300 gram pada loyang A, ketebalan nata 1,16 cm; loyang B, ketebalan nata 1,42 cm; loyang C, ketebalan nata 1,18 cm; loyang D, ketebalan nata 1,4 cm;
dan loyang E, ketebalan nata 1,38; serta dirata-ratakan diperoleh ketebalan 1,308 cm. P4 350 gram pada loyang A, ketebalan nata 1,32 cm; loyang B,
ketebalan nata 1,46 cm; loyang C, ketebalan nata 1,3 cm; loyang D, ketebalan nata 1,36 cm; dan loyang E, ketebalan nata 1,26; serta dirata-ratakan diperoleh
ketebalan 1,328 cm. Hasil dari rata-rata setiap perlakuan diuji menggunakan anova one factor between subject design untuk melihat adakah perbedaan
yang signifikan pada setiap kelompok uji. Dan setelah dilakukan uji anova maka terdapat data dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Uji Anova
Sumber Variasi
SS Df
MS F obs
F crit
Between 0,409824 4 0,102456
2,93 2,87 Within
0,69904 20 0,034952 Total
1,108864 24
Analisis dapat dilihat pada lampiran. Karena F obs F crit maka H ditolak dan H
i
diterima. Dimana F critical sebesar 2,87. Dengan demikian terdapat perbedaan yang signifikan pada taraf 0,05. Jadi kelima kelompok
data memiliki perbedaan yang nyata. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda maka dilakukan uji Tukey pada data tersebut dengan
α sebesar 0,05, dan didapat hasil seperti pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Uji Tukey
Jenis Perlakuan Perbandingan Nilai
Tiap Rataan Tanda
CD Tukey Obs
Keputusan
P4 dengan P3 0,02
0,35 Tidak berbeda siginifikan
K dengan P3 0,116
Tidak berbeda siginifikan P1 dengan P3
0,12 Tidak berbeda siginifikan
P2 dengan P3 0,36
Berbeda signifikan K dengan P4
0,096 Tidak berbeda siginifikan
P1 dengan P4 0,1
Tidak berbeda siginifikan P2 dengan P4
0,34 Tidak berbeda siginifikan
P1 dengan K 0,004
Tidak berbeda siginifikan P2 dengan K
0,224 Tidak berbeda siginifikan
P2 dengan P1 0,24
Tidak berbeda siginifikan
Setelah dilakukan pengujian oleh Uji Tukey perlakuan yang berbeda terletak pada perlakuan dua P2 dengan perlakuan tiga P3, perbandingan
nilai tiap rataanya 0,36. Dimana nilai tersebut melebih CD Tukey obs sebesar 0,35. Keputusannya ialah berbeda signifikan.
Data kualitatif yang didapatkan dari 20 tester menghasilkan persentase yang dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Persentase Uji Organoleptik
Perlakuan Tekstur
Rasa Kelayakan
P1 95 Empuk
5 Keras 35 Kurang enak
40 Sedang 25 Enak
20 Tidak 40 Ragu
40 Ya P2
95 Empuk 5 Keras
30 Kurang enak 55 Sedang
15 Enak 20 Tidak
60 Ragu 20 Ya
P3 85 Empuk
15 Keras 10 Kurang enak
65 Sedang 25 Enak
40 Ragu 60 Ya
Perlakuan Tekstur
Rasa Kelayakan
P4 100 Empuk
40 Kurang enak 40 Sedang
20 Enak 35 Tidak
30 Ragu 35 Ya
K 90 Empuk
10 Keras 5 Kurang enak
15 Sedang 80 Enak
15 Ragu 85 Ya
Dari data di atas diperoleh suara 95 untuk tekstur empuk, 25 untuk rasa yang enak, dan 40 untuk ya layak jual pada perlakuan 1 P1. Pada
perlakuan 2 P2 sebanyak 95 suara untuk tekstur empuk, 15 untuk rasa yang enak, dan 20 untuk ya layak jual. Pada perlakuan 3 P3 sebanyak 85
suara untuk tekstur empuk, 25 untuk rasa yang enak, dan 60 untuk ya layak jual. Pada perlakuan 4 P4 sebanyak 100 suara untuk tekstur empuk,
20 untuk rasa yang enak, dan 35 untuk ya layak jual. Pada kontrol K sebanyak 90 suara untuk tekstur empuk, 80 untuk rasa yang enak, dan
85 untuk ya layak jual.
B. Pembahasan
Dari data pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kelima perlakuan terbukti berbeda secara signifikan ketebalannya dengan F obs = 2,93. Nilai tersebut
melebihi F crit atau F tab yang mana nilainya 2,87. Kemudian data tersebut dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui letak perbedaanya dengan
menggunakan uji Tukey. Dan bisa dilihat bahwa perbedaan terletak pada perlakuan kedua P2 dengan perlakuan ketiga P3, dimana kadar gula yang
diberikan pada perlakuan kedua sebesar 200 gram sedangkan perlakuan ketiga kadar yang diberikan sebesar 300 gram.
Adapun grafik rata-rata ketebalan dan kadar gula dapat dilihat pada grafik 4.1.
Grafik 4.1 Rata-rata Ketebalan Nata Pada Beberapa Kadar Gula.
Pengaruh kadar gula dalam penelitian ini adalah sebagai penentu ketebalan dari nata. Seperti terlihat dalam tabel 4.1 data hasil pengukuran
terhadap 25 wadahloyang pembiakan A. xylinum mengalami hasil yang tidak sesuai dengan kadar gula yang memiliki konsentrasi yang tinggi akan
membuat nata tebal. Seperti yang telah diketahui gula merupakan sumber karbon dalam pertumbuhan A. xylinum. Apabila kadar gula yang diberikan
0.000 0.200
0.400 0.600
0.800 1.000
1.200 1.400
1.600 1.800
P1 150 g P2 200 g
K 250 g P3 300 g
P4 350 g
Rata-rata Ketebalan cm
Rata-rata cm
konsentrasinya lebih tinggi, atau massa gula yang diberikan semakin banyak, maka A. xylinum akan memproduksi serat selulosa ini semakin banyak dan
saling mengikat serta memadat dan akan mengalami penebalan. Dan setelah dilakukannya pengujian baik dengan anova dan uji tukey ternyata ada
perbedaan yang signifikan pada perlakuan kadar 200 gram dan perlakuan kadar 300 gram.
Selulosa di bentuk dari glukosa melalui glukosa-6-phospat G6P, glukosa-1-phospat G1P, dan uridin-5’-diphospat glukosa Masaoka and
Sakota, 1993. Mekanisme pembentukan selulosa pada tumbuhan berbeda dengan dengan mekanisme pembentukan selulosa mengunakan
mikroorganisme. Pada tumbuhan, prekursor sintesis selulosa berupa GDP-D- Glukosa, sedangkan Acetobacter xylinum mensintesis selulosa dari UDP-D-
Glukosa. Tipe serat-serat selulosa dapat digambarkan sebagai sebuah pita
dimana benang-benang yang membujur adalah rantai-rantai polimer yang panjang dan hanya terdiri dari D-Glukosa. Pada masing-masing rantai,
monomer-monomer gula berikatan seragam denagn ikatan β-1,4-glukosidik.
Laju produksi selulosa oleh Acetobacter xylinum sebanding dengan laju pertumbuhan sel dan tidak tergantung pada sumber karbon. Terdapat 4
langkah reaksi enzimatis di dalam pembentukan selulosa oleh Acetobacter xylinum
yang menunjukkan lintasan yang lengkap dari glukosa menjadi selulosa, yaitu: 1 posporilasi glukosa oleh glukokinase, 2 isomerisasi
glukosa-6-posfat G6P menjadi glukosa-1-posfat G1P oleh pospoglukomutase, 3 sintesis UDP-glukosa dan UDPG-piroposporilase dan
4 reaksi pembentukan selulosa Park et al., 2009. Semakin tebal nata yang dihasilkan maka tekstur yang didapat akan
semakin keras. Tekstur keras ini diartikan ada kekenyalan, sehingga tidak dapat dipotong lebih kecil oleh pencernaan mekanik di dalam mulut. Dari
kelima kelompok uji yang paling tebal adalah perlakuan kedua dengan kadar gula 200 gr yang mana rata-ratanya 1,668 cm, dan yang paling tipis adalah
perlakuan ketiga dengan kadar gula 300 gr yang mana rata-ratanya 1,308 cm. Berdasarkan uji organoleptik yang diterapkan SNI menyatakan bahwa nata
yang baik dikonsumsi adalah yang memiliki tekstur yang empuk, berwarna putih, dan tidak asam.
Uji organoleptik yang dilakukan meliputi tekstur, rasa dan kelayakan jual. Uji organoleptik ini dilakukan kepada 20 responden yang terdiri dari 15
mahasiswi dan 5 mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma. Setelah dipersentasekan dapat dilihat pada tabel 4.4 hasil persentase uji
organoleptik tersebut. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan kontrol merupakan hasil yang paling baik dengan tekstur empuk sebanyak 90, rasa
yang enak 80, dan layak jual sebanyak 85. Disamping kontrol diantara 4 kelompok sampel yang diujikan, hasil yang baik terletak pada perlakuan
ketiga P3 dengan tekstur empuk sebanyak 85, rasa yang enak 25, dan layak jual 60.
Kehigienisan dan ketelitian dalam pembuatan nata sangat diperlukan. Dari perbanyakan stater sampai dengan pemanenan nata menghasilkan produk
nata yang 100 tidak terkontaminasi oleh mikroba yang lain. Untuk mendapatkan warna yang baik pada nata menggunakan gula yang sangat
putih.
C. Keterbatasan Penelitian Adapun keterbatasan penelitian yang dialami selama penelitian adalah:
1. Tidak serentaknya dalam proses pendidihan substrat dikarenakan kurangnya peralatan.
2. Tidak samanya waktu pendinginan dikarenakan kesalahan peneliti yang tidak memperhitungkan hal tersebut sebagai variabel pengganggu.
3. Untuk kelayakan jual perlu diadakan survey bisnis yang lebih mendalam sehingga proses jual beli bisa dilakukan.
D. Rancangan Penerapan Hasil Penelitian dalam Pembelajaran
Rancangan penerapan hasil penelitian dalam pembelajaran digunakan untuk mengadakan praktikum pada Materi Bioteknologi subbab Bioteknologi
Konvensional kelas XII SMA. Hal ini merupakan pengembangan dari
Kompetensi Dasar :