Cincau hitam apabila dilihat dari nilai gizinya tergolong kedalam produk rendah kandungan energi sebab sebagian besar adalah air. Oleh karena itu
sering dijadikan makanan untuk diet. Sifat fungsional dari cincau hitam ini juga menjadi suatu kekuatan bahwa produk cincau ini akan dapat berkembang
di pasaran. Menurut Wahab 1983 cincau hitam sejak dahulu sering dijadikan sebagai obat diare. Cincau hitam juga memiliki kemampuan untuk melindungi
kerusakan DNA pada limfosit manusia yang terkena hidrogen peroksida dan iradiasi UV, hal ini dikarenakan kandungan senyawa aktif polifenol Lai et al.,
2001.
B. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN 1. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan teknologi pengolahan cincau hitam dalam kemasan cup plastik polipropilen yang dapat diterapkan
dalam skala industri kecil.
2. Sasaran
Sasaran dari penelitian ini adalah tersedianya teknologi pengolahan cincau hitam dalam kemasan cup plastik polipropilen yang dapat diterapkan
dalam skala industri kecil.
C. MANFAAT
Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan teknologi minuman cincau hitam dalam kemasan yang dapat digunakan dalam industri-industri
kecil, sehingga akan mendorong berdirinya industri yang bergerak dalam
minuman cincau hitam.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. CINCAU
Menurut Pitojo dan Zumiati 2005, tanaman cincau secara umum terdiri dari empat jenis yaitu Cincau Hijau Cyclea barbata, Cincau Perdu Premna
serratifolia L , atau Premna integritifolia L, Cincau Minyak Stephania
hermandifolia dan Cincau Hitam Mesona palustris. Pada Tabel 1 berikut ini
dapat dilihat perbedaan-perbedaan antara keempat jenis cincau tersebut. Tabel 1. Perbedaan jenis tanaman Cincau
No Karakterisatik Perbedaan
Cincau Cincau Hijau
Cincau Minyak Cincau Perdu
Cincau Hitam 1.
Bahan baku Daun segar
Daun segar Daun
dilayukan Brankas
batang dan daun kering
Daun asli lemas
Daun Asli kaku Daun asli kaku
Daun asli lemas Warna hijau
klorofil Warna hijau
klorofil Warna hijau
klorofil Warna coklat
karena ikatan klorofil rusak
Relatif bersih dari kotoran
Relatif bersih dari kotoran
Relatif bersih dari kotoran
Banyak kotoran,
campuran benda lain saat
pengeringan
Aroma spesifik,
lemah Aroma spesifik,
lemah Aroma langu,
kuat Aroma spesifik,
lemah 2. Proses
Tanpa pemanasan
Tanpa pemanasan
Pelayuan alami, atau
pelayuan dengan air
hangat Perebusan
brankas janggelan
Diremas dengan air
matang dingin Diremas dengan
air matang dingin
Diremas dengan air
matang lalu ditambah
pengental Direbus dan
ditambahkan tepung pati
Disaring dan dicetak
Disaring dan dicetak
Disaring dan dicetak
Dicetak 3.
Hasil Produk Sedikit
Sedikit Sedikit-banyak
Sangat banyak Kebutuhan
keluarga Kebutuhan
keluarga Kebutuhan
keluarga dan komersial
Kebutuhan keluarga dan
komersial
Pitojo dan Zumiati 2005,
Secara umum tanaman cincau bermanfaat sebagai bahan pangan, sebagai pangan fungsional, tanaman konservasi karena memiliki kemampuan untuk
dapat hidup pada kondisi yang kering dan tidak subur tanahnya serta sebagai komoditas agribisnis dan agroindustri Pitojo dan Zumiati, 2005. Gambar dari
masing masing jenis cincau tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Cyclea barbata Mesona palustris
Premna serratifolia Stephania hermandifolia
Gambar 1. Empat jenis tanaman cincau
B. CINCAU HITAM
Tanaman cincau hitam Mesona palustris merupakan tanaman yang tergolong kedalam divisi pterydophyta, klas dicotiledonae dan famili Labiatae.
Tanaman ini merupakan tanaman perdu dengan ketinggian 30-60 cm dan tumbuh pada ketinggian 150-1800 m diatas permukaan laut Heyne, 1987.
Batangnya beruas, berbulu halus dengan bentuk menyerupai segiempat, kebanyakan bercabang pada bagian dasarnya dan berwarna agak kemerahan.
Daun cincau hitam berwarna hijau, lonjong, tipis lemas, ujungnya runcing,
pangkal tepi daun bergerigi dan memiliki bulu halus. Letak daun saling berhadapan dan berselang seling dengan daun berikutnya Pitojo dan Zumiati,
2005. Tanaman cincau hitam dapat dibudidayakan dengan cara generatif
maupun vegetatif. Cara generatifnya adalah dengan menggunakan biji sedangkan vegetatifnya menggunakan stek batang, tunas akar dan cara
merunduk Sunanto, 1995. Proses pembibitan secara generatif tingkat keberhasilannya kecambahnya hanya 1-2 saja dengan waktu 12 bulan, hal ini
menyebabkan pembibitan cara ini jarang dilakukan Sunanto, 1995. Pembudidayaan yang sering dilakukan adalah dengan cara stek batang, tunas
akar dan merunduk. Pembudidayaan dengan cara vegetatif ini tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama dan tingkat keberhasilannya juga tinggi,
selain itu tanaman yang dihasilkan memiliki sifat yang sama dengan induknya. Tanaman cincau hitam mudah dibudidayakan, terutama didaerah dataran
menengah hingga tinggi. Tanaman tersebut umumnya cocok ditanam ditegalan, pekarangan, dan ladang, secara monokultur atau tumpang sari dengan tanaman
lain. Dalam rangka konservasi lahan, tanaman tersebut dapat ditanam di galengan teras atau ditempat yang berlereng. Hal ini didukung oleh sifat
perakaran yang lebat dan kuat mengikat tanah Pitojo dan Zumiati, 2005. Setelah berumur 3-4 bulan dari saat tanam, dilakukan pemanenan
pertama dengan cara memotong sebagian tanaman menggunakan sabit sehingga bagian yang tertinggal dapat tumbuh kembali. Pada pemanenan yang kedua
dilakukan pada bulan ke 7-8, semua tanaman dicabut sampai ke akar-akarnya Anonim, 2002. Pohon janggelan yang telah dipanen selanjutnya dikeringkan
dengan cara menghamparkannya di atas permukaan tanah, hingga warnanya berubah dari hijau menjadi coklat tua. Tanaman cincau yang telah kering inilah
yang merupakan bahan baku utama pembuatan cincau hitam. Tanaman Cincau kering ini tahan jika disimpan dalam waktu satu tahun, akan tetapi selama
penyimpanan harus dilakukan proses pengeringan sebab jika kondisinya lembab maka akan tumbuh jamur pada tanaman kering tersebut. Bagian tanaman yang
memiliki komponen polisakarida yang paling banyak ada pada bagian batang
dan daunnya, sehingga dalam proses pengolahannya digunakan bagian daun dan batang tanaman cincau hitam Pitojo dan Zumiati, 2006.
