Analisis Isi Tema Laporan Utama Majalah Gatra (Studi Analisis Tema Laporan Utama Pada Majalah Gatra Periode Oktober 2008 – Oktober 2009).

(1)

(Studi Analisis Isi Tema-tema Laporan Utama Majalah Gatra Periode Oktober

2008 – Oktober 2009)

    Disusun Oleh: 

PAHLEVI BAHAQUDIN

0443010412

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Pembimbing

DRA. Herlina Suksmawati, MSi

NIP.030 223 611

Mengetahui

D E K A N

Dra.Ec.Hj.Suparwati, M.Si

NIP.030 175 349


(2)

ANALISIS ISI TEMA LAPORAN UTAMA PADA MAJALAH GATRA (Studi Analisis Isi Tema-tema Laporan Utama Majalah Gatra Periode

Oktober 2008 – Oktober 2009) Oleh :

PAHLEVI BAHAQUDIN 0443010412

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh tim penguji skripsi program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 09 Juni 2010

Menyetujui,

Pembimbing Tim Penguji : 1. Ketua

Dra. Herlina Suksmawati, M. Si Dra. Sumardjijati, M.Si NIP. 19641225 199309 2001 NIP. 19620303 199309 2 00 1

2. Sekretaris

Dra. Herlina Suksmawati, M. Si

NIP. 19641225 199309 2001

3. Anggota

Dra. Dyva Claretta, M. Si

NIP. 3 6601 94 0027 1

Mengetahui, DEKAN

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 19550718 198302 2 00 1


(3)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul

“ANALISIS

ISI TEMA LAPORAN UTAMA PADA MAJALAH GATRA”

dapat terselesaikan

dengan baik.

Maka pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra.

Herlina S., Msi selaku Dosen Pembimbing utama yang telah meluangkan waktunya untuk

memberikan bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis. Dan penulis juga banyak

menerima bantuan dari berbagai pihak, baik itu berupa moril, spiritual maupun materiil.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1.

Ibu Dra. Hj. Suparwati., Msi Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2.

Juwito ,S.Sos, Msi Ketua program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan

Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

3.

Dosen-dosen Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu

dan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4.

Papa dan Mama, terima kasih atas doanya serta dorongannya baik berupa moril

maupun materiil.

5.

Semua keluargaku, terima kasih atas dukungannya.

6.

Terima kasih spesial kepada Elisa Kartikasinda, S.Sn, terima kasih banyak buat

motivasi, dukungan dan waktunya selama ini.


(4)

- iv -

iv

saya.

8.

Teman – temanku seperjuangan yang biasanya nongkrong di warung mak pecel dan

bibi’.

Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah dibutuhkan guna memperbaiki

kekurangan yang ada. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

pembaca, khususnya untuk teman-teman di Jurusan Ilmu Komunikasi.

Surabaya,

November

2009

Penulis


(5)

v

-HALAMAN HALAMAN PERSETUJUAN ………...…... KATA PENGANTAR ………... DAFTAR ISI ………... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ... ABSTRAKSI ... BAB I PENDAHULUAN………...……

1.1. Latar Belakang Masalah... 1.2. Perumusan Masalah... 1.3. Tujuan Penelitian ... 1.4. Manfaat Penelitian ...

1.4.1. Kegunaan Teoritis ... 1.4.2. Kegunaan Praktis ...

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 2.1. Pengertian Jurnalistik ... 2.2. Elemen-elemen Jurnalistik ... 2.3. Pengertian Majalah ... 2.4. Majalah Sebagai Media Komunikasi Massa ... 2.5. Sejumlah Kategori Majalah ... 2.6. Pengrtian Berita ...

i ii iii viii ix x 1 1 12 12 12 12 13 14 14 14 18 20 21 26


(6)

vi

-2.8 Analisis Isi ... 2.9 Teori Gatekeeper ... 2.10 Kerangka Berpikir ... BAB III METODE PENELITIAN ... 3.1. Definisi Operasional...………... 3.1.1. Berita ... 3.2. Kategorisasi ………...……... 3.2.1. Kategorisasi Tema ... 3.3. Populasi dan Sampel ... 3.3.1. Populasi ... 3.3.2. Sampel ... 3.4. Unit Analisis ... 3.5. Teknik Pengumpulan Data... 3.6. Teknik Analisis Data... BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4.1. Sejarah Majalah Gatra ... 4.1.1. Anggota ... 4.1.2. Kebijakan Redaksional ... 4.1.3. Oplah dan Dsitribusi ... 4.1.4. Spesifikasi Majalah Gatra ... 4.1.5. Struktur Organisasi ... 4.1.6. Cover ... 4.2. Penyajian dan Analisis Data ...

30 32 34 35 35 35 35 36 39 39 39 40 40 40 41 41 43 49 50 51 51 53 53


(7)

vii

-5.1. Kesimpulan ... 5.2. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

64 64 66 67


(8)

viii

-Tabel 1. Frekuensi Kategorisasi Tema Laporan Utama Majalah Gatra ... Tabel 2. Kategori Perang, Pertahanan dan Diplomasi ... Tabel 3. Kategori Politik dan Pemerintahan ... Tabel 4. Kategori Ekonomi ... Tabel 5. Kategori Kejahatan ... Tabel 8. Kategori Human Interest ...

54 56 57 59 60 62


(9)

ix


(10)

x

-Pahlevi Bahaqudin : Analisis Isi Tema Laporan Utama Majalah Gatra (Studi Analisis Tema Laporan Utama Pada Majalah Gatra Periode Oktober 2008 – Oktober 2009).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui “Apa Sajakah Tema-tema Laporan Utama Majalah Gatra Periode Oktober 2008 – Oktober 2009 ?”

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis isi dengan unit analisis adalah tematik, teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sistematik sampling yang diambil 50% dari jumlah poplulasi dengan populasi yang diperoleh selama Oktober 2008 – Oktober 2009 dengan masa terbit satu kali dalam satu minggu sehingga total populasi sebanyak 52 terbitan.

Penulis mulai meneliti dengan menganalisa isi laporan utama majalah Gatra pada bulan Oktober 2008 hingga bulan Oktober 2009. Periode ini dipilih karena pada jangka waktu tersebut majalah Gatra menyajikan berita-berita yang penting yang tertulis pada laporan utama, misalnya berita tentang pembunuhan yang melibatkan ketua KPK Antasari Azhar, pemilihan presiden 2009 - 2014, bom Mega Kuningan, serta imbas dari krisis ekonomi global

Selain itu kategorisasi yang dibuat oleh peneliti mengadaptasi pada kategorisasi Deutschmann. Kategori ini digunakan pertama kali pada waktu melakukan analisis isi berita – berita surat kabar di Indonesia tahun 1980-an (Flournoy, 1989:25) yaitu : Perang, Pertahanan dan Diplomasi, Politik dan Pemerintahan, Kegiatan Ekonomi, Kejahatan, Masalah Moral – moral Masyarakat, Kesehatan dan Kesejahteraan, Kecelakaan dan Bencana, Ilmu dan Penemuan, Pendidikan dan Seni Klasik, Hiburan Rakyat dan Human Interest.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan tema – tema yang sering muncul adalah kategori Kegiatan Politik dan pemerintahan diikuti kategori Ekonomi, kemudian yang paling rendah adalah kategori Human Interest


(11)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam masyarakat yang semakin maju dan berkembang, informasi menjadi sangat penting. Setiap orang, badan dan organisasi berhak untuk memperoleh informasi untuk dapat berkembang dan berinteraksi dengan lingkungannya. Informasi sangatlah berharga bagi manusia karena informasi adalah salah satu kebutuhan bagi manusia untuk bisa mengetahui, memahami dan mengerti hal-hal yang ada dan terjadi di sekitarnya. Dan masyarakat akan memasuki suatu peradaban informasi, maka peranan dan posisi informasi menjadi sangat penting.

Setiap orang, badan, lembaga, organisasi kemasyarakatan mempunyai hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya dimana informasi dan komunikasi tersebut menjadi tanggung jawab bersama pemerintah, pers, lembaga-lembaga informasi dan masyarakat. Untuk itu perlu dibangun dan dikembangkan jaringan informasi guna tersalurnya kebebasan dalam rangka memperoleh informasi.

Komunikasi akan terjadi dengan baik atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai hal-hal yang diperbincangkan, komunikasi dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tidak langsung, yang salah satunya menggunakan media massa. Media massa menjadi hasil karya budaya manusia yang semakin berkembang dan


(12)

meluas, sehingga keperluan berekspresi dan berkomunikasi tidak lagi memadai jika tidak meluas. Media massa adalah sarana sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk menyebarkan pesan atau informasi kepada masyarakat (Junus, 1996 : 28).

Media massa mencakup media elektronik dan cetak, dan setiap media merupakan suatu wadah untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat baik yang bersifat nasional maupun internasional. Keuntungan utama yang dapat diperoleh dari komunikasi melalui media ialah, bahwa media massa dapat menciptakan suatu keserempakan yaitu pesan yang disampaikan dapat diterima oleh komunikan yang jumlahnya relatif banyak pada saat yang sama secara bersama-sama (Effendy, 1986:10)

Sejarah menuturkan bahwa jurnalisme ialah alat pemasok kebutuhan orang berkomunikasi. Komunikasi sebagai alat yang penting bagi manusia dan merupakan jalan bagi manusia untuk bertukar informasi. Komunikasi banyak berubah bentuk, dari sejak awal kehidupan bermasyarakat, manusia mempergunakan berbagai medium untuk berkomunikasi, orang-orang kemudian memindahkan bahasa sebagai alat mengantarkan pikiran dan perasaan kedalam catatan-catatan yang bersifat kronikal, riwayat, biografis, sejarah, perjalanan dan berbagai bentuk surat-menyurat dari yang bersifat pribadi sampai pesan-pesan kerja, dari yang menyajikan khotbah (nasihat) sampai kerjaan omong kosong, mereka ulang cerita dan selebaran-selebaran. Sampai kemudian ketika jurnalisme ditemukan sebagai sebuah kegiatan melaporkan berbagai


(13)

kejadian/peristiwa yang terjadi di masyarakat. Dan perkembangannya terkait dengan ditemukan mesin cetak sebagai wahana yang mengganti oral dari mulut ke mulut, ketika menyampaikan informasi (kisah-kisah kronis, pelaporan pamflet). Bentuk cetakan, khususnya surat kabar, merupakan awal dunia jurnalisme yang mengkabarkan berbagai kejadian masyarakat.

Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian sempit. Pers dalam pengertian luas meliputi segala penerbitan, bahkan termasuk media massa elektronik, radio siaran dan televisi siaran, sedangkan pers dalam pengertian sempiy hanya terbatas pada media massa cetak, yakni surat kabar, majalah, dan buletin kantor berita (Effendy, 2005:145).

Kehidupan pers sendiri sangat tergantung pada kekuatan ekonomi suatu negara, salah satu contoh ketergantungan pers pada kekuatan ekonomi dapat kita lihat dampak krisis moneter yang saat ini sedang melanda Indonesia, akibat krisi yang berkepanjangan membuat harga surat kabar pun naik, menyebabkan pembaca menurun sehingga oplah atau pendapatan surat kabar pun menurun. Selain faktor ekonomi yang menyebabkan timbulnya kondisi ketergantungan bagi pers, adalah faktor politik yang berupa kontrol pemerintah dinilai menghambat pers dalam menjalankan fungsi utamanya sebagai kontrol sosial.

Pada era orde baru pemerintahan yang otoriter menyebabkan pers tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Namun pemberitahuan media massa atas sejumlah isu-isu saat ini memperlihatkan munculnya


(14)

kembali keberanian dan kejujuran dalam menentukan sikap dan pendangan. Hal ini dapat disimak sekilas dalam hal editorial, tema-tema yang lebih variatif, sesuatu yang pada era orde baru sulit ditemui. Perubahan politik yang terjadi mendorong media kedalam ruang gerak yang lebih leluasa untuk menyampaikan fakta dan secara lebihterbuka, berani dan independen.

