Penerapan Batas Antara Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum

B. Penerapan Batas Antara Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dibedakan dengan jelas antara perikatan yang lahir dari perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang- undang. Akibat hukum suatu perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh para pihak, karena memang perjanjian dibuat didasarkan atas kesepakatan yaitu persesuaian kehendak antara para pihak yang membuat perjanjian. Sedangkan akibat hukum suatu perikatan yang lahir dari undang- undang mungkin tidak dikehendaki oleh para pihak, tetapi hubungan hukum dan akibat hukumnya ditentukan oleh undang-undang. Untuk lebih memahami arti dari perikatan tersebut berikut pendapat beberapa ahli mengenai defenisi perikatan. Menurut Hoffmann : “Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek- subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya debitur atau para debitur mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu” 40 “Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak kreditur dan pihak yang lain berkewajiban debitur atas suatu prestasi” . Menurut Pitlo : 41 40 L.C.Hoffmann, Het Nederlands Verbintenissenrecht, eerste gedeelte Wolters, Noordhoff, N.V.Groningen 1968, hal.3. Dikutip dari : R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Bandung : Bina Cipta,1977, hal.2. 41 A.Pitlo, Het Verbintenissenrecht naar he Nederlands BW, N.D.Tjeenk Zoon, NV Harlem 1952, hal.2.DIkutip dari : Ibid,hal.2. . Universitas Sumatera Utara Dari defenisi-defenisi tersebut dapatlah disimpulkan bhawa dalam suatu perikatan paling sedikit terdapat satu hak atau satu kewajiban, suatu persetujuan dapat menimbulkan satu atau beberapa perikatan, tergantung daripada jenis persetujuannya. Apabila atas perjanjian yang disepakati terjadi pelanggaran, maka dapat dikatakan telah terjadi wanprestasi, karena adanya suatu hubungan kontraktual antara pihak yang menimbulkan kerugian dan pihak yang menderita kerugian. Namun bila tidak ada ditemukan hubungan kontraktual antara pihak yang menimbulkan kerugian dengan pihak yang menderita kerugian, maka dapat dikatakan telah terjadi perbuatan melawan hukum onrechtmatigedaad. Teori klasik membedakan antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum. Menurut teori klasik tujuan daripada seseorang atau badan hukum mengajukan gugatan wanprestasi adalah untuk menempatkan penggugat pada posisi seandainya perjanjian tersebut terpenuhi put the plaintift to the position if he would have been in had the contract been performed atau dengan kata lain ganti rugi tersebut adalah berupa kehilangan keuntungan yang diharapkan atau disebut dengan istilah expectation loss atau winstderving. Sedangkan tujuan gugatan perbuatan melawan hukum adalah untuk menempatkan posisi penggugat kepada keadaan semula sebelum terjadinya perbuatan melawan hukum. Masalah-masalah tidak memenuhi kewajiban perikatan-perikatan mengingatkan kepada masalah wanprestasi, sehingga kalau dikaitkan keduanya, maka timbul pertanyaan, “Apakah setiap kali orang tidak memenuhi kewajiban prestasi perikatannya melakukan wanprestasi?”. Atas pertanyaan ini timbullah jawaban dari para sarjana, yaitu,“Orang melakukan wanprestasi kalau tidak Universitas Sumatera Utara melakukanmemenuhi kewajiban perikatannya dan tindakan atau sikapnya itu dapat dipersalahkan kepadanya.” 