Hubungan Antara Pemahaman Terhadap Kriteria Sanksi Organisasi Dengan Perilaku Produktif Peternak Sapi Perah Di Koperasi Unit Desa Mandiri Kecamatan Bayombong Kabupaten Garut.

(1)

LAPORAN PENELITIAN

PENELITIAN PENELITI MUDA (LITMUD) UNPAD

HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN TERHADAP

KRITERIA SANKSI ORGANISASI DENGAN PERILAKU

PRODUKTIF PETERNAK SAPI PERAH

DI KOPERASI UNIT DESA MANDIRI

KECAMATAN BAYOMBONG KABUPATEN GARUT

(Kasus pada Koperasi Persusuan)

Oleh :

Ketua : Mochamad Ali Mauludin, S.Pt

Anggota I : Ir. Lils Nurlina, M.Si

Anggota II : Syahirul Alim, S.Pt

Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Padjadjaran

Tahun Anggaran 2007

Berdasarkan SPK No. 265/ J06.14/LP/PL/2007

Tanggal 3 April 2007

LEMBAGA PENELITIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN


(2)

(3)

HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN TERHADAP KRITERIA SANKSI ORGANISASI DENGAN PERILAKU PRODUKTIF

PETERNAK SAPI PERAH DI KOPERASI UNIT DESA MANDIRI

KECAMATAN BAYOMBONG KABUPATEN GARUT

(Kasus pada Koperasi Persusuan)

(M. Ali Mauludin, Lilis Nurlina, Syahirul Alim)

ABSTRAK

Penelitian ini telah dilaksanakan di Koperasi Unit Desa Mandiri Bayombong, Kecamatan Bayombong, Kabupaten Garut. Tujuan penelitian ini adalah untuk megetahui pemahaman peternak terhadap kriteria sanksi organisasi, perilaku produktif peternak, dan hubungan antara pemahaman terhadap kriteria sanksi organisasi dengan perilaku produktif peternak sapi perah.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metoda survai. Sampel (responden) dipilih secara bertingkat terhadap sapi perah anggota KUD mandiri bayombong, sebanyak 30 orang. Hasil penelitian menunjukan, bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pemahaman terhadap kriteria sanksi termasuk kategori cukup paham ( persen). Kategori cukup ideal ( persen). Berdasarkan analisis statistika korelasi rank spearman diketahui bahwa antara pemahaman terhadap kriteria sanksi organisasi dengan perilaku produktif peternak sapi perah, menunjukan adanya hubungan (rs = )


(4)

ABSTRACT

THE RELATIONSHHIP UNDERSTANDING OF ORGANIZATIONAL SANCION CRITERIA WITH PRODUKTIVE BEHAVIOR OF DAIRY

CATTLE FARMER ( The case in milk cooperative)

(M. Ali Mauludin, Lilis Nurlina, Syahirul Alim)

The research was conducted at cooperative (KUD Bayombong), subdistrict Bayombong, Garut district. This research was aimed to know the relationship understanding of organizational sancion criteria with produktif behavior of dairy cattle farmer.

This research used the survay method 30 respondents were selected based on stratified random sampling. The result of the research showed that most of respondents have understanding of organizational sancion criteria is included category enough understand ( percent). Produktive behavior category is included ideal category enough ( percent). Pursuan to correlation statistic analysis of Rank Spearman known that there are the relationship (rs = )


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat dan karunianya sehingga laporan hasil penelitian ini dapat diselesaikan dengan judul “Hubungan Antara Pemahaman Terhadap Kriteria Sanksi Organisasi dengan Perilaku Produktif Peternak Sapi Perah di Koperasi Unit Desa Mandiri Kecamatan Bayombong Kabupaten Garut“.

Pada penyususunan laporan ini tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang dihadapi namun dengan izin Allah SWT pula. Kami dapat menyelesaikan laporan ini karena dengan dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih kepada:

1. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. 2. Dekan Fakultas Peternakan

3. Instansi Terkait

4. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya laporan penelitian ini. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam membuat laopran ini namun segala kemampuan hanya milikNya, karenanya penulis mohon ampun atas semua kekhilafan dan kelalaian. Akhirnya penulis berharap laporan ini bermanfaat dari berbagai pihak yang memerlukan.

Bandung, 14 November 2007 Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Ilustrasi ... vi

Daftar Lampiran ……….. vii I PENDAHULUAN ………...

1.1. Latar Belakang ………. 1.2. Perumusan Masalah ………. II TINJAUAN PUSTAKA ……….

2.1. Pengertian Koperasi………. 2.2. ………

III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ………. 3.1. Tujuan Penelitian ……… 3.2. Manfaat Penelitian ……….. IV METODE PENELITIAN ……….. 4.1. Unit Analisis ………... 4.2. Penentuan Informan ……… 4.3. Teknik dan Pengumpulan Data ………... 4.4. Pola Sosial (Variabel Penelitian) ……… 4.5. Teknik Analisis Data ……….. V HASIL PEMBAHASAN ……….. 5.1. Keadaan Umum daerah Penelitian ……… 5.1.1. Keadaan Fisik ……….


(7)

5.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi ……… 5.1.3. Keadaan Koperasi ……….. 5.2. Partisipasi Anggota ………... 5.3. Pola Kehidupan Kelembagaan Koperasi ………... 5.4. Perkembangan Kedinamisan Lembaga Koperasi ……….. VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ………. 6.1. Kesimpulan ……… 6.2. Saran ………. DAFTAR PUSTAKA ……….. LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman


(10)

I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Krisis moneter yang dialami bangsa Indonesia memberikan dampak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk sendi-sendi kehidupan sektor ekonomi. Salah satu program pemerintah dalam menanggulangi dampak krisis ekonomi dan kebijakan ekonomi dimasa yang akan datang yaitu ditekankan kepada pemberdayaan ekonomi rakyat. Program ini bertujuan untuk mengoptimalkan kekuatan serta potensi ekonomi yang ada dimasyarakat.

Dalam orde reformasi, pembangunan ekonomi tidak bisa mengandalkan pada strategi pertumbuhan semata, karena kebijakan tersebut selain justru makin memperlebar kesenjangan dalam masyarakat, karena tidak membangun lingkungan bisnis yang bersahabat. Oleh karenanya kebijaksanaan pembngaunan ekonomi harus dirubah, yaitu dengan mengembangkan ekonomi kerakyatan.

Salah satu komponen ekonomi kerakyatan yang strategis dalam ikut membangun lingkungan bisnis yang bersahabat tersebut diantaranya adalah koperasi. Kelembagaan Koperasi dirasakan merupakan salah satu sarana yang tepat untuk mendukung program tersebut, oleh karena itu koperasi yang merupakan lembaga ekonomi rakyat yang berwatak sosial harus makin berkembang dan diperkuat dalam rangka menumbuhkan demokrasi ekonomi sebagai salah satu landasan terciptanya masyarkat yang berkeadilan sosial.

Koperasi Unit Desa Mandiri Kecamatan Bayombong Kabupaten Garut bergerak dalam bidang sapi perah (persusuan).mempunyai tujuan untuk memasarkan dan memberikan jaminan pasar pada produksi susu anggota, menyediakan sarana produksi peternakan, menyediakan sarana produksi peternakan, menyediakan kebutuhan anggota dan memberikan dampak positif terhadap perekonomian mayarakat pada umumnya.

Unit usaha produksi, pengolahan, dan pemasaran susu memiliki peranan yang sangat penting. Karena mempunyai tanggung jawab untuk menjaga, memonitor dan mengontrol kualitas susu agar dapat dipertahankan sesuai dengan kualitas susu yang distandarkan. Baik buruknya kualitas susu merupakan indikator dan


(11)

pengetahuan, keterampilan, dan kejujuran peternak dalam mengelola usaha ternaknya.

