Analisis Data HASIL PENELITIAN

bahasa oral sambil berisyarat ketika teman – temannya tidak mengetahui maksud ucapan NA dan membantu teman – temannya mengungkapkan kata – kata dari gurunya. Sementara itu, LI masih sering menggunakan bahasa oral sambil berisyarat ketika berkomunikasi. DA dan SA telah menguasai tahapan ucapan. DA dan SA dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa oral dengan guru dan teman – temannya. Terkadang, DA dan SA masih menggunakan bahasa oral sambil berisyarat atau DA terkadang menggunakan ekspresi wajahnya ketika berkomunikasi dengan teman – temannya. Berdasarkan tugas perkembangan bahasa yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa NA telah menguasai tahapan pemahaman. Namun, LI, DA, dan SA belum sepenuhnya menguasai tahapan pemahaman. NA juga telah menguasai tahapan pengembangan pembendaharaan kata. Sebaliknya, LI, DA, dan SA belum sepenuhnya mengusai tahapan pengembangan pembendaharaan kata pada suatu kata tertentu. Di sisi lain, NA dan SA telah mengusai tahapan penyusunan kata – kata menjadi kalimat. Namun, LI dan DA belum sepenuhnya menguasai tahapan penyusunan kata – kata menjadi kalimat sehingga masih membutuhkan bantuan dari guru maupun teman – temannya dalam menyusun suatu kalimat dengan kata – kata tertentu. NA, DA, dan SA juga telah menguasai tahapan ucapan sedangkan LI lebih sering menggunakan bahasa oral sambil berisyarat. Terkadang, NA, DA, dan SA juga akan berbahasa oral sambil berisyarat ketika sedang berkomunikasi dengan teman - temannya. Berdasarkan analisis tersebut, pelaksanaan Metode Maternal Reflektif MMR yang meliputi Perdati, Percami, Percamsi, dan Perlatsi yang mempengaruhi penguasaan tugas perkembangan bahasa NA, LI, DA, dan SA. Pelaksanaan Perdati dan Perlatsi membuat murid – murid dapat belajar untuk mengenali arti sebuah kata serta dapat menuliskan dan mengucapkannya, yaitu tahapan pengembangan pembendaharaan. Pelaksanaan perdati juga membuat murid – murid belajar untuk dapat membuat kalimat dengan kata – kata yang tersusun dengan benar, yaitu tahapan penyusunan kata – kata menjadi kalimat, serta untuk berkomunikasi dengan guru dan teman – temannya, yaitu tahapan ucapan. Selain itu, pelaksanaan Percami dan Percamsi membuat murid – murid dapat belajar untuk memahami makna ucapan orang lain atau suatu bacaan tertentu, yaitu tahapan pemahaman. b. Tipe perkembangan bahasa Yusuf, 2010 dibagi menjadi dua, yaitu egocentric speech dan socialized speech. 1 Egosentric speech Egocentric speech merupakan kegiatan anak yang berbicara pada dirinya sendiri monolog. NA, LI, DA, dan SA telah dapat melakukan komunikasi dengan dirinya sendiri. Hal tersebut tampak dari sikap NA, LI, DA, dan SA yang akan marah atau tertawa sendiri ketika melakukan kesalahan dalam menuliskan sesuatu di buku atau di papan tulis. Terkadang, NA, LI, DA, dan SA akan berbicara sendiri ketika sedang tidak melakukan apapun di kelas. 2 Socialized speech Socialized speech terjadi ketika adanya kontak antara anak dengan lingkungannya. Tipe perkembangan socialized speech terdiri dari lima bentuk, yaitu adapted information; critism; command, request, dan threat; question; answer. Pada bentuk adapted information, NA, DA, dan SA dapat melakukan percakapan pada guru dan teman – temannya untuk saling bertukar gagasan atau untuk menyampaikan maksud tertentu baik menggunakan bahasa oral maupun sambil berisyarat. Namun, LI terkadang masih harus membutuhkan bantuan dari teman – temannya dalam menjelaskan maksudnya. Bentuk critism, NA dan DA dapat mengutarakan pendapat atau penilaian terhadap ucapan temannya sedangkan LI dan SA terkadang mengalami kesulitan dalam memberikan pendapat atau penilainnya terhadap ucapan temannya sehingga harus diulangi berkali – kali. LI dan SA terkadang kesulitan untuk menyusun kalimat untuk mengutarakan pendapatnya. Bentuk command, request, dan threat, NA, LI, DA, dan SA dapat menyuruh dan meminta sesuatu pada guru dan teman – temannya. Bentuk question, NA termasuk sering dalam mengutarakan pertanyaannya pada guru atau teman – temannya. Sementara itu, LI, DA, dan SA tampak jarang mengutarakan pertanyaan pada guru dan memilih untuk diam serta lebih sering bertanya pada teman yang lain. Pada bentuk answer, NA, DA, dan SA terkadang masih mengalami kesulitan dalam merespon atau menjawab pertanyaan dari guru sehingga memerlukan penjelasaan berulang agar NA, DA, dan SA dapat memahami pertanyaan guru. Di samping itu, LI masih sering mengalami kesulitan untuk menjawab setiap pertanyaan guru sehingga memerlukan penjelasaan berulang dan membutuhkan bantuan dari temannya, khususnya NA. Meskipun demikian, NA, LI, DA, dan SA dapat langsung merespon dan menjawab setiap pertanyaan temannya yang lain baik menggunakan bahasa oral maupun sambil berisyarat. Berdasarkan tipe perkembangan bahasa yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa NA, LI, DA, dan SA telah dapat melakukan egocentric speech, yaitu melakukan komunikasi dengan dirinya sendiri. Hal tersebut tampak dari sikap NA, LI, DA, dan SA yang akan marah atau tertawa sendiri ketika melakukan kesalahan dalam menuliskan sesuatu di buku atau di papan tulis. Terkadang, NA, LI, DA, dan SA akan berbicara sendiri ketika sedang tidak melakukan apapun di kelas. Selain itu, NA, LI, DA, dan SA juga telah dapat melakukan socialized