Pengertian Sanksi Organisasi Ali Mauludin, Lilis Nurlina, Syahirul Alim

sebagai perusahaan, akan tetapi dengan ukuran efisiensi dalam rangka peningkatan kesejahteraan anggota Balitbang Koperasi, 1986. Berkaitan dengan itu, maka dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota, koperasi dapat menerapkan sanksi organisasi yang penjelasannya dapat dilihat pada uraian selanjutnya.

2.2 Pengertian Sanksi Organisasi

Menurut James Drever 1988, sanksi adalah dasar-dasar tindakan seseorang individu; yang secara sosial merupakan alat yang dipakai untuk memaksa seseorang individu melakukan tindakan sesuai dengan standar-standar sosial. A. Budihardjo 1991 memberikan pengertian sanksi sebagai suatu tanggapan positif atau negatif dari anggota kelompok sosial terhadap aktifitas atau perilaku pada bagian satu atau lebih dari anggotanya. Pengertian tersebut dipertegas oleh Amin Widjaja Tunggal 1997 dan Combie, dkk. 1984, bahwa sanksi positif reward dan sanksi negatif punishment digunakan oleh kelompok untuk mendorong orang-orang agar menyesuaikan diri dengan normanya, yang masing-masing untuk perilaku yang menguntungkan yang sesuai dengan norma sosial dan untuk mengendalikan perilaku yang menyimpang. Combie, dkk. 1984 lebih menjelaskan lagi, bahwa pelaksanaan sanksi bukan hanya sebagai petunjuk pada penyesuaian tetang nilai tetapi pada pengendalian sosial. Pendapat Combie, dkk. 1984 sejalan dengan Roucek 1987, yang menyatakan bahwa sanksi sebagai alat pengendalian sosial yang dapat memberi petunjuk kepada seseorang apabila seseorang yang bertindak secara pribadi hampir- hampir tidak berdaya dalam menghadapi masalah sosial. Artinya, bahwa dengan sanksi seseorang akan selalu mengendalikan perilakunya sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan selain itu, seseorang akan terstimulus dengan adanya pemberian sanksi berupa sanksi positif reward dan sanksi negatif punishment.

2.2.1 Reward

Reward diartikan Kartini Kartono 1994, sebagai sarana obyektif yang mampu memberikan kepuasan terhadap kebutuhan, dorongan atau keinginan seseorang. Reward sebagai sanksi positif adalah hal-hal yang baik yang menyenangkan yang diterima oleh seorang individu, atau terjadi pada dirinya sebagai akibat dari kerjanya Susan, 2002. Reward menurut Sawoto 1981 merupakan intensif materiil yang berbentuk uang yang dapat dibayarkan sebagai balas jasa atas hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan; diberikan secara selektif dan khusus kepada pekerja yang berhak menerimanya. Sedangkan menurut Amin Widjaja Tunggal 1997, reward merupakan seluruh bagian organisasi yang terlibat dalam alokasi kompensasi dan manfaat kepada seorang individu sebagai pertukaran untuk kontribusi mereka terhadap organisasi. Miftah Thoha 1998, mengungkapkan bahwa pelaksanaan pemberian dan administrasi dari reward dapat dinamakan penguatan positif yang bertujuan untuk mempertahankan atau memperkuat suatu respons. Pengertian tersebut sejalan dengan Najati 2000 yang menyatakan bahwa reward memiliki posisi penting untuk memotivasi seseorang dalam melakukan respons yang positif, selain itu, bisa membentuk etos kerja yang tinggi pada kesempatan yang lain dan membuat dia senantiasa mengoreksi prokduktifitas kerjanya. Dengan demikian, reward yang diberikan secara langsung bisa memunculkan efek positif dalam menggugah seseorang untuk melakukan perilaku yang lebih baik dari sebelumnya. Namun sebaliknya, apabila reward tidak diberikan secara langsung, maka pengaruhnya untuk menggugah seseorang untuk melakukan perilaku yang lebih baik semakin melemah. Akan tetapi tidak selamanya demikian, reward yang diberikan beberapa waktu kemudian juga tetap saja berkesan dalam diri penerimanya, sehingga tetap dapat merangsang seseorang agar tetap berperilaku lebih baik. Menurut Steers dan Porter 1987, reward terdiri dari dua jenis, yaitu yang pertama intrinsic reward dalah bahwa individu mempersiapkan dirinya seperti perasaan untuk memperoleh prestasi sebagai hasil dari melakukan beberapa pekerjaan dan yang kedua extrinsic reward adalah reward yang diberikan kepada seorang individu dari orang lain. Menurut Soetisna 2000, extrinsic reward dapat memiliki pengaruh kuat dan cepat, akan tetapi tidak berlangsung lama. Sebaliknya, intrinsic reward, yang sangat memperdulikan mutu kerja akan memiliki pengaruh yang lama dan mendalam karena ia berasal dari dalam diri setiap individu dan tidak dipaksakan dari pihak luar.

