Sasaran TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN 1. Tujuan

Cincau hitam apabila dilihat dari nilai gizinya tergolong kedalam produk rendah kandungan energi sebab sebagian besar adalah air. Oleh karena itu sering dijadikan makanan untuk diet. Sifat fungsional dari cincau hitam ini juga menjadi suatu kekuatan bahwa produk cincau ini akan dapat berkembang di pasaran. Menurut Wahab 1983 cincau hitam sejak dahulu sering dijadikan sebagai obat diare. Cincau hitam juga memiliki kemampuan untuk melindungi kerusakan DNA pada limfosit manusia yang terkena hidrogen peroksida dan iradiasi UV, hal ini dikarenakan kandungan senyawa aktif polifenol Lai et al., 2001.

B. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN 1. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan teknologi pengolahan cincau hitam dalam kemasan cup plastik polipropilen yang dapat diterapkan dalam skala industri kecil.

2. Sasaran

Sasaran dari penelitian ini adalah tersedianya teknologi pengolahan cincau hitam dalam kemasan cup plastik polipropilen yang dapat diterapkan dalam skala industri kecil. C. MANFAAT Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan teknologi minuman cincau hitam dalam kemasan yang dapat digunakan dalam industri-industri kecil, sehingga akan mendorong berdirinya industri yang bergerak dalam minuman cincau hitam. II. TINJAUAN PUSTAKA A. CINCAU Menurut Pitojo dan Zumiati 2005, tanaman cincau secara umum terdiri dari empat jenis yaitu Cincau Hijau Cyclea barbata, Cincau Perdu Premna serratifolia L , atau Premna integritifolia L, Cincau Minyak Stephania hermandifolia dan Cincau Hitam Mesona palustris. Pada Tabel 1 berikut ini dapat dilihat perbedaan-perbedaan antara keempat jenis cincau tersebut. Tabel 1. Perbedaan jenis tanaman Cincau No Karakterisatik Perbedaan Cincau Cincau Hijau Cincau Minyak Cincau Perdu Cincau Hitam 1. Bahan baku Daun segar Daun segar Daun dilayukan Brankas batang dan daun kering Daun asli lemas Daun Asli kaku Daun asli kaku Daun asli lemas Warna hijau klorofil Warna hijau klorofil Warna hijau klorofil Warna coklat karena ikatan klorofil rusak Relatif bersih dari kotoran Relatif bersih dari kotoran Relatif bersih dari kotoran Banyak kotoran, campuran benda lain saat pengeringan Aroma spesifik, lemah Aroma spesifik, lemah Aroma langu, kuat Aroma spesifik, lemah 2. Proses Tanpa pemanasan Tanpa pemanasan Pelayuan alami, atau pelayuan dengan air hangat Perebusan brankas janggelan Diremas dengan air matang dingin Diremas dengan air matang dingin Diremas dengan air matang lalu ditambah pengental Direbus dan ditambahkan tepung pati Disaring dan dicetak Disaring dan dicetak Disaring dan dicetak Dicetak 3. Hasil Produk Sedikit Sedikit Sedikit-banyak Sangat banyak Kebutuhan keluarga Kebutuhan keluarga Kebutuhan keluarga dan komersial Kebutuhan keluarga dan komersial Pitojo dan Zumiati 2005, Secara umum tanaman cincau bermanfaat sebagai bahan pangan, sebagai pangan fungsional, tanaman konservasi karena memiliki kemampuan untuk dapat hidup pada kondisi yang kering dan tidak subur tanahnya serta sebagai komoditas agribisnis dan agroindustri Pitojo dan Zumiati, 2005. Gambar dari masing masing jenis cincau tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini. Cyclea barbata Mesona palustris Premna serratifolia Stephania hermandifolia Gambar 1. Empat jenis tanaman cincau B. CINCAU HITAM Tanaman cincau hitam Mesona palustris merupakan tanaman yang tergolong kedalam divisi pterydophyta, klas dicotiledonae dan famili Labiatae. Tanaman ini merupakan tanaman perdu dengan ketinggian 30-60 cm dan tumbuh pada ketinggian 150-1800 m diatas permukaan laut Heyne, 1987. Batangnya beruas, berbulu halus dengan bentuk menyerupai segiempat, kebanyakan bercabang pada bagian dasarnya dan berwarna agak kemerahan. Daun cincau hitam berwarna hijau, lonjong, tipis lemas, ujungnya runcing, pangkal tepi daun bergerigi dan memiliki bulu halus. Letak daun saling berhadapan dan berselang seling dengan daun berikutnya Pitojo dan Zumiati, 2005. Tanaman cincau hitam dapat dibudidayakan dengan cara generatif maupun vegetatif. Cara generatifnya adalah dengan menggunakan biji sedangkan vegetatifnya menggunakan stek batang, tunas akar dan cara merunduk Sunanto, 1995. Proses pembibitan secara generatif tingkat keberhasilannya kecambahnya hanya 1-2 saja dengan waktu 12 bulan, hal ini menyebabkan pembibitan cara ini jarang dilakukan Sunanto, 1995. Pembudidayaan yang sering dilakukan adalah dengan cara stek batang, tunas akar dan merunduk. Pembudidayaan dengan cara vegetatif ini tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama dan tingkat keberhasilannya juga tinggi, selain itu tanaman yang dihasilkan memiliki sifat yang sama dengan induknya. Tanaman cincau hitam mudah dibudidayakan, terutama didaerah dataran menengah hingga tinggi. Tanaman tersebut umumnya cocok ditanam ditegalan, pekarangan, dan ladang, secara monokultur atau tumpang sari dengan tanaman lain. Dalam rangka konservasi lahan, tanaman tersebut dapat ditanam di galengan teras atau ditempat yang berlereng. Hal ini didukung oleh sifat perakaran yang lebat dan kuat mengikat tanah Pitojo dan Zumiati, 2005. Setelah berumur 3-4 bulan dari saat tanam, dilakukan pemanenan pertama dengan cara memotong