Proses pemeliharan tanaman cincau hitam ini dilakukan dengan melakukan penyiraman pagi dan sore agar diperoleh kondisi tanah yang tetap
lembab dan tidak kekeringan. Pupuk yang digunakan untuk tanaman ini pupuk yang mengandung N nitrogen seperti pupuk urea. Hal ini bertujuan agar dapat
merangsang pertumbuhan daun yang lebih banyak Sunanto, 1995. Hama yang mungkin tumbuh selama penanaman cincau ini adalah jenis Maenas
maculifascia yang akan merusak daun cincau. Untuk mengatasinya dilakukan
penyemprotan insektisida. Penyemprotan dilakukan apabila diketahui gejala penyebarannya yaitu dengan banyaknya daun cincau yang berlubang.
Insektisida yang digunakan adalah insektisida jenis Azordin 15 WSC atau Dursban 20 EC dengan dosis ringan 1,5 ml perliter air Sunanto, 1995
Penyebaran tanaman cincau hitam tergolong cukup luas sebab ditemukan dibeberapa daerah Indonesia. Penyebaran tanaman cincau hitam di
Jawa Barat meliputi daerah sekitar Gunung Salak, Ciomas dan Ciampea Bogor, serta di Batujajar Bandung. Didaerah Jawa Tengah tanaman ini
banyak ditemukan di daerah Gunung Unggaran dan Gunung Ijen. Daerah penyebaran lainnya adalah Bali, Lombok dan Sumbawa Sunanto, 1995.
Apabila kita melakukan penanaman secara penuh pada luas lahan sebanyak 1000 Ha maka hasil tanaman cincau hitam kering adalah 6000 tontahun
Anonim, 2004. Melalui nilai tersebut ternyata produktivitasnya cukup menjanjikan. Wilayah Pacitan saja mampu menyediakan bahan baku cincau
hitam sebanyak 3 tonhari Anonim, 2006. Tanaman cincau ini merupakan tanaman yang memiliki komponen
pembentuk gel, sehingga dapat tergolong kedalam tanaman penghasil hidrokoloid. Untuk memperoleh komponen pembentuk gel dari tanaman cincau
dilakukan melalui ekstraksi dalam waktu tertentu. Ekstraksi dilakukan menggunakan bahan baku tanaman cincau hitam yang telah dikeringkan.
Komponen pembentuk gel dari tanaman cincau hitam ini jika berdiri sendiri tidak mampu membentuk gel yang kokoh. Akan tetapi apabila komponen
pembentuk gel cincau dicampurkan dengan pati dan abu Qi maka akan
dihasilkan gel yang kokoh. Perbandingan antara komponen pembentuk gel, pati dan abu Qi menentukan kekokohan dari gel cincau hitam.
Selain kemampuannya dalam menghasilkan gel bersama pati dan abu Qi tanaman cincau hitam juga tergolong kedalam tanaman yang memiliki sifat
sebagai antioksidan. Menurut Lai et al. 2001, adanya senyawa aktif polifenol mampu melindungi kerusakan DNA pada limfosit manusia yang terkena
hidrogen peroksida dan iradiasi sinar UV. Menurut Lai et al. 2001 dan Hung dan Yen 2002, aktivitas yang dimiliki oleh cincau hitam dikarenakan adanya
senyawa fenol seperti protocatheic acid, p-hydroxy benzoic acid, vanilic acid, caffeic acid dan syringic acid.
Aktivitas terbanyak disebabkan oleh adanya caffeic acid.
Aktivitas antioksidan dari cincau hitam pada konsentrasi 50 mgml 98,9 lebih kuat dibandingkan 50 mgml
α-tocopherol 78 . Aktivitas antioksidan dari cincau hitam ini akan meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi gum.
C. ABU QI DAN MINERAL PENGGANTINYA
Abu Qi berperan dalam membentuk gel sebab abu tersebut mengandung berbagai jenis mineral yang dibutuhkan untuk memperkokoh struktur gel
cincau. Abu Qi yang sering dijual di toko kimia berupa kristal berwarna coklat muda sampai coklat tua, dengan sifat yang mudah menyerap air. Secara
tradisional abu Qi dapat diperoleh dari bahan dasar merang tangkai padi, atau diperoleh dari ekstrak abu tangkai padi yang sudah direndam sebelumnya
dengan air atau air hujan Wahab, 1983. Menurut Supriharso 1991, abu Qi yang digunakan dalam proses
pembuatan cincau mengandung mineral yang meliputi K, Na, Ca, Mg, Mn, Zn, Fe dan Cu. Secara umum mineral yang paling banyak adalah natrium, kalium
dan kalsium. Tingginya kandungan ketiga mineral tersebut menyebabkan larutan abu Qi bersifat alkalis dengan pH 8-9. Hal ini menyebabkan larutan abu
Qi mampu menyempurnakan proses ekstraksi komponen pembentuk gel dari tanaman cincau hitam dan mengkatalis pelepasan gugus tertentu untuk
membentuk residu gum aktif yang berperan dalam pembentukan gel cincau
hitam Asyar, 1988. Peningkatan larutan abu Qi sebagai larutan pengekstrak akan meningkatkan kekuatan gel cincau yang dihasilkan akan tetapi jika sangat
berlebihan maka kekuatan gel akan kembali menurun. Apabila tidak digunakan larutan abu Qi dalam mengekstrak tanaman cincau maka ekstraksi komponen
pembentuk gel cincau tidak dapat berlangsung dengan baik dan gel tidak akan terbentuk secara kokoh.
