emosional. Perkembangan fisik peserta didik usia SDMI
meliputi pertumbuhan tinggi dan berat badan, perubahan proporsi atau perbandingan antar bagian
tubuh yang
membentuk postur
tubuh, pertumbuhan
tulang, gigi,
otot dan
lemak. Perkembangan fisik anak dipengaruhi oleh faktor
keturunan dalam keluarga, jenis kelamin, gizi dan kesehatan,
status sosial
ekonomi, gangguan
emosional, dan
lain-lain. Pertumbuhan
dan perkembangan fisik tubuh ini secara langsung akan
menentukan keterampilan bergerak anak, dan
15
secara tidak langsung akan mempengaruhi cara anak memandang dirinya sendiri dan memandang
orang lain,
serta mempengaruhi
cara anak
melakukan penyesuaian dengan dirinya sendiri maupun orang lain. Terdapat perbedaan dalam
pertambahan tinggi dan berat, namun umumnya mengikuti hukum arah perkembangan. Pada peserta
didik di kelas V dan VI, terjadi perubahan fisik yang sangat pesat disebabkan oleh kematangan kelenjar
dan hormon yang berkaitan dengan pertumbuhan seksual.
Perubahan ini
mengakibatkan anak
mengalami ketidakseimbangan,
menarik diri,
bersikap negatif, kurang percaya diri, perubahan minat dan aktivitas. Di sini pendidik harus lebih
cermat dan memberikan perhatian lebih, artinya pendidik harus lebih banyak melakukan pendekatan
supaya anak didik terarah dan dapat memperoleh apa yang anak didik cita -citakan.
Aspek perkembangan fisik diantaranya adalah perkembangan motorik. Perkembangan motorik
merupakan perkembangan
pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf,
urat syaraf dan otot terkoordinasi Hurlock: 1998. Keterampilan motorik anak terdiri atas keterampilan
motorik kasar dan keterampilan motorik halus. Keterampilan motorik anak usia 4-5 tahun lebih
banyak berkembang pada motorik kasar, setelah usia 5 tahun baru terjadi perkembangan motorik
halus. Untuk anak SD yang rata-rata sudah berusia
16
diatas 6 tahun tentunya telah berada pada taraf ini. Untuk itu perlu diberikan kegiatan yang dapat
mengembangkan motorik kasar maupun motorik halus. Pada peserta didik usia SDMI keterampilan
motorik meliputi keterampilan tangan dan kaki. Selain perkembangan fisik dan motorik, Hurlock
1997 mengemukakan ada empat keterampilan dasar yang perlu dikuasai anak SDMI pada masa
anak akhir yaitu keterampilan menolong diri sendiri, keterampilan
menolong orang
lain sosial,
keterampilan bermain, dan keterampilan bersekolah skolastik. Menurut Covey 1993, pembaruan fisik
ini dapat dilakukan dengan olah raga, asupan nutrisi dan pengelolaan stres.
Selanjutnya tentang pembaruan spiritual, Covey 1993 menyebutkan bahwa pembaruan
spiritual dapat diraih melalui penjelasan tentang nilai dan komitmen, melakukan studi atau kajian
dan berkontemplasi.
Dimensi mental
dapat diperbarui melalui kegiatan membaca, melakukan
visualisasi, membuat perencanaan dan menulis. Adapun dimensi sosio-emosional diasah melalui
pemberian pelayanan, bersikap empati, melakukan sinergi dan menumbuhkan rasa aman dalam diri.
Perkembangan sosio-emosional
anak SD
berada pada tahap “masa sekolah School Age” yang ditandai adanya kecenderungan industry
–inferiority. Pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa
saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk
17
mengetahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat
besar, tetapi
di lain
pihak karena
keterbatasan-keterbatasan kemampuan
dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi
kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa
rendah diri Erikson dalam Sukmadinata, 2005. Oleh karena itu di sekolah-sekolah perlu diadakan
layanan bimbingan dan konseling serta kegiatan yang dapat mengembangkan aspek-aspek mental,
spiritual, dan sosio-emosional anak, misalnya kegiatan Pengembangan Diri.
Dalam proses Pengembangan Diri diperlukan keseimbangan dan sinergi untuk mencapai hasil
optimal sebagaimana
yang diharapkan.
Pengembangan Diri tidak muncul begitu saja. Untuk meraihnya, diperlukan latihan dengan pola spiral ke
atas. Pola ini melatih untuk bergerak ke atas sepanjang spiral secara terus-menerus. Pola spiral
ini memaksa untuk melalui tiga tahap kegiatan yakni belajar, berkomitmen, dan berbuat. Latihan
ini harus terus-menerus berjalan secara berulang- ulang sampai kualitas dan produktivitas diri
manusia menjadi semakin tinggi Covey, 1993. Pengertian Pengembangan Diri dalam struktur
kurikulum, mengacu
pada landasan
adanya program Pengembangan Diri, yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 butir 6 yang
18
mengemukakan bahwa konselor adalah pendidik, Pasal 3 bahwa pendidikan nasional bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik, dan Pasal 4 ayat 4 menyatakan bahwa pendidikan
diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan
kreativitas peserta
didik dalam
proses pembelajaran, dan Pasal 12 Ayat 1b yang
menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 5 s.d Pasal 18 tentang standar isi untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah. 3.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah, yang memuat Pengembangan Diri peserta didik dalam struktur
kurikulum setiap satuan pendidikan difasilitasi danatau dibimbing oleh konselor, guru, atau
tenaga kependidikan. 4.
Dasar Standarisasi Profesi Konseling yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Tahun
2004 untuk
memberi arah
pengembangan profesi konseling di sekolah dan di luar sekolah.