42 Oleh sebab itu, dapat dikemukakan bahwa “tidak memenuhi kewajiban perikatan-perikatan merupakan tindakan yang bertentangan dengan kewajiban orang untuk memperhatikan kepentingan hartanya orang lain dalam pergaulan hidup dan karenanya onrechtmatigedaad” 43 Namun, dari sejarah dan sistematika yang dianut oleh KUH Perdata orang menyimpulkan, bahwa wanprestasi tidak termasuk dalam pengertian tindakan melawan hukumonrechtmatigedaad. Demikian pula pendapat pengadilan, yang disimpulkan dalam keputusan hogeraad 13 Juli 1913, yang mana menyatakan, bahwa kalau yang dilanggar adalah semata-mata suatu kewajiban kontraktual, maka tidak ada dasar untuk tuntutan atas dasar perbuatan melawan hukum . Jadi, kesimpulannya baik wanprestasi maupun onrechtmatigedaad, kedua-duanya merupakan tindakansikap yang onrechtmatige. Wanprestasi adalah onrechtmatigedaad yang dilakukan seseorang dalam kualitasnya sebagai debitur terhadap krediturnya. Sehingga ada yang menganggap wanprestasi sebagai bagian dari onrechtmatigedaad. Pertanyaan kemudian yang timbul, mengapa dalam KUH Perdata diberikan pengaturannya sendiri-sendiri?. Walaupun harus diakui, bahwa wanprestasi masuk ke dalam bagian onrechtmatigedaad. 44 Namun ada juga yang menyatakan bahwa atas dasar pertimbangan praktis, akibat hukum tidak tertutup kemungkinan, bahwa untuk peristiwa yang sama . 42 Pitlo-Bolweg, ibid hal.47. Dikutip dari R.Setiawan, ibid, hal.30. 43 Hogeraad. 31 Januari 1919. Dalam Perkara Lindenbaum. Cohen, dimuat dalam Hoetink hal.304. dikutip dari R.Setiawan, ibid, hal.31. 44 Pitlo-Bolweg,Loc.cit.hal.305. Universitas Sumatera Utara terbuka kemungkinan tuntutan baik atas dasar wanprestasi maupun atas dasar perbuatan melawan hukum, karena suatu tindakan mungkin sekali melanggar kewajiban kontraktual dan sekaligus juga tidak sesuai dengan tata krama atau tidak patut. Misalnya, sebuah contoh sederhana dimana seorang karyawan perusahaan yang membocorkan rahasia perusahaan yang secara tegas diperjanjikan dalam perjanjian kerja kepada perusahaan saingannya. Membocorkan rahasia perusahaan dalam kasus diatas, terang melanggar kewajiban kontraktual si karyawan, karena diantara karyawan dan perusahaan hubungan kontraktual didasarkan pada perjanjian perburuhan. Tetapi disamping itu juga merupakan perbuatan melawan hukum onrechtmatigedaad. Lalu, dimana letak batasnya? dengan kata lain, kapan dikatakan bahwa suatu perbuatan dapat dikategorikan kepada wanprestasi dan kapan suatu perbuatan itu merupakan onrechtmatigedaad?. Oleh pertanyaan itu, timbullah permasalahan hukum dalam hal adanya hubungan kontraktual antara para pihak dan terjadi wanprestasi, dapatkah juga diajukan gugatan perbuatan melawan hukum? Untuk itu berikut akan dibahas beberapa putusan pengadilan dimana perbuatan melawan hukum pasal 1365 KUH Perdata digunakan sebagai dasar gugatan padahal ada hubungan kontraktual antara para pihak. Sudah dijelaskan sebelumnya, mengenai perkembangan perbuatan melawan hukum yang mana semua pengertian melawan hukum hanya diartikan secara sempit yaitu perbuatan yang melanggar undang-undang saja. Akan tetapi, kemudian hogeraad dalam kasus yang terkenal Lindenbaum melawan Cohen Universitas Sumatera Utara memperluas pengertian melawan hukum bukan hanya sebagai perbuatan yang melanggar undang-undang, tetapi juga setiap perbuatan yang melanggar kepatutan, kehati-hatian dan kesusilaan dalam hubungan antara sesama warga masyarakat dan terhadap benda orang lain. Oleh karena itu Cohen dijatuhi putusan perbuatan melawan hukum terhadap Lindenbaum, karena walaupun Cohen tidak