speech yang terdiri dari adapted information; critism; command, request, dan threat; question; answer , tetapi dengan pencapaian yang berbeda – beda. NA, DA, dan SA dapat melakukan bentuk adapted information, tetapi terkadang LI masih membutuhkan bantuan dari teman – temannya. Di sisi lain, NA dan DA dapat melakukan bentuk critism, tetapi terkadang LI dan SA masih mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat untuk mengutarakan pendapatnya sehingga harus diulangi berkali – kali. Meskipun demikian, NA, LI, DA, dan SA telah dapat melakukan bentuk command, request, dan threat. Namun, hanya NA yang lebih aktif melakukan bentuk question sedangkan LI, DA, dan SA tampak kurang sering melakukannya. Selain itu, NA, DA, dan SA terkadang masih kesulitan melakukan bentuk answer, tetapi LI masih memerlukan penjelasaan berulang dan membutuhkan bantuan dari temannya, khususnya NA. c. Faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa Menurut Carrol 1986, perkembangan bahasa pada anak tunarungu sangat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu tingkat kerusakan pendengaran, status pendengaran orangtua, dan usia diperkenalkan sistem komunikasi. 1 Tingkat kerusakan pendengaran Menurut Mangunsong 2009, NA, LI, DA, dan SA mengalami kehilangan pendengaran marginal, yaitu kesulitan untuk mengikuti suatu pembicaraan pada jarak beberapa meter, tetapi masih dapat menggunakan telinganya untuk mendengar. Namun, ketika kelas I, gangguan pendengaran LI menjadi kehilangan pendengaran sedang, yaitu masih dapat belajar berbicara dengan mengandalkan alat bantu dengar hearing aid, tetapi LI memilih untuk tidak menggunakan alat bantu dengar. Tingkat kerusakan pendengaran pada anak tunarungu akan membuat kurang berkembangnya kemampuan berbahasa mereka. Anak tunarungu tidak belajar dari apa yang didengarnya sehingga mereka akan mengalami kesulitan dan waktu yang lebih lama untuk mengenali aturan – aturan bahasa daripada anak yang mendengar. Hal tersebut membuat lebih berkembangannya kemampuan bahasa NA, DA, dan SA dibandingkan dengan LI. 2 Status pendengaran orangtua Orangtua NA, LI, DA, dan SA termasuk orang yang mendengar atau tidak mengalami gangguan pendengaran. Status pendengaran orangtua yang mendengar membuat perkembangan bahasa NA, LI, DA, dan SA tidak terlalu mengalami ketertinggalan. Hal tersebut karena NA, LI, DA, dan SA tetap dapat belajar mengenali berbagai makna kata ketika sedang berkomunikasi dengan orangtua di rumah. 3 Usia diperkenalkan sistem komunikasi NA dan LI lebih dulu masuk kelas Latihan, yaitu pada usia 2 tahun. Sedangkan DA pada usia 3 tahun, dan SA pada usia 4 tahun. Sebaiknya, anak tunarungu telah diperkenalkan pada suatu sistem komunikasi tertentu sejak dini karena mereka dapat belajar lebih cepat dan lebih banyak mengenali aturan – aturan bahasa. Hal tersebut tampak dari kemampuan berbahasa dan komunikasi NA yang lebih menonjol. Berdasarkan faktor perkembangan bahasa yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa status pendengaran NA, DA, dan SA yang mengalami kehilangan pendengaran marginal membuat kemampuan bahasa mereka lebih berkembang dibandingkan dengan LI yang mengalami kehilangan pendengaran sedang. Di sisi lain, status pendengaran orangtua yang mendengar atau tidak mengalami gangguan pendengaran membuat perkembangan bahasa NA, LI, DA, dan SA tidak terlalu mengalami ketertinggalan karena mereka tetap dapat belajar mengenali berbagai makna kata ketika sedang berkomunikasi dengan orangtua di rumah. Selain itu, NA dan LI masuk kelas Latihan pada usia dua tahun, DA pada usia tiga tahun, sedangkan SA pada usia empat tahun. Hal tersebut membuat kemampuan berbahasa NA yang lebih menonjol. d. Metode komunikasi Bunawan dan Yuwati, 2000 anak tunarungu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bahasa verbal dan bahasa manual isyarat. 1 Bahasa verbal NA, LI, DA, SA telah dapat mengusai dan menggunakan bahasa oral ketika berkomunikasi dengan guru dan teman – temannya. NA lebih sering menggunakan bahasa oral, baik di dalam maupun di luar kelas. Namun, LI, DA, SA menggunakan bahasa oral hanya ketika berada di dalam kelas ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar. 2 Bahasa manual isyarat NA, LI, DA, dan SA terkadang masih menggunakan bahasa oral sambil berisyarat ketika berkomunikasi dengan teman – temannya. NA menggunakan bahasa oral sambil berisyarat ketika temannya tidak mengetahui maksud ucapannya atau ketika sedang menjelaskan maksud ucapan guru pada teman. Sedangkan DA dan SA terkadang menggunakan bahasa oral sambil berisyarat ketika berkomunikasi di luar kegiatan belajar mengajar. Di samping itu, LI masih sering menggunakan bahasa isyarat ketika di dalam kelas meskipun telah ditegur oleh guru. Berdasarkan metode komunikasi yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa NA, LI, DA, dan SA dapat menggunakan bahasa verbal oral dan bahasa manual isyarat. NA lebih sering menggunakan bahasa oral, tetapi akan menggunakan bahasa oral sambil berisyarat ketika temannya tidak mengetahui maksud ucapannya atau ketika sedang menjelaskan maksud ucapan guru pada teman. DA dan SA menggunakan bahasa oral hanya ketika berada di dalam kelas dan akan menggunakan bahasa oral sambil berisyarat ketika berada di luar kelas sedangkan LI lebih sering menggunakan bahasa isyarat.