sebagian tanaman menggunakan sabit sehingga bagian yang tertinggal dapat tumbuh kembali. Pada pemanenan yang kedua dilakukan pada bulan ke 7-8, semua tanaman dicabut sampai ke akar-akarnya Anonim, 2002. Pohon janggelan yang telah dipanen selanjutnya dikeringkan dengan cara menghamparkannya di atas permukaan tanah, hingga warnanya berubah dari hijau menjadi coklat tua. Tanaman cincau yang telah kering inilah yang merupakan bahan baku utama pembuatan cincau hitam. Tanaman Cincau kering ini tahan jika disimpan dalam waktu satu tahun, akan tetapi selama penyimpanan harus dilakukan proses pengeringan sebab jika kondisinya lembab maka akan tumbuh jamur pada tanaman kering tersebut. Bagian tanaman yang memiliki komponen polisakarida yang paling banyak ada pada bagian batang dan daunnya, sehingga dalam proses pengolahannya digunakan bagian daun dan batang tanaman cincau hitam Pitojo dan Zumiati, 2006. Proses pemeliharan tanaman cincau hitam ini dilakukan dengan melakukan penyiraman pagi dan sore agar diperoleh kondisi tanah yang tetap lembab dan tidak kekeringan. Pupuk yang digunakan untuk tanaman ini pupuk yang mengandung N nitrogen seperti pupuk urea. Hal ini bertujuan agar dapat merangsang pertumbuhan daun yang lebih banyak Sunanto, 1995. Hama yang mungkin tumbuh selama penanaman cincau ini adalah jenis Maenas maculifascia yang akan merusak daun cincau. Untuk mengatasinya dilakukan penyemprotan insektisida. Penyemprotan dilakukan apabila diketahui gejala penyebarannya yaitu dengan banyaknya daun cincau yang berlubang. Insektisida yang digunakan adalah insektisida jenis Azordin 15 WSC atau Dursban 20 EC dengan dosis ringan 1,5 ml perliter air Sunanto, 1995 Penyebaran tanaman cincau hitam tergolong cukup luas sebab ditemukan dibeberapa daerah Indonesia. Penyebaran tanaman cincau hitam di Jawa Barat meliputi daerah sekitar Gunung Salak, Ciomas dan Ciampea Bogor, serta di Batujajar Bandung. Didaerah Jawa Tengah tanaman ini banyak ditemukan di daerah Gunung Unggaran dan Gunung Ijen. Daerah penyebaran lainnya adalah Bali, Lombok dan Sumbawa Sunanto, 1995. Apabila kita melakukan penanaman secara penuh pada luas lahan sebanyak 1000 Ha maka hasil tanaman cincau hitam kering adalah 6000 tontahun Anonim, 2004. Melalui nilai tersebut ternyata produktivitasnya cukup menjanjikan. Wilayah Pacitan saja mampu menyediakan bahan baku cincau hitam sebanyak 3 tonhari Anonim, 2006. Tanaman cincau ini merupakan tanaman yang memiliki komponen pembentuk gel, sehingga dapat tergolong kedalam tanaman penghasil hidrokoloid. Untuk memperoleh komponen pembentuk gel dari tanaman cincau dilakukan melalui ekstraksi dalam waktu tertentu. Ekstraksi dilakukan menggunakan bahan baku tanaman cincau hitam yang telah dikeringkan. Komponen pembentuk gel dari tanaman cincau hitam ini jika berdiri sendiri tidak mampu membentuk gel yang kokoh. Akan tetapi apabila komponen pembentuk gel cincau dicampurkan dengan pati dan abu Qi maka akan dihasilkan gel yang kokoh. Perbandingan antara komponen pembentuk gel, pati dan abu Qi menentukan kekokohan dari gel cincau hitam. Selain kemampuannya dalam menghasilkan gel bersama pati dan abu Qi tanaman cincau hitam juga tergolong kedalam tanaman yang memiliki sifat sebagai antioksidan. Menurut Lai et al. 2001, adanya senyawa aktif polifenol mampu melindungi kerusakan DNA pada limfosit manusia yang terkena hidrogen peroksida dan iradiasi sinar UV. Menurut Lai et al. 2001 dan Hung dan Yen 2002, aktivitas yang dimiliki oleh cincau hitam dikarenakan adanya senyawa fenol seperti protocatheic acid, p-hydroxy benzoic acid, vanilic acid, caffeic acid dan syringic acid. Aktivitas terbanyak disebabkan oleh adanya caffeic acid. Aktivitas antioksidan dari cincau hitam pada konsentrasi 50 mgml 98,9 lebih kuat dibandingkan 50 mgml α-tocopherol 78 . Aktivitas antioksidan dari cincau hitam ini akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi gum. C. ABU QI DAN MINERAL PENGGANTINYA Abu Qi berperan dalam membentuk gel sebab abu tersebut mengandung berbagai jenis mineral yang dibutuhkan untuk memperkokoh struktur gel cincau. Abu Qi yang sering dijual di toko kimia berupa kristal berwarna coklat muda sampai coklat tua, dengan sifat yang mudah menyerap air. Secara tradisional abu Qi dapat diperoleh dari bahan dasar merang tangkai padi, atau diperoleh dari ekstrak abu tangkai padi yang sudah direndam sebelumnya dengan air atau air hujan Wahab, 1983. Menurut Supriharso 1991, abu Qi yang digunakan dalam proses pembuatan cincau mengandung mineral yang meliputi K, Na, Ca, Mg, Mn, Zn, Fe dan Cu. Secara umum mineral yang paling banyak adalah natrium, kalium dan kalsium. Tingginya kandungan ketiga mineral tersebut menyebabkan larutan abu Qi bersifat alkalis dengan pH 8-9. Hal ini menyebabkan larutan abu Qi mampu menyempurnakan proses ekstraksi komponen pembentuk gel dari tanaman cincau hitam dan mengkatalis pelepasan gugus tertentu untuk membentuk residu gum aktif yang berperan dalam pembentukan gel cincau hitam Asyar, 1988. Peningkatan larutan abu Qi sebagai larutan pengekstrak akan meningkatkan kekuatan gel cincau yang dihasilkan akan tetapi jika sangat berlebihan maka kekuatan gel akan kembali menurun. Apabila tidak digunakan larutan abu Qi dalam mengekstrak tanaman cincau maka