melanggar kewajiban yang ditentukan undang-undang, akan tetapi karena perbuatannya membujuk pegawai Lindenbaum bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian dalam pergaulan sesama warga masyarakat atau terhadap rahasia dagang milik Lindenbaum, maka perbuatan Cohen dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum. Namun bila dicermati ada suatu hal yang menarik dari putusan ini yaitu putusan pengadilan negeri Den Haag yang menyebutkan bahwa perbuatan pegawai Lindenbaum membocorkan rahasia perusahaan majikannya adalah melanggar ketentuan undang-undang yaitu pasal 1639 d dan pasal 1603 o sub 9 BW, dan pada sisi yang lain antara Lindenbaum dan pegawainya terdapat hubungan kontraktual berdasarkan perjanjian perburuhan. Dengan demikian tindakan pegawai Lindenbaum membocorkan rahasia perusahaan milik majikannya dapat dikualifikasikan sebagai wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, yaitu melanggar kewajiban yang ditentukan undang-undang. Pendirian Hogeraad yang menafsirkan pengertian melawan hukum dalam arti luas yang diikuti oleh putusan pengadilan negeri Jakarta Pusat no.551 Pdt.G 2000 PN-Jkt Pusat. Dalam kasus ini penggugat memarkirkan mobil Kijang di area perparkiran continent sekarang carrefour Plaza Cempaka Mas yang Universitas Sumatera Utara dikelola oleh Tergugat PT. Securindo Packatama Indonesia. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Daerah Khusus Jakarta no.3 tahun 1999 tentang Perparkiran, maka pada karcis parkir tercantum klausula baku bahwa tergugat tidak bertanggungjawab atas kehilangan mobil yang di parkir. Posisi Kasus : Penggugat dalam kasus ini adalah Ny.Anni R.Gultom, sebagai penggugat I, dan Hontas Tambunan, anak laki-laki dari penggugat I, sebagai penggugat II. Pihak tergugat adalah PT. Securindo Packtama Indonesia. Kasus ini berawal dari kejadian dimana tanggal 1 Maret 2000, sekira pukul 17:31:42 Wib, penggugat II dengan temannya mengendarai mobil milik penggugat I untuk berbelanja di Plaza Cempaka Mas. Setelah tiba di areal perparkiran continent sekarang Careefour Plaza Cempaka Mas yang dikelola oleh tergugat, penggugat II menerima karcis tanda masuk dari penjaga pintu masuk, kemudian langsung memarkirkan mobil tersebut di D9-D10 basement 2 dekat pintu masuk pertokoan dalam keadaan terkunci. Selanjutnya penggugat II dan temannya masuk ke areal perbelanjaan dimana karcis parkir, kunci mobil serta STNK yang tertulis atas nama penggugat I di pegang dan dibawa oleh penggugat II 45 Yang membuat penggugat II kaget adalah sudah tidak menemukan mobilnya lagi di tempat parkir semula. Mobil tersebut ternyata hilang pada saat penggugat II berbelanja. Waktu itu kira-kira pukul 17.50 Wib, penggugat II langsung terperanjat serta menanyakan kepada petugas pintu masuk, bernomor . 45 www.pemantauperadilan.com, Perbuatan Melawan Hukum dalam Kaitannya dengan Perlindungan Konsumen, 2 Oktober 2003, diakses tanggal 5 Mei 2008. Universitas Sumatera Utara B 2555 SD, sedangkan plat mobil yang dikemudikan penggugat II bernomor B 255 SD. Kemudian, pada pukul 18.00 Wib penggugat II dibuat berita acara surat tanda bukti lapor oleh pegawai tergugat di kantor tergugat. Yang membuat penggugat terkejut kembali adalah ketika pada pukul 19.30 Wib waktu ia masih berada di kantor tergugat, pegawai tergugat melaporkan bahwa ia baru saja melihat seseorang yang mencurigakan keluar dari mobil yang dikemudikan penggugat II. Orang yang mencurigakan tersebut keluar dari lokasi Cempaka