Saat ini para pengrajin cincau hitam telah meninggalkan abu Qi. Hal ini disebabkan semakin sulitnya diperolah abu Qi di toko-toko kimia. Penggunaan
larutan untuk menggantikan abu Qi telah banyak dilakukan. Menurut Asyhar 1988, abu Qi berusaha digantikan dengan NaOH, hal ini didasarkan pada sifat
alkalis yang dimiliki oleh abu Qi. Harapannya dengan penambahan NaOH hingga pH 10-11 akan diperolah ekstrak cincau yang dapat membentuk gel.
Akan tetapi penggunaan NaOH ini gagal sebab ekstrak yang dihasilkan tidak mampu membentuk gel. Menurut Asyhar 1988, ekstraksi menggunakan KCl
dan NaCl juga dilakukan akan tetapi hasilnya sama saja. Menurut Sendiko 1987, peranan abu Qi dalam pembentukan gel
sebagai pengkelat logam, oleh karena itu dilakukan penambahan mineral Li, Na, K dalam bentuk garam klorida dalam campuran komponen pembentuk gel
KPG-pati tapioka. Hasilnya sedikit membantu pembentukan gel cincau hitam. Menurut Supriharso 1991, kandungan mineral terbanyak dari abu Qi meliputi
K
+
sebesar 15,94-109,71 x10
3
ppm, diikuti dengan Na
+
sebesar 0,92-296,14 x 10
3
ppm dan Ca
2+
sebesar 112,92—1018,80 ppm dalam 100 g sampel. Menurut Supriharso 1991, penggunaan Fe, Mn dan Cu dalam ekstraksi cincau
tidak dapat membantu proses pembentukan gel cincau hitam, akan tetapi penggunaan Na dan K dalam bentuk karbonat dapat membantu proses
pembentukan gel cincau hitam. Menurut Lai dan Cou 2000, bentuk Na- bikarbonat berperan dalam ekstraksi cincau hitam. Hal ini didukung pula
melalui observasi terhadap para pengrajin cincau hitam yang telah beralih dari abu Qi menggunakan Na-bikarbonat.
D. PATI
Pati merupakan polimer karbohidrat yang secara alami disintesa dalam tanaman. Pati tersusun atas unit-unit glukopiranosa yang masing-masing
dihubungkan satu sama lain melalui ikatan α-glikosidik. Pati memiliki
kandungan 2 polimer yang berbeda baik dari segi berat molekul maupun dari struktur kimianya, polimer tersebut adalah amilosa dan amilopektin.
Amilosa adalah polimer berantai lurus dengan ikatan α 1,4 glukosida.
Masing-masing polimer mengandung 200-2000 unit glukosa Wuzburg, 1968. Banyaknya gugus hidroksil yang bersifat hidrofilik dan mempunyai afinitas
yang cukup besar terhadap air menyebabkan pati memiliki kemampuan membentuk dispersi dalam air. Amilosa bersifat larut air panas dan akan keluar
dari granula pati saat mengalami gelatinisasi. Struktur dari amilosa linear dan banyak mengandung gugus hidoksil maka memiliki kecenderungan membentuk
struktur paralel satu sama lain melalui ikatan hidrogen. Jika hal ini terjadi maka afinitas amilosa terhadap air akan berkurang karena adanya ikatan antar molekul
ini. Kumpulan molekul amilosa akan meningkat sampai pada suatu titik dimana terjadi pengendapan jika konsentrasinya rendah, dan akan terbentuk gel jika
konsentrasinya tinggi. Fenomena penggabungan molekul amilosa dari suatu larutan pati yang telah dipanaskan dan didinginkan kembali, membentuk suatu
gel yang keruh dan dikenal dengan retrogradasi. Berbeda dengan amilosa, komponen amilopektin pati merupakan
polimer berantai cabang yang terdiri dari 15-25 unit glukosa dengan ikatan α-
1,4-glukosida dan pada setiap percabangan terdapat ikatan α-1,6-glukosida
Wuzburg, 1968. Amilopektin merupakan polimer yang lebih besar dibandingkan dengan amilosa. Pada Tabel 2 dapat dilihat perbedaan antara
amilosa dan amilopektin. Adanya percabangan pada amilopektin akan menghalangi gerakan dan
kecenderungan untuk saling mendekati dalam membentuk ikatan hidrogen yang diperlukan untuk peristiwa retrogradasi. Hal ini menyebabkan amilopektin lebih
stabil dan lebih tahan terhadap perubahan-perubahan dibandingkan amilosa Wurzburg, 1968. Amilopektin dianggap juga dapat membentuk kristal akibat
retrogradasi dan juga membentuk kompleks dengan senyawa lain, tetapi kemampuan amilopektin untuk membentuk kompleks lebih kecil daripada
amilosa Madukarti, 1987. Tabel 2. Perbedaan karakteristik dari amilosa dan amilopektin
Karakteristik Amilosa Amilopektin Reaksi dengan I
2
Biru Intensif Merah ungu
Berat molekul 250.000
1.000.000 Jumlah unit glukosa dalam
setiap rantai lurus 200 atau lebih
15-30 Analisa difraksi sinar-x
Derajat kristal
tinggi Amorphous
Kelarutan dalam air Larut
Tidak larut Stabilitas dalam larutan air
Retrogradasi stabil
Madukarti 1987 Perlu diketahui bahwa kandungan pati pada berbagai bahan berbeda-
beda satu sama lain, baik dari segi jumlah pati maupun komponen amilosa dan amilopektinnya. Tabel 3 menunjukan perbedaan kandungan amilosa beberapa
bahan pangan. Perbedaan amilosa ini cukup berpengaruh dalam proses pembuatan cincau sebab cincau akan terbentuk dengan baik jika digunakan pati
dengan kadar amilosa yang cukup tinggi. Secara umum dalam pembuatan gel cincau hitam digunakan tapioka, maka dalam penelitian ini juga akan digunakan
tapioka. Selain tapioka memiliki kandungan amilosa yang cukup tinggi, gel yang dihasilkan juga kokoh dan tidak mudah hancur.