19
Dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 disebutkan bahwa muatan kurikulum mencakup
tiga hal yaitu mata pelajaran, muatan lokal dan Pengembangan Diri. Pengembangan Diri bukan
merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan Diri bertujuan memberikan
kesempatan kepada
peserta didik
untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai
dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan
Pengembangan Diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang
dapat dilakukan
dalam bentuk
kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan Pengembangan
Diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling
yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir
peserta didik. Untuk
memperjelas dalam
pelaksanaan Pengembangan Diri di sekolah-sekolah, Pusat
Kurikulum membuat buku panduan untuk masing- masing jenjang pendidikan yaitu buku Model dan
Contoh Program Pengembangan Diri untuk SDMI, SMPMTs, SMAMA, SMK yang terbit pada tahun
2007. Buku ini memberi contoh bagi konselor guru pembimbing, guru, dan atau tenaga kependidikan
lainnya di sekolahmadrasah untuk menyusun program, melaksanakan, menilai dan melaporkan
kegiatan Pengembangan
Diri yang
mencakup
20
kegiatan pelayanan
konseling dan
kegiatan ekstrakurikuler.
Menurut buku
“Model dan
Contoh Pengembangan Diri
Sekolah Dasar” terbitan Puskur Balitbang Depdiknas 2007, Pengembangan Diri
merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum
sekolahmadrasah. Kegiatan Pengembangan Diri merupakan
upaya pembentukan
watak dan
kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan
masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan
ekstrakurikuler yang dipilih sesuai kebutuhan dan kemampuan sekolah. Untuk satuan pendidikan
khusus, pelayanan
konseling menekankan
peningkatan kecakapan
hidup sesuai
dengan kebutuhan
khusus peserta
didik. Kegiatan
Pengembangan Diri
yang berupa
pelayanan konseling difasilitasidilaksanakan oleh konselor,
dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh konselor, guru dan atau tenaga kependidikan lain
sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya. Pengembangan Diri yang dilakukan dalam bentuk
kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler dapat mengembangkan kompetensi dan
kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.
21
Menurut Sudrajat 2008, bahwa kegiatan Pengembangan
Diri seyogyanya
lebih banyak
dilakukan di luar jam reguler jam efektif, melalui berbagai jenis kegiatan Pengembangan Diri. Di
bawah bimbingan guru maupun orang lain yang memiliki
kompetensi di
bidangnya, kegiatan
Pengembangan Diri dapat pula dilakukan melalui kegiatan-kegiatan di luar jam efektif yang bersifat
temporer, seperti mengadakan diskusi kelompok, permainan kelompok, bimbingan kelompok, dan
kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat kelompok. Selain dilakukan melalui kegiatan yang bersifat
kelompok, kegiatan Pengembangan Diri dapat dilakukan pula melalui kegiatan mandiri, misalnya
seorang siswa diberi tugas untuk mengkaji buku, mengunjungi narasumber atau mengunjungi suatu
tempat tertentu untuk kepentingan pembelajaran dan Pengembangan Diri siswa itu sendiri.
Hal yang
fundamental dalam
kegiatan Pengembangan
Diri bahwa
pelaksanaan Pengembangan Diri harus terlebih dahulu diawali
dengan upaya untuk mengidentifikasi kebutuhan, bakat dan minat, yang dapat dilakukan melalui
teknik tes tes kecerdasan, tes bakat, tes minat dan sebagainya maupun non tes skala sikap, inventori,
observasi, studi
dokumenter, wawancara
dan sebagainya. Dalam hal ini, peranan bimbingan dan
konseling menjadi amat penting, melalui kegiatan aplikasi instrumentasi data dan himpunan data,
22
bimbingan dan
konseling seyogyanya
dapat menyediakan
data yang
memadai tentang
kebutuhan, bakat, minat serta karakteristik peserta didik lainnya. Data tersebut menjadi bahan dasar
untuk penyelenggaraan Pengembangan Diri di sekolah, baik melalui kegiatan yang bersifat
temporer, kegiatan
ekstra kurikuler,
maupun melalui layanan bimbingan dan konseling itu sendiri
Sudrajat, 2008. Menurut Sudrajat 2008 pula, yang harus
diperhatikan bahwa kegiatan Pengembangan Diri tidak identik dengan Bimbingan dan Konseling.
Bimbingan dan Konseling tetap harus ditempatkan sebagai bagian integral sistem pendidikan di sekolah
dengan keunikan karakteristik pelayanannya. Dari uraian di atas, tampak bahwa kegiatan
Pengembangan Diri
akan mencakup
banyak kegiatan sekaligus juga banyak melibatkan orang,
oleh karena
itu diperlukan
pengelolaan dan
pengorganisasian tersendiri. Namun secara prinsip, pengelolaan dan pengorganisasian Pengembangan
Diri betul-betul diarahkan untuk melayani seluruh siswa agar dapat mengembangkan dirinya secara
optimal, sesuai bakat, minat, dan kebutuhannya masing-masing dan Pengembangan Diri menjadi
wilayah garapan
bersama antara
komponen pembelajaran
dan komponen
Bimbingan dan
Konseling di sekolah dengan keunikan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
23
Jadi yang dimaksud Pengembangan Diri dalam penelitian ini adalah proses perubahan yang
meliputi aspek fisik, spiritual, mental dan sosio- emosional pada siswa di sekolah dasar dengan
melalui kegiatan-kegiatan di luar mata pelajaran yang dapat mengembangkan potensi, bakat, dan
minat siswa secara optimal.
C. Keberhasilan dalam Hidup