2.2.2 Punishment Punishment atau sanksi negatif cenderung memperlemah tanggapan yang

segera mengikutinya, yaitu punishment dapat mencegah berulangnya perilaku. Punishment merupakan stimulus yang akan ditolak orang-orang apabila ada pilihan antara punishment dengan tidak ada stimulus sama sekali Solomon, 1964. Artinya bahwa, seseorang akan menolak diberikannya punishment, karena tidak ada rangsangan lain seperti reward, sehingga orang akan cenderung mengulang perilaku buruknya pada waktu berikutnya. t Punishment menurut Amin Widjaja Tunggal 1997, adalah suatu konsekuensi yang tidak menyenangkan bagi tanggapan perilaku tertentu atau pengadaan konsekuensi yang tidak menyenangkan atas perilaku tertentu karena melakukan perbuatan tertentu. Sedangkan menurut Widiyanti dan Anorogo 1993 punishment merupakan intensif negatif sifatnya, jika intersif positif reward sifatnya mendorong seseorang untuk menempuh arah yang diinginkan, maka intensif negatif punishment diharapkan dapat mencegah seseorang menempuh jalan sesat. Menurut Kazdin 1975 dalam Gibson, dkk 1994 punishment adalah pemberian suatu kejadian tindakan yang tidak disukai atau penghapusan suatu kejadian yang positif setelah adanya tanggapan yang mengurangi frekuensi tanggapan sebelumnya. Thorndike 1983 dalam Gibson, dkk 1994 menyatakan bahwa punishment memaksakan dampaknya atas perilaku dengan melemahkan hubungan antara stimulus dan tanggapan respons serta punishment akan mengurangi kecenderungan untuk mengulangi perilaku berikutnya, yaitu perilaku yang tidak diinginkan organisasi. Punishment menurut Arvey dan Ivancevich dalam Steers dan Porter 1987, dalam suatu organisasi harus diterapkan secara layak dan lebih efektif dengan memperhatikan masalah penentuan waktu timing, intensitas intensity, penjadwalan scheduling, kejelasan alasan clarifying the reason, dan tidak bersifat pribadi impersonal. Dengan demikian, untuk mengefektifkan pelaksanaan punishment, maka diperlukan suatu penyampaian yang efektif tentunya dengan komunikasi yang efektif juga. Tidak hanya punishment, pelaksanaan reward juga harus dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat tersebut diatas. Keberhasilan pelaksanaan reward dan punishment tergantung kepada cara-cara penyampaiannya, yaitu melalui komunikasi. Sejalan dengan Roucek 1987 yang menyatakan bahwa komunikasi merupakan salah stu cara untuk dapat merubah suatu keadaan, karena komunikasi merupakan transmisi stimulasi yang dapat memahami keadaan seseorang dan memberikan tekik atau pengalaman yang sama serta dapat mengembangkan pemahaman. Dengan demikian, pelaksanaan sanksi reward dan punishment sebagai stimulus dapat berhasil, jika cara penayampaian kepada anggota dilakukan dengan baik, sehingga mendapat respons setelah melalui proses persepsi kognisi, motivasi afeksi yang merupakan pengejawatahan dari pemahaman, dan akhirnya akan memberikan perubahan perilaku respons yang diharapkan, yaitu perilaku produktif psikhomotorik.

2.3 Pengertian Pemahaman