ekstraksi komponen pembentuk gel cincau tidak dapat berlangsung dengan baik dan gel tidak akan terbentuk secara kokoh. Saat ini para pengrajin cincau hitam telah meninggalkan abu Qi. Hal ini disebabkan semakin sulitnya diperolah abu Qi di toko-toko kimia. Penggunaan larutan untuk menggantikan abu Qi telah banyak dilakukan. Menurut Asyhar 1988, abu Qi berusaha digantikan dengan NaOH, hal ini didasarkan pada sifat alkalis yang dimiliki oleh abu Qi. Harapannya dengan penambahan NaOH hingga pH 10-11 akan diperolah ekstrak cincau yang dapat membentuk gel. Akan tetapi penggunaan NaOH ini gagal sebab ekstrak yang dihasilkan tidak mampu membentuk gel. Menurut Asyhar 1988, ekstraksi menggunakan KCl dan NaCl juga dilakukan akan tetapi hasilnya sama saja. Menurut Sendiko 1987, peranan abu Qi dalam pembentukan gel sebagai pengkelat logam, oleh karena itu dilakukan penambahan mineral Li, Na, K dalam bentuk garam klorida dalam campuran komponen pembentuk gel KPG-pati tapioka. Hasilnya sedikit membantu pembentukan gel cincau hitam. Menurut Supriharso 1991, kandungan mineral terbanyak dari abu Qi meliputi K + sebesar 15,94-109,71 x10 3 ppm, diikuti dengan Na + sebesar 0,92-296,14 x 10 3 ppm dan Ca 2+ sebesar 112,92—1018,80 ppm dalam 100 g sampel. Menurut Supriharso 1991, penggunaan Fe, Mn dan Cu dalam ekstraksi cincau tidak dapat membantu proses pembentukan gel cincau hitam, akan tetapi penggunaan Na dan K dalam bentuk karbonat dapat membantu proses pembentukan gel cincau hitam. Menurut Lai dan Cou 2000, bentuk Na- bikarbonat berperan dalam ekstraksi cincau hitam. Hal ini didukung pula melalui observasi terhadap para pengrajin cincau hitam yang telah beralih dari abu Qi menggunakan Na-bikarbonat. D. PATI Pati merupakan polimer karbohidrat yang secara alami disintesa dalam tanaman. Pati tersusun atas unit-unit glukopiranosa yang masing-masing dihubungkan satu sama lain melalui ikatan α-glikosidik. Pati memiliki kandungan 2 polimer yang berbeda baik dari segi berat molekul maupun dari struktur kimianya, polimer tersebut adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah polimer berantai lurus dengan ikatan α 1,4 glukosida. Masing-masing polimer mengandung 200-2000 unit glukosa Wuzburg, 1968. Banyaknya gugus hidroksil yang bersifat hidrofilik dan mempunyai afinitas yang cukup besar terhadap air menyebabkan pati memiliki kemampuan membentuk dispersi dalam air. Amilosa bersifat larut air panas dan akan keluar dari granula pati saat mengalami gelatinisasi. Struktur dari amilosa linear dan banyak mengandung gugus hidoksil maka memiliki kecenderungan membentuk struktur paralel satu sama lain melalui ikatan hidrogen. Jika hal ini terjadi maka afinitas amilosa terhadap air akan berkurang karena adanya ikatan antar molekul ini. Kumpulan molekul amilosa akan meningkat sampai pada suatu titik dimana terjadi pengendapan jika konsentrasinya rendah, dan akan terbentuk gel jika konsentrasinya tinggi. Fenomena penggabungan molekul amilosa dari suatu larutan pati yang telah dipanaskan dan didinginkan kembali, membentuk suatu gel yang keruh dan dikenal dengan retrogradasi. Berbeda dengan amilosa, komponen amilopektin pati merupakan polimer berantai cabang yang terdiri dari 15-25 unit glukosa dengan ikatan α- 1,4-glukosida dan pada setiap percabangan terdapat ikatan α-1,6-glukosida Wuzburg, 1968. Amilopektin merupakan polimer yang lebih besar dibandingkan dengan amilosa. Pada Tabel 2 dapat dilihat perbedaan antara amilosa dan amilopektin. Adanya percabangan pada amilopektin akan menghalangi gerakan dan kecenderungan untuk saling mendekati dalam membentuk ikatan hidrogen yang diperlukan untuk peristiwa retrogradasi. Hal ini menyebabkan amilopektin lebih stabil dan lebih tahan terhadap perubahan-perubahan dibandingkan amilosa Wurzburg, 1968. Amilopektin dianggap juga dapat membentuk kristal akibat retrogradasi dan juga membentuk kompleks dengan senyawa lain, tetapi kemampuan amilopektin untuk membentuk kompleks lebih kecil daripada amilosa Madukarti, 1987. Tabel 2. Perbedaan karakteristik dari amilosa dan amilopektin Karakteristik Amilosa Amilopektin Reaksi dengan I 2 Biru Intensif Merah ungu Berat molekul 250.000 1.000.000 Jumlah unit glukosa dalam setiap rantai lurus 200 atau lebih 15-30 Analisa difraksi sinar-x Derajat kristal tinggi Amorphous Kelarutan dalam air Larut Tidak larut Stabilitas dalam larutan air Retrogradasi stabil Madukarti 1987 Perlu diketahui bahwa kandungan pati pada berbagai bahan berbeda- beda satu sama lain, baik dari segi jumlah pati maupun komponen amilosa dan amilopektinnya. Tabel 3 menunjukan perbedaan kandungan amilosa beberapa bahan pangan. Perbedaan amilosa ini cukup berpengaruh dalam proses pembuatan cincau sebab cincau akan terbentuk dengan baik jika digunakan pati dengan kadar amilosa yang cukup tinggi. Secara umum dalam pembuatan gel cincau hitam digunakan tapioka, maka dalam penelitian ini juga akan digunakan tapioka. Selain tapioka memiliki kandungan amilosa yang cukup tinggi, gel yang dihasilkan juga kokoh dan tidak mudah hancur. Tabel 3. Perbedaan kandungan amilosa dan suhu gelatinisasi pati pada bahan pangan Bahan Pangan Suhu Gelatinisasi °C Kandungan amilosa Jagung 62-72 22-28 Tapioka 62-73 17-22 Gandum 58-64 17-27 Beras 68-78 16-17 Sagu - 26 