Perilaku tidak jujur yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dengan cara yang mudah harus segera dicegah. Pencegahan dapat dilakukan melalui penerapan peraturan berupa sanksi. Sanksi ini dapat bersifat positif, yaiti berupa bonus (reward) yang diberikan kepada peternak yang dapat meningkatkan kualitas susunya terutama dari segi fat (lemak) dan SNF (bahan kering tanpa lemak) atau bersifat (Punishment) yang diberikan kepada peternak yang tidak dapat meningkatkan kualitas susunya atau yang terbukti melakukan pelanggaran-pelanggaran, seperti melakukan pemalsuaan susu.

Perilaku produktif peternak sangat diperlukan bagi keberhasilan usaha koperasi maupun usaha peternak pribadi, karena pengetahuan dan keterampilan dari perternak saja tidak cukup untuk memperoleh keberhasilan, namun perlu adanya kesadaran yang mengarah pada perilaku produktif. Perilaku produktif merupakan lagkah nyata dalam melaksanakan usahanya. Berhasil tidaknya usaha ternaknya, akan bergantung pada perilaku peternak. Keberhasilan usaha peternak merupakan keberhasilan koperasi juga. Dengan demikian, perilaku produktif peternak sangat diperlukan demi tercapainya tujuan baik tujuan pribadi peternak maupun koperasi.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :

1. Sampai sejauh mana pemahaman peternak terhadap kriteria sanksi organisasi

2. Sampai sejauh mana Perilaku produktif peternak sapi perah anggota KUD Mandiri Kec. Bayombong Kab. Garut

3. Bagaimana hubungan antara pemahaman terhadap kriteria sanksi organisasi dengan perilaku produktif peternak sapi perah anggota KUD Mandiri Kec. Bayombong Kab. Garut


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Koperasi

Menurut undang-undang Nomor 25 tahun 1992, dirumuskan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hokum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Sedangkan menurut A. Chaniago (1984), Koperasi adalah suatu perkumpuan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.

Dacttcher sebagaimana yang dikutip oleh Imam Sudirman (1996) dalam Muhardi (1997) memberikan pengertian bahwa, koperasi adalah organisasi yang terdiri dari kelompok orang yang berusaha bersama-sama didalam bekerja terdapat pembagian tugas individu maupun kelompok yang saling memotivasi. Menurut Yuyun Wirasasmita (1995) yang dikutup oleh Muhardi (1997), makna koperasi dari segi keberadaan dan operasionalny mengandung hakekat sebagai berikut :

1. Adanya kelompok orang-orang yang mengelola perusahaan atau rumah tangga yang dipersatukan oleh paling sedikit satu atau beberapa kesamaan kebutuhan. 2. Kelompok itu mempunyai kesadaran bahwa pemecahan masalah yang

dihadapi masing-masing dapat dipecahkan dan dipenuhi dengan baik melalui tindakan bersama.

3. Bahwa untuk memenuhi kebutuhan itu harus ada perusahaan/ unit usaha yang didirikan secara permanen.

4. Bahwa hubungan antara koperasi dengan anggota bersifat promosional, yaitu memajukan kesejahteraan aggota.

Melihat definisi tersebut, maka koperasi bukan merupakan perkumpulan modal, akan tetapi persekutuan sosial, sukarela untuk menjadi anggota, netral terhadap aliran dan agama dan tujuannya mempertinggi kesejahteraan jasmaniah anggota-anggotanya dengan kerja sama secara kekeluargaan. Dengan demikian, maka ukuran keberhasilan koperasi tidak semata-mata dengan ukuran efisiensi koperasi


(13)

sebagai perusahaan, akan tetapi dengan ukuran efisiensi dalam rangka peningkatan kesejahteraan anggota (Balitbang Koperasi, 1986). Berkaitan dengan itu, maka dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota, koperasi dapat menerapkan sanksi organisasi yang penjelasannya dapat dilihat pada uraian selanjutnya.

2.2 Pengertian Sanksi Organisasi

Menurut James Drever (1988), sanksi adalah dasar-dasar tindakan seseorang individu; yang secara sosial merupakan alat yang dipakai untuk memaksa seseorang individu melakukan tindakan sesuai dengan standar-standar sosial. A. Budihardjo (1991) memberikan pengertian sanksi sebagai suatu tanggapan positif atau negatif dari anggota kelompok sosial terhadap aktifitas atau perilaku pada bagian satu atau lebih dari anggotanya. Pengertian tersebut dipertegas oleh Amin Widjaja Tunggal (1997) dan Combie, dkk. (1984), bahwa sanksi positif (reward) dan sanksi negatif (punishment) digunakan oleh kelompok untuk mendorong orang-orang agar menyesuaikan diri dengan normanya, yang masing-masing untuk perilaku yang menguntungkan yang sesuai dengan norma sosial dan untuk mengendalikan perilaku yang menyimpang. Combie, dkk. (1984) lebih menjelaskan lagi, bahwa pelaksanaan sanksi bukan hanya sebagai petunjuk pada penyesuaian tetang nilai tetapi pada pengendalian sosial.

Pendapat Combie, dkk. (1984) sejalan dengan Roucek (1987, yang menyatakan bahwa sanksi sebagai alat pengendalian sosial yang dapat memberi petunjuk kepada seseorang apabila seseorang yang bertindak secara pribadi hampir-hampir tidak berdaya dalam menghadapi masalah sosial. Artinya, bahwa dengan sanksi seseorang akan selalu mengendalikan perilakunya sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan selain itu, seseorang akan terstimulus dengan adanya pemberian sanksi berupa sanksi positif (reward) dan sanksi negatif (punishment).

2.2.1 Reward

Reward diartikan Kartini Kartono (1994), sebagai sarana obyektif yang mampu memberikan kepuasan terhadap kebutuhan, dorongan atau keinginan seseorang. Reward sebagai sanksi positif adalah hal-hal yang baik yang menyenangkan yang diterima oleh seorang individu, atau terjadi pada dirinya sebagai akibat dari kerjanya (Susan, 2002). Reward menurut Sawoto (1981) merupakan


(14)

intensif materiil yang berbentuk uang yang dapat dibayarkan sebagai balas jasa atas hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan; diberikan secara selektif dan khusus kepada pekerja yang berhak menerimanya. Sedangkan menurut Amin Widjaja Tunggal (1997), reward merupakan seluruh bagian organisasi yang terlibat dalam alokasi kompensasi dan manfaat kepada seorang individu sebagai pertukaran untuk kontribusi mereka terhadap organisasi. Miftah Thoha (1998), mengungkapkan bahwa pelaksanaan pemberian dan administrasi dari reward dapat dinamakan penguatan positif yang bertujuan untuk mempertahankan atau memperkuat suatu respons.

Pengertian tersebut sejalan dengan Najati (2000) yang menyatakan bahwa

reward memiliki posisi penting untuk memotivasi seseorang dalam melakukan respons yang positif, selain itu, bisa membentuk etos kerja yang tinggi pada kesempatan yang lain dan membuat dia senantiasa mengoreksi prokduktifitas kerjanya. Dengan demikian, reward yang diberikan secara langsung bisa memunculkan efek positif dalam menggugah seseorang untuk melakukan perilaku yang lebih baik dari sebelumnya. Namun sebaliknya, apabila reward tidak diberikan secara langsung, maka pengaruhnya untuk menggugah seseorang untuk melakukan perilaku yang lebih baik semakin melemah. Akan tetapi tidak selamanya demikian,

reward yang diberikan beberapa waktu kemudian juga tetap saja berkesan dalam diri penerimanya, sehingga tetap dapat merangsang seseorang agar tetap berperilaku lebih baik.