Mas dengan menggunakan karcis parkir bernomor A 1240 AA. Setelah diteliti oleh pegawai tergugat ternyata karcis parkir tersebut adalah asli dicetak oleh tergugat namun berdiri sendiri tanpa ada kendaraannya. Atas hilangnya mobil tersebut, penggugat II melaporkannya kepada Polsek Kemayoran dengan surat laporan Pol.No.170KIIISek.KMO, tertanggal 1 Maret 2000. Kemudian, penggugat beserta kuasa hukumnya dari Adams Co Counsellor at law, menggugat tergugat dengan surat gugatan berdasarkan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat, dimana dalam petitumnya mengajukan uang ganti rugi materil sebesar Rp 137.000.000,00 seratus tiga puluh tujuh juta rupiah dan ganti rugi immaterial Rp 100.000.000,00 seratus juta rupiah. Dalam putusannya, Majelis Hakim memenangkan gugatan penggugat dengan mengabulkan sebagian dari gugatan tersebut. Majelis hakim memutuskan bahwa jumlah yang harus tergugat berikan kepada penggugat sebagai ganti rugi secara materiil adalah sebesar Rp 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah Universitas Sumatera Utara sedangkan untuk ganti rugi secara immaterial adalah sebesar Rp 15.000.000,00 lima belas juta rupiah. Majelis hakim pengadilan negeri Jakarta Pusat berpendirian bahwa tidak ada hubungan kontraktual antara penggugat dan tergugat karena penggugat tidak mempunyai pilihan untuk memarkirkan di tempat lain. Dengan konstruksi hukum seperti ini, maka tidak ada kesepakatan atas klausula baku yang menyebutkan bahwa tergugat tidak bertangungjawab atas kehilangan mobil yang di parkir di Plaza Cempaka Mas. Tergugat mengajukan banding, namun pengadilan tinggi Jakarta No.115PPTPT-DKI juga menghukum tergugat, tetapi menghapuskan ganti rugi immaterial Karena pada awal diajukannya kasus ini menggunakan pasal 1365 KUH Perdata, berarti bahwa perbuatan tergugat tersebut dianggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum yang di dalam perbuatan tersebut memenuhi unsur : 1. Perbuatan melawan hukum; 2. Kesalahan; 3. Kerugian; 4. Hubungan sebab akibat antara kesalahan dengan kerugian yang ditimbulkan. Ad.1. Di dalam doktrin, suatu perbuatan dikatakan perbuatan melawan hukum, kalau memenuhi salah satu unsur berikut : a. Bertentangan dengan hak orang lain; b. Bertentangan dengan kewajibannya sendiri; Universitas Sumatera Utara c. Bertentangan dengan kesusilaan; d. Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda. Dalam kasus di atas, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat adalah berkaitan dengan unsur bertentangan dengan hak orang lain. Unsur ini dapat terpenuhi karena penggugat II telah melaporkan tentang hilangnya mobil yang penggugat parkir sesuai dengan surat laporan Pol.No. 170KIII2000Sek.KMO, tertanggal 1 Maret 2000. Namun pegawaikaryawan tergugat tidak melakukan upaya yang maksimal untuk mencari dan mencegah keluarnya mobil tersebut. Hal ini didukung oleh keterangan saksi Beatrik dan Herman Tambunan yang menyatakan bahwa setelah kurang lebih 1,5 jam setelah dibuatkan berita acara kehilangan, ada informasi dari pegawai tergugat bahwa mobil tersebut baru keluar dari areal perparkiran tersebut. Seharusnya dalam hal ini, tergugat sebagai pengelola tempat parkir tersebut seharusnya memberikan pengamanan terhadap mobil yang tengah diparkir penggugat II, sekaligus usaha pencarian maksimal dan pencegahan supaya mobil penggugat tidak dapat keluar tanpa karcis parkir yang dipegang oleh penggugat II. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa usaha pencarian, pengamanan dan pencegahan tersebut adalah merupakan hak yang dimiliki penggugat II sebagai pihak yang telah memarkirkan mobilnya di area parkir yang dikelola tergugat dan menjadi suatu kewajiban tergugat untuk melakukannya. Namun pada kenyataannya, tergugat tidak melakukan pengamanan yang maksimal sebelum mobil penggugat tersebut hilang. Bahkan setelah adanya Universitas Sumatera Utara laporan dari penggugat bahwa mobilnya telah hilang tergugat juga tidak melakukan upaya maksimal untuk menemukan mobil tersebut. Di sini terlihat dengan jelas sekali bahwa hak dari penggugat untuk mendapatkan pengamanan, pencarian, dan pencegahan yang maksimal telah dikesampingkan oleh tergugat, sehingga dengan demikian unsur yang pertama ini terpenuhi. Unsur yang berkaitan dengan perbuatan melawan hukum ini juga terkait dengan unsur bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, dimana seharusnya tergugat sebagai pelaku usaha dibidang secure parking memiliki kewajiban untuk melakukan pengamanan yang maksimal bagi setiap mobil yang diparkir di area parkir yang dikelolanya. Dalam perkara ini, tergugat tidak menjalankan kewajibannya yang terlihat dengan tidak dilakukannya pengamanan yang maksimal pada saat sebelum dan sesudah adanya laporan mengenai hilangnya mobil penggugat. Hal ini terbukti dengan adanya berita dari pegawai tergugat yang menyatakan bahwa melihat mobil seperti yang dideskripsikan tergugat keluar dari area parkir milik tergugat setelah kurang lebih 1,5 jam tergugat menerima laporan kehilangan tersebut. Dengan demikian unsur yang kedua ini juga terpenuhi. Ad.2. Dalam pasal 1365 KUH Perdata, apabila unsur kesalahan itu dilakukan baik dengan sengaja atau dilakukan dengan kealpaan, akibat hukumnya adalah sama, yaitu bahwa si pelaku tetap bertanggungjawab untuk membayar kerugian Universitas Sumatera Utara atas kerugian yang diderita oleh orang lain, yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum yang dilakukan karena kesalahan pelaku. Dalam perkara ini, kesalahan yang dilakukan oleh tergugat adalah bahwa karyawan tergugat yang bertugas di pintu masuk melakukan kelalaian dalam pencatatan nomor polisi mobil penggugat II, yang seharusnya bernomor B 255 SD, tetapi dicatat B 2555 SD. Akibat kelalaian pencatatan itu, data plat mobil yang tercatat dalam data base komputer tidak sesuai dengan plat mobil secara kenyataan. Selain itu, karyawan tergugat tidak melakukan upaya yang maksimal untuk melakukan pengamanan terhadap mobil penggugat yang tengah diparkir di area parkir yang dikelola oleh tergugat sebelum mobil tersebut hilang. Selain itu, karyawan tergugat juga tidak melakukan pencarian dan pencegahan terhadap upaya keluarnya mobil tersebut. Sedangkan menurut keterangan saksi Beatrik Deliana Siahaan dan saksi Herman Tambunan, kurang lebih 1,5 jam setelah penggugat II melaporkan tentang hilangnya mobil yang penggugat II parkir dan dibuatkan berita acara kehilangan, ada informasi bahwa mobil tersebut baru keluar dari areal perparkiran. Kesalahan-kesalahan tersebutlah yang membuat mobil tersebut baru keluar dari areal perparkiran. Kesalahan-kesalahan tersebulah yang membuat mobil tergugat menjadi tidak dapat lagi diselamtkan dari upaya pencarian. Dengan demikian unsur kesalahan ini terpenuhi. Ad.3. Yang dimaksud dengan “kerugian” dalam pasal 1365 KUH Perdata adalah kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum. Tiap perbuatan melawan Universitas Sumatera Utara hukum tidak hanya dapat