Wahab 1983 E. GEL CINCAU HITAM Gel cincau hitam adalah massa gel yang berwarna hitam kecoklatan yang diperoleh dari pengolahan panas tiga komponen yaitu komponen pembentuk gel tanaman cincau, pati dan abu Qi. Massa ini mempunyai konsistensi mirip dengan massa gel yang diperoleh dari agar-agar. Gel cincau akan terbentuk semakin kaku dengan waktu yang semakin singkat apabila semakin tinggi kadar tepung pati dan daun janggelan yang digunakan BPK, 1975, sedangkan kekuatan gel cincau tergantung pada perbandingan komponen pembentuk gel, pati dan abu Qi. Menurut wahab 1983, dalam pembentukan gel selain jumlah pati secara keseluruhan, kadar amilosa sangat berpengaruh terhadap gel cincau hitam. Contohnya pada saat penggunaan tepung beras ketan sebagai sumber pati dalam pembuatan cincau maka tidak terbentuk gel cincau layaknya penggunaan tepung beras, tepung terigu, tepung jagung. Hal ini disebabkan jumlah amilosa pada beras ketan sangat sedikit 1-2 sehingga tidak terjadi keseimbangan antara jumlah komponen amilosa dan amilopektin pati. Maka dari penelitian tersebut tepung yang dijadikan sebagai sumber pati harus yang memiliki kandungan amilosa cukup tinggi. Gel cincau terjadi akibat adanya interaksi yang sinergis antara komponen pati, mineral dan komponen pembentuk gel cincau. Interaksi- interaksi yang mungkin terjadi meliputi interaksi elektrostatik, ikatan hidrogen, ikatan kovalen. Apabila jenis ikatan tersebut semakin kuat maka air yang terperangkap didalamnya akan terikat kuat sehingga gel akan semakin kokoh. Bentuk interaksi dari gel cincau hitam kemungkinan mirip dengan interaksi gel antara Xantan Gum dan Locus Bean Gum atau antara Xantan Gum dan Karagenan. Interaksi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2, struktur doubel heliks utama dibentuk oleh oleh pati yang kemudian bergabung dengan komponen gum cincau hitam melalui ikatan silang oleh adanya jembatan mineral. Pembentukan ikatan mineral misalnya oleh Na yang merupakan kation monovalen. Kation ini memiliki muatan satu positif yang memiliki kemampuan membentuk ikatan ionik dengan satu sisi reaktif dari gum cincau hitam. Setelah melakukan ikatan ionik dengan satu sisi rekatif, maka dengan adanya penambahan energi karena dilakukan pemanasan diduga terjadi pula ikatan yang lain seperti ikatan hidrogen antara sisi reaktif yang belum berikatan dengan ion mineral Gambar 2D. Apabila sebagian besar sisi reaktif telah melakukan ikatan ionik dengan ion mineral, maka ikatan kedua yang diharapkan membentuk ikatan silang antara komponen- komponen pembentuk gel hanya akan terjadi dalam jumlah sedikit, atau bahkan tidak terjadi sama sekali jika semua sisi reaktif yang ada sudah melakukan ikatan ionik Gambar 2E D E Gambar 2. Pendugaan mekanisme pembentukan gel cincau hitam A. Struktur double heliks dari pati tapioka B. Bentuk gum dari tanaman cincau hitam C. Bentuk fleksibel penghubung antar double heliks D. Ikatan ionik dari kation monovalen dan ikatan hidrogen E. Ikatan ionik dari kation monovalen Menurut Wahab 1983, pembentukan gel cincau hitam juga dipengaruhi oleh tanaman cincau yang digunakan. Tanaman yang memiliki batang dan daun yang lebih kecil dan relatif berat akan menghasilkan ekstrak gum yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang memiliki batang besar tetapi beratnya relatif lebih ringan. Kandungan gum yang lebih banyak juga dipengaruhi oleh masa pemanenan. Menurut Pitojo dan Zumiati 2005, apabila tanaman cincau hitam dipanen menjelang masa berbunga maka kadar gumnya akan lebih banyak, akan tetapi diluar itu maka kandungan gumnya akan sedikit. Kualitas tanaman cincau hitam yang dipanen setelah masa berbunga kurang baik sebab sebagian energi tanaman telah digunakan untuk membentuk bunga dan buah. Pemanenan yang baik dilakukan pada umur tanaman 3-4 bulan Sendiko, 1987. Tabel 4. Pengaruh penambahan NaCl terhadap suhu pembentukan dan suhu titik leleh gel cincau NaCl mM Suhu Pembentukan gel °C Waktu Pembentukan gel menit Titik Leleh °C Waktu Pelelehan menit Kehilangan Viskositas 0 50,1 6,1 82,8 1,4 89,0 5 49,9 7,4 85,7 1,2 90,6 15 50,1 5,9 90,4 1,5 90,9 35 60,5 2,8 95,7 4,2 78,8 75 71,3 1,7 95,7 5,1 57,7 Lai dan Chou 2000 Gel cincau yang terbentuk merupakan gel yang bersifat termoreversibel. Menurut Sendiko 1987, termoreversibel maksudnya bahwa gel cincau yang telah terbentuk selama pendinginan, akan kembali mencair jika dipanaskan melewati suhu titik cairnya. Selanjutnya jika setelah dipanaskan, kembali didinginkan maka gel cincau akan terbentuk kembali. Secara alami gel cincau yang dihasilkan antara campuran ekstrak cincau dan pati memiliki suhu pencairan pada 82,8 °C, sedangkan suhu pembentukan gelnya adalah 50 °C Lai and Chao, 2000. Suhu leleh dari gel cincau ini pada dasarnya dapat dimodifikasi menjadi lebih tinggi lagi dengan penambahan kation monovalen dan divalen. Biasanya kation monovalen atau divalen ditambahkan dalam bentuk garamnya. Pada Tabel 4 di atas dapat dilihat pengaruh penambahan garam NaCl pada berbagai konsentrasi dan pengaruhnya dalam merubah titik leleh gel cincau. Menurut Sendiko 1987, penggunaan Li, Na dan K dalam proses pembentukan gel akan mampu meningkatkan kekuatan gel cincau hitam hingga jumlah tertentu. Setelah jumlah mineral terlalu banyak maka