Menurut Steers dan Porter (1987), reward terdiri dari dua jenis, yaitu yang pertama intrinsic reward dalah bahwa individu mempersiapkan dirinya (seperti perasaan untuk memperoleh prestasi) sebagai hasil dari melakukan beberapa pekerjaan dan yang kedua extrinsic reward adalah reward yang diberikan kepada seorang individu dari orang lain. Menurut Soetisna (2000), extrinsic reward dapat memiliki pengaruh kuat dan cepat, akan tetapi tidak berlangsung lama. Sebaliknya,

intrinsic reward, yang sangat memperdulikan mutu kerja akan memiliki pengaruh yang lama dan mendalam karena ia berasal dari dalam diri setiap individu dan tidak dipaksakan dari pihak luar.

2.2.2 Punishment

Punishment atau sanksi negatif cenderung memperlemah tanggapan yang segera mengikutinya, yaitu punishment dapat mencegah berulangnya perilaku.


(15)

Punishment merupakan stimulus yang akan ditolak orang-orang apabila ada pilihan antara punishment dengan tidak ada stimulus sama sekali (Solomon, 1964). Artinya bahwa, seseorang akan menolak diberikannya punishment, karena tidak ada rangsangan lain seperti reward, sehingga orang akan cenderung mengulang perilaku buruknya pada waktu berikutnya. t Punishment menurut Amin Widjaja Tunggal (1997), adalah suatu konsekuensi yang tidak menyenangkan bagi tanggapan perilaku tertentu atau pengadaan konsekuensi yang tidak menyenangkan atas perilaku tertentu karena melakukan perbuatan tertentu. Sedangkan menurut Widiyanti dan Anorogo (1993) punishment merupakan intensif negatif sifatnya, jika intersif positif (reward) sifatnya mendorong seseorang untuk menempuh arah yang diinginkan, maka intensif negatif (punishment) diharapkan dapat mencegah seseorang menempuh jalan sesat.

Menurut Kazdin (1975) dalam Gibson, dkk (1994) punishment adalah pemberian suatu kejadian (tindakan) yang tidak disukai atau penghapusan suatu kejadian yang positif setelah adanya tanggapan yang mengurangi frekuensi tanggapan sebelumnya. Thorndike (1983) dalam Gibson, dkk (1994) menyatakan bahwa

punishment memaksakan dampaknya atas perilaku dengan melemahkan hubungan antara stimulus dan tanggapan (respons) serta punishment akan mengurangi kecenderungan untuk mengulangi perilaku berikutnya, yaitu perilaku yang tidak diinginkan organisasi.

Punishment menurut Arvey dan Ivancevich dalam Steers dan Porter (1987), dalam suatu organisasi harus diterapkan secara layak dan lebih efektif dengan memperhatikan masalah penentuan waktu (timing), intensitas (intensity), penjadwalan (scheduling), kejelasan alasan (clarifying the reason), dan tidak bersifat pribadi (impersonal). Dengan demikian, untuk mengefektifkan pelaksanaan punishment, maka diperlukan suatu penyampaian yang efektif tentunya dengan komunikasi yang efektif juga.

Tidak hanya punishment, pelaksanaan reward juga harus dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat tersebut diatas. Keberhasilan pelaksanaan reward dan

punishment tergantung kepada cara-cara penyampaiannya, yaitu melalui komunikasi. Sejalan dengan Roucek (1987) yang menyatakan bahwa komunikasi merupakan salah stu cara untuk dapat merubah suatu keadaan, karena komunikasi merupakan transmisi stimulasi yang dapat memahami keadaan seseorang dan memberikan tekik atau


(16)

pengalaman yang sama serta dapat mengembangkan pemahaman. Dengan demikian, pelaksanaan sanksi (reward dan punishment) sebagai stimulus dapat berhasil, jika cara penayampaian kepada anggota dilakukan dengan baik, sehingga mendapat respons setelah melalui proses persepsi (kognisi), motivasi (afeksi) yang merupakan pengejawatahan dari pemahaman, dan akhirnya akan memberikan perubahan perilaku (respons) yang diharapkan, yaitu perilaku produktif (psikhomotorik).

2.3 Pengertian Pemahaman

Pengertian pemahaman menurut psikologi umum yang disitir Evana (1997) merupakan suatu proses pengertian logis dengan aktifitas fikir dalam menerima informasi yang dilakukan secara sadar, sengaja dan teliti melalui indera, setelah terjadi pengubahan informasi menjadi simbol informasi atau gelombang listrik dalam otak selanjutnya simbol tersebut akan disimpan di dalam memori (sistem pengolahan informasi dalam otak) dalam jangka yang panjang atau permanen sewaktu-waktu siap untuk dipanggil kembali. Pemahaman menurut Nana Sudjana (1995), merupakan kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep, dimana diperlukan adanya hubungan atau pertautan antara konsep dengan makna yang terkandung dalam konsep tersebut, pemahaman seseorang terhadap orang lain, situasi atau objek lain atau hasil dari proses pembelajaran (learning proses).

2.3.1 Aspek Kognitif

Aspek kognitif merupakan respon perseptual dan pernyataan mengenai apa yang diyakini. Persepsi menurut Miftah Thoha (1998) pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman sedangkan menurut Siagian (1995) yang diamaksud dengan persepsi adalah berupa apa yang ingin dilihat seseorang belum tentu sama dengan faktor yang sebenarnya. Keinginan seseorang itulah yang menyebabkan mengapa dua orang yang melihat atau mengalami hal yang sama memberikan interpretasi yang berbeda tentang apa yang dilihat atau dialaminya.

Menurut Shaleh dan Whab (2004) persepsi didefinsikan sebagai proses yang menggabungkan dan mengorgansasikan data-data indera kita (penginderaan) untuk


(17)

dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri. Definisi lain menyebutkan bahwa persepsi adalah kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap satu obyek rangsang. Dalam proses pengelompokkan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap satu peristiwa atau obyek.

Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu diri orang yang bersangkutan (sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapannya), sasaran persepsi tersebut mungkn berupa orang, benda atau peristiwa, dan faktor situasi. Sedangkan menurut Ibid dalam Miftah Thoha (1998)nfaktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan persepsi seseorang, yaitu keadaan psikologi, famili, dan kebudayaan.

2.3.2 Aspek Afeksi

Aspek afeksi merupakan respon syaraf simpatetik dan pernyataan afeksi yang dapat menimbulkan motivasi. Najati (1997), mendefinisikan motivasi sebagai kekuatan penggerak yang membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan tingkah laku serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu. Motivasi dapat terjadi melalui proses kognitif maupun proses afeksi (Newcomb, dkk., 1981). Sedangkan menurut Berelson dan Steiner dalam Moekijat (1984), motivasi adalah suatu istilah umum yang dipergunakan untuk keseluruhan golongan dorongan, keinginan, kebutuhan, harapan dan kekuatan-kekuatan yang serupa. Menurut Siagian (1995), motivasi adalah daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya, dalam artian bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan.

Pada proses afektif, seseorang akan menilai bagaimana menyikapi stimulus. Proses afektif dapat memberikan konsekuensi berupa sikap atau perasaan. Sikap atau perasaan antara lain meliputi perasaan senang atau tidak senang, baik atau buruk, benci atau cinta.


(18)

Aspek psikhomotorik merupak respon berupa tindakan dan pernyataan mengenai perilaku. Perilaku merupakan salah satu aspek dari sikap seseorang yang berkaitan dengan proses interaksi sosial antara dirinya dengan sesamanya, sehingga perilaku tersebut cenderung mengarah dan berhubungan dengan individu lainnya. Perilaku menurut Lewin (1951) dalam Saifuddin Azwar (2002), adalah sebagai fungsi dari interaksi antara person atau individu dengan lingkungannya.

Individu membawa ke dalam tatanan organisasi dengan kemampuannya, kepercayaan pribadi pengharapan kebutuhan, dan pengalaman masa lalunya. Ini semuanya adalah karakteristik yang dipunyai individu, dan karakteristik ini akan dibawa olehnya manakala ia akan memasuki sesuatu lingkungan baru, yakni organisasi atau lainnya yang mempunyai karakteristik pula yang diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan-pekerjaan, tugas-tugas, wewenang dan tangggung jawab, sistem reward, sistem pengendalian, dan lain sebagainya. Jikalau karakteristik individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi, maka akan terbentuk perilaku individu dalam organisasi (Miftah Thoha, 1998).