Tabel 3. Perbedaan kandungan amilosa dan suhu gelatinisasi pati pada bahan pangan
Bahan Pangan Suhu Gelatinisasi
°C Kandungan amilosa
Jagung 62-72 22-28
Tapioka 62-73 17-22
Gandum 58-64 17-27
Beras 68-78 16-17 Sagu -
26 Wahab 1983
E. GEL CINCAU HITAM
Gel cincau hitam adalah massa gel yang berwarna hitam kecoklatan yang diperoleh dari pengolahan panas tiga komponen yaitu komponen
pembentuk gel tanaman cincau, pati dan abu Qi. Massa ini mempunyai konsistensi mirip dengan massa gel yang diperoleh dari agar-agar. Gel cincau
akan terbentuk semakin kaku dengan waktu yang semakin singkat apabila semakin tinggi kadar tepung pati dan daun janggelan yang digunakan BPK,
1975, sedangkan kekuatan gel cincau tergantung pada perbandingan komponen pembentuk gel, pati dan abu Qi.
Menurut wahab 1983, dalam pembentukan gel selain jumlah pati secara keseluruhan, kadar amilosa sangat berpengaruh terhadap gel cincau
hitam. Contohnya pada saat penggunaan tepung beras ketan sebagai sumber pati dalam pembuatan cincau maka tidak terbentuk gel cincau layaknya penggunaan
tepung beras, tepung terigu, tepung jagung. Hal ini disebabkan jumlah amilosa pada beras ketan sangat sedikit 1-2 sehingga tidak terjadi keseimbangan
antara jumlah komponen amilosa dan amilopektin pati. Maka dari penelitian tersebut tepung yang dijadikan sebagai sumber pati harus yang memiliki
kandungan amilosa cukup tinggi. Gel cincau terjadi akibat adanya interaksi yang sinergis antara
komponen pati, mineral dan komponen pembentuk gel cincau. Interaksi- interaksi yang mungkin terjadi meliputi interaksi elektrostatik, ikatan hidrogen,
ikatan kovalen. Apabila jenis ikatan tersebut semakin kuat maka air yang terperangkap didalamnya akan terikat kuat sehingga gel akan semakin kokoh.
Bentuk interaksi dari gel cincau hitam kemungkinan mirip dengan interaksi gel antara Xantan Gum dan Locus Bean Gum atau antara Xantan Gum dan
Karagenan. Interaksi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2, struktur doubel heliks utama dibentuk oleh oleh
pati yang kemudian bergabung dengan komponen gum cincau hitam melalui ikatan silang oleh adanya jembatan mineral. Pembentukan ikatan mineral
misalnya oleh Na yang merupakan kation monovalen. Kation ini memiliki muatan satu positif yang memiliki kemampuan membentuk ikatan ionik dengan
satu sisi reaktif dari gum cincau hitam. Setelah melakukan ikatan ionik dengan satu sisi rekatif, maka dengan adanya penambahan energi karena dilakukan
pemanasan diduga terjadi pula ikatan yang lain seperti ikatan hidrogen antara sisi reaktif yang belum berikatan dengan ion mineral Gambar 2D. Apabila
sebagian besar sisi reaktif telah melakukan ikatan ionik dengan ion mineral, maka ikatan kedua yang diharapkan membentuk ikatan silang antara komponen-
komponen pembentuk gel hanya akan terjadi dalam jumlah sedikit, atau bahkan tidak terjadi sama sekali jika semua sisi reaktif yang ada sudah melakukan
ikatan ionik Gambar 2E
D E
Gambar 2. Pendugaan mekanisme pembentukan gel cincau hitam A.
Struktur double heliks dari pati tapioka B.
Bentuk gum dari tanaman cincau hitam C.
Bentuk fleksibel penghubung antar double heliks D.
Ikatan ionik dari kation monovalen dan ikatan hidrogen E.
Ikatan ionik dari kation monovalen
Menurut Wahab 1983, pembentukan gel cincau hitam juga dipengaruhi oleh tanaman cincau yang digunakan. Tanaman yang memiliki
batang dan daun yang lebih kecil dan relatif berat akan menghasilkan ekstrak gum yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang memiliki batang
besar tetapi beratnya relatif lebih ringan. Kandungan gum yang lebih banyak juga dipengaruhi oleh masa pemanenan. Menurut Pitojo dan Zumiati 2005,
apabila tanaman cincau hitam dipanen menjelang masa berbunga maka kadar gumnya akan lebih banyak, akan tetapi diluar itu maka kandungan gumnya akan
sedikit. Kualitas tanaman cincau hitam yang dipanen setelah masa berbunga kurang baik sebab sebagian energi tanaman telah digunakan untuk membentuk
bunga dan buah. Pemanenan yang baik dilakukan pada umur tanaman 3-4 bulan Sendiko, 1987.
Tabel 4. Pengaruh penambahan NaCl terhadap suhu pembentukan dan suhu titik leleh gel cincau
NaCl mM
Suhu Pembentukan
gel °C
Waktu Pembentukan
gel menit Titik
Leleh °C
Waktu Pelelehan
menit Kehilangan
Viskositas
0 50,1 6,1 82,8 1,4 89,0
5 49,9 7,4 85,7 1,2 90,6
15 50,1 5,9 90,4 1,5 90,9
35 60,5 2,8 95,7 4,2 78,8
75 71,3 1,7 95,7 5,1 57,7
Lai dan Chou 2000 Gel cincau yang terbentuk merupakan gel yang bersifat termoreversibel.
Menurut Sendiko 1987, termoreversibel maksudnya bahwa gel cincau yang telah terbentuk selama pendinginan, akan kembali mencair jika dipanaskan
melewati suhu titik cairnya. Selanjutnya jika setelah dipanaskan, kembali didinginkan maka gel cincau akan terbentuk kembali. Secara alami gel cincau
yang dihasilkan antara campuran ekstrak cincau dan pati memiliki suhu pencairan pada 82,8
°C, sedangkan suhu pembentukan gelnya adalah 50 °C Lai and Chao, 2000. Suhu leleh dari gel cincau ini pada dasarnya dapat
dimodifikasi menjadi lebih tinggi lagi dengan penambahan kation monovalen dan divalen. Biasanya kation monovalen atau divalen ditambahkan dalam
bentuk garamnya. Pada Tabel 4 di atas dapat dilihat pengaruh penambahan
garam NaCl pada berbagai konsentrasi dan pengaruhnya dalam merubah titik leleh gel cincau. Menurut Sendiko 1987, penggunaan Li, Na dan K dalam
proses pembentukan gel akan mampu meningkatkan kekuatan gel cincau hitam hingga jumlah tertentu. Setelah jumlah mineral terlalu banyak maka yang terjadi
adalah penurunan kekuatan gel kembali.