yang terjadi adalah penurunan kekuatan gel kembali. F. PENGASAM ACIDULANT Produk produk minuman sering kali ditambahkan pengasam Acidulant. Acidulant merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki sifat asam dan sering digunakan dalam pengolahan makanan dengan tujuan tertentu. Peranan dari penambahan pengasam ini sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi aftertaste yang tidak diinginkan. Sifat asam yang dimilikinya dapat menurunkan pH sehingga akan berpengaruh dalam mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai pengawet. Pengasam yang sering digunakan dalam bahan pangan meliputi asam organik dan asam anorganik. Asam organik yang dapat digunakan adalah asam sitrat, asam malat, asam tartarat, asam fumarat, asam asetat, asam suksinat dan asam laktat. Sedangkan asam anorganik yang dapat digunakan sebagai pengasam dalam makanan hanya satu yaitu asam fosfat. Selain asam fosfat asam anorganik lain tidak dapat digunakan seperti HCl dan H 2 SO 4 karena kurang baik terhadap mutu produk akhir Winarno, 1989 Jenis pengasam yang paling umum adalah asam sitrat. Tujuan digunakan pengasam ini selain untuk menurukan pH juga digunakan untuk mencegah kehilangan warna, dan untuk memberikan rasa menyerupai buah. Sehingga sering digunakan untuk minuman saribuah. Asam sitrat memiliki sifat korosif dan dapat menyebabkan iritasi, selain itu dapat menyebabkan kulit seperti terbakar. Asam malat merupakan asam yang memiliki rasa lembut, sedikit asam namun memiliki flavour yang tidak membakar lidah. Umum digunakan untuk produk pangan seperti minuman, es krim, permen, makanan kering, makanan kaleng, selai dan jelly. Dalam penggunaanya, untuk memperoleh tingkat keasaman tertentu hanya perlu digunakan dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan penggunaan asam sitrat. Hal ini disebabkan asam malat memiliki derajat ionisasi dalam air lebih tinggi daripada asam sitrat. Asam fosfat secara umum digunakan dalam minuman cola dan sangat mungkin digunakan untuk jenis minuman lainnya. Rasa asamnya lebih rendah dibandingkan dengan asam sitrat dan lebih baik jika digunakan untuk minuman bukan saribuah atau tidak memiliki rasa buah nonfruit Woodroof, 1981. Asam fosfat memiliki bentuk cair dan memiliki kelarutan yang tinggi dalam air. Biasanya secara komersial dijual dalam konsentrasi yang tinggi 75, 80, 85, dan 90. Memiliki sifat yang korosif terhadap bahan logam. Asam fosfat jika terkena kulit akan memiliki efek samping berupa gatal dan terasa terbakar. Asam fosfat tidak bersifat volatile. Asam fosfat dapat berfungsi sebagai pengasam, buffer dan emulsifier. Selain itu dapat bersifat sebagai sumber nutrisi bagi tubuh yaitu sebagai penyumbang fosfor. G. BAHAN PEMANIS Bahan pemanis merupakan suatu bahan yang umum digunakan dalam makanan. Bahan pemanis ini terbagi menjadi dua. Jenis pemanis pertama yaitu Nutritive sweetener yaitu pemanis yang dapat dimetabolisme oleh tubuh seperti sukrosa, fruktosa dan glukosa. Pemanis yang kedua adalah Non-nutritive sweetener , merupakan pemanis yang tidak dapat dimetabolisme oleh tubuh seperti sakarin, aspartam, alitam, siklamat, Acesulfam-K, manitol, maltitol, neotam, sukralosa, isomalt, laktitol, silitol dan sorbitol Salminen dan Hallikainen, 1990. Pemanis yang paling banyak digunakan adalah sukrosa. Sukrosa ini tergolong kedalam oligosakarida yang banyak terdapat pada tanaman tebu, bit, siwalan dan kelapa kopyor. Sukrosa banyak digunakan di industri sebab selain harganya relatif murah dan banyak diproduksi, sukrosa juga tidak menimbulkan aftertaste yang tidak disukai oleh konsumen. Aftertaste ini seringkali muncul pada penggunaan pemanis buatan yang tidak dikontrol dengan baik. Winarno 1989 menjelaskan bahwa sukrosa merupakan disakarida yang terdiri dari monosakarida glukosa dan fruktosa. Kemanisan sukrosa sama dengan 1,00. Untuk industri-industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam cairan sukrosa sirup. Pada pembuatan sirup, sukrosa dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa sehingga disebut gula invert. Menurut Salminen dan Hallikainen 1999, selain sebagai pemanis sukrosa juga berperan sebagai bahan pengembang, pengawet, dan pembentuk tekstur, selain itu sukrosa dijadikan sebagai sumber energi pada proses fermentasi. Sukrosa dapat pula digunakan untuk mencegah sineresis dan denaturasi protein, membantu proses emulsifikasi lemak serta seringkali dikombinasikan dengan garam dan asam sitrat untuk menghasilkan sensasi rasa yang lebih baik. Sukrosa sering digunakan sebagai salah satu komponen dalam proses pembuatan cake, biskuit, puding, bir, wine, wine yang difortifikasi dan softdrink . Hal ini menunjukan sukrosa memiliki peranan penting dalam pengolahan pangan. H. BAHAN PENGAWET Bahan pengawet terdiri dari bahan pengawet organik dan anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Pengawet berfungsi untuk memperpanjang umur simpan produk makanan dan menghambat pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu sering pula disebut senyawa anti mikroba Winarno, 1989. Bahan pengawet anorganik diantaranya adalah sulfit, nitrit dan nitrat. Bahan pengawet organik meliputi asam asetat, asam propionat, asam benzoat, asam sorbat dan senyawa epoksida. Bahan pengawet anorganik seperti sulfit, selain digunakan sebagai pengawet sering pula digunakan untuk mencegah reaksi browning pada bahan pangan. Nitrit dan nitrat biasanya digunakan untuk mengawetkan daging olahan untuk mencegah pertumbuhan mikroba dan menghasilkan warna produk yang menarik. Bahan pengawet organik seperti asam sorbat, merupakan asam lemak monokarboksilat yang berantai lurus dan mempunyai ikatan tidak jenuh α- diena. Bentuk yang biasa digunakan umumnya dalam bentuk garamnya seperti Na-sorbat dan K-sorbat. Pengawet ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan kapang dan bakteri. Sorbat aktif pada pH diatas 6,5 dan keaktifannya menurun dengan meningkatnya pH. Asam propionat CH 3 CH 2 COOH merupakan asam yang memiliki tiga atom karbon yang tidak dapat dimetabolisme oleh mikroba. Hewan tingkat tinggi dan manusia dapat memetabolisme asam propionat ini seperti asam lemak biasa. Penggunaan propionat biasanya dalam bentuk garam Na-propionat dan Ca-propionat. Bentuk efektifnya dalam bentuk yang tidak terdisosiasi, pengawet ini efektif terhadap kapang dan khamir pada pH diatas 5. Asam asetat merupakan bahan pengawet yang dapat digunakan untuk mencegah pertumbuhan kapang, contohnya pertumbuhan kapang pada roti. Asam asetat tidak dapat mencegah pertumbuhan khamir. Asam asetat sebesar 4 kita kenal sebagai cuka dan aktivitasnya akan lebih besar pada pH rendah. Epoksida merupakan senyawa kimia yang bersifat membunuh semua mikroba termasuk spora dan virus. Contoh senyawa epoksida adalah etilen oksida dan propilen oksida. Bahan pengawet ini digunakan sebagai fumigan terhadap bahan-bahan kering seperti rempah-rempah, tepung dan lain-lain. Etilen oksida lebih efektif dari propilen oksida, tetapi etilen oksida lebih mudah menguap, terbakar dan meledak, karena itu biasanya diencerkan dengan senyawa lain membentuk campuran 10 etilen oksida dan 90 CO 2 . Bahan pengawet yang digunakan adalah Na-benzoat dengan rumus kimia C 6 H 5 COONa. Bahan pengawet ini sangat luas penggunaanya dan sering digunakan dalam bahan makanan berasam rendah untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan khamir pada konsentrasi yang rendah yaitu dibawah 0,1 . Benzoat juga telah banyak digunakan dalam pembuatan jam, jelly, margarin, minuman berkarbonasi, salad buah, acar, sari buah dan lain lain. Menurut Winarno 1989, aktifitas antimikroba dari benzoat akan mencapai maksimum pada pH 2,5-4,5 dengan bentuk asam tidak berdisosiasi. Apabila dilihat dari tingkat kelarutannya maka benzoat dalam bentuk garamnya yaitu Na-benzoat memiliki tingkat kelarutan yang lebih tinggi pada air dan etanol sehingga pada penelitian ini digunakan bentuk Na-benzoat. Na-benzoat berbentuk kristal putih, tanpa bau. Perlu di ketahui bahwa penambahan Na-benzoat dapat mempengaruhi rasa produk, sebab Na-benzoat memiliki rasa astringent. Seringkali dengan penambahan Na-benzoat dapat menimbulkan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat cair. Apabila penambahan Na-benzoat melebihi 0,1 maka sering kali menimbulkan rasa pedas dan terbakar. Winarno 1989 menyatakan bahwa efektivitas dari Na-benzoat akan meningkat apabila ada penambahan senyawa belerang SO 2 atau senyawa sulfit SO 3 dan gas karbon CO 2 . Efektivitas dari Na-benzoat dalam menghambat pertumbuhan mikroba meliputi jenis bakteri seperti Lactobacillus, Listeria, Kapang seperti Candida, Saccharomyces dan Khamir jenis Aspergillus, Rhyzopus dan Cladosphorium. Legalitas dari penggunaan Na-benzoat digolongkan kedalam Generally Recognized As Safe GRAS. Hal ini menunjukan bahwa penggunaanya memiliki toksisitas yang rendah terhadap hewan dan manusia. Hewan dan manusia memiliki mekanisme detoksifikasi benzoat yang efisien, sebab jika dikonsumsi 60-95 dari senyawa ini akan dapat dikeluarkan oleh tubuh. Hingga saat ini benzoat dipandang tidak memiliki efek teratogenik menyebabkan cacat bawaan jika dikonsumsi dan tidak bersifat karsinogenik. I. PENGEMASAN Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pangan. Fungsi dari pengemasan bahan pangan meliputi: 1 dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya; 2 memberikan perlindungan terhadap bahan pangan dari kerusakan fisik, oksigen dan sinar; 3 harus berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis dalam proses pengepakan yaitu selama pemasukan bahan pangan kedalam kemasan, ini artinya bahan pengemas harus sudah dirancang untuk siap pakai pada mesin-mesin yang ada; 4 harus mempunyai suatu tingkat kemudahan baik kemudahan bagi konsumen untuk membuka dan menutup maupun kemudahan untuk tahapan selanjutnya seperti pengelolaan di gudang dan distribusi produk; 5 pengemasan harus mampu memberi pengenalan keterangan dan daya tarik penjualan, unit pengepakan yang dijual harus dapat menjual apa yang dilindunginya dan melindungi apa yang dijual Buckle et al, 1987. Kemasan yang sering digunakan sebagai pengemas bahan makanan meliputi kemasan kertas, botol, plastik, kaleng, komposit kombinasi plastik dan kertas. Kemasan yang umum digunakan dalam minuman dalam cup adalah kemasan plastik. Kemasan plastik polipropilen merupakan salah satu kemasan yang dapat digunakan untuk produk minuman. Sifat dari kemasan ini adalah ringan, mudah dibentuk dan transparan serta tidak mudah sobek. Kemasan polipropilen ini