mengakibatkan kerugian uang saja tetapi juga menyebabkan kerugian moril, yakni, tergugat telah menyebabkan penggugat mengalami kerugian dalam hal uang dan harta kekayaan. Kerugian kekayaan pada umumnya mencakup kerugian yang diderita oleh penderita dan keuntungan yang dapat diharapkan diterimanya. Dalam perkara ini, jelas terdapat kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan yang dilakkan oleh tergugat, yaitu dimana pada saat tergugat melakukan kelalaian dalam mencatat nomor plat mobil yang menyebabkan mobil penggugat tidak tercatat dalam data base komputer. Dengan demikian penggugat tidak mempunyai bukti untuk menunjukkan tanggung jawab tergugat kepada penggugat atas mobil yang ia parkir di area parkir yang dikelola oleh tergugat. Kerugian kedua adalah hilangnya mobil milik penggugat dengan nilai berdasarkan bukti, daftar harga pasaran mobil Kijang Super tahun 1994 di Harian Pos Kota pada bulan Mare 2006 adalah sebesar Rp 60.000.000,00. dengan demikian unsur kerugian ini terpenuhi. Ad.4. Adanya unsur sebab-akibat untuk memenuhi pasal 1365 KUH Perdata dimaksudkan untuk meneliti apakah terdapat hubungan kausal antara kesalahan yang dilakukan dengan kerugian yang ditmbulkan, sehingga dengan demikian si pelaku dapat mempertangggungjawabkan perbuatannya. Bila seseorang melakukan perbuatan melawan hukum, maka sanksi dalam pasal 1365 KUH Perdata hanya dapat diterapkan apabila tersebut ditimbulkan kerugian. Universitas Sumatera Utara Dalam hal ini, jelaslah terbukti bahwa terhadap hubungan antara kerugian yang diderita oleh penggugat adalah akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh tergugat. Hubungan atas kesalahan dalam pencatatan dikaitkan dengan kerugiannya adalah apabila tergugat telah melakukan pencatatan, maka tergugat harus bertanggung jawab atas mobil milik penggugat dan berkewajiban untuk melakukan pengamanan yang maksimal terhadap mobil penggugat untuk mencegah hilangnya mobil penggugat. Hilangnya mobil tersebut membuktikan, tidak adanya tanggung jawab tergugat terhadap mobil penggugat. Sedangkan untuk kesalahan, tidak melakukan usaha pencarian dan pencegahan agar mobil tersebut tidak keluar dari area parkir terbukti dengan berhasil keluarnya mobil penggugat dari tempat perparkiran. Padahal penggugat telah melaporkan hilangnya mobil tersebut selama 1,5 jam sebelumnya. Dengan demikian, unsur ini terpenuhi. Dengan terpenuhinya keempat unsur di atas, maka tergugat terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum. Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum memiliki perbedaan dan persamaan yang kadangkala membuat orang salah menafsirkan apakah suatu perbuatan termasuk perbuatan melawan hukum atau termasuk wanprestasi. Sehingga tidak tertutup kemungkinan untuk suatu peristiwa yang sama terbuka kemungkinan gugatan baik atas wanprestasi maupun atas dasar tindakan melawan hukum, karena suatu tindakan Universitas Sumatera Utara mungkin sekali melanggar kewajiban kontraktual dan juga sekaligus tidak patut. Misalnya saja kasus antara PT. Dua Berlian Vs Lee Kum Kee 46 Pemutusan perjanjian secara sepihak yang dilakukan oleh Lee Kum Kee pada tanggal 31 Juli 1994, dianggap oleh PT. Dua Berlian sebagai perbuatan . Dalam kasus ini, gugatan perbuatan melawan hukum dijadikan dasar gugatan dan distributor terhadap produsen yang memutuskan perjanjian distributorship pada tahun 1987 tercapai kesepakatan antara Lee Kum Kee co.Ltd. Hongkong dengan PT.Dua Berlian Jakarta dimana PT Dua