Kebijakan Redaksional Oplah dan

50 dipecat dari keanggotaan PWI. Mereka antara lain: Fikri Jufri, Eros Djarot, Hasudungan Sirait, Diah Purnomowati, Stanley Adi Prasetyo, dan lain-lain. Secara praktis, pemecatan ini tak berarti banyak, toh mereka sudah tidak merasa dibelah oleh PWI. Satrio dan Yoedha juga akhirnya ditekan untuk mundur dari Kompas. Alasan pemimpin Kompas adalah, aktivitas mereka dianggap membahayakan kelangsungan group penerbitan Kompas waktu itu, keduanya selain aktif di AJI, juga aktif di SBSI Serikat Buruh Sejahtera Indonesia yang diketuai Muchtar Pakpahan. AJI dan SBSI adalah organisasi yang dianggap berseberangan dengan pemerintah. Seperti halnya kasus PWI dan AJI di dunia jurnalistik, di bidang perburuhan, Pemerintah tak mengakui SBSI dan hanya mau mengakui SPSI Serikat Pekerja Seluruh Indonesia sebagai satu-satunya organisasi yang mewakili aspirasi pekerja. Pimpinan Kompas beranggapan, keduanya dibiarkan terus aktif di AJI dan SBSI seperti sediakala tanpa ditindak, akan memberi kesan pada penguasa Departemen Penerangan yang mngeluarkan SIUPP pada Kompas bahwa Kompas “merestui” atau bahkan “mendukung aktivitas illegal” yang dilakukan dua karyawannya. Implikasinya, Kompas bisa dibredel sewaktu-waktu, seperti sudah pernah terjadi di waktu lampau. Oleh karena itu, daripada membahayakan kelangsungan hidup perusahaan Kompas dengan sekitar 3.000 karyawannya, lebih baik meminta dua wartawannya mundur.

4.1.2. Kebijakan Redaksional

Dalam pembuatan opini dari masyarakat sebelumnya terdapat penyeleksian terlebih dahulu dengan melihat situasi, kondisi, toleransi, pandangan 51 dan jangkauan. Pemantauan headline pada laporan utama tergantung dari bobot penulisan berita dan opini dari wartawan, layak atau tidak untuk diterbitkan karena untuk menghindari kesalahpahaman pembaca. Setiap majalah memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, kelebihan dari majalah Gatra yaitu tampilan dari suatu berita yang menonjol diilustrasikan dengan karikatur, misalnya gambar dari suatu berita tentang korupsi dan gaya bahasanya yang sederhana sehingga mudah dicerna oleh pembacanya. Majalah Gatra juga berusaha untuk menjaga citra yang selama ini sudah terbentuk, menurutnya semakin bagus citra maka akan semakin banyak pembaca yang tertarik membaca, dan kemungkinan iklan akan banyak berdatangan yang menjadi omzet. Majalah Gatra yang terbit mingguan member ruangan sebanyak 106 halaman atau lebih. Adapn berbagai liputannya majalah Gatra membaginya menjadi 22 rubrik andalan, tetapi tidak semua rubric selalu ditampilkan pada setiap edisi majalah Gatra tergantung dari pengumpulan berita yang masuk kedalam kantor redaksional.

4.1.3. Oplah dan

Distribusi Dengan SIUPP no.297SKMenpenSIUPPC.11994, tanggal 13 Oktober 1994 majalah Gatra yang pada awalnya memiliki kantor pusat di Jakarta ini dan beredar dengan oplah hanya 200.000 eksemplar per bulan mencoba menembus pangsa bisnis media di Indonesia, namun langkah yang diambil Bob sebagai pendiri terbilang cukup cerdik karena Bob mencoba mengisi kekosongan majalah Tempo yang pada saat itu dilarang terbit oleh pemerintah dan mengajak beberapa 52 wartawan Tempo untuk menandatangani surat pernyataan bergabung dengan majalah Gatra. Kini majalah Gatra memiliki peredaran nasional dan membuka kantor-kantor cabang dan koresponden di kota besar guna menambah kedekatannya dengan para pembacanya, terlihat sukses dengan strategi tersebut dapat dibuktikan dengan peningkatan oplah menjadi 110.000 eksemplar per minggu dan daya jangkauan diperluas. Sasaran khalayak majalah Gatra adalah menengah keatas artinya pembaca dengan tingkat pendidikan tinggi. Menurut data yang ada di redaktur majalah Gatra mengenai pembaca adalah S3 dan professor sebesar 14, S2 sebesar 28, S1 sebanyak 57, kemudian SMU dan umum sisanya. Dari data diatas jelas sudah, jika ternyata majalah Gatra memiliki sasaran khalayak yang cukup luas dalam pendistribusiannya.

4.1.4. Spesifikasi Majalah