Berkaitan dengan perilaku berorganisasi, Siagian (1993), menyatakan bahwa perilaku dibentuk oleh watak, temperamen, ciri-ciri, pembawaan, keinginan, dan harapan seorang anggota yang arahannya ke dalam organisasi. Perilaku tersebut pada mulanya berorientasi pada diri sendiri, akan tetapi orientasi demikian akan tumbuh dan berkembang secara terkendalian, artinya diarahkan pada orientasi kelompok.

Perilaku adalah sesuatu yang dilakukan seseorang seperti berbicara, berfikir dan sebagainya. Menurut Gibson, dkk. (1994) perilaku itu tidak hanya terdiri dari tindakan-tindakan yang terbuka saja, melainkan juga termasuk faktor internal, seperti berfikir, emosi, persepsi, dan kebutuhan.

Koentrajaningrat (1994), menyatakan bahwa suatu bangsa yang hendak megintensifkan usaha untuk pembangunan harus berusaha agar banyak dari warganya lebih menilai tinggi orientasi ke masa depan, dan bersikap hemat untuk bisa lebih teliti memperhitungkan hidupnya di masa depan, lebih menilai tinggi hasrat eksplorasi untuk mempertinggi kapasitas berinovasi, lebih menilai tinggi orientasi ke arah achievement dari karya, dan akhirnya menilai tinggi mentalitas berusaha agar kemampuan sendiri, percaya kepada diri sendiri, berdisiplin murni dan berani bertanggung jawab sendiri. Menurut Mosher (1966) ada tiga kebiasaan yang sangat


(19)

penting bagi pembangunan pertanian, pertama kebiasaan melakukan pengukuran, kedua selalu bertanya mengapa dan ketiga kebiasaan untuk terus mencari alternatif-alternatif lain.

Beberapa perilaku produktif yang diperlukan agar dapat mencapai keberhasilan adalah (1) perilaku menilai tinggi mutu yang selanjutnya dapat mencegah timbulnya perilaku suka menerabas; (2) perilaku inovatif; (3) percaya pada kemampuan sendiri; (4) disiplin dan tanggung jawab (disarikan dari Koentjaraningrat, 1994).


(20)

III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

(1) Mengetahui tingkat pemahaman peternak terhadap kriteria sanksi organisasi

(2) Mengetahui tingkat Perilaku produktif peternak sapi perah anggota KUD Mandiri Kec. Bayombong Kab. Garut

(3) Ada tidaknya hubungan antara kriteria sanksi organisasi dengan perilaku produktif peternak sapi perah anggota KUD Mandiri Kec. Bayombong Kab. Garut

3.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat :

(1) menjadi suatu bahan pertimbangan bagi pengurus koperasi dalam memutuskan suatu kebijakan khususnya dalam menerapkan sanksi organisasi.

(2) Dari segi praktis memberi masukan bagi instansi-instansi pemerintah yang terkait dengan pengembangan koperasi.

(3) Memberi masukan kepada kelembagaan terkait guna berperan dalam kegiatan pembangunan pertanian/ peternakan


(21)

IV

METODE PENELITIAN 4.1. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survai yang bersifat deskriptif.

4.2. Unit Analisis dan sampel responden

Unit analisis atau objek dari penelitian ini adalah koperasi yang bergerak di bidang persusuan, yang ditentukan secara purposif. Koperasi yang dipilih adalah Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Kecamatan Bayombong Kabupaten Garut. Dipilhnya KUD tersebut, karena lokasi relatif mudah dijangkau, dan perkembangan organisasinya cukup baik.

Penentuan responden dilakukan dengan teknik stratifikasi random sampling

sebanyak 30 orang dari 150 peternak anggota yang aktif. Siegel (1994) berpendapat mengemukakan bahwa uji korelasi rank Spearman, maka jumlah sampel yang diambil boleh 4 sampai 30 atau lebih.

4.3. Operasionalisasi Variabel

Variabel yang ditelaah meliputi pemahaman terhadap kriteria sanksi organisasi dan perilaku produktif.

Variabel pemahaman terhadap kriteria sanksi organisasi dapat diukur berdaskan aspek kognitif dan aspek afektif terhadap kriteria sanksi (reward dan punisment). 1. Apek kognitif terhadap indikator kriteria sanksi

organisasi (reward dan punisment). A. Reward diartikan sebagai sarana obyektif yang mampu memberikan kepuasan terhadap kebutuhan, dorongan atau keinginan seseorang. B. Punishment adalah pemberian suatu kejadian negatif (tindakan) yang tidak disukai atau penghapusan suatu kejadian negatif secara adanya tanggapan yang mengeurangi frekuensi tanggapan sebelumnya.

2. Aspek Afektif terhadap kriteria sanksi Organisasi. Aspek afektif merupakan aspek sikap yang menyatakan setuju, cukup setuju, atau kurang setuju terhadap suatu pernyataan. Yang menjadi indikatir dalam pengukuran aspek afektif adalah responn sikap responden.


(22)

Variabel perilaku produktif dapat diukur dengan :

1. Menilai tinggi mutu/ kulalitas dan tidak suka menerabas

2. Perilaku inovatif (Langkah mendapatkan informasi, Frekuensi mendapatkan informasi, Menerapkan informasi)

3. Percaya kepada kemampuan sendiri diukur pada kemampuan peternak dalam menghadapi masal.

4. Disiplin dan tangung jawab

4.4. Cara Pengukuran dan Model Analisis

Cara pengukuran untuk masing-masing indikator variabel dilakukan dengan skala ordinal. Model analisis yang digunakan untuk mengukr keeratan hubungan variabel adalah analisis korelasi peringkat Spearman, dengan rumus :

Keterangan :

rs = koefisien korelasi peringkat spearman di = perbandingan peringkat

N = banyaknya subjek

Interpretasi derajat hubungan selain diuji oleh taraf signifikansi, juga oleh interpretasi Guilford (1926) yang diikuti oleh Rahmat (1986), yaitu bila :

rs = kurang dari 0,20 : hubungan rendah sekali rs = 0,20 – 0,40 : hubungan rendah tapi pasti rs = 0,40 – 0,70 : hubungan cukup kuat


(23)

rs = 0,70 – 0,90 : hubungan kuat rs = lebih dari 0,90 : hubungan sangat kuat


(24)

V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Keadaaan Umum Daerah Penelitian

5.1.1. Keadaan Fisik

Batas-batas wilayah kerja KUD Mandiri Bayongbong meliputi dua Kecamatan, yaitu kecamatan Bayongbongg dan Cigedug. Bayongbong ini terletak ± 13 km dari kota Garut dengan luas areal 3.445,25 hektar dengan bentuk wilayah berbukit-bukit dan pegunungan. Daerah bayongbong ini terletak pada ketinggian 700 sampai dengan 1200 m dari permukaa laut dengan temperatur rata-rata per harinya 25-30 °C serta dengan curah hujan rata-rata 1.250 mm/hari.

Kecamatan Bayongbong mencakaup 17 desa yaitu; Desa Bayongbong, Ciela, Mulyasari, Panembong, Mekarjaya, Sukarame, Hegarmanah, Simagalih, Salakuray, Banjarsari, Cinisti, Pamalayan, Ciburuy, Cikedokan, Sukasenang, Karyajaya dan Mekarsari. Sedangkan di kecamatan Cigedug mencakup 5 desa terdiri dari : Desa Sindangsari, Cintanagara, Cigedug, Sukahurip dan Barusuda.