memiliki permeabilitas uap air rendah, dan permeabilitas gas sedang, tahan suhu tinggi hingga 150 °C, titik leleh tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak. J. PROSES TERMAL DAN PASTEURISASI Proses termal atau pengawetan dengan suhu tinggi pertama kali ditemukan oleh Nicholas Appert. Nicholas Appert berhasil mengawetkan makanan dengan tahapan wadah gelas diisi dengan makanan, kemudian ditutup dengan rapat, wadah yang berisi makanan tersebut dipanaskan dalam air mendidih dalam beberapa saat dan langsung didinginkan. Akan tetapi Nicholas Appert belum dapat menjelaskan bagaimana mekanisme pengawetan terjadi. Fenomena tersebut baru terjawab oleh penelitian yang dilakukan Louis Pasteur, bahwa ternyata proses pemanasan atau proses termal dapat mengawetkan makanan karena panas dapat membunuh atau memusnahkan mikroba pembusuk. Tujuan dari proses termal adalah untuk peningkatan mutu pangan preservation, keamanan pangan product safety, dan memperoleh keuntungan profitability. Manfaat dari proses termal itu sendiri yaitu 1 terbunuhnya mikroorganisme sehingga meningkatkan keamanan dan keawetan pangan; 2 menyebabkan inaktifnya enzim-enzim perusak sehingga mutu produk lebih stabil selama penyimpanan; 3 menyebabkan perubahan tekstur, warna dan flavour sehingga menjadi lebih disukai; 4 peningkatan ketersediaan beberapa zat gizi, misalnya peningkatan daya cerna protein dan karbohidrat; 5 rusaknya atau hilangnya beberapa komponen anti gizi misalnya inhibitor tripsin pada produk leguminosa. Namun demikian, proses pemasakan dengan suhu tinggi juga dapat mengakibatkan kemungkinan rusaknya beberapa zat gizi dan mutu umumnya yang berhubungan dengan mutu organoleptik seperti warna, tekstur dan lain- lain, terutama jika proses pemanasan tidak terkontrol dengan baik. Karena itulah maka pada pelaksanaannya, proses pengolahan dengan suhu tinggi pemanasan ini perlu dikontrol dengan baik. Pada umumnya semakin tinggi suhu pemanasan dan semakin lama waktu pemanasan maka semakin besar pula tingkat inaktivasi mikroorganisme dan enzim-enzim. Karena itulah maka kontrol terpenting dalam proses pemanasan adalah kontrol terhadap suhu dan waktu. Berdasarkan pada kriteria suhu, waktu dan tujuan pemanasan ini maka proses termal dibagi menjadi beberapa operasi yaitu proses blansir blanching, proses pasteurisasi dan proses sterilisasi. Blansir adalah perlakuan pemanasan pendahuluan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu buah dan sayuran sebelum dikenai perlakuan proses lanjutan. Jadi, proses blansir bukan merupakan proses pengawetan, tetapi merupakan proses pendahuluan yang biasanya dilakukan dalam suatu proses pengolahan buah dan sayur. Adapun tujuan dari proses blansir ini adalah untuk 1 menginaktivasi enzim; 2 mengurangi jumlah mikroba awal terutama mikroba pada bagian permukaan bahan pangan, buah dan sayur; 3 melunakan tekstur buah dan sayur sehingga mempermudah proses pengisian buah dan sayur dalam wadah dan 4 mengeluarkan udara yang terperangkap pada jaringan buahsayur yang akan mengurangi kerusakan oksidasi dan membantu proses pengalengan dengan terbentuknya ruang kosong headspace yang baik. Pasteurisasi merupakan suatu proses pengawetan yang namanya diambil dari nama ahli mikrobiologi Prancis yaitu Louis Pasteur. Pada awalnya proses ini dikembangkan sebagai upaya untuk mencari metode pengawetan minuman anggur wine. Pasteur menunjukan bahwa proses pembusukan pada minuman anggur dapat dicegah jika anggur tersebut dipanaskan pada suhu 60 ºC selama beberapa waktu. Namun demikian, dalam perkembangannya proses pasteurisasi lebih banyak diaplikasikan untuk proses pengolahan susu. Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah umumnya dilakukan pada suhu kurang dari 100 ºC dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan memiliki daya awet beberapa hari seperti produk susu pasteurisasi atau sampai beberapa bulan seperti produk sari buah pasteurisasi Walaupun proses ini hanya mampu membunuh sebagian populasi mikroorganisme, namun pasteurisasi ini sering diterapkan terutama jika 1 dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebabkan terjadinya kerusakan mutu misalnya pada susu; 2 tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroba patogen penyebab penyakit, misalnya pada susu atau inaktivasi enzim-enzim yang dapat merusak mutu misalnya pada saribuah; 3 diketahui bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan yang utama adalah mikroorganisme yang sensitif tehadap panas khamir atau ragi pada sari buah; 4 Akan digunakan cara atau metode pengawetan lain yang dikombinasikan dengan proses pasteurisasi, sehingga sisa mikroorganisme yang masih ada setelah pasteurisasi dapat dikendalikan dengan metode pengawetan tersebut misalnya pasteurisasi dikombinasikan dengan pendinginan, pemasakan yang rapat tertutup, penambahan gula danatau asam dan lain lain. Jadi, secara umum tujuan utama pasteurisasi adalah untuk memusnahkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentukan toksin maupun pembusuk. Beberapa mikroba yang dapat dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi diantaranya adalah bakteri penyebab penyakit seperti Mycobacterium tuberculosis penyebab penyakit TBC, Salmonella penyebab kolera dan tifus serta Shigella