B. PEMBAHASAN

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kesulitan dalam berbahasa sehingga segala hal yang ingin disampaikannya menjadi sulit dimengerti oleh orang lain dan anak tunarungu pun akan mengalami kesulitan dalam memahami pembicaraan oleh orang yang mendengar. Namun, masih banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa pada anak tunarungu sehingga mereka dapat melakukan komunikasi dengan orang – orang disekitarnya. Menurut hasil analisis data mengenai perkembangan bahasa dan komunikasi berdasarkan penggunaan Metode Maternal Reflektif MMR pada murid tunarungu kelas VI SLB B Karnnamanohara Yogyakarta dapat dibahas sebagai berikut: Salah satu bentuk pengajaran yang diharapkan dapat mengoptimalkan perkembangan bahasa dan kemampuan berkomunikasi bagi anak tunarungu adalah menggunakan Metode Maternal Reflektif MMR. SLB B Karnnamanohara Yogyakarta merupakan satu – satunya sekolah khusus untuk anak tunarungu di Yogyakarta yang menggunakan Metode Maternal Reflektif MMR sebagai metode pengajarannya. Metode Maternal Reflektif MMR adalah metode pengajaran dengan menggunakan percakapan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak tunarungu sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan orang lain, seperti yang dikemukakan oleh A. Van Uden dalam Bunawan dan Yuwati 2000 : 71 - 72 bahwa prinsip utama Metode Maternal Reflektif MMR adalah “Apa yang ingin kau katakan, katakanlah begini”. Hal tersebut didukung oleh penjelasan Djatun 2007 : 34 bahwa Metode Maternal Reflektif MMR adalah metode pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berbahasa yang pada gilirannya akan meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Metode Maternal Reflektif MMR di SLB B Karnnamanohara diberikan sejak anak berusia 1,8 tahun agar mereka dapat segera diperkenalkan dan diajarkan dengan aturan – aturan bahasa sehingga kemampuan berbahasa mereka dapat berkembang sejak dini dan mampu berkomunikasi dengan lain. Meskipun demikian, SLB B Karnnamanohara hanya menerima anak tunarungu yang tidak mengalami gangguan lain. Pendidikan anak tunarungu dimulai pada kelas Latihan dan selanjutnya kelas Taman yang masing – masing dibagi menjadi tiga kelas. Kemudian, dilanjutkan dengan kelas setingkat sekolah dasar yaitu, kelas I sampai VI dan yang terakhir kelas setingkat sekolah menengah pertama yaitu, kelas VII sampai IX. Kelas VI merupakan kelas tertinggi pada pendidikan dasar yang seharusnya telah dapat menguasai dan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, pelaksanaan Metode Maternal Reflektif MMR telah diterapkan agar dapat mengembangkan kemampuan berbahasa murid – murid, khususnya murid kelas VI. Metode pengajaran Bahasa yang dilakukan di kelas telah sesuai dengan Metode Maternal Reflektif MMR pada umumnya yang mencakup Perdati, Percami, Percamsi,dan Perlatsi. Materi pengajaran yang dilakukan guru pada murid – murid kelas VI merupakan materi khusus untuk anak tunarungu yang telah disesuaikan dengan kemampuan anak, tetapi tidak jauh berbeda dengan materi yang diberikan pada murid – murid kelas VI di sekolah umum. Menurut Somad dan Hernawati 1996, anak – anak tunarungu sebenarnya memiliki intelegensi normal atau rata – rata. Pelaksanaan Metode Maternal Reflektif MMR di kelas telah cukup banyak berperan dalam perkembangan bahasa murid – murid meskipun belum menunjukkan hasil yang maksimal. Hal tersebut dikarenakan besarnya tuntutan pelajaran atau materi yang diberikan oleh guru yang harus sesuai dengan pelaksanaan Metode Maternal Reflektif MMR. Namun, kemampuan