Kecamatan Cigedug terletak ± 26 km dari kota garut dengan luas areal 3.455,25 hektar dengan bentuk wilayah berbukit-bukit dan pegunungan. Daerah Cigedug ini terletak pada ketinggian 700 sampai dengan 1200 m dari permukaan laut dengan temperatur rata-rata perharinya 25-30°C serta dengan curah hujan rata-rata 1.250 mm/ hari. Keadaan tanah yang subur, cuaca yang sejuk dan curah hujan yang cukup tinggi merupakan faktor utama yang menunjang keberhasilan daerah Bayongbong dan Cigedug ini disektor pertanian, dimana daerah ini cocok sekali untuk Unit Usaha Peternakan Sapi Perah. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan terhadap jumlah peternak sapi perah, jumlah populasi sapi perah serta produksi susu dari tahun ke tahun.

5.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi

Kecamatan Bayombong merupakan daerah agraris dengan pola tanaman terdiri dari pertanian sawah hujan dan perkebunan palawija. Kondisi ini tampak pula dalam jenis mata pencaharian penduduk yang umumnya bekerja di bidang pertanian dengan komposisi : petani pemilik tanah 2254 Orang (15.5 %), petani penggarap tanah 1237 orang ( 8.5 % ), buruh tani 9335 Orang (64.2 %), pengusaha sedang /


(25)

besar 97 orang (0.67 %), pengrajin / indrustri kecil 895 orang (6.15 %), buruh Indrustri 732 orang (5.03 %) sisanya adalah sebagai buruh diluar tani, PNS/ TNI, pensiunan dan pegawai swasta.

Adapun tataguna lahan di Kecamatan Bayombong digambarkan pada tabel berikut.

No Penggunaan Lahan Luas (ha) Luas (%)

1 Tanah Sawah 11276 73.33

2 Tadah hujan / sawah rendengan 30 0.20

3 Tanah Kering 2004 13.03

4 Pekarangan / bangunan 366 2.38

5 Tegal / Kebun 639 4.16

6 Balong / empang 40 0.26

7 Tanah Hutan 1022 6.65

15377 100

Tabel 1. Tataguna lahan di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Sumber : Monografi Kecamatan Bayombong

Kondisi basis ekologi yang terdiri dari sawah, lahan kering, hutan dan perkebunan mempunyai implikasi terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya, sehingga kehidupan sosial ekonomi masyarakat lebih banyak mengandalkan pada potensi lingkungan alamiahnya. Pola kehidupan sosial masyarakat bercorak kehidupan pedesaan dengan nilai-nilai sosial yang bercorak tradisional agamis dan kehidupan ekonomi yang bercorak ekonomi produksi pertanian. Oleh karena itu salah satu ekonomi yang bercorak yang berkembang disana adalah hasil produksi peternakan sapi perah.

Kegiatan ekonomi pedesaan yang berbasis pada produksi sapi perah ditunjang oleh kelembagaan ekonomi yang memperkuat kegiatan usaha masyarakat peternak dengan KUD yang mengfasilitasi dan mengembangkan usaha ternak sapi perah untuk seluruh Kecamatan wilayah Bayombong. Potensi peternakan di wilayah Bayombong cukup besar, hal tersebut tampak pada populasi dan jenis ternak yang berkembang terdiri dari sapi perah (2752 ekor), domba (7335 ekor), kambing (513 Ekor), kerbau (67 ekor), ayam (3652 ekor), dan itik (7451 ekor) serta ternak lainnya. Khusus untuk peternak sapi perah, kegiatan ekonomi serta kebutuhan hidup terangkat oleh koperasi sapi perah.


(26)

Dinamika ekonomi pedesaan masyarakat Tanjungsari berkembang positif, indikasi nampaknya pada tingkat pendidikan penduduk yang sudah mencapai tingkat SLTA (6.4 %), SLTP (15.3 %) dan SD (78.3 %). Namun masih banyak penduduk yang tidak dapat melanjutkan pendidikan.

5.2. Keadaan Umum KUD Mandiri Bayongbong

1. Nama koperasi : KUD Mandiri Bayongyong

2. Alamat : Jalan Raya Timur Bayongyong Km. 11 3. Badan hokum : No. 5948 A / BH/ KWK-10/ 14

4. SPKM : No. 343/ DK/ KPTS/ A-VIII/ 80/ I 5. SIUP : No. 026/ 026/ E/ PK 10-2/ NAS 6. Tanggal Pendirian : 24 Desember 1973

KUD Mandiri Bayongbong didirikan pada tanggal 24 Desember 1973 dengan modal sendiri sebesar Rp. 38.0000,00 (Profil KUD Mandiri Bayongbong) dimana pada awal pendiriannya terdiri dari 38 orang anggota. Pada tanggal 14 April 1974 memperoleh Badan Hukum No. 5984/ BH/ PAD/ PWK-10/ IV/ 1996. Pada tahun 1974 KUD Bayongbong mendapatkan suntikan dana dari pemerintah sebesar Rp. 500.000,00. Bidang usaha yang dikelola pada saat itu hanya bergerak disektor pangan, baru kemudian pada tahun 1975 unit usaha ditambah meliputi unit pupuk dan Kredit Candak Kulak (KCK). Pada tahun 1977 pihak KUD mengadakan kerja sama dengan Yayasan Budi Harapan untuk mendapatkan Rice Milling Unit (RMU). Pada tahun 1979 diadakan lagi penambahan unit usaha meliputi sektor pangan, pupuk, KCK, simpan pinjam dan RMU.

Pada tahun 1981 Sapi Perah gelombang pertama datang sebanyak 950 ekor untuk dikreditkan kepada anggota. Tahun 1981-1984 hasil produksi susu belum bisa ditampung dan dipasrkan oleh KUD Bayongbong, masing-masing anggota menyetorkan hasil produksinya ke KUD Cikajang. Pada tahun 1989 KUD Bayongbong tercatat sebagai KUD mandiri pertama di Jawa Barat.

Periode 1973 sampai dengan 1984 merupakan kondisi yang masih labil bagi KUD Bayongbong dimana untuk mencari karyawan sangat sulit apalagi yang mau menjadi pengurus, sehingga pengurus mengadakan rapat khusus dengan hasil


(27)

keputusan bahwa masibg-masing pengurus minimal satu anak atau keluarganya masuk menjadi karyawan KUD.

Ditambah lagi dengan banyaknya masalah-masalah yang hampir menghancurkan KUD Bayongbong antar lain adanya kredit macet yang sulit untuk ditagih kembali, sebagian tokoh masyarakat ada yang tidak senang dengan kedatangan sapi untuk anggota KUD Bayongbong (alasannya dulu pemerintah pada tahun 1961 pernah membantu masyarakat dengan mendatangkan sapi perah denagn sistem pulang) serta adanya tantangan dan rongrongan dari pihak ketiga yang tidak senang dengan kemajuan KUD Bayongbong.

Berkat kerjasama dan keyakinan yang kuat dari para pengurus, pengelola, dan anggota, KUD Bayongbong telah mampu menjelmamenjadi KUD yang tangguh, terbukti dengan predikat yang disandangnya dari pemerintah sebagai KUD Terbaik Tingkat Kabupaten-Priangan Jawa Barat dan sebagai KUD Teladan Utama Tingkat Nasional yang kelima kalinya berturut-turut, serta dibalik itu semua yang paling utama adalahmensejahterakan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Secara keorganisasian KUD Mandiri Bayombong terdiri atas pengurus, Badang Pemeriksa, dan Manajer. Pengurus terdiri atas seorang ketua, sekretaris, dan seorang bendahara. Unit usaha yang ada si Kud Mandiri Bayombong terdiri atas : 1. Unit Usaha Sapi Perah

Unit usaha ini merupakan primadona dalam kegiatan koperasi, sehingga memerlukan penanganan yang serius untuk memperoleh hasil yang maksimal. Unit ini memberikan pelayanan kepada peternak anggota KUD antara lain pelayanan kredit sapi perah, penampungan dan pemasaran susu menyalurkan bahan makanan ternak berupa konsentrat, penyediaan sapronak, serta memberikan pelayanan kesehatan ternak dan inseminasi buatan (IB).