Berlian ditunjuk sebagai sale distributor untuk saos makanan merek Lee Kum Kee di seluruh wilayah Indonesia dengan cara mengimpor melalui pembukaan LC oleh PT Dua Berlian. Perjanjian ini berlaku untuk masa satu tahun dan diperpanjang setiap tahun. Terakhir diperpanjang secara tertulis dari 15 Januari 1992 sampai dengan Januari 1993. namun sebagai distributor PT Dua Berlian pada tahun 1993 masih membuka puluhan LC untuk mengimpor saos makanan tersebut dan Lee Kum Kee Ltd sebagai produsen terus melayani penyediaan barang yang diimpor oleh PT Dua Berlian sampai denga Juni 1994. Pada bulan Juni 1996 terjadi ketidaksepahaman antara Lee Kum Kee Ltd. Hongkong dengan PT Dua Berlian dan melalui serangkaian korespondensi, akhirnya Lee Kum Kee Ltd memutuskan perjanjian dan PT Dua Berlian tidak lagi menjadi distributor dari saos makanan yang di produksi oleh Lee Kum Kee Ltd. Kemudian Lee Kum Kee Ltd. menunjuk PT Promex di Jakarta sebagai sole distributor baru bagi produk saos makanan tersebut. 46 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Jakarta : Prenada Media, 2004, hal. 127. Universitas Sumatera Utara melawan hukum dengan alasan sejak Januari 1993 sampai dengan Juni 1994 telah terjadi kesepakatan secara sepihak tersebut telah menimbulkan kerugian bagi PT ua Berlian yang menurut hasil audit akuntan publik Prasetyo Utomo, sebesar Rp 1.585.322.135 satu milyar lima ratus delapan puluh lima juta tiga ratus dua puluh dua ribu seratus tiga puluh lima rupiah yang merupakan kerugian operasional dan hilangnya keuntungan yang diharapkan Rp 11.834.129.362 sebelas milyar delapan ratus tiga puluh empat juta seratus dua puluh sembilan ribu tiga ratus enam puluh dua rupiah serta kerugian kehilangan nama baik sebesar Rp 10.000.000.000 sepuluh milyar rupiah. PT Dua Berlian mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara No.02Pdt-G1995PN.Jkt.Ut. terhadap Lee Kum Kee Ltd. dan PT Promex atas dasar bahwa tergugat melakukan perbuatan melawan hukum. Lee Kum Kee Ltd. sebagai tergugat I mengajukan eksepsi bahwa gugatan penggugat kabur, dasar dari gugatan seharusnya wanprestasi, namun memakai dasar gugatan perbuatan melawan hukum dan mencemarkan nama. Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan putusan tanggal 24 Agustus 1995 memberikan pertimbangan hukum bahwa tergugat terbukti memaksakan kehendak untuk mengakhiri perjanjian secara sepihak tanpa memperhatikan kepentingan penggugat. Adanya agen baru yaitu PT Promex tergugat II terbukti telah disiapkan sebelumnya oleh tergugat I. Fakta-fakta tersebut menurut majelis Hakim PN Jakarta Utara membuktikan bahwa tergugat I yaitu Lee Kum Kee Ltd. melakukan perbuatan melawan hukum. Akan tetapi, Pengadilan Tinggi Jakarta Utara dalam putusan No. 301Pd1996.PT DKI tanggal 26 Agustus 1996 menyatakan bahwa pemutusan keagenan terhadap Universitas Sumatera Utara pengugat oleh tergugat I bukan merupakan perbuatan melawan hukum, karena penunjukkan keagenan distributor bukan merupakan suatu persetujuan antara kedua pihak, melainkan hubungan hukum satu pihak, sehingga dapat diputuskan secara sepihak oleh tergugat I. Karena itu tuntutan ganti rugi harus ditolak karena tidak terbukti adanya perbuatan melawan hukum. Penggugat, mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI. Majelis Mahkamah Agung yang mengadili perkara ini, dalam putusan No.1284.KPdt1998, tanggal 18 Desember 2000, berpendapat bahwa antara penggugat dan tergugat I telah terjadi perjanjian diam-diam silent