F. PENGASAM ACIDULANT
Produk produk minuman sering kali ditambahkan pengasam Acidulant. Acidulant
merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki sifat asam dan sering digunakan dalam pengolahan makanan dengan tujuan tertentu. Peranan dari
penambahan pengasam ini sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi aftertaste
yang tidak diinginkan. Sifat asam yang dimilikinya dapat menurunkan pH sehingga akan berpengaruh dalam mencegah pertumbuhan mikroba dan
bertindak sebagai pengawet. Pengasam yang sering digunakan dalam bahan pangan meliputi asam organik dan asam anorganik. Asam organik yang dapat
digunakan adalah asam sitrat, asam malat, asam tartarat, asam fumarat, asam asetat, asam suksinat dan asam laktat. Sedangkan asam anorganik yang dapat
digunakan sebagai pengasam dalam makanan hanya satu yaitu asam fosfat. Selain asam fosfat asam anorganik lain tidak dapat digunakan seperti HCl dan
H
2
SO
4
karena kurang baik terhadap mutu produk akhir Winarno, 1989 Jenis pengasam yang paling umum adalah asam sitrat. Tujuan digunakan
pengasam ini selain untuk menurukan pH juga digunakan untuk mencegah kehilangan warna, dan untuk memberikan rasa menyerupai buah. Sehingga
sering digunakan untuk minuman saribuah. Asam sitrat memiliki sifat korosif dan dapat menyebabkan iritasi, selain itu dapat menyebabkan kulit seperti
terbakar. Asam malat merupakan asam yang memiliki rasa lembut, sedikit asam namun memiliki flavour yang tidak membakar lidah. Umum digunakan untuk
produk pangan seperti minuman, es krim, permen, makanan kering, makanan kaleng, selai dan jelly. Dalam penggunaanya, untuk memperoleh tingkat
keasaman tertentu hanya perlu digunakan dalam jumlah lebih sedikit
dibandingkan penggunaan asam sitrat. Hal ini disebabkan asam malat memiliki derajat ionisasi dalam air lebih tinggi daripada asam sitrat.
Asam fosfat secara umum digunakan dalam minuman cola dan sangat mungkin digunakan untuk jenis minuman lainnya. Rasa asamnya lebih rendah
dibandingkan dengan asam sitrat dan lebih baik jika digunakan untuk minuman bukan saribuah atau tidak memiliki rasa buah nonfruit Woodroof, 1981.
Asam fosfat memiliki bentuk cair dan memiliki kelarutan yang tinggi dalam air. Biasanya secara komersial dijual dalam konsentrasi yang tinggi 75, 80,
85, dan 90. Memiliki sifat yang korosif terhadap bahan logam. Asam fosfat jika terkena kulit akan memiliki efek samping berupa gatal dan terasa terbakar.
Asam fosfat tidak bersifat volatile. Asam fosfat dapat berfungsi sebagai pengasam, buffer dan emulsifier. Selain itu dapat bersifat sebagai sumber nutrisi
bagi tubuh yaitu sebagai penyumbang fosfor.
G. BAHAN PEMANIS
Bahan pemanis merupakan suatu bahan yang umum digunakan dalam makanan. Bahan pemanis ini terbagi menjadi dua. Jenis pemanis pertama yaitu
Nutritive sweetener yaitu pemanis yang dapat dimetabolisme oleh tubuh seperti
sukrosa, fruktosa dan glukosa. Pemanis yang kedua adalah Non-nutritive sweetener
, merupakan pemanis yang tidak dapat dimetabolisme oleh tubuh seperti sakarin, aspartam, alitam, siklamat, Acesulfam-K, manitol, maltitol,
neotam, sukralosa, isomalt, laktitol, silitol dan sorbitol Salminen dan Hallikainen, 1990.
Pemanis yang paling banyak digunakan adalah sukrosa. Sukrosa ini tergolong kedalam oligosakarida yang banyak terdapat pada tanaman tebu, bit,
siwalan dan kelapa kopyor. Sukrosa banyak digunakan di industri sebab selain harganya relatif murah dan banyak diproduksi, sukrosa juga tidak menimbulkan
aftertaste yang tidak disukai oleh konsumen. Aftertaste ini seringkali muncul
pada penggunaan pemanis buatan yang tidak dikontrol dengan baik. Winarno 1989 menjelaskan bahwa sukrosa merupakan disakarida yang
terdiri dari monosakarida glukosa dan fruktosa. Kemanisan sukrosa sama
dengan 1,00. Untuk industri-industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan
dalam cairan sukrosa sirup. Pada pembuatan sirup, sukrosa dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa
sehingga disebut gula invert. Menurut Salminen dan Hallikainen 1999, selain sebagai pemanis
sukrosa juga berperan sebagai bahan pengembang, pengawet, dan pembentuk tekstur, selain itu sukrosa dijadikan sebagai sumber energi pada proses
fermentasi. Sukrosa dapat pula digunakan untuk mencegah sineresis dan denaturasi protein, membantu proses emulsifikasi lemak serta seringkali
dikombinasikan dengan garam dan asam sitrat untuk menghasilkan sensasi rasa yang lebih baik. Sukrosa sering digunakan sebagai salah satu komponen dalam
proses pembuatan cake, biskuit, puding, bir, wine, wine yang difortifikasi dan softdrink
. Hal ini menunjukan sukrosa memiliki peranan penting dalam pengolahan pangan.