2. Unit Usaha Simpan Pinjam

Unit usaha ini bergerak dalam bidang simpan pinjam bagi KUD Mandiri Bayombong Kabupaten Garut.

3. Unit Usaha Pelayanan Listrik

Unit ini adalah salah satu program pemerintah yang bekerjasama dengan PLN, dalam kerjasama ini meliputi kegiatan pencatatan meter, penerimaan pembayaran listrik, pemeliharaan jaringan dan gardu serta mengatasi gangguan kecil.


(28)

4. Unit Usaha Makanan ternak

Unit usaha ini bergerak dalam pemenuhan makanan ternak bagi anggota peternak KUD Mandiri Bayombong, penyaluran makanan ternak kepada anggota berdasarkan permintaan kebutuhan dari masing-masing kelompok. Pembayaran dilakukan secara kredit, dengan memotong langsung dari setoran susu tiap harinya. 5. Unit Usaha Kiostel

Unit usaha ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan anggota dan masyarakat akan komunikasi melalui telepon. Jumlah telepon yang tersedia baru satu itu dipergunakan untuk interlokal.

6. Unit Usaha Waserda

Unit usaha ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan para anggota dan masyarakat lainnya, terutama pangan dan kebutuhan pokok yang lain. Sistem pembelian untuk anggota dapat dilakukan dengan kredit, tapi ini tidak berlaku untukyang bukan anggota.

5.3. Identitas Responden 5.3.1. Umur Respoden

Keadaan umur responden peternak sapi perah anggota KUD Mandiri Bayombong berkisar antara 19 tahun sampai dengan 58 tahun. Keadaan umur responden dapat dilihat pada tabel berikut :

No Golongan Umur Jumlah Responden (tahun) …Orang… …%...

1 19 – 25 2 6.67

2 25 – 40 11 36.67

3 40 – 45 5 16.67

4 46 – 50 9 30.00

5 Lebih dari 50 3 10.00

Jumlah 30 100.00

Tabel 2. Keadaan Umur Responden Peternak Sapi Perah KUD Mandiri Bayombong. Berdasarkan tabel 2. sebagian besar responden berada pada golongan umur 19 -50 tahun, hal ini menunjukan bahwa golongan umur tersebut merupakan golongan umur yang mudah menerima segala imformasi baru yang menunjang keberhasilan usahanya, sehingga diharapkan tingkat kinerja peternak dalam menjalankan usahanya berjalan dengan baik, meskipun demikian, tidak semua golongan umur tersebut dapat dengan mudah menerima informasi, karena golongan umur tersebut dapat


(29)

digolongkan menjadi : golongan pelopor (usia kurang dari 25 tahun) golongan ini yang paling pertama dan berani untuk mencoba inovasi tanpa mempertimbangkan kerugian-kerugiannya, golongan pengeterap dini (usia antara 24 – 40 tahun) golongan ini adalah golongan muda yang masih mempertimbangkan untung rugi dari suatu inovasi, golongan pengeterap awal (usia antara 41 – 45 tahun) golongan ini lebih moderat dalam penerimaan inovasi, sangat hati-hati dan waspada, dan yang terakhir golongan pengeterap akhir (usia antara 46 – 50 tahun) golongan ini merupakan golongan penerima inovasi lambat, bersikap skeptis dan lambat mengadoptir, meskipun mempunyai kemampuan dikutif dari Wiriaatmadja (1978).

5.3.2. Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan responden bervariasi dari Sekolah Dasar (SD) sampai lulusan SLTA, keadaan tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada tabel berikut.

No Tingkat Pendidikan Jumlah Responden …Orang… …%...

1 SD (Tidak Tamat) 0 0.00

2 SD (Tamat) 18 60.00

3 SLTP (Tidak Tamat) 2 6.67

4 SLTP (Tamat) 5 16.67

5 SLTA (Tidak Tamat) 1 3.33

6 SLTA (Tamat) 4 13.33

Jumlah 30 100.00

Tabel 3. Keadaan Tingkat Pendidikan Responden Peternak Sapi Perah KUD Mandiri Bayombong.

Berdasarkan data pada tabel 3 kondisi pendidikan anggota peternak sapi perah tergolong kurang ini terlihat jumlah persentase tertinggi yaitu 60 % pada lulusan SD, keadaan tersebut terjadi karena kondisi sosial budaya masyarakat setempat yang kurang mementingkan masalah pendidikan formal mereka memilih menjadi peternak untuk melanjutkan usaha orang tuanya, sehingga kualitas sumber daya manusianya masih tergolong rendah. Hal tersebut sejalan dengan Siagian (1993), yang menyatakan pendidikan dapat membentuk watak dan kepribadian seseorang yang antara lain dalam hal mengembangkan kemampuan berfikir secara rasional, mengembangkan kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat, menumbuhkan dan menegmbangkan nilai-nilai etika, dan mewujudkan kemampuan untuk mampu ”mandiri”.


(30)

5.3.3. Pengalaman Beternak dan Jumlah Pemilikan Ternak

Pengalaman beternak merupakan faktor penentu berhasilnya usaha, karena dengan pengalaman seseorang akan belajar dari semua peristiwa-peristiwa yang dilaluinya dalam perjalan hidupnya. Pengalaman responden dalam beternak dilihat pada tabel berikut :

No Pengalaman Beternak Jumlah Responden (tahun) …Orang… …%...

1 Kurang dari 10 5 16.67

2 10 sampai dengan 25 19 63.33

3 Lebih dari 25 6 20.00

Jumlah 30 100.00

Tabel 4. Pengalaman Beternak Responden Peternak Sapi Perah KUD Mandiri Bayombong.

Pengalaman dan pendidikan (formal dan non formal) sama-sama memberikan pengaruh dalam pembentukan perilaku peternak. Akan tetapi, pengalaman dan penddikan tidak diijadikan indikasi utama di dalam kebrhasilan usaha ternak walaupun dalam hal tertentu pengalaman menjadi bekal peternak mengatasi kesulitan yang biasa terjadi dalam usaha ternaknya. Pada tabel 4 terlihat sebagian besar rersponden berpengalaman beternak sekitar 10 sampai dengan 25 tahun, namun lamanya usaha ternak tidak berjalan selaras dengan meningkatnya skala usaha. Kendala yang dihadapi oleh responden, yaitu menurunnya kemampuan fisik, kurannya motivasi dalam mengembangkan usahanya, kurang minatnya mengikuti penyuluhan-penyuluhan serta jumlah modal yang tidak memadai untuk mengembankan usaha ternaknya.

Populasi ternak dapat mempengaruhi besarnya penghasilan dan kelangsungan usaha ternak. Rata-rata pemilikan ternak dapat dilihat pada tabel berikut :

No Jumlah Pemilikan Sapi Produktif Jumlah Responden (Ekor) …Orang… …%... 1 1 sampai dengan 3 17 56.67 2 4 sampai dengan 7 9 30.00

3 Lebih dari 7 4 13.33

Jumlah 30 100.00

Berdasarkan tabel 4. jumlah pemilikan sapi produktif sebagian besar 56.67 % responden tergolong skala kecil, yaitu berkisar 1 sampai dengan 3 ekor sapi perah


(31)

produktif. Penggolongan skala usaha tersebut didasarkan pada pendapat Tim Peneliti Fakultas Peternakan Unpad (1983), bahwa skala usaha kecil, apabila jumlah pemilikan ternak 1 – 3 ekor, skala usaha sedang, apabila jumlah pemilikan ternak 4 – 7 ekor, dan skala usaha besar, apabila jumlah pemilikan ternak lebih dari 7 ekor. Sedikit atau banyak jumlah kepemilikan ternak sapi perah akan tidak menguntungkan apabila tidak ditunjang oleh kemampuan peternak baik keahlian dalam menerapkan prinsip-prinsip beternak maupun modal.