Good journalism, kata Leonard Downie Jr dan Robert G Kaiser

dalam Santana K (2005:4) ialah kegiatan dan produk jurnalistik yang dapat mengajak kebersamaan masyarakat disaat krisis. Berbagai informasi dan gambaran krisis, yang terjadi dan disampaikan, mesti menjadi pengalaman bersama. Ketika sebuah kejadian yang merugikan masyarakat terjadi, sebuah media memberi sesuatu yang dapat dipegan oleh masyarakat. Sesuatu itu ialah fakta-fakta, juga penjelasan dan ruang diskusi, yang menolong banyak orang terhadap sesuatu yang tak terduga kejadiannya.

Masyarakat diajak agresif pada sesuatu yang penting terjadi. Bad

Journalism ialah media yang kurang cakap melaporkan pemberitaan yang

penting diketahui masyarakat. Media yang memberitakan sesuatu peristiwa secara dangkal, sembrono, dan tidak lengkap, sering disebut tidak akurat dan tidak coverbooth sides.

Obyek penelitian ini adalah media massa cetak yaitu majalah. Majalah muncul sebagai medium massa terutama karena perannya sebagai penghubung sistem pemasaran. Selama bertahun-tahun majalah mampu merangkum aneka selera dan kepentingan yang luas. Namun tidak seperti media lainnya seperti media elektronik, sebagian besar majalah yang ada


(15)

terfokus pada khalayak homogen tertentu atau kelomok-kelompok yang kepentingannya sama. Berbeda dengan Koran, sirkulasi majalah umumnya berskala nasional. Dengan berfokus pada selera atau bidang tertentu, majalah bisa meraih khalayak dari berbagai kelas sosial, tingkat pendapatan atau pendidikan di seluruh penjuru dunia.

Majalah sebagai penyampai dan penafsir pesan lebih dahulu melakukan jurnalisme interpretative ketimbang Koran ataupun kantor-kantor berita. Bagi majalah, interpretasi justru menjadi sajian utama. Kalau media siaran memberi perhatian kepada suatu peristiwa, biasanya waktu dan perhatian untuk peristiwa lain akan berkurang. Majalah acapkali sengaja meliput sesuatu yang diberikan oleh media siaran secara lebih dan panjang lebar. Seseorang yang tertarik untuk mengetahui lebih banyak oleh sesuatu yang diberitakan televisi akan mencarinya di majalah. Sejak lama, aneka majalah sengaja menyajikan tinjauan atau analisis terhadap suatu peristiwa secara mendalam, dan itulah hakikat interpretasi. Kecenderungan ini menguat sejalan dengan spesialisasi majalah. Majalah-majalah khusus laku karena menyajikan analisis panjang lebar. Dibandingkan Koran, majalah lebih kuat mengingat emosi pembacanya.

Namun menurut pengkritiknya, majalah diliputi banyak kelemahan yang merendahkan mutunya sebagai penafsir berita. Sebagai contoh, kebanyakan majalah berhaluan konservatif sehingga apa yang disampaikan tidak lepas dari perspektif itu (konservatif). Disamping itu, banyak majalah yang hanya menganalisis berita dari sumber lain, dan hampir tidak mencari berita sendiri. Majalah juga cenderung meniru artikel-artikel apa saja yang


(16)

populer. Namun yang paling serius majalah dituding ikut menciptakan “dunia semu dengan menyajikan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan. (Rivers, Jensen, Peterson, 2004 : 212-213).

Terdapat sejumlah kategori majalah, salah satunya ialah majalah khusus. Kategori majalah khusus ini meliputi pertumbuhan dari kebutuhan, minat dan perhatian masyarakat, yang dari hari ke hari kian bertambah sesuai dengan peningkatan hidup keseharian yang dikehendaki masyarakat. Khalayak-khalayak menginginkan majalah yang memfokuskan isinya pada soal-soal khusus pula seperti kesenian, kriminalitas, sejarah, sosial, seks, hal mistik, bahkan sains dan lain-lain (Santana K, 2005 : 97).

Seperti dalam majalah Gatra, elemen politik dan pemerintahan merupakan hal yang sangat utama, peringkatnya sama dengan sebuah berita yang menggemparkan, ulasan editorial yang tajam atau opini dari pakar/ ahli yang membuat terhenyak orang banyak. Majalah Gatra merupakan majalah yang bertahan dengan konsistensi isi yang cukup berbeda dengan majalah kebanyakan yaitu sebagai alat kepentingan pemerintah. Majalah Gatra dengan frekuensi terbit setiap seminggu sekali dengan sajian 85-105 halaman termasuk cover per edisinya dengan metode informasi yang dikumpulkan secara mendalam. Majalah Gatra memiliki rubrik yang diberi nama laporan utama berisi berita-berita hangat yang terjadi selama satu minggu terakhir yang terjadi di seluruh Indonesia. Hal-hal yang disajikan dalam laporan utama majalah Gatra berkaitan dengan kejadian-kejadian yang aktual dan konflik yang terjadi pada pemerintah.


(17)

hal ini juga terkait dengan dua kriteria nilai berita yang ada yaitu kriteria

Timeliness yakni peristiwa yang sedang atau baru terjadi dan Conflict

yakni konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau sarat dengan dimensi pertentangan (Sumadiria H, 2005 : 86)

Majalah mingguan Gatra adalah salah satu majalah berita politik di Indonesia yang lahir setelah tumbangnya masa orde baru. Majalah Gatra yang lahir ketika Tempo dilarang terbit oleh pemerintah, pada mulanya mengundang perdebatan. Arief Budiman dengan tegas menyatakan tidak mau memberikan kolom, diwawancarai apalagi berlangganan majalah Gatra, 10 orang kolomnis (pengamat sekumpulan orang, terutama di pemerintahan) pun ikut menandatangani ajakan Arief Budiman memboikot Gatra. Tapi, kelanjutannya majalah Gatra seakan-akan tidak terpengaruh oleh persoalan yang menantangnya, majalah Gatra jalan terus dan saat ini banyak pula wartawannnya yang tergabung dalam AJI (Aliansi Jurnalis Independen) membuktikan ke-eksistensiannya pada dunia pers nasional. Tampaknya semua telah terlupakan, sejarah telah ditutup dan mereka membuka lembaran baru. Saat ini majalah Gatra yang menyajikan beragam macam rubrik yang menarik. Dari politik, kriminal, media, serta budaya diantara berbagai rubrik yang disajikan. Dan untuk lebih menambah kedekatan mereka dengan para pembacanya kini hadir juga majalah Gatra edisi Jawa Timur, Gatra Jawa Barat dan Gatra Sumatera yang mulai diterbitkan Juni 2006. (www.Gatra.com).

Selain itu jika ditilik dari isi majalah, majalah GATRA lebih lengkap rubrik beritanya daripada majalah serupa. Isi majalah GATRA


(18)

antara lain:

1. Laporan Utama

2. Laporan Khusus

3. Hukum dan Pemerintahan

4. Trendset / Fashion 5. Nasional

6. Ekonomi

7. Internasional

8. IPTEK

9. Seni 10.Film 11.Lingkungan 12.Pendidikan 13.Kesehatan 14.Resensi Buku 15.Olahraga 16.Sejarah

Sedangkan isi majalah serupa antara lain:

1. Laporan Utama

2. Ekonomi Bisnis 3. Nasional

4. Intermezzo / selingan 5. Lifestyle


(19)

7. Olahraga 8. Seni 9. Sains 10.Opini 11.Internasional 12.Tokoh

Selain lebih banyak rubrik beritanya, tampilan majalah GATRA juga menarik dibanding majalah serupa, gambar lebih terang dan jelas terkesan eksklusif, kertas yang digunakan tidak gampang kusut serta gaya bahasa penulisan pada majalah GATRA lebih enak untuk dibaca.

Alasan tersebutlah yang menjadikan penulis memilih majalah Gatra untuk menjadikan sebagai obyek penelitian dengan metode analisis isi. Karena dengan metode analisis isi ini, penulis dapat mengetahui secara sistematis isi gambaran komunikasi (describing communication content) oleh majalah Gatra, selain itu karena majalah Gatra mempunyai kualitas berita dengan jangkauan nasional, dan dalam memberikan pemberitaan serta opini dalam rubrik laporan utama, majalah Gatra senderung tegas dan tidak berpihak sehingga memungkinkan para pembaca memiliki penilaian sendiri tentang realita yang sedang terjadi.

Melalui rubrik laporan utama, majalah Gatra mencoba memberi analisis tentang kejadian-kejadian yang sedang terjadi dalam rentan waktu pasca penerbitannya. Dengan laporan utama, majalah Gatra mencoba memberikan interpretasi kepada pembaca bahwa majalah Gatra mengkritik, mempertanyakan atau mencela keputusan yang diambil


(20)

penguasa atau pemikiran yang timbul di tengah masyarakat. Selain itu rubrik laporan utama pada majalah Gatra merupakan andalan untuk memberikan wacana kepada msyarakat tentang peristiwa yang sedang terjadi dan menjadi perbincangan yang hangat dikalangan masyarakat pada saat itu.

Pada rubrik laporan utama terdapat kesatuan sub-sub tema berita yang dirangkaikan agar beritanya menjadi laporan yang akurat, didasari dengan wawancara eksklusif dengan pihak terkait, features, dan fakta-fakta pendukung lain seperti data statistik. Namun keseluruhannya merupakan penguat fakta, dikatakan sebagai penguat fakta karena pada rubrik laporan utama terdapat headline yang penempatannya terletak pada

awal rubrik dan headline tersebutlah yang nantinya menjadi obyek

penelitian.

Penulis mulai meneliti dengan menganalisa isi laporan utama majalah Gatra pada bulan Oktober 2008 hingga bulan Oktober 2009. Periode ini dipilih karena pada jangka waktu tersebut majalah Gatra menyajikan berita-berita yang penting yang tertulis pada laporan utama, misalnya berita tentang pembunuhan yang melibatkan ketua KPK Antasari Azhar, pemilihan presiden 2009 - 2014, bom Mega Kuningan, serta imbas dari krisis ekonomi global. Unsur kemudahan dalam mendapatkan majalah GATRA juga membuat peneliti tertarik untuk mnganalisa isi laporan majalah GATRA.

Analisis isi sering dipakai untuk mengkaji pesan-pesan media, oleh karena metode ini adalah suatu cara untuk menguji isi secara kuantitatif,


(21)

keyakinan-keyakinan dan kepentingan-kepentingan para editor dan penerbit-penerbit, kecenderungan pembaca (berdasarkan asumsi bahwa bahan-bahan yang diterbitkan secara berhasil bagi suatu golongan tertentu, mencerminkan secara akurat kecenderungan golongan yang bersangkutan). Kategorisasi yang digunakan peneliti mengadapasi pada kategorisasi Deutschmann. Dalam buku Flournoy (2001:13) ditulis tentang teknik analisis isi:

a. Bahwa kesimpulan tentang hubungan antara maksud dan

isi serta antara isi dan efek dapat ditarik secara sah dan hubungan sebenarnya ditetapkan.

b. Bahwa pengkajian isi nyata adalah sangat berarti,

kategori-kategori dapat dibuatkan pada isi yang sesuai dengan arti. Yang dimaksud oleh komunikator dan dimengerti oleh para pembaca.

c. Bahwa uraian isi komunikasi secara komunikatif adalah

sangat berarti. Asumsinya mengandung arti bahwa frekuensi kejadian dari berbagai sifat isi itu sendiri merupakan faktor penting dalam proses komunikasi dalam keadaan tertentu.

Diantara kategori pada majalah Gatra ialah mengenai pemberitaan yang membahas bidang ekonomi, yaitu mahalnya harga tahu tempe di negeri agraris. Pada periode tersebut majalah Gatra mengungkapnya dengan mewawancarai mantan Menteri Transmigrasi dan Penambah Hutan yaitu bapak Siswono Yudhohusodo.

Selain itu juga, salah satu laporan utama majalah Gatra yang menarik adalah membahas tentang hukum dan pengadilan kasus-kasus korupsi yang berhasil dikuak KPK, kasus pembunuhan mantan ketua KPK Antasari Azhar, pemilihan presiden, serta nasib KPK pasca lengsernya Antasari Azhar. Unsur kemudahan dalam mendapatkan majalah Gatra juga


(22)

membuat peneliti tertarik untuk menganalisa isi laporan majalah Gatra. Dari uraian diatas tampaklah majalah Gatra juga turut memberikan kajian yang menarik bagi perkembangan ilmu komunikasi, selain itu tema-tema pada laporan utama tersebut peneliti anggap penting karena dapat dijadikan data yang layak jadi dokumen guna pembelajaran. Tampilan majalah tampak lebih serius, dijilid dengan baik, sehingga cocok untuk didokumentasikan. (Siregar, 2004:117). Dan mengingat bahwa peristiwa tersebut sangat penting dan tidak terulang lagi.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah, maka yang menjadi permasalahannya adalah :

“ Apa saja tema Laporan Utama pada majalah Gatra periode bulan Oktober 2008 sampai Oktober 2009 ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

“ Apa saja tema Laporan Utama pada majalah Gatra periode bulan Oktober 2008 – Oktober 2009?”

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis


(23)

komunikasi massa pada bidang jurnalistik khususnya pada studi analisis isi tema Laporan Utama pada majalah Gatra.

1.4.2. Kegunaan Praktis

a. Memberikan landasan pemikiran dan pertimbangan bagi pengelola

media massa dalam penerbitannya. Dalam hal ini opini pada rubrik tajuk rencana, hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan pemenuhan informasi terhadap semua permasalahan yang terjadi sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat (yang sedang hangat dibicarakan). b. Memberikan bahan dan ide penelitian untuk dikembangkan lebih lanjut

dalam situasi dan kondisi lain, bagi kalangan akademis pada umumnya dan khususnya pada mahasiswa komunikasi yang akan mengadakan penelitian di bidang media cetak.


(24)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Jurnalistik

Secara etismologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa Perancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Dengan demikian, jurnalistik bukanlah pers atau media massa. Jurnalistik adalah kegiatan yang memungkinkan pers atau media massa bekerja dan diakui eksistensinya dengan baik.

Dalam kamus, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis surat kabar, majalah, atau lainnya (Assegaf, 1983 : 9).

Dalam leksikon komunikasi dirumuskan, jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting, dan menyebarkan berita dan karangan untuk surat kabar, majalah, dan media massa lainnya seperti radio dan televisi. (Kridalaksana, 1997 : 4)

Jurnalistik merupakan keterampilan atau kegiatan mengolah bahan berita, mulai dari peliputan sampai pada penyusunan yang layak disebar luaskan kepada masyarakat. Pers merupakan sarana untuk menyebarkan hasil olah jurnalistik, yang lebih bersifat teknis sebagai saluran dari produksi jurnalistik, yang mencakup seluruh jenis media massa.

2.2 Elemen-elemen Dalam Jurnalistik


(25)

People Should Lnow And The Public Should Expect (Santana K, 2005 : 6) merumuskan sembilan elemen jurnalisme. Berbagai elemen ini merupakan dasar jurnalisme agar bisa dipercaya masyarakat Kovach dan Rosensitel, “The purpose of journalism, is to provide people with the information they need tobe free and

self-governing”. Kebajikan utama jurnalisme ialah menyampaikan informasi yang

dibutuhkan masyarakat hingga leluasa dan mampu mengatur dirinya. Beberapa elemen jurnalisme :

a. Menyampaikan kebenaran, kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran

fungsional, bukan kebenaran yang dicari oleh orang-orang filsafat, bukanlah kebenaran mutlak apalagi kebenaran Tuhan. Kebenaran fungsional berarti kebenaran yang terus menerus dicari. Kebenaran mengenai, misalnya : harga-harga pokok saat ini, nilai kurs mata uang atau hasil pertandingan olah raga. Pada intinya, kebenaran dalam jurnalisme bukan kebenaran yang bersifat religius, ideologis, ataupun filsafat. Juga tidak menyangkut kebenaran berdasar pandangan seseorang. Sebab pemberitaan seorang wartawan bis memiliki bias. Latar belakang sosial, pendidikan, kewarganegaraan, kelompok etnik atau agama yang dianut wartawan mempengaruhi laporan berita yang dibuatnya. Wartawan berkemungkinan menafsirkan “kebenaran” sebuah fakta secara berbeda-beda satu sama lainnya.

b. Memiliki loyalitas kepada masyarakat ini memaknakan kemandirian

jurnalisme. Ini berarti membuat resensi film yang jujur (bukan pesanan), mengulas liputan tempat rekreasi yang tidak dipengaruhi pemasang iklan atau membuat liputan yang tidak didasari kepentingan pribadi atau


(26)

kepentingan relasi tertentu. Selain itu, pemberitaan disampaikan juga tidak dibayang-bayangi kepentingan bisnis dari pemilik media. Para jurnalis bekerja atas komitmen, keberanian, nilai yang diyakini, sikap, kewenangan dan profesionalisme yang telah diakui publik.

c. Memiliki disiplin untuk melakukan verifikasi, ini berarti kegiatan

menelusuri sekian saksi untuk sebuah peristiwa, mencari sekian banyak narasumber dan mengungkap sekian banyak komentar. Verifikasi juga berarti memilah jurnalisme dari hiburan, propaganda, fiksi dan seni. Hiburan (infotainment) tertuju pada hal-hal yang menyenangkan semata. Propaganda mengkerangka fakta (persuasi dan manipulasi) demi kepentingan tertentu. Fiksi memfokus kesan personalitas pengarang. Jurnalisme ialah melaporkan segala apa yang terjadi setepat mungkin. d. Memiliki kemandirian apa yang diliputnya, ini berarti tidak menjadi

konsultan diam-diam, penulis pidato atau mendapat uang dari pihak-pihak yang diliput. Arti lainnya lagi, menunjukkan kredibilitas kepada berbagai pihak melalui dedikasi terhadap akurasi, verifikasi dan kepentingan publik. Atau kemandirian melakukan kegiatan jurnalisme dengan ketaatan dan penghormatan yang tinggi pada prinsip kejujuran, kesetiaan pada rakyat serta kewajiban memberi informasi dan bukan manipulasi. Bekerja atas dasar kesetiaan yang tinggi terhadap jurnalisme.

e. Memiliki kemandirian untuk memantau kekuasaan, elemen ini bukan

berarti pekerjaan wartawan itu mengganggu orang yang tengah berbahagia dengan berita-berita buruk. Bukan menunggangi keburukan masyarakat.


(27)

yang sensasional daripada melayani masyarakat. Apalagi mengatasnamalan watchdog untuk kepentingan bisnis media.

f. Menjadi jurnalisme sebagai forum bagi kritik dan kesepakatan publik. Elemen ini merupakan upaya media menyediakan ruang kritik dan kompromi kepada publik. Ketika sebuah berita dilaporkan, media ini berarti mengingatkan masyarakat akan terjadi sesuatu. Selain berita, media juga menyediakan ruang analisis untuk membahas peristiwa tersebut melalui konteks, perbandingan atau perspektif tertentu. Ditambah pula, ruang opini dan editorial untuk mengevaluasi segala hal yang berkaitan dengan peristiwa tersebut, baik yang disampaikan oleh redaksi media maupun artikel (komentar atau surat pembaca) yang berisikan opini pribadi dari masyarakat sendiri.

g. Jurnalisme harus dapat menyampaikan sesuatu secara menarik dan relevan kepada publik. Elemen ini mewajibkan media untuk melaporkan berita dengan cara menyenangkan, mengasyikkan, dan menyentuh sensasi masyarakat. Ditambah pula yang dilaporkan itu mesti merupakan sesuatu yang paling penting dan bermanfaat bagi masyarakat, dengan kata lain media harus mampu menggabungkan kemampuan mendongeng dengan memberi informasi kepada masyarakat, cara mendongeng dalam jurnalistik mempunyai tujuan. Tujuan utamanya memberi informasi yang dibutuhkan masyarakat tentang lingkungannya. Maka itulah, media menugaskan para awak redaksinya untuk mencari, menemukan, mencatat informasi yang benar-benar dibutuhkan masyarakat pada saat itu agar dapat mengembangkan kehidupan dalam bermasyarakat dengan baik.


(28)

Setelah itu, ialah melaporkan menjadi materi informasi yang bermakna, relevan, dan menarik untuk diikuti.

h. Jurnalisme mempnyai kewajiban membuat berita secara komprehensif dan proporsional. Mutu jurnalisme amat tergantung kepada kelengkapan dan proporsionalitas pemberitaan yang dikerjakan media, dalam elemen ini mengingatkan media agar tidak berlebih-lebihan dalam meliput sensasi acara pengadilan atau skandal selebritis. Berlebihan hanya untuk menaikkan rating, oplah atau iklan, apalagi melaporkan dengan tidak melakukan verifikasi, pengecekan silang atau wawancara ke berbagai pihak terkait. Pemberitaan semacam ini akan menyesatkan pembaca.

i. Memberikan keleluasaan wartawan untuk mengikuti nurani mereka. Ini

terkait dengan sistem dan manajemen media yang memiliki keterbukaan. Keterbukaan ini berguna untuk mengatasi kesulitan dan tekanan wartawan dalam membuat berita secara akurat, adil, imbang, independent, berani dan bertanggung jawab kepada masyarakat. Media harus memberi ruang bagi wartawan untuk merasa berpikir dan berpendapat.

2.3 Pengertian Majalah

Berbeda dengan surat kabar, majalah jauh lebih menspesialisasikan produknya untuk menjangkau konsumen tertentu. Setiap majalah umumnya mempunyai pembaca lebih sedikit dibandingkan dengan pembaca surat kabar, namun memiliki pasar yang lebih mengelompok. Usia majalah juga lebih panjang dibandingkan dengan surat kabar. Mengenai struktur majalah dapat dibedakan menjadi mingguan, dwi minggu, bulanan bahkan ada yang triwulan.


(29)

Pembaca majalah dapat diklasifikasikan menurut segmen-segmen demografis (misalnya ada majalah anak-anak, remaja pria, remaja wanita, wanita dewasa, pria dewasa) ataupun secara geografis, psikografis, dan dari segi kebijaksanaan editorial dapat dibedakan antara majalah berita (editor, panji) majalah umum seperti intisari, wanita (Femina, Kartini, Sarinah) bisnis ekonomi (Swa, Warta Ekonomi, Info Bank). (Rumanti, 2002:126)

Majalah adalah kumpulan berita, artikel, cerita, iklan, dan sebagainya yang dicetak dengan gambar kertas kuarto atau folio dijilid dalam bentuk buku. Majalah biasanya terbit teratur seminggu sekali, dua minggu sekali, atau satu bulan sekali.

Dalam menyajikan laporan yang membela kepentingan umum, koran tersaingi oleh majalah. Sejak usianya perang dunia kedua, majalah mulai lebih banyak memuat artikel-artikel pelayanan publik yang kebanyakan mengandung bujukan kepada pembaca untuk mengambil sikap tertentu. Artikel-artikel majalah yang menggunakan interpretasi untuk mengupayakan sesuatu tidak banyak lagi, karena kini yang lebih sering digunakan adalah bujukan secara langsung (Rivers & Jordan, 2003:240-242)

Pada awalnya, sumber pendapatan utama majalah adalah hasil penjualan majalah itu sendiri. Sumber lainnya adalah dukungan keuangan dari asosiasi atau perusahaan tertentu yang berkepentingan dengan terbitnya majalah tersebut, dan ini terkait dengan perannya dalam sistem pemasaran. Besarnya sirkulasi dan cakupan nasionalnya menjadikan majalah sebagai media yang baik untuk beriklan.


(30)

hubungan antara majalah dan khalayaknya juga agak berbeda isi majalah lebih diarahkan untuk kepentingan khalayak tersebut, karena para penerbitnya mau ambil resiko dengan adanya isi yang belum tentu diterima. Karenanya, majalah sengaja menyediakan diri untuk melayani khalayak tertentu saja.

Dewasa ini, relatif sedikit majalah yang mendominasi pasar. Namun jenisnya cukup bervariasi sehingga masing-masing mewakili berbagai kepentingan atau selera pembaca meskipun kompetisinya sangat tajam. Namun sirkulasi majalah yang berfokus pada kelompok tertentu tetap menarik bagi investor.

2.4 Majalah Sebagai Media Komunikasi Massa

Komunikasi massa ialah komunikasi melalui media massa. Media massa secara universal memiliki fungsi memberi informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi (Effendy, 2003 : 93). Karakteristik komunikasi massa menurut Rivers, Jensen, dan Peterson (2004) menyebutkan bahwa :

a. Komunikasi massa sifatnya satu arah

b. Selalu ada proses seleksi karena setiap media memilih khalayaknya c. Mampu menjangkau khalayak secara luas

d. Media massa mampu berusaha membidik sasaran tertentu

e. Komunikasi dilakukan oleh institusi sosial yang peka terhadap kondisi lingkungannya

Bentuk-bentuk komunikasi massa ada dua yaitu komunikasi media massa cetak/pers meliputi surat kabar dan majalah dan komunikasi media massa elektronik yang meliputi radio, televisi, film dan lain-lain (Effendy, 2003:54).


(31)

Majalah sebagai media komunikasi massa cetak merupakan bahan bacaan. Sebagai bahan bacaan harus memenuhi suatu fungsi yaitu untuk memberi jawaban kepada rasa ingin tahu pembacanya. Majalah-majalah diciptakan untuk membawa berita aktual secara cepat, maka ia juga harus dipersiapkan dalam waktu yang singkat, namun isinya harus cukup banyak, bervariasi dan penyajiannya harus menarik. Sebagai terbitan berkala majalah selain sebagai penyampai dan penafsir pesan juga berfungsi sebagai ajang diskusi berkelanjutan. Dalam membahas suatu masalah, majalah bisa melakukannya dalam waktu lama, bahkan nyaris tak terbatas selama masih ada peminatnya (Rivers, Jensen, Peterson, 2004:212).

2.5 Sejumlah Kategori Majalah

Setiap bentuk publikasi yang diterbitkan secara teratur memenuhi definisi sebuah majalah. Berikut adalah sejumlah kategori majalah, menurut Encyclopedia

Britannica (Santana K, 2007:93)

a. Majalah Umum

Sesuai dengan namanya, majalah umum berisi berbagai macam hal dan ditujukan tidak pada segmen tertentu. Pada masa jayanya, saat bentuk majalah mulai dipopulerkan, jenis majalah ini menguasai pasar penerbitan majalah. Trendnya mulai surut ketika era segmentasi produk termasuk majalah mulai diperkenalkan. Majalah-majalah kategori umum yang masih tersisa diklasifikasikan sebagai majalah khusus. Contoh majalah jenis ini ialah Reader’s, atau Intisari.

b. Majalah-majalah Berkualitas


(32)

Kualitas artikelnya tidak bisa dipublikasikan dimana saja. Kendati memiliki kesamaan sifat sajiannya dengan majalah umum, majalah berkualitas menawarkan standar kualitas yang lebih tinggi. Maka itu, majalah jenis ini terutama hendak menarik pembaca dengan tingkat intelegensi dan pendapatan diatas rata-rata. Salah satu contohnya ialah The

New Yorker. Jenis majalah ini bisa dibagi lagi dalam kategori umum dan

khusus. Contoh majalah berkualitas khusus adalah Psychologi Today dan

National Geographis. Walau tergolong dalam majalah kategori khusus,

para pengelolah redaksionalnya tetap memberikan isi bacaan yang bisa dibaca pula oleh pembaca awam.

c. Majalah Penerbangan (In-Flight Magazines)

Majalah jenis ini adalah sejenis majalah internal yang ditujukan kepada para penumpang pesawat terbang (jenis transportasi jarak jauh). Umumnya majalah jenis ini masih satu rumpun dengan majalah umum.

d. Majalah Berita

Time, Newsweek, US News & World Report atau Gatra dan Tempo

termasuk kategori majalah berita. Majalah berita merupakan satu bentuk publikasi yang mengkombinasikan unsur aktualitas peristiwa mingguan dengan peliputan mendalam (in dept coverage) dan penulisan feature mingguan, yang ingin mendapatkan kedalaman pemberitaan dengan tingkat profesionalitas tertentu. Isi dari majalah kebanyakan ditulis dengan menggunakan pendekatan feature. Majalah semacam ini tidak memberi banyak peluang bagi para penulis lepas.


(33)

e. Divisi Majalah Dalam Koran

Ini adalah majalah yang diterbitkan sejumlah surat kabar kepada pelanggan mereka yang memiliki minat dan perhatian tertentu. Pada majalah-majalah inilah kebanyakan penulis lepas berpeluang untuk mengisinya dengan tulisan-tulisan yang bersifat lokal. Umumnya majalah semacam ini berisi sketsa sosok-sosok penduduk lokal, lembar-lembar pariwisata dan sejarah, renungan pemikiran. Dengan format semacam ini bisa dikatakan majalah kategori ini tergolong dalam wilayah majalah umum.

f. Majalah Kota

Majalah kota berkembang seiring dengan matinya majalah-majalah bersikulasi nasional. Yang ditawarkan majalah kota besar adalah artikel-artikel survival untuk menghadapi problematika kota besar, ditambah sajian-sajian entertaint.

g. Majalah Religius

Sesuai dengan namanya, majalah religius memuat artikel-artikel keagamaan. Kendati berlatar agama yang sama, jenisnya cukup bervariasi, mulai dari majalah berbasis keras-fundamentalis sampai lunak-kompromistis.

h. Majalah Pria

Majalah jenis ini mencakup majalah-majalah khusus yang berbicara tentang hobi para pria, selain itu artikel-artikel yang bersifat pemuas kebutuhan pria dari hasrat seks, hobi, sampai minat kaum pria lainnya. Ciri-ciri sajiannya bersifat mengekspos isu tertentu, dalam gaya penuturan


(34)

yang simple, langsung pada pokok persoalan sehingga mudah dibaca dan tidak kelewat ilmiah/akademis.

i. Majalah Wanita

Materinya cukup bervariasi, mulai dari yang menawarkan tips-tips dapur hingga majalah yang diisi oleh aktivis feminis yang menuntut persamaan. Artikel yang ditawarkan majalah wanita kebanyakan berkisar pada gaya hidup dan peran wanita, diwarnai dengan sifat hiburan yang cukup kental.

j. Shelter Magazine

Majalah ini ditujukan kepada khalayak yang menaruh minat pada hal-hal yang berkaitan dengan rumah, pertamanan, berkebun, dekorasi interior atau berbagai aktivitas “rumah” lainnya. Artikel-artikelnya berjenis how to

pieces atau dimaksudkan untuk memberi petunjuk-petunjuk tertentu.

Kebanyakan majalah shelter ini sering pula diselipi materi-materi mengenai traveling, kesehatan, keuangan bahkan hiburan.

k. Majalah Pertanian

Berisi artikel-artikel yang berkisar pada topik pertanian atau peternakan, berkebun dan menanam buah. Artikel-artikel tersebut diisi oleh para penulis berpengalaman dibidangnya.

l. Majalah Olahraga

Tema berita maupun ulasan dan artikel berkisar pada olahraga dan aktivitas fisik diluar ruangan (outdoor activities). Selain majalah olahraga yang bersifat umum, ada pula yang mengkhususkan diri pada topik tertentu.


(35)

m. Jurnal Perdagangan

Karena ditujukan untuk kepentingan bisnis, artikelnya pun kebanyakan berkisar bisnis dan ekonomi. Sebagian besar jurnal perdagangan ini diisi oleh kontributor tertentu. Para editor jurnal semacam ini mengelolah sajiannya berdasarkan paparan-paparan yang bersifat teknis dan membutuhkan dukungan data serta analisis akurat.

n. Majalah Perusahaan

Ada yang ditujukan untuk khalayak umum, ada pula yang diterbitkan sekedar untuk memenuhi kebutuhan perusahaan menjalin kontak antar anggota. Para pengelolahnya mendasarkan isinya kepada kepentingan

public relation dari kelembagaan yang menerbitkannya. Maka itu, banyak

majalah jenis ini yang ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan pencitraan lembaga.

o. Majalah fraternal-Organisasi Persaudaraan

Majalah ini diterbitkaan untuk kepentingan organisasi. Kebanyakan sajiannya berisi materi yang melibatkan para anggota dalam proyek-proyek organisasi seperti The Rotarian untuk para anggota rotary club. p. Majalah Opini

Berisi berbagai artikel opini. Misalnya, majalah yang bervisi politik tertentu. Jika dikelola dengan baik, kredibilitasnya mendorong banyak penulis untuk mengirimkan pemikiran-pemikirannya. Para penulisnya kebanyakan mencari prestise. Mereka mengirimkan artikelnya dengan harapan namanya tercatat dalam konstelasi para elite intelektual.


(36)

q. Publikasi Alternatif

Disebut juga “pers bawah tanah”, beberapa filosofinya bersandar pada khalayak yang tergolong kecil hingga medium jumlahnya. Cakupan isinya dimulai dari minat yang sempit dengan format sederhana, namun tak tertutup kemungkinan jika disukai publik akan berkembang menjadi besar. r. Majalah Khusus

Kategori majalah ini meliputi pertumbuhan dari kebutuhan, minat dan perhatian masyarakat yang dari hari ke hari kian bertambah sesuai dengan peningkatan hidup keseharian yang dikehendaki masyarakat.

2.6 Pengertian Berita

Berawal dari bahasa sansekerta “Vrit” yang dalam bahasa inggris disebut “Write”. Sedangkan arti sebenarnya adalah “ada” atau “terjadi”. Ada juga yang menyebut dengan “Vrita” yang artinya “berita” atau “warta”, menurut kamus dalam bahasa Indonesia dalam balai pustaka menjelaskan arti berita yaitu laporan mengenai kejadian yang dahsyat. Jadi berita juga diartikan sebagai suatu kejadian atau peristiwa yang akan atau sedang terjadi. (Muslimin dan Djuroto, 1999 : 71).

Berita merupakan sesuatu yang memang belum pernah terjadi, atau belum pernah didengar sebelumnya dan bersifat menarik untuk dikonsumsi.

Salah satu definisi berita dari sudut pandang jurnalisme yang dikemukakan oleh Andi Baso Mappatoto adalah sebagai berikut : “Laporan yang baru tentang peristiwa, pendapat, atau masalah yang menarik perhatian”. (Mappatoto, 1993: 91).


(37)

perhatian audience tertentu, apakah dalam lingkup dunia, negara atau audience yang dibatasi oelh kepentingan geografis, budaya, ekonomi, atau lainnya disebut juga berita. Menurut Harold & Blake (2003 : 56), nilai berita dari suatu peristiwa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Tempat peristiwa itu terjadi dalam hubungannya dengan anggota audience. b. Kedekatan yang akan mempengaruhi audience secara pribadi.

c. Keutamaan orang yang terlibat dalam peristiwa itu. d. Persaingan antar berita-berita pada saat yang sama.

Berita adalah laporan tentang peristiwa atau pendapat yang memiliki nilai penting, menarik bagi sebagian khalayak, masih baru dan dipublikasikan secara luas melalui media massa periodik. Peristiwa atau pendapat tidak akan menjadi berita bila tidak dipublikasikan melalui media massa

periodik. Berita adalah laporan kejadian yang ditimbulkan sebagai bahan yang menarik mass media (Djuroto, 2003 : 7).

2.7 Kategorisasi

Kategorisasi yang sudah biasa dipakai sebagai pedoman penelitian para peneliti, stempel dalam (Flournoy, 1989 : 186) mencatat sebagai berikut : sungguh banyak manfaatnya menggunakan sistem penggolongan yang pernah dipakai dalam studi-studi lainnya. Pertama, anda akan tahu bahwa sistem penggolongan demikian sudah terbukti dapat dipakai. Dengan mengamati hasil studi lainnya yang pernah memakai sistem yang bersangkutan, anda akan memperoleh beberapa pengertian tentang pelbagai hasil yang mungkin diperoleh.


(38)

digunakan oleh peneliti tersebut dianggap perlu untuk mencapai sasaran penelitian ini. Menurut stempel dalam (Flournoy, 1989 : 26) untuk menciptakan seperangkat kategori-kategori ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan, antara lain :

a. Kategori-kategori harus relevan dengan tujuan-tujuan studi b. Kategori-kategori hendaknya fungsional

c. Sistem kategori-kategorinya harus dapat dikendalikan

Relevan berarti bahwa kategori-kategori itu dapat dipakai dalam menjawab hipotesa. Fungsional berarti bahwa kategori-kategori itu dapat menunjukkan suatu proses dalam media massa, dan dapat dikendalikan berarti bahwa orang yang melakukan penelitian ini tidak perlu banyak kategori.

Sedangkan cendekiawan lain, Ole.R.Holsty (Flournoy, 1989 : 72) memberikan saran tentang pembentukan seperangkat kategori seyogyanya : mencerminkan maksud dan tujuan penelitian, lengkap, terinci, ekskludif secara timbal balik, independent dan diambil dari penggolongan tunggal.

Selain itu, dalam pembentukan kategori ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, sebagai berikut : pengukuran dalam analisis isi menggunakan pengamatan terstruktur, sistematik, pengamatan, yang seksama berdasarkan aturan tertulis. Dalam aturan tersebut menjelaskan bagaimana membuat kategori dan penggolongan pengamatan. Seperti halnya pengukuran lain, kategori seharusnya

mutual eksklusif dan tuntas. Dalam aturan tertulis menunjukkan bahwa kategori

dapat diterima dan terbukti reliabilitasnya.

Mutual eksklusif berarti bahwa semua kategori jelas pemisahannya antara

bagian satu dengan bagian yang lain, dan tidak saling tumpah tindih. Tuntas berarti semua kategori harus tergolong dalam kategori secara keseluruhan, jadi


(39)

tidak ada kategori yang tidak tergolongkan.

Kategorisasi yang digunakan peneliti mengadaptasi pada kategorisasi Deutschmann. Kategori ini digunakan pertama kali pada waktu melakukan analisi isi berita-berita surat kabar di Indonesia tahun 1980-an (Flournoy, 1989 : 25) yaitu :

a. Perang Pertahanan dan Diplomasi

Dalam kelompok ini termasuk isi yang berhubungan dengan pertikaian bersenjata antara dua negara atau lebih. Isi yang berhubungan dengan masalah-masalah dan kegiatan-kegiatan angkatan bersenjata nasional, serta pertahanan negara juga termasuk di dalamnya. Kegiatan-kegiatan resmi dari para duta besar dan pejabat diplomatik lainnya juga dimasukkan kedalam kelompok ini. Berita-berita mengenai perserikatan bangsa-bangsa dan permasalahannya juga dimasukkan kedalam kategori ini.

b. Politik dan Pemerintahan

Setiap persoalan yang berhubungan dengan kegiatan dari berbagai badan-badan pemerintahan. Apakah pada tingkat daerah atau nasional dimasukkan dalam kelompok ini. Pembahasan perundang-undangan yang disiarkan melalui surat kabar, walaupun menyangkut pokok persoalan dalam kategori ini dianggap sebagai hal pemerintah dan dari sebab itu dikelompokkan demikian, hal-hal yang menyangkut persoalan-persoalan politik atau pengangkatan calon atau pejabat untuk suatu kedudukan penting, masuk dalam kategori ini pembahasan konsep-konsep pemerintah seperti kebebasan politik atau kebebasan berbicara dimasukkan dalam hal ini juga.

c. Kegiatan Ekonomi

Dalam kategori ini termasuk cerita-cerita yang ada dasarnya ekonominya kecuali belanja pemerintah, seperti perdagangan, keuangan, dan perbankan. Pembahasan soal-soal perpajakan juga dimasukkan disini. Kegiatan-kegiatan usaha swasta seperti perluasan sarana-sarana yang telah ada, masalah-masalah pertanian, perindustrian, manajemen tenaga kerja dimasukkan dalam kelompok ini.

d. Kejahatan

Kelompok berita ini menyangkut masalah pelanggaran hukum dan penerapan hukum yang bersangkutan. Hal-hal seperti kenakalan remaja dan peningkatan tindak kejahatan dimasukkan kedalam kategori ini.

e. Masalah-Masalah Moral Manusia

Berita-berita yang menyangkut persoalan yang dihadapi oleh masyarakat tentang hak-hak asasi dan tanggung jawab etik perorangan, pergerakan hak-hak sipil bila dianggap sebagai masalah moral masyarakat. Cerita atau tajuk rencanan yang menyagkut tanggung jawab organisasi keagamaan kepada masyarakat dimasukkan kedalam kategori ini.


(40)

f. Kesehatan dan Kesejahteraan

Berita-berita yang menyangkut masalah tentang penyakit tertentu yang mempunyai dampak umum. Isi yang menyangkut kegiatan-kegiatan badan kesehatan, berita-berita tentang terobosan-terobosan di bidang ilmu dan kedokteran. Berita tentang keluarga berencana juga dimasukkkan kedalam kategori ini.

g. Kecelakaan dan Bencana

Kelompok ini terdiri dari hal-hal yang menyangkut pemusnahan secara alamiah atau tidak alamiah dari hidup atau harta manusia seperti banjir, topan ataukonstruksi bangunan yang salah, kecelakaan angkutan. Kategori ini dibedakan dari kesehatan masyarakat karena hilangnya nyawa atau terganggunya kesehatan berdasarkan syarat-syarat ini, bukanlah sebagai akibat dari penyakit tetapi dari tindakan fisik manusia atau unsur-unsurnya.

h. Ilmu dan Penemuan

Jenis ini menyangkut perkembangan teknologi mutakhir di bidang ilmu dan perindustrian. Berita-berita tentang penemuan baru di lain bidang seperti kesehatan, ekonomi, pertahanan dan pencegahan kecelakaan dimasukkan kedalam kategori ini bilamana efek keseluruhannya merupakan penemuan yang bersangkutan dan bukan sekedar penerapannya dibidang tersebut.

i. Pendidikan dan Seni Klasik

Kelompok berita ini menyangkut masalah-masalah yang berkaitan dengan sistem pendidikan umum baik negeri maupun swasta atau dengan seni klasik seperti drama, sastra atau seni lukis. Kelompok ini dibedakan dari kesenian yang semata-mata merupakan sarana hiburan. Akan tetapi semua berita tentang kebijaksanaan dan sistem pendidikan yang menyangkut pemerintahan tidak dimasukkan disini tetapi dalam kategori politik dan pemerintahan.

j. Hiburan Rakyat

Yang dimasukkan dalam kategori ini ialah hal-hal yang menyangkut cara-cara rakyat menghibur diri, kecuali melalui seni klasik seperti bioskop, televisi atau olah raga.

k. Human Interest

Dalam kategori ini termasuk berita-berita tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional dari kehidupan setiap berita kecil yang menyenangkan tentang keganjilan perilaku manusia, cerita dengan percakapan dan tindak laku tetapi memuat berita langsung.

2.8 Analisis Isi

Menurut Wazaer dan Wiener (1978) analisis isi dalam Bulaeng (2004) adalah suatu prosedur sistematika yang disusun untuk menguji isi informasi yang terekam. Sedangkan menurut Krippendorf (1980) mendefinisikan analisis isi suatu mendefinisikan analisis isi suatu penelitian untuk membuat referensi-referensi dari


(41)

data ke konteks. Sedangkan definisi Kerlinger (1986) agak khas, yaitu analisis komunikasi secara sistematis, obyektif, dan secara kuantitatif untuk mengukur variabel.

Dalam definisi Kerlinger ada tiga konsep yang tercakup di dalamnya. Pertama, analisis isi bersifat sistematis. Hal ini berarti isi yang akan dianalisa dipilih menurut aturan-aturan yang ditetapkan secara implisit, misalnya : cara penentuan sampel. Kedua, analisis bersifat obyektif. Ketiga, analisis isi bersifat kuantitatif (Bulaeng, 2004 : 171)

Pada definisi Kerlinger mempunyai kesamaan dengan pengertian analisis isi seperti yang diungkapkan Berelson (1952) yaitu analisis isi sebagai suatu teknik penelitian yang obyektif, sistematik , dan menggambarkan secara kuantitatif isi-isi pernyataan suatu komunikasi. Dan Berelson juga menambahkan bahwa analisis isi yang tidak lebih baik daripada kategori-kategorinya.

Ada 10 tahap dalam analisis isi menurut Bulaeng (2004) yaitu : a. Merumuskan pertanyaan penelitian atau hipotesis

b. Mendefinisikan populasi yang diteliti c. Memilih sampel yang sesuai dari populasi d. Memilih dan menentukan unit analisis isi e. Menyusun kategori-kategori isi yang dianalisis f. Membuat sistem hitungan

g. Melatih para pengkode dan melakukan studi percobaan h. Mengkode isi menurut definisi yang telah ditentukan i. Menganalisis data yang sudah dikumpulkan


(42)

Sedangkan tujuan analisis isi ada 5 yaitu : a. Menggambarkan isi komunikasi

b. Menguji hipotesis karakteristik-karakteristik suatu pesan c. Membandingkan isi media dengan dunia nyata

d. Melalui image suatu kelompok tertentu dan masyarakat e. Menciptakan titik awal terhadap studi efek media

2.9 Teori Gatekeeper

Istilah Gatekeeper pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewwin dalam bukunya Human Relation (1947) seorang ahli psikologi dari Australia pada tahun 1947. Kata itu merupakan istilah dari lapangan sosiologi tetapi digunakan pula dalam laporan penelitian komunikasi.

John R.Bitler (1996) mengistilahkan Gatekeeper sebagai individu atau kelompok orang-orang yang memantau arus informasi dalam sebuah jaringan komunikasi, juga diperluas maknanya yang disebut Gatekeeper adalah orang yang berperan penting dalam sebuah media massa (Nurudin, 2004 : 18).

Semua saluran media massa mempunyai sejumlah saluran Gatekeeper.

Mereka memainkan peranan dalam beberapa fungsi, mereka ini dapat menghapus pesan atau dapat juga memodifikasi pesan yang akan disebarkan, mereka pun dapat menghentikan sebuah informasi dan tidak membuka “pintu gerbang” (gate) bagi keluarnya imformasi lain. Bagi Ray Eldon Heibert, Donal F. Ungarait dan Thomas W. Bohn, yang dikutip Nurudin (2004 : 111 – 115), gatekeeper bukan bersifat positif negatif, tetapi mereka merupakan sesuatu yang kreatif, seperti seorang editor dapat menambahkan pesan dengan mengkombinasikan pesan dari


(43)

berbagai sumber, seorang layouter juga bisa menambahkansesuatu pada gambar atau setting pada media cetak agar lebih kelihatan bagus. Secara umum peran

gatekeeper sering dihubungkan dengan berita khususnya surat kabar. Editor sering

melaksanakan fungsi sebagai Gatekeeper, mereka menentukan apa yang khalayak butuhkan atau sedikitnya menyediakan bahan bacaan untuk pembacanya. Seolah editor menjadi mata pembaca. Sebagaimana mereka menyortir berita melalui peristiwa sehari-hari sebelum dibaca pembacanya.

Dengan demikian paling tidak Gatekeeper mempunyai fungsi: 1. Menyiarkan informasi kepada kita

2. Untuk membatasi informasi yang kita terima dalam mengedit

informasi ini sebelum disebarkan kepada kita.

3. Untuk memperluas dengan menambahkan fakta.

2.10 Kerangka Berfikir

Majalah merupakan media massa cetak yang berfungsi menyajikan informasi atau berita tentang berbagai peristiwa yang terjadi. Banyaknya informasi berita di majalah yang bervariatif membuat persaingan pesat antar media cetak khususnya majalah yang ada, termasuk majalah Gatra berusaha memberikan informasi yang aktual untuk dijadikan berita yang menarik.

Peneliti tertarik meneliti laporan utama majalah Gatra pada bulan Oktober 2008 sampai dengan Oktoer 2009 karena tertarik dengan berita-berita Feature yang disajikan pada periode tersebut. Berdasarkan isi tersebut kemudian dapat dikategorikan berdasarkan isi tema laporan utama maalah Gatra.


(44)

kategorisasi tersebut yang ditentukan oleh penulis berdasarkan isi tema laporan utama majalah Gatra. Sedangkan kerangka berpikir berkaitan dengan analisis isi tersebut adalah sebagai berikut

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian Tentang Analisis Isi Tema Laporan Utama Majalah Gatra

Periode Oktober 2008 – Oktober 2009 Tema Laporan Utama Majalah Gatra Periode Oktober 2008 – Oktober 2009

Kategorisasi Tema :

a. Perang, Pertahanan dan Diplomasi b. Politik dan Pemerintahan

c. Kegiatan ekonomi

d. Kejahatan

e. Masalah – masalah Moral Masyarakat f. Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat g. Kecelakaan dan Bencana

h. Ilmu dan Penemuan

i. Pendidikan dan Seni Klasik j. Hiburan Rakyat

k. Human Interest

A N A L I S I S I S I K E S I M P U L A N


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional 3.1.1 Berita

Berita majalah Gatra mengangkat sebuah fenomena persoalan dibahas dengan gaya tutur pemberi cerita dan ringan ntuk dibaca. Yang tentunya konsistensi terhadap isi yang selalu mengangkat cerita utama tentang politik dan ekonomi sehingga mudah diterima dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Oleh karena sifatnya yang ringan inilah berita dijadikan menu utama dalam majalah Gatra. Berita memiliki unsur-unsur antara lain kreatifitas, subjektifitas, informatif dan menghibur.

3.2 Kategorisasi

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat kategori dan definisi yang disusun sendiri, maka alat ukur ini harus di pra-uji

(pretest) terlebih dahulu. Dengan menggunakan alat ukur yang sama, peneliti

menganalisis bahan yang sama dengan pengkoding Independent. Kesamaan hasil pengukuran menunjukkan tingkat reliabilitas alat ukur. Kategori tersebut telah diuji tingkat reliabilitasnya dan menunjukkan bahwa kategori tersebut dapat diterima, serasi dan dapat dipercaya.

Dari Tema Laporan Utama Majalah Gatra periode Oktober 2008 sampai Oktober 2009 dilakukan proses analisa. Selanjutnya peneliti mengklasifikasikannya berdasarkan kategori yang dibuat dan telah disesuaikan


(46)

dengan maksud dan tujuan dari penelitian.

3.2.1 Kategorisasi Tema

Kategori-kategori yang digunakan dalam penelitian ini mengadaptasi pada tipe atau kategori Deutshmann, dan telah disesuaikan atau dimodifikasi agar dapat mencapai sasaran dalam penelitian.

3.2.1.1Kategori Perang, Pertahanan dan diplomasi a. Perang

Persoalan yang berhubungan dengan peperangan yang terjadi, masalah-masalah yang timbul dalam perang dan persoalan yang berhubungan dengan pemberontakan atau perlawanan terhadap pemerintah yang berkuasa.

b. Pertahanan

Persoalan yang berhubungan dengan sistem pertahanan suatu negara.

c. Diplomasi hubungan luar negeri

Persoalan yang berhubungan dengan kebijakan-kebijakan luar negeri dan hubungan luar negeri.

3.2.1.2Kategori Politik dan Pemerintahan a. Politik

Merupakan persoalan yang berhubungan dengan politik, disamping itu juga terdapat pembahasan tentang konsep-konsep politik dan juga tentang isu-isu politik dalam pemerintah


(47)

b. Kegiatan-Kegiatan Pemerintah

Persoalan yang berhubungan dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah.

3.2.1.3Kategori Kegiatan ekonomi

a. Kegiatan Perekonomian Umum

Persoalan yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi secara keseluruhan seperti export-import, perubahan harga-harga bahan pokok dan pemanfaatan sumber-sumber alamiah.

b. Angkutan dan Perjalanan

Persoalan yang berhubungan dengan angkutan transportasi. 3.2.1.4Kategori Kejahatan

a. Kejahatan orang dewasa

Persoalan yang berhubungan dengan kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa.

b. Penegakan hukum dan badan-badan penegak hukum

Persoalan yang berkaitan dengan penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat hukum, penerapan oleh kejaksaan kepada pelaku tindak kejahatan

3.2.1.5Kategori Masalah-Masalah Moral Masyarakat

Persoalan yang berhubungan dengan yang dihadapi oleh masyarakat tentang hak asasi dan tanggung jawab perseorangan, pergerakan hak-hak sipil, bila tidak merupakan bagian dari perundang-undangan pemerintah dianggap sebagai moral masyarakat.


(48)

3.2.1.6Kategori Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat a. Penanganan masalah kesehatan

Persoalan yang berhubungan dengan penanganan masalah kesehatan seperti cara penanggulangan suatu penyakit.

b. Penanganan masalah-masalah sosial dan keselamatan

Persoalan yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta.

3.2.1.7Kategori Kecelakaan dan Bencana a. Kecelakaan karena manusia

Persoalan yang berhubungan dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi karena kecerobohan manusia.

b. Bencana alam

Persoalan yang berhubungan dengan bencana alam. c. Badan-badan penanggulangan bencana

Persoalan yang berhubungan dengan badan-badan pemerintah yang dibentuk untuk menanggulangi bancana alam.

3.2.1.8Kategori Ilmu dan Penemuan

Persoalan yang berhubungan dengan perkembangan teknologi mutakhir di bidang ilmu dan perindustrian.

3.2.1.9Kategori Pendidikan dan Seni Klasik

Persoalan yang berhubungan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan sistem pendidikan umum baik swasta maupun negeri dan kesenian yang semata-mata merupakan hiburan.


(49)

3.2.1.10 Kategori Hiburan rakyat a. Olahraga

Persoalan yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan olahraga. 3.2.1.11 Kategori Human Interest

a. Cuaca

Persoalan yang berhubungan dengan cuaca, iklim dan suhu udara

c. Kepentingan manusiawi secara umum

Persoalan yang berhubungan dengan masalah-masalah yang terjadi dan menyangkut kepentingan orang banyak. Misalnya kerusakan fasilitas umum yang vital dan banyak digunakan oleh masyarakat umum.

3.3 Populasi dan Sampel dan Teknik Penarikan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua berita yang terdapat dalam kolom laporan utama majalah Gatra periode bulan Oktober 2008 sampai Oktober 2009, berdasarkan periode tersebut terdapat 54 laporan utama majalah Gatra. 3.3.2 Sampel

Selama kurun waktu tersebut, berita utama dalam majalah Gatra muncul sebanyak 54 berita. Menurut Subiakto (1992:8), jika jumlah populasi cukup besar, maka untuk mempermudah penelitian, peneliti dapat mengambil 50%, 25% atau minimal 10% dari seluruh populasi. Dalam penelitian ini peneliti mengambil 50% dari seluruh jumlah populasi penelitian, perhitungan sebagai berikut:


(50)

Dari hasil perhitungan diatas maka sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah berjumlah 27 berita. Untuk menentukan sampel digunakan teknik sampel sistematik, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut atau menurut pola tertentu. Penarikan sampel ini menggunakan rasio atau jarak yang diperoleh dengan membandingkan atau membagi jumlah populasi dengan jumlah sampel

Interval = total tema => interval = 54 = 2 terbitan

Sampel tema 27

Dari hasil perhitungan diatas maka pengambilan sampel berdasarkan interval 2 terbitan.

3.4 Unit Analisis

Unit analisis yang berupa unit tematik dalam pesan, dihitung berdasarkan tema peristiwa yang diangkat. Unit tematik digunakan untuk menganalisis realitas dalam berita kemudian dimasukkan dalam kategorisasi.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan untuk penelitian data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari tulisan-tulisan dalam kolom laporan utama. Prosedur yang digunakan untuk penelitian ini adalah : Pertama, dengan melakukan pencatatan terhadap tema laporan utama majalah GATRA. Kedua, setiap data dikumpulkan dengan menggunakan lembar koding berdasarkan kategori-kategori yang telah ditentukan, kemudian dianalisis dan diinterpretasikan sesuai dengan tujuan peneliti


(51)

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi. Data dianalisis dengan menggunakan tabel frekuensi, data tersebut dimasukkan kedalam kategori-kategori yang ada kemudian diambil prosentase dan diinterpretasikan berdasarkan hasil sampel tema laporan utama majalah Gatra periode Oktober 2008 sampai Oktober 2009.


(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sejarah Majalah Gatra

Aliansi Jurnalis Independent atau AJI adalah organisasi profesi jurnalis yang didirikan oleh para wartawan muda Indonesia pada 7 Agustus 1994 di Bogor, Jawa Barat, melalui penandatanganan suatu deklarasi yang disebut “Deklarasi Sirnagalih”. Meski didirikan sejak pembedelan tiga media DETIK, Tempo dan Editor pada 21 Juni 1994. Upaya atau ide untuk membuat organisasi jurnalis alternatif di luar PWI sebenarnya sudah lama ada. Terutama karena PWI dianggap lebih menjadi alat kepentingan pemerintah Soeharto dan tidak betul-betul memperjuangkan kepentingan jurnalis.

Sekitar tahun 1991 jauh sebelun pembredelan tiga media terjadi pertemuan informasi belasan jurnalis di Taman Ismail Mazuki (TIM), Menteng, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan tersebut dibicarakan berbagai hal yang menyangkut kondisi pers Indonesia. Dalam pertemuan itulah, tercetus ide tentang perlunya membentuk organisasi jurnalis alternatif yang independent diluar PWI. Ada juga keinginan ntuk membikin media sendiri. Sayangnya, pembicaraan itu tidak berlanjut menjadi aksi kongkret.

Di berbagai kota, sebelum berdirinya AJI, sudah ada komunitas dan kelompok-kelompok diskusi jurnalis seperti, SPC atau Surabaya Press Club (Surabaya), FOWI atau Forum Wartawan Independen (Bandung), Forum Diskusi Wartawan Yogya atau FDWY (Yogyakarta), dan SJI (Solidaritas Jurnalis Independen) di Jakarta sendiri. Kemudian para aktivis jurnalis dari sejumlah


(53)

komunitas inilah yang kemudian ikut bergabung membentuk AJI, lewat Deklarasi Sirnagalih. Untuk menghormati dan mengakui keberadaan komunitas-komunitas inilah, maka pada diskusi di Sirnagalih waktu itu dipilih nama “aliansi” untuk AJI, dan bukan “persatuan” seperti PWI.

Pembredelan 21 Juni 1994 telah membantu menciptakan momentum, yang dibutuhkan bagi lahirnya sebuah organisasi jurnalis alternatif. Pembredelan 21 Juni 1994 adalah semacam shock therapy, yang menjelma menjadi bendera penggalangan solidaritas para jurnalis yang independen. Namun, benih-benih lahirnya AJI sebenarnya sudah tertanam jauh hari sebelum pembredelan tersebut.

Setelah pembredelan DETIK, Tempo dan Editor, para jurnalis muda yang didukung elemen mahasiswa, LSM dan seniman mengadakan sejumlah aksi menolak pembredelan. Meski merasa pesimistis, waktu itu karena pertimbangan prosedural menemui pimpinan PWI pusat yang diketuai Sofyan Lubis dengan Sekjen Parni Hadi, untuk meminta mereka memperjuangkan nasib para karyawan dan wartawan korban pembredelan. Pada pertemuan pertama di Gedung Dewan Pers, Jl. Kebon Sirih, Jakarta Pusat itu, kami meminta, agar mereka berusaha bertemu langsung dengan menteri Penerangan Harmoko. PWI berjanji mengupayakannya.