dari masing – masing murid tidak sama dalam mencapai tujuan pemberian materi. Yusuf 2010 menjelaskan bahwa anak – anak dituntut untuk mengusai tugas – tugas pokok yang saling berkaitan dalam berbahasa, yaitu pemahaman, pengembangan pembendaharaan kata, penyusunan kata – kata menjadi kalimat, dan ucapan. NA hampir sepenuhnya telah menguasai tahapan – tahapan dari tugas pekembangan bahasa. Hal ini disebabkan dari adanya rasa ingin tahu dan sikap yang aktif dalam diri NA. NA selalu bertanya pada guru ketika ada materi yang kurang dimengerti olehnya. NA juga selalu aktif menjawab setiap pertanyaan yang diberikan guru padanya. Sebaliknya LI, DA, dan SA belum sepenuhnya menguasai tahapan pemahaman, yaitu penguasaan anak untuk memahami makna ucapan orang lain. Hal tersebut membuat LI, DA, dan SA membutuhkan waktu yang cukup lama dan penjelasan yang berulang dari guru maupun teman, khususnya NA. Pada tahapan pengembangan pembendaharaan kata, LI, DA, dan SA pun belum sepenuhnya menguasai. LI, DA, dan SA akan mengalami kesulitan dalam menuliskan, mengulangi, atau mengeja suatu kata tertentu. Selanjutnya, pada tahapan penyusunan kata – kata menjadi kalimat, SA lebih menguasai dibandingkan dengan LI dan DA. LI dan DA masih membutuhkan bantuan dari guru maupun temannya ketika kesulitan dalam membuat kalimat. Perbedaan yang terjadi pada tahapan pengembangan pembendaharaan kata dan tahapan penyusunan kata – kata menjadi kalimat antara LI, DA, dan SA dikarenakan kurangnya rasa ingin tahu dan sikap aktif. LI, DA, dan SA jarang bertanya atau berpendapat di kelas apabila tidak dimulai terlebih dahulu oleh guru atau temannya yang lain. Di sisi lain, LI termasuk anak yang kurang bergaul. LI lebih sering menghabiskan waktunya di kelas. Hal ini membuat LI jarang berkomunikasi dengan teman – temannya yang lain sehingga kurang berkembangnya pembendaharaan kata dan kemampuan membuat kalimat. Pada tahapan ucapan, DA dan SA telah dapat menguasainya dibandingkan dengan LI. DA dan SA dapat menggunakan bahasa oral ketika berkomunikasi dengan guru maupun teman – temannya. Hal tersebut dikarenakan adanya keharusan murid – murid untuk menggunakan bahasa oral ketika berkomunikasi dengan guru. Komunikasi yang dilakukan selama proses belajar mengajar pun selalu menggunakan bahasa oral. DA dan SA juga termasuk murid yang aktif berbicara, meskipun bukan mengenai pelajaran sedangkan LI lebih sering diam dan menggunakan bahasa oral sambil berisyarat. Terkadang, NA, SA, dan DA juga akan menggunakan bahasa oral sambil berisyarat ketika berkomunikasi dengan teman – temannya. Selain itu, Yusuf 2010 juga menjelaskan mengenai tipe perkembangan bahasa anak yang dibagi menjadi egocentric speech, yaitu melakukan komunikasi dengan dirinya sendiri dan socialized speech, yaitu adanya kontak antara anak dengan lingkungannya. NA, LI, DA, dan SA telah dapat melakukan egocentric speech, yang ditunjukkan dari sikap NA, LI, DA, dan SA yang akan marah atau tertawa sendiri ketika melakukan kesalahan dalam menuliskan sesuatu di buku atau di papan tulis. Terkadang, NA, LI, DA, dan SA akan berbicara sendiri ketika sedang tidak melakukan apapun di kelas. Perkembangan pada tipe egocentric speech sangat dipengaruhi dari Pada tipe perkembangan socialized speech terdiri dari lima bentuk, yaitu : a adapted information, NA, DA, dan SA dapat melakukan percakapan pada guru dan teman – temannya untuk saling bertukar gagasan atau untuk menyampaikan maksud tertentu baik menggunakan bahasa oral maupun sambil berisyarat. LI terkadang masih membutuhkan