agreement, karena setelah berakhirnya perjanjian sole distributorship sesuai dengan jangka waktu yang secara formal tertulis dalam perjanjian, ternyata penggugat dan tergugat I terus melakukan kegiatan pendistribusian saos makanan tersebut lebih dari satu tahun. Konsekuensi yuridisnya adalah perjanjian sole distributorship berlaku sebagai hukum bagi penggugat dan tergugat I, meskipun perjanjian formal tertulisnya sudah berakhir. Tindakan tergugat I yang memutuskan perjanjian secara sepihak tanpa alasan yang sah dan mendadak telah menimbulkan kerugian bagi penggugat karena penggugat telah melakukan investasi yang cukup besar. Dengan demikian, tindakan tergugat memutuskan perjanjian distributor adalah bertentangan dengan asas kepatutan dan moral, asas kewajiban hukum dari tergugat, dan merugikan penggugat yang beritikad baik. Oleh karena itu, perbuatan tergugat I, yaitu Lee Kum Kee Ltd. adalah merupakan perbuatan melawan hukum. Universitas Sumatera Utara Dari kasus-kasus yang telah diuraikan diatas, tampaklah bahwa adanya hubungan kontraktual antara pengugat dan tergugat tidak menghalangi penggugat untuk mengajukan perbuatan melawan hukum 47 . Pelanggaran perikatan atau pemutusan perikatan yang dilakukan oleh tergugat dapat juga berupa suatu pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang, atau suatu perbuatan yang melanggar kepatutan dan kehati-hatian yang harus diperhatikan dalam hubungan antara warga masyarakat dan terhadap benda orang lain. Mengenai hubungan antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, “ M.Yahya Harahap mengatakan bahwa wanprestasi adalah merupakan bentuk khusus dari perbuatan melawan hukum”. 48 Teori klasik tentang perbedaan antara ganti rugi atas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum masih dapat digunakan, namun tidak lagi berlaku secara mutlak. Seperti dalam kasus PT Dua Berlian terhadap Lee Kum Kee Ltd. adalah didasrkan kepada perbuatan melawan hukum dan Mahkamah Agung menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi atas kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh penggugat atau expectation loss. Dimana ganti rugi tersebut Penafsiran secara luas atas pengertian perbuatan melawan hukum juga sejalan dengan perkembangan teori dalam hukum perjanjian, bahwa perjanjian harus dibuat itikad baik, yang berarti harus memperhatikan asas kepatutan. Sehingga isi perjanjian yang berat sebelah adalah tidak sesuai dengan kepatutan sehingga klausula yang berat sebelah dapat dinyatakan batal demi hukum dan tidak mengikat para pihak yang membuat perjanjian. 47 Ibid ,hal.131. 48 M.Yahya Harap, Segi-segi Hukum Perjanjian, hal.61. Universitas Sumatera Utara bertujuan untuk menempatkan penggugat pada posisi jika seandainya perjajian distributor itu tidak diputuskan. Hal ini dimungkinkan karena pada dasarnya ada hubungan kontraktual antara penggugat dan tergugat. Akan tetapi, dalam kasus dimana antara penggugat dan tergugat tidak terdapat hubungan kontraktual dan diajukan gugatan perbuatan melawan hukum, maka harus diperhatikan teori klasik yang menyebutkan bahwa ganti rugi atas perbuatan melawan hukum hanya bertujuan untuk menempatkan posisi penggugat dalam keadaan semula sbelum terjadinya perbuatan melawan hukum,sehingga ganti rugi yang diberikan adalah relience loss atau kerugian yang nyata dan bukan expectation loss atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.

C. Perbedaan Dasar Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum