Latar Belakang Masalah Analisis isu gender pada pejabat perempuan di instansi pemerintahan Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Isu gender yang berdampak pada adanya kesenjangan ini pun, masih terjadi di Negara Indonesia. Meskipun UUD 1945 khususnya dalam
Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa “Setiap warga Negara
berhak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak ”. UUD 1945
telah menjamin bahwa setiap warga Negara mempunyai kesamaan hak dan kesempatan dalam memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak,
namun pada kenyataannya masih terdapat kesenjangan gender dalam hal kesamaan dan kesempatan dalam memperoleh pekerjaan dan penghidupan
yang layak. Adanya kesenjangan dalam dunia kerja ini, ditunjukkan dalam ILO
2015: x-xi disebutkan bahwa “Dipasar tenaga kerja, segregasi pekerjaan untuk laki-laki dan
perempuan masih terlihat jelas, dimana banyak perempuan melakukan pekerjaan dengan upah yang lebih rendah dan prospek
pengembangan karir yang lebih terbatas. Tingkat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja masih sangat rendah, dimana
banyak perempuan dilaporkan melakukan kegiatan yang terkait dengan tanggung jawab keluarganya seca
ra penuh”. Tingkat partisipasi perempuan tersebut dapat dilihat pada gambar 1.1.
tentang segregasi gender yang ada di Indonesia. Pada tabel tersebut, terlihat bahwa mengurus rumah tangga masih menjadi tanggung jawab
perempuan, sehingga dalam menempati posisi sebagai manajer, perempuan masih sangat rendah dibandingkan laki-laki.
Gambar 1.1 Segregasi Gender di Indonesia, Agustus 2014 juta jiwa
“ Dari gambar diatas, diketahui bahwa di Indonesia, tingkat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja masih sangat rendah,
yaitu berkisar antara 50 hingga 55 persen selama lima tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa ada banyak perempuan yang
berada di luar dunia kerja. Banyaknya perempuan yang tidak berpartisipasi dalam angkatan kerja diakibatkan tanggung jawab
keluarga, dimana ada banyak perempuan yang mengatakan bahwa mereka sepenuhnya terlibat dalam kegiatan rumah tangga seperti
yang ada pada gambar diatas.Situasi ini menegaskan adanya perbedaan gender dalam hal pembagian tanggung jawab keluarga
dan peningkatan partisipasi
perempuan dalam angkatan kerja” ILO 2015:13-14
Fenomena ini juga masih terjadi di Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Peran serta perempuan dalam pengambilan keputusan di
Instansi Pemerintahan masih sangat kecil. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh seorang Pastor di Manggarai, mengatakan bahwa:
“Di beberapa tempat kerja masih terlihat bahwa perempuan hanya sebatas sebagai pegawai administratif, sedangkan posisi pemimpin
dan jajarannya masih banyak diduduki oleh kaum pria Pater Simon, 2015
“ Pernyataan yang diungkapkan Pater Simon terlihat pada tabel 1.1
yang menunjukkan jumlah pejabat pemerintahan berdasarkan klasifikasi jabatan dan jenis kelamin. Pada tabel tersebut terlihat adanya kesenjangan
jumlah pejabat eselon perempuan dan laki-laki yang ada di Instansi Pemerintahan Kab.Manggarai.
Table 1. 1
Jumlah Pejabat Pemerintahan Menurut Klasifikasi Jabatan dan Jenis Kelamin, 2013
Sumber : BPS Kab. Manggarai 2013
Pada tabel 1.1 terlihat bahwa jumlah perempuan yang menduduki posisi jabatan dengan Eselon II A, Eselon II B, III A dan III B masih
kecil yaitu eselon II A belum ada perempuan yang menduduki posisi tersebut, untuk eselon II B Perempuan hanya 1 orang sedangkan laki-laki
Jumlah Pegawai Uraian
Jumlah Jabatan Laki-laki
Perempuan Jumlah
1. Instansi
Otonomi a.
Badandinas kantor
- Eselon II A
1 1
- Eselon II B
29 1
30 -
Eselon III A 53
3 56
- Eselon III B
81 18
99 -
Eselon IV A 313
106 419
- Eselon IV B
87 31
118 b.
Fungsional 64
1 65
29 orang, eselon III A Perempuan hanya 3 orang sedangkan laki-laki 53 orang, eselon III B Perempuan hanya 18 orang sedangkan laki-laki 81
orang. Dari tabel diatas, terlihat adanya kesenjangan yang sangat besar antara perempuan dan laki-laki. Kesenjangan yang terjadi ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah masih adanya isu gender yang dipengaruhi oleh budaya patrilineal yang masih kental dalam
kehidupan masyarakat Manggarai. Dimana sistem Patrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah
Hania,2013. Sistem dan anggapan tersebut terbawa dalam dunia kerja sehingga menyebabkan adanya kesenjangan dalam organisasi.
Isu gender yang dipengaruhi oleh budaya patrilineal, juga mempengaruhi jangkauan pendidikan pada perempuan Manggarai.
Kualifikasi pendidikan menjadi hal yang penting bagi seseorang yang akan menduduki sebuah posisi dalam organisasi. Begitupun yang terjadi pada
instansi pemerintahan. Pendidikan yang tinggi menjadi sebuah indikator persyaratan bagi perempuan untuk menduduki posisi jabatan tersebut.
Pendidikan menjadi sebuah indikator untuk memutuskan seseorang berada pada posisi puncak atau manajerial. Dalam kenyataannya, masih
ditemukan bahwa banyak perempuan yang memiliki pendidikan lebih rendah dari laki-laki,sehingga posisi mereka dalam dunia kerja masih
sebatas sebagai pegawai administratif. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan isu-isu diatas maka saya tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“ Analisis Isu Gender Pada Pejabat Perempuan Di Instansi Pemerintahan Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa
Tenggara Timur ”.