dysenteriae penyebab disentri. Disamping itu pasteurisasi juga dapat memusnahkan bakteri pembusuk yang tidak berspora seperti Pseudomonas, Achromobacter, Lactobacillus, Leuconostoc, Proteus, Micrococcus dan Aerobacter serta kapang dan khamir. III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Pada penelitian ini bahan-bahan yang digunakan meliputi tanaman cincau hitam, NaHCO 3 , tepung tapioka, gula, asam fosfat dan air. Bahan yang digunakan dalam analisis meliputi NaOH, Asam oksalat, indikator fenolftalein, aquades, NaCl dan Media PCA Plate Count Agar Peralatan dalam pembuatan minuman cincau hitam ini adalah timbangan, panci besar dan kecil, pengaduk kayu, termometer, saringan halus, kompor, mesin pengelim sealing machine. Sedangkan peralatan untuk analisa digunakan digunakan refraktometer, pH meter, Reoner RE-3305, otoklaf, inkubator, cawan petri, tabung reaksi bertutup, erlenmeyer, dan gelas piala. B. METODE Penelitian yang telah dilakukan meliputi observasi dan formulasi dari minuman cincau hitam yang diawali dengan proses ekstraksi komponen pembentuk gel dari cincau hitam. Ekstraksi dilakukan menggunakan bobot tanaman cincau sebesar 5 dan 6 selama 30 menit dan atau hingga diperoleh ekstrak cincau yang berwarna hitam pekat serta terasa licin ditangan. Dari dua kombinasi tersebut dipilih satu untuk dijadikan ekstrak pada formulasi selanjutnya. Ekstrak yang dipilih digunakan untuk formulasi gel cincau hitam. Dalam formulasi ini telah digunakan tiga kombinasi penambahan tepung tapioka yaitu 2,5 , 5 , dan 8 . Berdasarkan ketiga kombinasi tepung tapioka tersebut diambil satu kombinasi yang memiliki kekuatan dan bentuk massa yang paling baik secara subjektif. Satu kombinasi penambahan tepung tapioka yang diperoleh sebelumnya diberikan tiga perlakuan penambahan asam. Penambahan asam yang dilakukan dengan jenis yang berbeda beda yaitu asam sitrat, asam malat dan asam fosfat. Dari ketiga jenis pengasam tersebut dipilih satu yang memiliki rasa asam paling rendah yaitu asam fosfat. Setelah diperoleh jenis pengasam yang cocok selanjutnya diberikan perlakuan P1, P2 dan P3 yang merupakan penambahan jumlah asam yang berbeda-beda. Jumlah asam yang ditambahkan berturut-turut adalah 0,115 vv, 0,120 vv dan 0,125 vv. Ketiga perlakuan penambahan asam tersebut diamati secara subjektif dan diukur kekuatannya menggunakan alat Reoner RE-3305 serta dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan hasil kedua pengamatan ini diambil satu perlakuan yang menghasilkan gel dengan pH yang rendah dan memiliki kekuatan yang masih cukup baik dan cocok digunakan dalam minuman cincau hitam. Berbagai kombinasi ekstrak, tepung tapioka dan pengasam telah diperoleh selama proses yang telah disebutkan sebelumnya. Selanjutnya adalah penambahan gula yang akan berpengaruh terhadap rasa dari minuman cincau hitam. Jumlah gula yang ditambahkan meliputi tiga macam dan dikatakan sebagai formula A, B dan C, ketiga formula ini dapat dilihat pada Tabel 5. Formula tersebut juga telah diujikan kepada para panelis dengan menggunakan uji organoleptik yaitu uji hedonik secara rating dan peringkat rangking. Melalui uji hedonik tersebut dipilih satu formula yang paling baik dan paling disukai oleh panelis. Formula tersebut dikatakan sebagai formula terbaik. Ketiga formula ini dilakukan pengujian terhadap beberapa parameter fisik, kimia dan mikrobiologi. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat mutu dari produk minuman cincau hitam yang dihasilkan. Diagram alir pembuatan minuman ini dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 5. Formulasi minuman cincau hitam Formulasi Bahan Formula A B C Gel cincau hitam ekstrak Tapioka 2,5 2,5 2,5 Gula 10 11 12 Air 16 16 16 Asam fosfat 0,125 0,125 0,125 Sirup Pengisi air Gula 10 11 12 Garam 0,06 0,06 0,06 Asam fosfat 0,01 0,01 0,01 Na-benzoat 0,06 0,06 0,06 Tanaman Cincau Kering ↓ Disortasi dan dipotong-potong ± 5 cm serta dicuci bersih ↓ Dipanaskan selama 30 menit pada suhu 100° C ↓ Disaring ↓ Filtrat cincau hitam ↓ Dicampurkan ↓ Dipanaskan diatas 90°C sambil diaduk hingga larut ↓ Diturunkan suhunya hingga ± 85°C ↓ Dicampurkan sedikit demi sedikit sambil diaduk cepat ↓ Ditambahkan Acidulant Asam fosfat ↓ Dituang dalam loyang hingga ketebalan ± 1 cm ↓ Didinginkan, dicetak atau dipotong kecil kecil ↓ Potongan cincau Air ↓ Dipanaskan diatas 90°C ↓ Dicampurkan ↓ Ditambahkan garam dan Na Benzoat serta asam fosfat ↓ Sirup cincau Dimasukkan kedalam cup plastik ↓ dikelin sealing dan dipasteurisasi ↓ dilakukan shock cooling dalam waktu 10 menit ↓ Minuman cincau hitam Gambar 3. Pembuatan minuman cincau hitam Air standar untuk pangan 0,125 NaHCO 3 Ampas Gula Pasir Larutan Tepung Tapioka Gula Analisis-analisis yang dilakukan selama proses pembuatan minuman ini meliputi analisis sifat fisik, kimia dan mikrobiologi serta uji organoleptik. Analisis fisik yang dilakukan adalah rendemen dan produktivitas cincau hitam, analisis kekuatan gel dan total padatan terlarut, sedangkan analisis kimia yang dilakukan adalah pengukuran pH dan total asam tertitrasi. Untuk analisis mikrobiologi dilakukan analisis total mikroba menggunakan media PCA Plate Count Agar. Berikut analisis-analisis yang telah disebutkan sebelumnya :

1. Rendemen Gel dan Produktivitas Cincau