Sebulan kemudian, kami menemui lagi PWI pusat dalam aksi tagih janji, dan mempertanyakan hasil pertemuan itu. Namun nyatanya PWI gagal bertemu Harmoko dan gagal memperjuangkan nasib wartawan dan karyawan pers. Dari situ, pers jurnalis muda lalu menyatakan ketidak percayaan lagi pada PWI. Saat itu, beberapa para jurnalis sudah memprediksi, hal ini akan berujung ke pembentukan organisasi jurnalis yang barum karena PWI terbukti sudah tak


(54)

efektif lagi dan sudah terlalu dikoptasi oleh penguasa.

Untuk menggalang dukungan sekaligus merancang langkah aksi berikutnya, diadakanlah pertemuan para jurnalis muda. Wisma Tempo di Sirnagalih, Jawa Baratm dipilih sebagai lokasi pertemuan, karena pertimbangan praktis, relative dekat, dan bisa lebih dijamin keamanan dan keberhasilannya. Pada waktu itu, tidak mudah mencari pemilik gedung yang mau meminjamkan gedungnya untuk kegiatan yang berseberangan dengan pemerintah. Undangan disampaikan secara diam-diam. Juga disebarkan undangan palsu, seolah-olah pertemuan akan berlangsung di tempat lain di Bandung, sehingga ada sejumlah jurnalis yang salah informasi, dan datang ke tempat yang salah.

Pertemuan jurnalis pun digelar, dengan elemen utama jurnalis dari empat kota Surabaya, Yogyakarta, bandung dan Jakarta. Sebelum pertemuan, sudah terdengar kabar bahwa ada kelompok atau figur tertentu yang mengklaim bisa mengatur para jurnalis ini. Oleh karena itu, untuk menghindari politisasi, klaim-klaim sepihak, dan kabar miring, sejak awal para jurnalis meminta kepada jurnalis senior seperti Erros Djarot, Arostodes Katoppo, Goenawan Mohammad dan Fikri Djufri untuk tidak datang pada tanggal 6 Agustus malam saat penggodokan konsep dan wadah gerakan para jurnalis muda sedang berlangsung. Mereka baru datang esok harinya 7 Agustus, ketika penggodokan telah selesai. Hal ini dilakukan untuk menghindari tuduhan bahwa AJI sebagai sekadar alat atau kepanjangan kepentingan dari tokoh-tokoh pers tertentu.

4.1.1 Anggota

Sejak AJI berdiri hingga sekarang, sebagian besar aktivis utamanya justru tidak berasal dari media yang dibredel, namun justru dari media-media lainnya.


(55)

Kecuali satu dua orang, bisa dibilang tak ada satupun wartawan eks Editor yang pernah terlibat dalam aktivitas perlawanan AJI pada masa-masa awal berdirinya. Kalau melihat dari presentase, mungkin yang agak banyak terlibatdalam AJI adalah jurnalis eks Tabloid DeTik, disusul kemudian dengan para Jurnalis Majalah Tempo.

Meskipun jumlah wartawan Eks-Tempo lebih banyak, para penulis Tempo terbelah dua separuh di antara bersebarangan dengan Goenawan Mohammad, dan memilih bergabung mendirikan Gatra, yang dimodali oleh Bob Hasan. Hal ini menimbulkan friksi di antara sesama Eks-Tempo sendiri sehingga sempat memunculkan wacana “Boikot Gatra”. AJI waktu itu memilih tidak mengeluarkan sikap resmi soal Gatra ini, karena dipandang lebih merupakan masalah internal Tempo.

Dari sekian jurnalis eks-Tempo yang tidak bergabung ke Gatra, juga tidak semuanya aktif di AJI. Sebagian mereka ikut mendirikan Tabloid Kontan, dan sejak itu tak banyak aktif di AJI, meski pada awalnya sebagian mereka ikut menandatangani Deklarasi Sirnagalih.

Di sisi lain, cukup banyak jurnalis aktivis yang menggerakkan roda organisasi AJI pada masa awal berdirinya, justru berasal dari grup media yang bukan korban pembredelan. Mereka antara lain Stanley Adi Prasetyo (Jakarta – Jakarta), Meirizal Zulkarnain (Bisnis Indonesia), Hasudungan Sirait ( Bisnis Indonesia), Rin Hindriyati (Bisnis Indonesia), Satrio Arismunandar (Kompas), Dhia Prakasha Yudha (Kompas), Santoso (Forum Keadilan), Ayu Utami (Forum Keadilan), Andreas Harsono (The Jakarta Post), Ati Nurbaeti (The Jakarta Post), Roy Pakpahan (Suara Pembaharuan) dan lain-lain.


(56)

Alternatif dalam diskusi 6 Agustus malam Sirnagalih itu, tampak bahwa gagasan para peserta sangat beragam. Dalam diskusi itu, mengemukakan bahwa pembentukan forum komunikasi paguyuban atau bentuk apapun di luar organisasi profesi, tidak akan efektif dan tak akan dianggap penting oleh PWI atau pemerintah. Karena PWI yang dikooptasi penguasa adalah organisasi profesi jurnalis, maka imbangan yang pas terhadap PWI juga harus berbentuk organisasi profesi jurnalis, namun dengan sifat yang independent terhadap pemerintah, Forum akhirnya sepakat membentuk organisasi profesi jurnalis. Persoalannya kemudian apa nama organisasi baru ini? Menurut Salomo Simanungkalit (Wartawan kompas, yang juga penandatanganan Deklarasi Sirnagalih), nama AJI itu sudah “Ditimang-timang” dan disebut oleh Dhia Prakasha Yoedha, dalam perjalanan naik mobil dari Jakarta menuju Sirnagalih, sebelum pertemuan para jurnalis. Nama itu terkesan bagus, singkat, mudah disebut, mudah diingat, dan punya makna positif. AJI dalam mitologi Jawa berarti suatu ilmu atau kesaktian tertentu. Sedangkan sebutan Aliansi berasal dari usulan Stanley Adi Prasetyo, dasar pemikirannya, adalah untuk menghormati dan mengakui keberadaan komunitas – komunitas jurnalis, yang sudah lebih dulu ada di berbagai kota. Pada kenyataannya, memang merekalah yang mengirim delegasi ke pertemuan Sirnagalih ini.

Berbagai usulan tersebut dirangkum. Forum pun setuju menggunakan istilah “Aliansi” karena pertimbangan yang disampaikan Stanley diatas. Istilah “Jurnalis” pun disepakati digunakan, karena itulah istilah yang dianggap lebih sesuai dengan kata asalnya dalam bahasa Inggris (journalist), dan untuk membedakan dari PWI yang sudah menggunakan “wartawan”. Terakhir, istilah


(57)

“Independent” untuk menggaris bawahi perbedaan AJI, PWI, AJI itu independen, dan juga tidak mau mengklaim mewakili “Indonesia”. Sedangkan, PWI tidak Independent, tapi mengklaim mewakili Indonesia.

Sesudah nama AJI disepakati, peserta diskusi dibagi dalam sejumlah komisi, seperti Komisi Deklarasi, Komisi Program, dan lain-lain. Satrio Arismunandar dipercayai memimpin Komisi Deklarasi, dengan sekretaris Jopie Hidajat (Tempo) yang kini bekerja di Tabloid Kontan. Sesudah serangkaian diskusi panjang, komisi ini berhasil merumuskan Deklarasi Sirnagalih, yang esok paginya, tanggal 7 Agustus, dibacakan dan dibahas lagi di Sidang Pleno. Deklarasi itu disepakati dengan suara bulat dan hanya dengan sedikit sekali perubahan redaksional. Jika diamati, dalam deklarasi itu tercantum “Pancasila dan UUD 45”. Selain karena pertimbangan ideologis, pencantuman “Pancasila” di Deklarasi Sirnagalih merupakan langkah taktis, untuk meniadakan peluang bagi aparat rezim Soeharto untuk menghantam gerakan dan organisasi AJI yang baru lahir ini. Waktu itu, klaim represi sangat keras, dan ada kewajiban mencantumkan “Pancasila” di Deklarasi Sirnagalih merupakan langkah taktis, untuk meniadakan peluang bagi aparat rezim Soeharto untuk menghantam gerakan dan organisasi AJI yang baru lahir ini. Waktu itu, iklim represi sangat keras, dan ada kewajiban mencantumkan “Pancasila” sebagai satu-satunya asas bagi organisasi kemasyarakatan.

AJI adalah organisasi jurnalis alternatif. Kata “alernatif” perlu ditekankan, untuk membedakan dari sebutan “tandingan”, istilah “tandingan” bermakna reaktif. Jika AJI sekadar tandingan dari PWI, maka eksistensi keberadaan AJI akan bergantung pada PWI, jika PWI bubar, AJI juga harus bubar, karena


(58)

kelahirannya hanyalah tandingan atau reaksi dari keberadaan PWI. Itulah sebabnya sejak awal AJI tak pernah menyebut diri sebagai “tandingan PWI”. Sedangkan, sebutan “alternatif” pada semangatnya adalah menerima adanya organisasi-organisasi lain. Sejak berdirinya AJI, kita tak pernah menuntut pembubaran PWI atau organisasi jurnalis lainnya. AJI tidak ingin melakukan kesalahan yang sama dengan PWI; memonopoli kebenaran dan legalitas dari pemerintah untuk dirinya sendiri, dengan menafikan organisasi jurnalis ini. Dengan terus menggunakan gedung dan aset dari pemerintah untuk kantor-kantor sendiri, sampai saat ini secara esensial sebetulnya tak ada yang berubah dari PWI.

Pada 7 Agustus siang, mulailah acara penandatanganan Deklarasi. Tidak semua peserta yang hadir bersedia menandatangani, dengan pertimbangan yang beragam, Herdi SRS. M. Fadjroel Rachman, Ging Ginanjar, memilih tidak menandatangani. Bambang Harimurti (BHM) namanya dicantumkan di deklarasi, namun nyatanya ia sudah keburu pergi untuk suatu urusan sehingga juga tidak tanda tangan. Rekan dari Kompas, Salomo Simanungkalit dan Bambang Wisudo sudah lebih dulu pulang karena tugas kantor namun mereka menyatakan komitmennya untuk tanda tangan, dan minta namanya tetap dicantumkan di deklarasi.

Pada kenyataannya, para jurnalis senior “ditodong” untuk ikut memberi tanda tangan dalam Deklarasi, yang isinya dirancang sepenuhnya oleh para jurnalis muda. Bagaimanapun juga, nama para jurnalis senior ini dibutuhkan untuk memberi gaung yang lebih besar pada Deklarasi Sirnagalih, yang menjadi dasar berdirinya AJI. Pada waktu itu, istilah “Jurnalis” juga diartikan secara luas dan mencakup juga para kolumnis, sehingga Arief Budiman, Christianto


(59)

Wibisono, dan Jus Soema di Pradja yang sudah lama tidak aktif sebagai jurnalis ikut tanda tangan.

Berdirinya AJI memberi gaung cukup besar di dunia jurnalistik Indonesia. Tekanan terhadap para jurnalis yang terang-terangan bergabung dalam AJI sangat besar. Pemerintah melalui Departemen Penerangan dan PWI melihat berdirinya AJI sebagai tantangan terbuka, yang harus ditindak keras agar tidak meluas. Berbagai tindakan “pendisiplinan” melalui pemimpin di media masing-masing pun dilakukan.

Ada anggota AJI yang dipindahkan ke bagian Litbang (seperti dialami Hasudungan Sirait di Bisnis Indonesia), dimutasi di luar Jakarta, ditekan supaya mundur dari AJI atau minta maaf, dan sebagai intinya, karir jurnalistik bagi seorang anggota AJI praktis sudah ditutup, karena saat itu untuk menjadi seorang pemimpin Redaksi harus memperoleh rekomendasi PWI. Hal ini bisa menjelaskan mengapa Bambang Harimurti sampai saat ini tidak ikut tanda tangan di Deklarasi Sirnagalih, meskipun namanya tercantum disana. Mungkin ada pertimbangan praktis atau pragmatis, karena Bambang harus menahkodai sisa-sisa awak Tempo untuk mendirikan majalah atau media baru.