5.4. Kriteria Sanksi Organisasi

Kriteria sanksi organisasi yang diterapkan oleh KUD Mandiri berupa sanksi positif (reward) dan sanksi negatif (punishment). Sanksi tersebut diterpakan untuk mengendalikan perilaku produktif anggota koperasi, supaya dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas susu dari sapi yang dipeliharanya sesuai yang distandarkan oleh koperasi, tanpa harus melakukan kecurangan-kecurangan seperti penambahan bahan-bahan lain maupun penggodokan. Reward diberikan kepada anggota yang dapat meningkatkan kualitas susu terutama dari segi fat dan SNF, sedangkan punishment diberikan kepada anggota yang tidak dapat menigkatkan kualitas susu dari yang telah distandarkan berupa pemotongan harga.

Anggota kelompok yang melakukan pelanggaran, seperti melakaukan kecurangan di dalam meningkatkan kulaitas susu, baik melalui penambahan kuantitas susu atau penambahan bahan-bahan lain maupun melalui penggodokan diberikan

punishment berupa teguran, dan jika anggota masih berbuat demikian maka diberikan surat peringatan yang ditoleransi sebanyak 3 kali, jika dalam jangka waktu tersebut masih melakukan pelanggaran-pelanggaran, maka anggota akan dikenakan

punishment yang lebih berat, yaitu dikeluarkan keanggotaan sebagai anggota kelompok Koperasi Unit Desa Mandiri Bayombong.

5.5. Pemahaman Responden terhadap Kriteria Sanksi Organisasi

Pemahaman responden terhadap kriteria sanksi organisasi dinilai berdasarkan 2 (dua) aspek, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Pada aspek kognitif meliputi aspek persepsi mereka terhadap kriteria sanksi organisasi, yaitu persepsi responden terhadap kriteria reward dan punishment, sedangkan pada aspek afektif adalah


(32)

menunjukan rasa setuju, ragu-ragu, dan kurang setuju terhadap kriteria sanksi organisasi. Gambaran pemahaman responden terhadap kriteria sanksi organisasi dapat dilihat pada tabel berikut :

No Kategori Jumlah

…Orang… …%...

1 Paham 7 23.33

2 Cukup Paham 18 60.00

3 Kurang Paham 5 16.67

Jumlah 30 100.00


(33)

NO INDIKATOR KRITERIA PEMAHAMAN

PAHAM CUKUP PAHAM KURANG PAHAM …orang… …orang… …orang… 1 Umur (tahun)

a. kurang dari 25 1 2 2

b. 25 - 40 0 9 3

c. 41 - 45 1 2 0

d. 46 - 50 3 2 0

e. lebih dari 50 2 3 0

Jumlah 7 18 5

2 Tingkat Pendidikan

a. T.T SD 0 0 0

b. SD 2 12 4

c. T.T. SLTP 0 1 1

d. SLTP 2 3 0

e. T.T. SLTA 0 1 0

f. SLTA 3 1 0

Jumlah 7 18 5

3 Pengalaman (tahun)

a. < 10 2 2 1

b. 10 - 25 3 13 3

c. > 25 2 3 1

Jumlah 7 18 5

4 Kepemilikan ternak (ekor)

a. 1 - 3 1 13 3

b. 4 – 6 4 3 2

c. > 6 2 2 0


(34)

VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Tingkat pemahaman responden terhadap criteria sanksi organisasi tergolong cukup paham terdapat persen responden, tergolong cukup paham persen, dan tergolong kurang paham persen.

2. Kategori perilaku produktif yang tergolong ideal terdapat pada persen responden, tergolong cukup ideal persen, dan tergolong kurang ideal persen.

3. Hubungan antara pemahaman terhadap kriteria sanksi organisasi dengan perilaku produktif peternak sapi perah menunjukan hubungan yang cukup signifikan dengan koefisien korelasi yang apabila diinterpretasikan ke dalam aturan guilford (1956) termasuk moderat atau longgar.

6.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan adalah :

Dalam hal penerapan aturan dan sangsi yang masih tergolong rendah, maka koperasi perlu untuk meningkatkan lagi, khusunya penerapan pada sangsi positif maupun negatif, sosialisasi mengenai syarat, mekanisme maupun pelaksanaan sanksi agar lebih diefektifkan, supaya anggota lebih memahami dasar dan pelaksanaan sanksi, dan perlu adanya revitaslisasi kelompok, serta untuk mengetahui lebih mendalam mengenai pelaksanaan sanksi organisasi dan hubungannya, maka diperlukan penelitian lanjutan.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Arnold, 1972, Encyclopedia of Psychology. Holt. Innc. Newyork

Azwar, S. 1997. Sikap Manusia; Teori dan Pengukurannya. Ed. Ke-2 cet. Ke-2. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Bryant dan White, 1987, Manajemen Pembangunan, LP3 ES

Combie, N. A. , Stephend H. and B. S. Turner. 1984. The Penguin Dictionary of Sociology. Penguin Reference Penguin Books. Great Britain by Richard Clay (The Chaucher Press) Ltd. Bujay, Suffolk.

Irawan Soehartono. 2002. Metode Penelitian Sosial. Cet. Ke-5. remaja Rosdakarya. Bandung.

Kartono, K. 1994. Psikologi Sosial Untuk Manajemen Perusahaan dan Indrustri.

Rjagrafindo Persada. Jakarta.

Korten, David, 1984. Pembangunan Yang Memihak Rakyat. LSP Jakarta

Mohamad Hatta, 1954, Kumpulan Karangan. Penerbit Balai Buku Indonesia, Jakarta. Mubyarto, 1984, Strategi Pembangunan Pedesaan LP3 ES

Newcomb, T. M. 1981 Psikologi Sosial, diterjemahkan oleh Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, cetakan kedua. CV. Diponegoro Bandung.

Rahmat Jalaludin 1985, Metode Penelitian Komunikasi, Remadja Karya. Bandung. Siagian, S. P. 1995. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Cet.

Ke-10. haji Masagung. Jakarta.

Siegel, S. 1994. Statistik Non Parametrik untuk ilmu-ilmu Sosial, Cetakan ke-6 Gramedia, Jakarta. 249 – 624.

Thoha, M. 1998. Perilaku Organisasi; Konsep Dasar dan Aplikasinya. Rajagrafindo Persada. Jakarta.


(36)

Arnold, 1972, Encyclopedia of Psychology. Holt. Innc. Newyork

Azis, M. Amin. 1982. Partisipasi Anggota dan Pengembangan Koperasi dalam Sri Edi Swarsono koperasi Didalam Orde Ekonomi Indonesia.Universitas Indonesia. Press. Jakarta.

Bryant dan White, 1987, Manajemen Pembangunan, LP3 ES

Korten, David, 1984. Pembangunan Yang Memihak Rakyat. LSP Jakarta

Mohamad hatta, 1954., Kumpulan Karangan, Penerbit Balai Buku Indonesia, Jakarta Mubyarto, 1984, Strategi Pembangunan Pedesaan LP3 ES

Newcomb, T. M. 1981 Psikologi Sosial, diterjemahkan oleh Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, cetakan kedua. CV. Diponegoro Bandung

Sastropoetro, R.A. Santoso. 1986. Partispasi, Komunikasi Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Alumni. Bandung.

Soewardi H. 1985 Menuju ke arah pola Partisipasi yang Ideal dalam Koperasi dalam ke arah pemahaman bangun koperasi penyunting Djamhari, Balitbang Depkop. Jakarta


(1)

produktif. Penggolongan skala usaha tersebut didasarkan pada pendapat Tim Peneliti Fakultas Peternakan Unpad (1983), bahwa skala usaha kecil, apabila jumlah pemilikan ternak 1 – 3 ekor, skala usaha sedang, apabila jumlah pemilikan ternak 4 – 7 ekor, dan skala usaha besar, apabila jumlah pemilikan ternak lebih dari 7 ekor. Sedikit atau banyak jumlah kepemilikan ternak sapi perah akan tidak menguntungkan apabila tidak ditunjang oleh kemampuan peternak baik keahlian dalam menerapkan prinsip-prinsip beternak maupun modal.

