36
D. Anak  Tunarungu
1. Pengertian Anak Tunarungu
Anak  tunarungu  adalah  anak  yang  mengalami  gangguan atau  hambatan  dalam  mendengar  dikarenakan  adanya  kerusakan
pada  dria  pendengarannya.  Menurut  Suparno  2001:  9  tunarungu adalah
suatu kondisi
ketidakmampuan seseorang
dalam mendapatkan  informasi  secara  lisan,  sehingga  membutuhkan
bimbingan  dan  pelayanan  khusus  dalam  belajarnya  di  sekolah. Ketidakmampuan  tunarungu  dalam  mendapatkan  informasi  secara
lisan diakibatkan oleh kerusakan pada indera pendengarannya, oleh karena  itu  anak  tunarungu  membutuhkan  layanan  pendidikan
khusus yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya. I.G.A.K  Wardhani,dkk.2008:  5.3  mendefinisikan  bahwa
tunarungu  merupakan  satu  istilah  umum  yang  menunjukkan ketidakmampuan mendengar dari yang ringan ke yang berat sekali
yang  digolongkan  kepada  tuli  dan  kurang  dengar.Berdasarkan pendapat  tersebut  tunarungu  dapat  dikategorikan  menurut  tingkat
kehilangan  pendengarannya.  Sedangkan  menurut  Permanarian Somad dan Tati Hernawati 1995: 27 tunarungu adalah seseorang
yang  mengalami  kekurangan  atau  kehilangan  kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena
tidak  berfungsinya  sebagian  atau  seluruh  alat  pendengarannya. Tidak  berfungsinya  sebagian  atau  seluruh  alat  pendengaran
37
disebabkan  oleh  adanya  kerusakan  pada  dria  pendengarantelinga, baik  itu  telinga  bagian  luar,  telinga  bagian  tengah  atau  telinga
bagian dalam. Berdasarkan  berbagai  pendapat  di  atas  maka  dapat
disimpulkan  bahwa  anak  tunarungu  adalah  suatu  kondisi  dimana anak  mengalami  gangguan  atau  kerusakan  pada  dria  pendengaran
baik  sebagian  maupun  seluruhnya  yang  menyebabkan  hambatan dalam  memahami  bahasa  secara  lisan  sehingga  membutuhkan
layanan  pendidikan  khusus  yang  sesuai  dengan  kondisi  dan kebutuhannya.
2. Karakteristik Anak Tunarungu
Setiap anak
tunarungu memiliki
karakteristik yang
membedakannya  dengan  anak  normal  pada  umumnya,  menurut
Haenudin  2013:  66  karakteristik  anak  tunarungu  dibagi  menjadi tiga segi yaitu segi intelengensi, bahasa dan bicara serta emosi dan
sosial a.
Segi intelegensi, Pada
umumnya anak
tunarungu memiliki
tingkat intelegensi yang beraneka ragam mulai dari intelegensi normal,
di atas normal dan di bawah normal. Dalam perkembangannya kemampuan  intelegensi  anak  tunarungu  tidak  sama  dengan
perkembangan  anak  normal  pada  umumnya.  Hal  ini dikarenakan  anak  tunarungu  mengalami  hambatan  terhadap
38
pendengaran  sehingga  mereka  mengalami  kesulitan  dalam memahami bahasa lisan. Lain halnya dengan anak normal pada
umumnya,  mereka  tidak  mengalami  hambatan  dalam pendengaran  sehingga  dapat  mempelajari  apa  yang  didengar
dan dilihat. b.
Segi bahasa dan bicara Anak  tunarungu  memiliki  hambatan  dalam  bahasa  dan
bicara,  hal  ini  dikarenakan  kemampuan  berbahasa  sangat  erat kaitannya  dengan  kemampuan  bicara.  Anak  tunarungu
memiliki ciri khas yaitu kosa kata yang dimiliki sangat terbatas, sulit  mengerti  kata  kiasan  dan  kata-kata  yang  bersifat  abstrak,
kemampuan  dalam  berbahasa  jauh  tertinggal  dari  anak-anak
seusianya.    Sedangkan  menurut  Permanarian  Somad  dan  Tati
Hernawati  1995:  35  perkembangan  bahasa  dan  bicara  anak terhenti  pada  masa  meraban,  pada  masa  peniruan  anak
tunarungu  terbatas  pada  peniruan  yang  sifatnya  visual  dan isyarat.
Berdasarkan  pendapat  tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa dalam  segi  bahasa  dan  bicara  anak  tunarungu  memiliki  ciri
yang  khas  yaitu  sulit  memahami  kata-kata  abstrak,  memiliki kosa  kata  yang  terbatas  dan  perkembangan  bahasanya
tertinggal  dari  anak-anak  seusianya.  Hal  ini  disebabkan perkembangan  bahasa  anak  tunarungu  terhenti  pada  fase
39
meraban  padahal  kemampuan  bahasa  sangat  berkaitan  dengan
kemampuan bicara.
c. Segi emosi dan sosial
Anak  tunarungu  sering  menunjukkan  sikap    egosentrisme yang  melebihi  anak  normal,  akibat  hambatannya  dalam
mendengar  anak    mudah  curiga  pada  orang  lain,  memiliki perasaan  takut  akan  lingkungan  yang  lebih  luas,  menarik  diri
dari lingkungan, ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka sukar dialihkan, lebih mudah marah dan tersinggung.
Menurut  Permanarian  Somad  dan  Tati  Hernawati  1995: 35-39  dalam  segi  sosial  emosi  ketunarunguan  dapat
mengakibatkan  perasaan  terasing,  akibat  dari  keterasingan  itu dapat menimbulkan dampak negatif seperti: egosentrisme yang
melebihi  anak  normal,  mempunyai  perasaan  takut  akan lingkungan  yang  lebih  luas,  ketergantungan  terhadap  orang
lain, perhatian mereka sukar dialihkan, lebih mudah marah dan tersinggung,  memiliki  sifat  polos,  sederhana  dan  tidak  banyak
masalah. Berdasarkan  pendapat  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa
dalam  segi  sosial  dan  emosi  anak  tunarungu  sering menunjukkan  sikap  egois,  lebih  cepat  marah,  merasa  takut
terhadap  lingkungan  yang  asing.  Hal  ini  disebabkan  anak tunarungu  memiliki  hambatan  terhadap  pendengarannya
40
sehingga  sulit  berkomunikasi  dengan  bahasa  lisan  apalagi  jika anak  berhadapan  dengan  lingkungan  dan  orang  asing,  anak
mudah curiga.
3. Klasifikasi Anak Tunarungu