Dalam hal ini, PWI telah bertindak terlalu jauh. Pimpinan PWI dalam forum terbuka yang dikutip media pernah mengatakan media massa tidak boleh mempekerjakan anggota AJI. Ini merupakan pelanggaran HAM. Upaya mencari nafkah untuk hidup adalah hak asasi yang tak bisa ditawar-tawar. Bahwa pemerintah tidak mengakui AJI dan hanya mengakui PWI, itu adalah urusan lain. Namun hak mencari nafkah seharusnya tak boleh diganggu gugat.


(60)

dipecat dari keanggotaan PWI. Mereka antara lain: Fikri Jufri, Eros Djarot, Hasudungan Sirait, Diah Purnomowati, Stanley Adi Prasetyo, dan lain-lain. Secara praktis, pemecatan ini tak berarti banyak, toh mereka sudah tidak merasa dibelah oleh PWI.

Satrio dan Yoedha juga akhirnya ditekan untuk mundur dari Kompas. Alasan pemimpin Kompas adalah, aktivitas mereka dianggap membahayakan kelangsungan group penerbitan Kompas waktu itu, keduanya selain aktif di AJI, juga aktif di SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) yang diketuai Muchtar Pakpahan. AJI dan SBSI adalah organisasi yang dianggap berseberangan dengan pemerintah. Seperti halnya kasus PWI dan AJI di dunia jurnalistik, di bidang perburuhan, Pemerintah tak mengakui SBSI dan hanya mau mengakui SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) sebagai satu-satunya organisasi yang mewakili aspirasi pekerja. Pimpinan Kompas beranggapan, keduanya dibiarkan terus aktif di AJI dan SBSI seperti sediakala tanpa ditindak, akan memberi kesan pada penguasa (Departemen Penerangan yang mngeluarkan SIUPP pada Kompas) bahwa Kompas “merestui” atau bahkan “mendukung aktivitas illegal” yang dilakukan dua karyawannya. Implikasinya, Kompas bisa dibredel sewaktu-waktu, seperti sudah pernah terjadi di waktu lampau. Oleh karena itu, daripada membahayakan kelangsungan hidup perusahaan Kompas dengan sekitar 3.000 karyawannya, lebih baik meminta dua wartawannya mundur.

4.1.2. Kebijakan Redaksional

Dalam pembuatan opini dari masyarakat sebelumnya terdapat penyeleksian terlebih dahulu dengan melihat situasi, kondisi, toleransi, pandangan


(61)

dan jangkauan. Pemantauan headline pada laporan utama tergantung dari bobot penulisan berita dan opini dari wartawan, layak atau tidak untuk diterbitkan karena untuk menghindari kesalahpahaman pembaca.

Setiap majalah memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, kelebihan dari majalah Gatra yaitu tampilan dari suatu berita yang menonjol diilustrasikan dengan karikatur, misalnya gambar dari suatu berita tentang korupsi dan gaya bahasanya yang sederhana sehingga mudah dicerna oleh pembacanya.

Majalah Gatra juga berusaha untuk menjaga citra yang selama ini sudah terbentuk, menurutnya semakin bagus citra maka akan semakin banyak pembaca yang tertarik membaca, dan kemungkinan iklan akan banyak berdatangan yang menjadi omzet.

Majalah Gatra yang terbit mingguan member ruangan sebanyak 106 halaman atau lebih. Adapn berbagai liputannya majalah Gatra membaginya menjadi 22 rubrik andalan, tetapi tidak semua rubric selalu ditampilkan pada setiap edisi majalah Gatra tergantung dari pengumpulan berita yang masuk kedalam kantor redaksional.

4.1.3. Oplah dan Distribusi

Dengan SIUPP no.297/SK/Menpen/SIUPP/C.1/1994, tanggal 13 Oktober 1994 majalah Gatra yang pada awalnya memiliki kantor pusat di Jakarta ini dan beredar dengan oplah hanya 200.000 eksemplar per bulan mencoba menembus pangsa bisnis media di Indonesia, namun langkah yang diambil Bob sebagai pendiri terbilang cukup cerdik karena Bob mencoba mengisi kekosongan majalah Tempo yang pada saat itu dilarang terbit oleh pemerintah dan mengajak beberapa


(1)

orang dewasa yang diangkat dalam laporan utama yaitu: “Menelisik Peran Antasari Dalam pembunuhan Nasrudin”, “Aliran Rupiah di Balik Perempuan Berinisial “N” ”, “Jejak Perangkai Bunga Di Balik Ledakan Bom”, “Jejaring Teror Belom Kendur”, “Menelisik Arus Fulus Bom” . Sub kategori ini menceritakan beberapa tema mengenai Kejahatan Orang Dewasa. “Menelisik Dalang-dalang Bom Mega Kuningan”, merupakan salah satu bentuk pelanggaran hukum yang sangat berat. Sebagaimana diketahui pertengahan juli 2009 lalu, bom mengguncang Jakarta. Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton menjadi sasaran teroris. Sebanyak 9 orang tewas dan 60 lainnya luka dalam peristiwa mengerikan tersebut. Gara – gara kejadian ini pula, Manchester United (tim sepakbola asal Inggris) gagal datang ke Indonesia karena alasan keamanan. Peristiwa peledakan di Marriott ini sebelumnya juga pernah terjadi pada tahun 2003, namun pelaku meledakkan bomnya dengan modus meledakkan mobil di depan hotel (bukan dari dalam lobby hotel seperti yang dilakukan tersangka kali ini). Gatra melaporkan, menjelang detik-detik bom meledak, pengamanan di kedua hotel tampak tidak begitu ketat. Dari rekaman CCTV hotel, tampak petugas keamanan hotel tidak begitu curiga terhadap gerak-gerik lelaki yang mengusung ransel dan menyeret koper beroda menuju lounge. Polisi mencurigai dalang peristiwa ini adalah jaringan teroris Noordin M. Top. Polri juga mulai menelusuri adanya keterlibatan jaringan Al-Qaeda, yang diduga aktif kembali di asia tenggara. Karena, dua pekan sebelum peledakan di Jakarta, tiga aksi peledakan bom terjadi di Mindanap, Filipina, menewaskan delapan orang dan mencederai lebih dari 100 orang. Umar Abduh, seorang ahli pemerhati masalah terorisme mengatakan bahwa jangan serta merta menuduh JI dan Al-Qaeda terlibat, ia meyakini ada pihak intelijen barat


(2)

yang terlibat. Hal ini diamini oleh pengamat intelijen A.C. Manulang, ia menuding aksi peledakan itu merupakan salah satu cara untuk memojokkan islam. “Untuk menunjukkan pada dunia, masih banyak islam radikal” ujarnya. Simbol-simbol Amerika seperti JW Marriott dan Ritz Carlton, sengaja dikorbankan agar terkesan meyakinkan. Namun dibalik semua teroris dapat dicegah bila aparat keamanan dan seluruh masyarakat sigap dan tanggap dalam menjaga keamanan dan segera melaporkan orang-orang yang dicurigai.

Tabel 6.

Kategori Human Interest

NO Sub Kategori Frekuensi Prosentase

1 Cuaca 0 0

2 Kepentingan Manusiawi Secara Umum 1 100

Jumlah 1 100

Sumber: Data Primer

Hasil koding kategori human Interest dengan sub Kepentingan Manusiawi Secara Umum dalam laporan utama majalah Gatra periode Oktober 2008 sampai Oktober 2009 terdapat 1 Sub yang membahas hal ini yaitu “Farewell To The King”. Dalam sub ini lebih menjelaskan sosok King of Pop, Michael Jackson yang telah meninggal. Pada sub Human interest ini, Gatra sedikit mengulas sisi kemanusiaan karena sangat jarang sekali keluar ke permukaan. Berita Jacko wafat agaknya menarik minat pembaca dan hangat untuk diberitakan. Berkarier sepanjang empat dasawarsa, Michael Jackson tidak hanya meninggalkan rekor tak terpecahkan. Ia juga menyisakan warisan tak ternilai harganya bagi industri musik di dunia. Albumnya terjual lebih dari seratus juta keping di seluruh dunia


(3)

semenjak ia memulai karier pada tahun 1979. Selain sukses dalam dunia tarik suara, Jacko juga membuat inovasi dalam dunia koreografer, diantaranya tarian Moonwalk dan Anti Gravitation yang sangat populer. Ia juga menjadi pria kulit hitam pertama yang masuk dalam video klip MTV. Sebelum album “Thriller”, Mtv seolah enggan menayangkan video klip Jacko. Namun setelah sukses dengan lagu “Billie Jean”, Michael Jackson berhasil meruntuhkan perbedaan Genre dan ras itu dan penyanyi kulit hitam menjadi langganan tetap MTV hingga kini. Dan hingga kini masih belum ada yang bisa menyamai rekor fenomenal sang “King of Pop”, Michael Jackson.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti tentang hasil temuan dan analisa data pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik eksimpulan sebagai berikut:

Laporan Utama Majalah Gatra dalam periode kedua bulan Oktober 2008 edisi 49 / XIV (15-22 Oktober 2008) sampai periode keempat bulan Oktober 2009 edisi 50 / XV (21-28 Oktober 2009), prosentase kategori paling banyak yaitu kategori Kegiatan Politik dan Pemerintahan, Sub kategori ini menceritakan beberapa tema mengenai Kejahatan Orang Dewasa. Sedangkan kategori dengan frekuensi terkecil penyajiannya dalam periode ini ialah kategori Human Interest. Hal ini dikarenakan frekuensi kejadian yang jarang sekali dilakukan atau fenomena yang kurang menarik bagi para pembaca. Hingga hanya diberitakan pada saat-saat tertentu saja.

5.2 Saran

Saran yang dapat peneliti kemukakan berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, yaitu:

Tema yang diangkat dalam majalah Gatra tidak harus berdasarkan fenomena atau issue yang sudah terjadi, beberapa peristiwa menarik dilihat dari pandangan para ahli di bidangnya harus dikaitkan dengan menyajikan fakta-fakta yang ada, sehingga cerita yang disampaikan dapat memberikan kesempatan


(5)

kepada pembaca untuk menganalisa sendiri sesuai dengan pandangan dan keyakinannya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Assegaf, Dja’far., 1991, Jurnalistik Masa Kini, Ghalia Indonesia

Bulaeng, Andi., 2004, Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer, Andi Offset, Yogyakarta

Bungin, Burhan, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Prenada Media, Jakarta Effendy, Onong Uchjana, 1994, Ilmu, Teori Dan Filsafat, Remaja Rosdakarya,

Bandung

Flourney, Don Michael., 1989, Analisis Isi Surat Kabar Indonesia, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta

Kerlinger, EN., 1992, Asas-asas Penelitian Behavioural, GMUP, Yogyakarta Kridalaksana, Harimurti., 1997, Leksikon Komunikasi, Pradnya Pramitha, Jakarta Kriyantono, Rakhmat., 2006, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Prenada Media,

Jakarta

Muhammad, Goenawan, 1997, Seandainya Saya Wartawan TEMPO, ISAI dan Yayasan Alumni TEMPO, Jakarta

Praktikno, Riyono., 1994, Kreatif menulis Feature, Alumni, Bandung

Rivers, William L, et.al, 2004, Media Massa dan Mayaraklat Modern, Prenada Media, Jakarta

Santana, Septiawan K., 2005, Jurnalisme Kontemporer, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

Siregar, Ashadi, dkk, 2004, Bagaimana Mengelola Media Korporasi – Organisasi, Kanisius, Jakarta

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi, 1989, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta

Sumadiria, AS Haris., 2005, Jurnalistik Indonesia, Simbiosa Rekatama Media, Bandung

NON BUKU www.Gatra.com