H. BAHAN PENGAWET
Bahan pengawet terdiri dari bahan pengawet organik dan anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Pengawet berfungsi untuk memperpanjang
umur simpan produk makanan dan menghambat pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu sering pula disebut senyawa anti mikroba Winarno, 1989. Bahan
pengawet anorganik diantaranya adalah sulfit, nitrit dan nitrat. Bahan pengawet organik meliputi asam asetat, asam propionat, asam benzoat, asam sorbat dan
senyawa epoksida. Bahan pengawet anorganik seperti sulfit, selain digunakan sebagai
pengawet sering pula digunakan untuk mencegah reaksi browning pada bahan pangan. Nitrit dan nitrat biasanya digunakan untuk mengawetkan daging olahan
untuk mencegah pertumbuhan mikroba dan menghasilkan warna produk yang menarik.
Bahan pengawet organik seperti asam sorbat, merupakan asam lemak monokarboksilat yang berantai lurus dan mempunyai ikatan tidak jenuh
α-
diena. Bentuk yang biasa digunakan umumnya dalam bentuk garamnya seperti Na-sorbat dan K-sorbat. Pengawet ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan
kapang dan bakteri. Sorbat aktif pada pH diatas 6,5 dan keaktifannya menurun dengan meningkatnya pH.
Asam propionat CH
3
CH
2
COOH merupakan asam yang memiliki tiga atom karbon yang tidak dapat dimetabolisme oleh mikroba. Hewan tingkat
tinggi dan manusia dapat memetabolisme asam propionat ini seperti asam lemak biasa. Penggunaan propionat biasanya dalam bentuk garam Na-propionat dan
Ca-propionat. Bentuk efektifnya dalam bentuk yang tidak terdisosiasi, pengawet ini efektif terhadap kapang dan khamir pada pH diatas 5.
Asam asetat merupakan bahan pengawet yang dapat digunakan untuk mencegah pertumbuhan kapang, contohnya pertumbuhan kapang pada roti.
Asam asetat tidak dapat mencegah pertumbuhan khamir. Asam asetat sebesar 4 kita kenal sebagai cuka dan aktivitasnya akan lebih besar pada pH rendah.
Epoksida merupakan senyawa kimia yang bersifat membunuh semua mikroba termasuk spora dan virus. Contoh senyawa epoksida adalah etilen
oksida dan propilen oksida. Bahan pengawet ini digunakan sebagai fumigan terhadap bahan-bahan kering seperti rempah-rempah, tepung dan lain-lain.
Etilen oksida lebih efektif dari propilen oksida, tetapi etilen oksida lebih mudah menguap, terbakar dan meledak, karena itu biasanya diencerkan dengan
senyawa lain membentuk campuran 10 etilen oksida dan 90 CO
2
. Bahan pengawet yang digunakan adalah Na-benzoat dengan rumus
kimia C
6
H
5
COONa. Bahan pengawet ini sangat luas penggunaanya dan sering digunakan dalam bahan makanan berasam rendah untuk mencegah pertumbuhan
bakteri dan khamir pada konsentrasi yang rendah yaitu dibawah 0,1 . Benzoat juga telah banyak digunakan dalam pembuatan jam, jelly, margarin, minuman
berkarbonasi, salad buah, acar, sari buah dan lain lain. Menurut Winarno 1989, aktifitas antimikroba dari benzoat akan mencapai maksimum pada pH 2,5-4,5
dengan bentuk asam tidak berdisosiasi. Apabila dilihat dari tingkat kelarutannya maka benzoat dalam bentuk garamnya yaitu Na-benzoat memiliki tingkat
kelarutan yang lebih tinggi pada air dan etanol sehingga pada penelitian ini digunakan bentuk Na-benzoat. Na-benzoat berbentuk kristal putih, tanpa bau.
Perlu di ketahui bahwa penambahan Na-benzoat dapat mempengaruhi rasa produk, sebab Na-benzoat memiliki rasa astringent. Seringkali dengan
penambahan Na-benzoat dapat menimbulkan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat cair. Apabila penambahan Na-benzoat melebihi 0,1 maka sering kali
menimbulkan rasa pedas dan terbakar. Winarno 1989 menyatakan bahwa efektivitas dari Na-benzoat akan
meningkat apabila ada penambahan senyawa belerang SO
2
atau senyawa sulfit SO
3
dan gas karbon CO
2
. Efektivitas dari Na-benzoat dalam menghambat pertumbuhan mikroba meliputi jenis bakteri seperti Lactobacillus, Listeria,
Kapang seperti Candida, Saccharomyces dan Khamir jenis Aspergillus, Rhyzopus
dan Cladosphorium. Legalitas dari penggunaan Na-benzoat digolongkan kedalam Generally
Recognized As Safe GRAS. Hal ini menunjukan bahwa penggunaanya
memiliki toksisitas yang rendah terhadap hewan dan manusia. Hewan dan manusia memiliki mekanisme detoksifikasi benzoat yang efisien, sebab jika
dikonsumsi 60-95 dari senyawa ini akan dapat dikeluarkan oleh tubuh. Hingga saat ini benzoat dipandang tidak memiliki efek teratogenik
menyebabkan cacat bawaan jika dikonsumsi dan tidak bersifat karsinogenik.
I. PENGEMASAN
Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pangan. Fungsi dari pengemasan bahan pangan
meliputi: 1 dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya; 2 memberikan
perlindungan terhadap bahan pangan dari kerusakan fisik, oksigen dan sinar; 3 harus berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis dalam proses pengepakan
yaitu selama pemasukan bahan pangan kedalam kemasan, ini artinya bahan pengemas harus sudah dirancang untuk siap pakai pada mesin-mesin yang ada;
4 harus mempunyai suatu tingkat kemudahan baik kemudahan bagi konsumen untuk membuka dan menutup maupun kemudahan untuk tahapan selanjutnya
seperti pengelolaan di gudang dan distribusi produk; 5 pengemasan harus
mampu memberi pengenalan keterangan dan daya tarik penjualan, unit pengepakan yang dijual harus dapat menjual apa yang dilindunginya dan
melindungi apa yang dijual Buckle et al, 1987. Kemasan yang sering digunakan sebagai pengemas bahan makanan
meliputi kemasan kertas, botol, plastik, kaleng, komposit kombinasi plastik dan kertas. Kemasan yang umum digunakan dalam minuman dalam cup adalah
kemasan plastik. Kemasan plastik polipropilen merupakan salah satu kemasan yang dapat digunakan untuk produk minuman. Sifat dari kemasan ini adalah
ringan, mudah dibentuk dan transparan serta tidak mudah sobek. Kemasan polipropilen ini memiliki permeabilitas uap air rendah, dan permeabilitas gas
sedang, tahan suhu tinggi hingga 150 °C, titik leleh tinggi, tahan terhadap asam
kuat, basa dan minyak.