Dokumen yang terkait

FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARUNGU ( Studi kasus di SLB – B Karnnamanohara Yogyakarta ).

0 0 11

PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS DII DI SLB AL-FITHRI KABUPATEN BANDUNG.

0 0 29

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MATERNAL REFLEKTIF DALAM BAHASA INDONESIA DI SLB. B (ANAK TUNARUNGU).

0 1 44

Gambaran dari dampak penggunaan Metode Maternal Reflektif (MMR) terhadap perkembangan bahasa dan komunikasi pada murid tunarungu kelas VI SLB B Karnnamanohara Yogyakarta

0 3 148

PENGARUH PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN ANAK TUNARUNGU KELAS IV DI SLB-B YRTRW SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2016/2017.

0 0 17

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBAHASA MELALUI METODE MATERNAL REFLEKTIF PADA ANAK TUNARUNGU KELAS D5 SEMESTER I SLB-B YAAT SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015.

0 0 18

PENGARUH METODE MATERNAL REFLEKTIF (MMR) TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA TUNARUNGU SMP DI SLB-B YRTRW SURAKARTA TAHUN 2014.

0 0 19

Komunikasi interpersonal berbasis Metode Maternal Reflektif (MMR) antara ibu dan anak berkebutuhan khusus tunarungu : studi kasus keluarga di SLB Ngelom Taman Sidoarjo.

2 10 95

PENGARUH MEDIA SCRABBLE WORD BERGAMBAR TERHADAP PENGUASAAN KOSAKATA BAGI ANAK TUNARUNGU KELAS DASAR I SLB B KARNNAMANOHARA YOGYAKARTA.

16 119 16

KEMAMPUAN MENDISKRIMINASI BUNYI BAHASA PADA ANAK TUNARUNGU KELAS VII DALAM PEMBELAJARAN BINA KOMUNIKASI PERSEPSI BUNYI DAN IRAMA (BKPBI) DI SLB B KARNNAMANOHARA YOGYAKARTA.

4 51 155