Sikap Masyarakat Yogyakarta Terhadap Kaum Metroseksual

c. Maskulin tahun 1990-an Laki-laki kembali bersifat tidak perduli lagi terhadap yang dilakukan kaum maskulin yuppies di tahun 80-an. The new land ini berasal musik pop dan football yang mengarah kepada sifat-kelaki- lakian yang macho, kekerasan, dan hooliganism. Mereka kemudian menyatakan dirinya dalam label konsumerisme dalam bentuk yang lebih ‘macho’, seperti membangun kehidupannya di sekitar sepak bola dan dunia minum-minum, juga sex dan hubungan dengan para perempuan. Pada dekade 1990-an ini kaum laki-laki masih mementingkan leisure time mereka sebagai masa untuk bersenang- senang, mereka menikmati hidup bebas seperti apa adanya. Kebebasan mereka menjauhkan dari hubungan yang bersifat domestik yang membutuhkan loyalitas dan dedikasi. Hal tersebut mengindikasikan seiring dengan perkembangan zaman pengertian maskulin mengalami perubahan di setiap zamannya.

D. Sikap Masyarakat Yogyakarta Terhadap Kaum Metroseksual

Kota Yogyakarta mengalami perkembangan dalam segi bisnis, perdagangan, tempat perbelanjaan, dengan gaya hidup masyarakatnya. Hal ini nampak pada mall-mall yang banyak dibangun, salon-salon, butik-butik, tempat bisnis yang dikembangkan, dan perumahan yang berkembang cukup pesat. Hal tersebut berdampak pada berkembangnya budaya metroseksual di kota Yogyakarta ini yang mana pria suka merawat dirinya dengan pergi ke klinik atau ke salon, ke butik, fitness center, senang bersosialisasi di kafe mall serta mengikuti perkembangan trend terbaru Kartajaya, 2004. Menurut Jones dalam Rahardjo, 2007 kaum metroseksual lebih mengedepankan sisi feminin mereka. Disisi lain, Kota Yogyakarta terkenal dengan budaya keratonnya dianggap masih memegang nilai-nilai leluhurnya. Hal tersebut nampak dari kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh masyarakatnya antara lain sekatenan dan labuhan, serta acara pernikahan, dan juga pada acara-acara tertentu masyarakat juga masih mengunakan batik, kebaya, blangko, keris dan lain- lain. Begitu juga halnya dengan peran-peran yang terbentuk dari budaya setempat seperti maskulinitas dan feminitas, dimana laki-laki dianggap maskulin bila mempunyai kekuatan, ketabahan, aksi, kendali, kepuasan diri, kesetiakawanan laki-laki dan kerja Terranova dkk, 2007. Meskipun demikian, menurut Sahni 2003 sebagaian besar masyarakat Yogyakarta yang begitu menjunjung tinggi nilai tradisional Jawa terbuka terhadap akulturasi dengan nilai dan budaya luar. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melihat sikap masyarakat Yogyakarta terhadap kaum metroseksual. Sikap akan memberikan warna atau corak pada tingkah laku atau perbuatan individu. Sikap terdiri dari tiga komponen yaitu, kognisi, afeksi, dan konasi. Thurstone dalam Azwar, 1995 merupakan salah seorang ahli yang menyatakan bahwa komponen afeksi merupakan komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif atau negatif. Munculnya sikap dalam suatu situasi bersifat subjektif dan berdasarkan atas perasaan individu yang bersangkutan terhadap objek yang dihadapinya. Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang didapatkan individu terhadap objek bisa juga menjadi perbedaan sikap antara seseorang dengan orang lain, walapun objek yang dihadapi tidak berbeda. Peranan sikap dalam kehidupan individu sangat besar, sebab apabila sudah dibentuk pada diri individu maka sikap tersebut akan turut menentukan cara-cara tingkah lakunya terhadap objek-objek sikapnya. Sikap masyarakat terhadap kaum metroseksual dapat juga dipengaruhi oleh faktor budaya, karena kebudayaan dimana individu hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap individu. Media massa mempunyai pengaruh terhadap berkembangnya metroseksual di Yogyakarta, karena media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini individu. Adanya informasi baru mengenai metroseksual memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Individu cenderung untuk memiliki sikap searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini dikarenakan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting. Pemahaman akan baik dan buruk, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran- ajarannya. Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya individu akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin individu tersebut tidak mengambil sikap untuk memihak. Berdasarkan hal tersebut yang dimaksud dengan sikap masyarakat Yogyakarta terhadap kaum metroseksual adalah bagaimana kecenderungan masyarakat Yogyakarta dalam berpikir, merasakan, dan berperilaku apakah mendukung atau tidak mendukung terhadap pria metroseksual. Jika mempunyai sikap yang positif, mereka akan menunjukkan sikap mendukung memihak setuju terhadap kaum metroseksual. Sedangkan jika mempunyai sikap yang negatif yaitu tidak mendukung tidak memihak tidak setuju terhadap kaum metroseksual. 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini mengunakan jenis penelitian deskriptif yaitu penelitian yang digunakan untuk mendeskriptifkan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku secara umum Sugiyono, 1999. Mardalis dalam Meinita, 2003 menyatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan mendeskripsikan, mencatat, menganalisa, dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Penelitian ini tidak menguji atau tidak menggunakan hipotesa tetapi hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai variabel yang diteliti. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penelitian ini menggunakan data kuantitatif mengenai variabel yang diperoleh melalui skor jawaban subyek pada skala sebagaimana adanya. Metode ini digunakan untuk mengetahui dan menggambarkan sikap masyarakat berdasarkan skor item yang disusun oleh peneliti. Dengan demikian, jenis penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu gambaran secara umum mengenai sikap masyarakat terhadap kaum metroseksual.