J. PROSES TERMAL DAN PASTEURISASI
Proses termal atau pengawetan dengan suhu tinggi pertama kali ditemukan oleh Nicholas Appert. Nicholas Appert berhasil mengawetkan
makanan dengan tahapan wadah gelas diisi dengan makanan, kemudian ditutup dengan rapat, wadah yang berisi makanan tersebut dipanaskan dalam air
mendidih dalam beberapa saat dan langsung didinginkan. Akan tetapi Nicholas Appert belum dapat menjelaskan bagaimana mekanisme pengawetan terjadi.
Fenomena tersebut baru terjawab oleh penelitian yang dilakukan Louis Pasteur, bahwa ternyata proses pemanasan atau proses termal dapat mengawetkan
makanan karena panas dapat membunuh atau memusnahkan mikroba pembusuk.
Tujuan dari proses termal adalah untuk peningkatan mutu pangan preservation, keamanan pangan product safety, dan memperoleh keuntungan
profitability. Manfaat dari proses termal itu sendiri yaitu 1 terbunuhnya mikroorganisme sehingga meningkatkan keamanan dan keawetan pangan; 2
menyebabkan inaktifnya enzim-enzim perusak sehingga mutu produk lebih stabil selama penyimpanan; 3 menyebabkan perubahan tekstur, warna dan
flavour sehingga menjadi lebih disukai; 4 peningkatan ketersediaan beberapa
zat gizi, misalnya peningkatan daya cerna protein dan karbohidrat; 5 rusaknya atau hilangnya beberapa komponen anti gizi misalnya inhibitor tripsin pada
produk leguminosa. Namun demikian, proses pemasakan dengan suhu tinggi juga dapat
mengakibatkan kemungkinan rusaknya beberapa zat gizi dan mutu umumnya yang berhubungan dengan mutu organoleptik seperti warna, tekstur dan lain-
lain, terutama jika proses pemanasan tidak terkontrol dengan baik. Karena itulah maka pada pelaksanaannya, proses pengolahan dengan suhu tinggi
pemanasan ini perlu dikontrol dengan baik. Pada umumnya semakin tinggi suhu pemanasan dan semakin lama waktu pemanasan maka semakin besar pula
tingkat inaktivasi mikroorganisme dan enzim-enzim. Karena itulah maka kontrol terpenting dalam proses pemanasan adalah kontrol terhadap suhu dan
waktu. Berdasarkan pada kriteria suhu, waktu dan tujuan pemanasan ini maka
proses termal dibagi menjadi beberapa operasi yaitu proses blansir blanching, proses pasteurisasi dan proses sterilisasi. Blansir adalah perlakuan pemanasan
pendahuluan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu buah dan sayuran sebelum dikenai perlakuan proses lanjutan. Jadi, proses blansir bukan
merupakan proses pengawetan, tetapi merupakan proses pendahuluan yang biasanya dilakukan dalam suatu proses pengolahan buah dan sayur. Adapun
tujuan dari proses blansir ini adalah untuk 1 menginaktivasi enzim; 2 mengurangi jumlah mikroba awal terutama mikroba pada bagian permukaan
bahan pangan, buah dan sayur; 3 melunakan tekstur buah dan sayur sehingga mempermudah proses pengisian buah dan sayur dalam wadah dan 4
mengeluarkan udara yang terperangkap pada jaringan buahsayur yang akan mengurangi kerusakan oksidasi dan membantu proses pengalengan dengan
terbentuknya ruang kosong headspace yang baik. Pasteurisasi merupakan suatu proses pengawetan yang namanya diambil
dari nama ahli mikrobiologi Prancis yaitu Louis Pasteur. Pada awalnya proses ini dikembangkan sebagai upaya untuk mencari metode pengawetan minuman
anggur wine. Pasteur menunjukan bahwa proses pembusukan pada minuman anggur dapat dicegah jika anggur tersebut dipanaskan pada suhu 60 ºC selama
beberapa waktu. Namun demikian, dalam perkembangannya proses pasteurisasi lebih banyak diaplikasikan untuk proses pengolahan susu.
Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah umumnya dilakukan pada suhu kurang dari 100 ºC
dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan memiliki daya awet beberapa
hari seperti produk susu pasteurisasi atau sampai beberapa bulan seperti produk sari buah pasteurisasi
Walaupun proses ini hanya mampu membunuh sebagian populasi mikroorganisme, namun pasteurisasi ini sering diterapkan terutama jika 1
dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebabkan terjadinya kerusakan mutu misalnya pada susu; 2 tujuan utama proses
pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroba patogen penyebab penyakit, misalnya pada susu atau inaktivasi enzim-enzim yang dapat merusak mutu
misalnya pada saribuah; 3 diketahui bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan yang utama adalah mikroorganisme yang sensitif tehadap panas
khamir atau ragi pada sari buah; 4 Akan digunakan cara atau metode pengawetan lain yang dikombinasikan dengan proses pasteurisasi, sehingga sisa
mikroorganisme yang masih ada setelah pasteurisasi dapat dikendalikan dengan metode pengawetan tersebut misalnya pasteurisasi dikombinasikan dengan
pendinginan, pemasakan yang rapat tertutup, penambahan gula danatau asam dan lain lain.
Jadi, secara umum tujuan utama pasteurisasi adalah untuk memusnahkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentukan toksin
maupun pembusuk. Beberapa mikroba yang dapat dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi diantaranya adalah bakteri penyebab penyakit seperti
Mycobacterium tuberculosis penyebab penyakit TBC, Salmonella penyebab
kolera dan tifus serta Shigella dysenteriae penyebab disentri. Disamping itu pasteurisasi juga dapat memusnahkan bakteri pembusuk yang tidak berspora
seperti Pseudomonas, Achromobacter, Lactobacillus, Leuconostoc, Proteus, Micrococcus
dan Aerobacter serta kapang dan khamir.