5.4. Kriteria Sanksi Organisasi

Kriteria sanksi organisasi yang diterapkan oleh KUD Mandiri berupa sanksi positif (reward) dan sanksi negatif (punishment). Sanksi tersebut diterpakan untuk mengendalikan perilaku produktif anggota koperasi, supaya dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas susu dari sapi yang dipeliharanya sesuai yang distandarkan oleh koperasi, tanpa harus melakukan kecurangan-kecurangan seperti penambahan bahan-bahan lain maupun penggodokan. Reward diberikan kepada anggota yang dapat meningkatkan kualitas susu terutama dari segi fat dan SNF, sedangkan punishment diberikan kepada anggota yang tidak dapat menigkatkan kualitas susu dari yang telah distandarkan berupa pemotongan harga.

Anggota kelompok yang melakukan pelanggaran, seperti melakaukan kecurangan di dalam meningkatkan kulaitas susu, baik melalui penambahan kuantitas susu atau penambahan bahan-bahan lain maupun melalui penggodokan diberikan punishment berupa teguran, dan jika anggota masih berbuat demikian maka diberikan surat peringatan yang ditoleransi sebanyak 3 kali, jika dalam jangka waktu tersebut masih melakukan pelanggaran-pelanggaran, maka anggota akan dikenakan punishment yang lebih berat, yaitu dikeluarkan keanggotaan sebagai anggota kelompok Koperasi Unit Desa Mandiri Bayombong.

5.5. Pemahaman Responden terhadap Kriteria Sanksi Organisasi

Pemahaman responden terhadap kriteria sanksi organisasi dinilai berdasarkan 2 (dua) aspek, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Pada aspek kognitif meliputi aspek persepsi mereka terhadap kriteria sanksi organisasi, yaitu persepsi responden terhadap kriteria reward dan punishment, sedangkan pada aspek afektif adalah


(2)

menunjukan rasa setuju, ragu-ragu, dan kurang setuju terhadap kriteria sanksi organisasi. Gambaran pemahaman responden terhadap kriteria sanksi organisasi dapat dilihat pada tabel berikut :

No Kategori Jumlah

…Orang… …%...

1 Paham 7 23.33

2 Cukup Paham 18 60.00

3 Kurang Paham 5 16.67

Jumlah 30 100.00


(3)

NO INDIKATOR KRITERIA PEMAHAMAN

PAHAM CUKUP PAHAM KURANG PAHAM

…orang… …orang… …orang…

1 Umur (tahun)

a. kurang dari 25 1 2 2

b. 25 - 40 0 9 3

c. 41 - 45 1 2 0

d. 46 - 50 3 2 0

e. lebih dari 50 2 3 0

Jumlah 7 18 5

2 Tingkat Pendidikan

a. T.T SD 0 0 0

b. SD 2 12 4

c. T.T. SLTP 0 1 1

d. SLTP 2 3 0

e. T.T. SLTA 0 1 0

f. SLTA 3 1 0

Jumlah 7 18 5

3 Pengalaman (tahun)

a. < 10 2 2 1

b. 10 - 25 3 13 3

c. > 25 2 3 1

Jumlah 7 18 5

4 Kepemilikan ternak (ekor)

a. 1 - 3 1 13 3

b. 4 – 6 4 3 2

c. > 6 2 2 0


(4)

VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Tingkat pemahaman responden terhadap criteria sanksi organisasi tergolong cukup paham terdapat persen responden, tergolong cukup paham persen, dan tergolong kurang paham persen.

2. Kategori perilaku produktif yang tergolong ideal terdapat pada persen responden, tergolong cukup ideal persen, dan tergolong kurang ideal persen.

3. Hubungan antara pemahaman terhadap kriteria sanksi organisasi dengan perilaku produktif peternak sapi perah menunjukan hubungan yang cukup signifikan dengan koefisien korelasi yang apabila diinterpretasikan ke dalam aturan guilford (1956) termasuk moderat atau longgar.

6.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan adalah :

Dalam hal penerapan aturan dan sangsi yang masih tergolong rendah, maka koperasi perlu untuk meningkatkan lagi, khusunya penerapan pada sangsi positif maupun negatif, sosialisasi mengenai syarat, mekanisme maupun pelaksanaan sanksi agar lebih diefektifkan, supaya anggota lebih memahami dasar dan pelaksanaan sanksi, dan perlu adanya revitaslisasi kelompok, serta untuk mengetahui lebih mendalam mengenai pelaksanaan sanksi organisasi dan hubungannya, maka diperlukan penelitian lanjutan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arnold, 1972, Encyclopedia of Psychology. Holt. Innc. Newyork

Azwar, S. 1997. Sikap Manusia; Teori dan Pengukurannya. Ed. Ke-2 cet. Ke-2. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Bryant dan White, 1987, Manajemen Pembangunan, LP3 ES

Combie, N. A. , Stephend H. and B. S. Turner. 1984. The Penguin Dictionary of Sociology. Penguin Reference Penguin Books. Great Britain by Richard Clay (The Chaucher Press) Ltd. Bujay, Suffolk.

Irawan Soehartono. 2002. Metode Penelitian Sosial. Cet. Ke-5. remaja Rosdakarya. Bandung.

Kartono, K. 1994. Psikologi Sosial Untuk Manajemen Perusahaan dan Indrustri. Rjagrafindo Persada. Jakarta.

Korten, David, 1984. Pembangunan Yang Memihak Rakyat. LSP Jakarta

Mohamad Hatta, 1954, Kumpulan Karangan. Penerbit Balai Buku Indonesia, Jakarta. Mubyarto, 1984, Strategi Pembangunan Pedesaan LP3 ES

Newcomb, T. M. 1981 Psikologi Sosial, diterjemahkan oleh Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, cetakan kedua. CV. Diponegoro Bandung.

Rahmat Jalaludin 1985, Metode Penelitian Komunikasi, Remadja Karya. Bandung. Siagian, S. P. 1995. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Cet.

Ke-10. haji Masagung. Jakarta.

Siegel, S. 1994. Statistik Non Parametrik untuk ilmu-ilmu Sosial, Cetakan ke-6 Gramedia, Jakarta. 249 – 624.

Thoha, M. 1998. Perilaku Organisasi; Konsep Dasar dan Aplikasinya. Rajagrafindo Persada. Jakarta.


(6)

Arnold, 1972, Encyclopedia of Psychology. Holt. Innc. Newyork

Azis, M. Amin. 1982. Partisipasi Anggota dan Pengembangan Koperasi dalam Sri Edi Swarsono koperasi Didalam Orde Ekonomi Indonesia.Universitas Indonesia. Press. Jakarta.

Bryant dan White, 1987, Manajemen Pembangunan, LP3 ES

Korten, David, 1984. Pembangunan Yang Memihak Rakyat. LSP Jakarta

Mohamad hatta, 1954., Kumpulan Karangan, Penerbit Balai Buku Indonesia, Jakarta Mubyarto, 1984, Strategi Pembangunan Pedesaan LP3 ES

Newcomb, T. M. 1981 Psikologi Sosial, diterjemahkan oleh Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, cetakan kedua. CV. Diponegoro Bandung

Sastropoetro, R.A. Santoso. 1986. Partispasi, Komunikasi Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Alumni. Bandung.

Soewardi H. 1985 Menuju ke arah pola Partisipasi yang Ideal dalam Koperasi dalam ke arah pemahaman bangun koperasi penyunting Djamhari, Balitbang Depkop. Jakarta