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT
Pada penelitian ini bahan-bahan yang digunakan meliputi tanaman cincau hitam, NaHCO
3
, tepung tapioka, gula, asam fosfat dan air. Bahan yang digunakan dalam analisis meliputi NaOH, Asam oksalat, indikator
fenolftalein, aquades, NaCl dan Media PCA Plate Count Agar Peralatan dalam pembuatan minuman cincau hitam ini adalah timbangan, panci besar
dan kecil, pengaduk kayu, termometer, saringan halus, kompor, mesin pengelim sealing machine. Sedangkan peralatan untuk analisa digunakan
digunakan refraktometer, pH meter, Reoner RE-3305, otoklaf, inkubator, cawan petri, tabung reaksi bertutup, erlenmeyer, dan gelas piala.
B. METODE
Penelitian yang telah dilakukan meliputi observasi dan formulasi dari minuman cincau hitam yang diawali dengan proses ekstraksi komponen
pembentuk gel dari cincau hitam. Ekstraksi dilakukan menggunakan bobot tanaman cincau sebesar 5 dan 6 selama 30 menit dan atau hingga
diperoleh ekstrak cincau yang berwarna hitam pekat serta terasa licin ditangan. Dari dua kombinasi tersebut dipilih satu untuk dijadikan ekstrak
pada formulasi selanjutnya. Ekstrak yang dipilih digunakan untuk formulasi gel cincau hitam. Dalam
formulasi ini telah digunakan tiga kombinasi penambahan tepung tapioka yaitu 2,5 , 5 , dan 8 . Berdasarkan ketiga kombinasi tepung tapioka
tersebut diambil satu kombinasi yang memiliki kekuatan dan bentuk massa yang paling baik secara subjektif.
Satu kombinasi penambahan tepung tapioka yang diperoleh sebelumnya diberikan tiga perlakuan penambahan asam. Penambahan asam yang
dilakukan dengan jenis yang berbeda beda yaitu asam sitrat, asam malat dan
asam fosfat. Dari ketiga jenis pengasam tersebut dipilih satu yang memiliki rasa asam paling rendah yaitu asam fosfat. Setelah diperoleh jenis pengasam
yang cocok selanjutnya diberikan perlakuan P1, P2 dan P3 yang merupakan penambahan jumlah asam yang berbeda-beda. Jumlah asam yang
ditambahkan berturut-turut adalah 0,115 vv, 0,120 vv dan 0,125 vv. Ketiga perlakuan penambahan asam tersebut diamati secara subjektif dan
diukur kekuatannya menggunakan alat Reoner RE-3305 serta dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan hasil kedua pengamatan ini diambil satu
perlakuan yang menghasilkan gel dengan pH yang rendah dan memiliki kekuatan yang masih cukup baik dan cocok digunakan dalam minuman cincau
hitam. Berbagai kombinasi ekstrak, tepung tapioka dan pengasam telah
diperoleh selama proses yang telah disebutkan sebelumnya. Selanjutnya adalah penambahan gula yang akan berpengaruh terhadap rasa dari minuman
cincau hitam. Jumlah gula yang ditambahkan meliputi tiga macam dan dikatakan sebagai formula A, B dan C, ketiga formula ini dapat dilihat pada
Tabel 5. Formula tersebut juga telah diujikan kepada para panelis dengan menggunakan uji organoleptik yaitu uji hedonik secara rating dan peringkat
rangking. Melalui uji hedonik tersebut dipilih satu formula yang paling baik dan paling disukai oleh panelis. Formula tersebut dikatakan sebagai formula
terbaik. Ketiga formula ini dilakukan pengujian terhadap beberapa parameter fisik, kimia dan mikrobiologi. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
tingkat mutu dari produk minuman cincau hitam yang dihasilkan. Diagram alir pembuatan minuman ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 5. Formulasi minuman cincau hitam Formulasi Bahan
Formula A B C
Gel cincau hitam
ekstrak Tapioka 2,5
2,5 2,5
Gula 10
11 12
Air 16 16 16 Asam fosfat
0,125 0,125
0,125 Sirup Pengisi
air Gula 10 11 12
Garam 0,06 0,06 0,06 Asam fosfat
0,01 0,01 0,01
Na-benzoat 0,06 0,06
0,06
Tanaman Cincau Kering ↓
Disortasi dan dipotong-potong ± 5 cm serta dicuci bersih
↓ Dipanaskan selama 30 menit pada suhu 100° C
↓ Disaring
↓ Filtrat cincau hitam
↓ Dicampurkan
↓ Dipanaskan diatas 90°C sambil diaduk hingga larut
↓ Diturunkan suhunya hingga
± 85°C ↓
Dicampurkan sedikit demi sedikit sambil diaduk cepat ↓
Ditambahkan Acidulant Asam fosfat ↓
Dituang dalam loyang hingga ketebalan ± 1 cm
↓ Didinginkan, dicetak atau dipotong kecil kecil
↓ Potongan cincau
Air ↓
Dipanaskan diatas 90°C ↓
Dicampurkan ↓
Ditambahkan garam dan Na Benzoat serta asam fosfat
↓ Sirup cincau
Dimasukkan kedalam cup plastik ↓
dikelin sealing dan dipasteurisasi ↓
dilakukan shock cooling dalam waktu 10 menit ↓
Minuman cincau hitam Gambar 3. Pembuatan minuman cincau hitam
Air standar untuk pangan
0,125 NaHCO
3
Ampas Gula Pasir
Larutan Tepung Tapioka
Gula
Analisis-analisis yang dilakukan selama proses pembuatan minuman ini meliputi analisis sifat fisik, kimia dan mikrobiologi serta uji organoleptik.
Analisis fisik yang dilakukan adalah rendemen dan produktivitas cincau hitam, analisis kekuatan gel dan total padatan terlarut, sedangkan analisis
kimia yang dilakukan adalah pengukuran pH dan total asam tertitrasi. Untuk analisis mikrobiologi dilakukan analisis total mikroba menggunakan media
PCA Plate Count Agar. Berikut analisis-analisis yang telah disebutkan sebelumnya :
1. Rendemen Gel dan Produktivitas Cincau