STUDI PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN STUDENTS TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SEMESTER I MATA PELAJARAN IPS TERPADU SMP NEGERI 1 BATANGHARI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

(1)

STUDI PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS

(STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SEMESTER GANJIL MATA PELAJARAN IPS

TERPADU SMP NEGERI 1 BATANGHARI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh :

RIKA MELIA SARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

STUDI PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN STUDENTS TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION

(STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SEMESTER I MATA PELAJARAN IPS

TERPADU SMP NEGERI 1 BATANGHARI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh Rika Melia Sari

1013031014

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) apakah ada perbedaan rata-rata hasil belajar IPS Terpadu menggunakan model pembelajaran tipe Jigsaw dengan tipe STAD (Student Teams Achievement of Division). 2) apakah rata-rata hasil belajar IPS Terpadu menggunakan model pembelajaran tipe Jigsaw lebih tinggi

dibandingkan dengan tipe STAD (Student Teams Achievement of Division). Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan pendekatan komparatif. Alat pengumpul data berupa tes pilihan ganda sebanyak 40 soal kepada 54 siswa. Hasil penelitian menunjukkan; a) terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar IPS Terpadu menggunakan model pembelajaran tipe Jigsaw dengan tipe STAD. Berdasarkan analisis data diperoleh signifikan 2,09 > 1,67 berarti hipotesis diterima. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa menggunakan tipe Jigsaw dengan tipe STAD (Students Team Achievement of Division). b) rata-rata hasil belajar IPS Terpadu menggunakan model

pembelajaran tipe Jigsaw lebih tinggi dibandingkan dengan tipe STAD. Berdasarkan perbandingan rata-rata hasil belajar yaitu 78,70 > 74,33, berarti hipotesis diterima. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar IPS Terpadu menggunakan model pembelajaran tipe Jigsaw lebih tinggi dibandingkan dengan tipe STAD (Students Team Achievement of Division).

Kata kunci : Hasil belajar, Jigsaw, STAD (Student Teams Achievement of Division).


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

1.1LatarBelakangMasalah ... 1

1.2IdentifikasiMasalah ... 10

1.3PembatasanMasalah ... 10

1.4PerumusanMasalah ... 11

1.5TujuanPenelitian ... 12

1.6KegunaanPenelitian ... 12

1.7RuangLingkupPenelitian ... 13

II.TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS 2.1TinjauanPustaka 15 2.1.1 DefinisiBelajar ... 15

2.1.2 HasilBelajar ... 18

2.1.3 Model Pembelajaran ... 21

2.1.4 Pembelajarankooperatif ... 24

2.1.5 KonsepPembelajaranKooperatifTipe Jigsaw ... 28

2.1.6 KonsepPembelajaranKooperatifTipe STAD ... 34

2.1.7 HasilPenelitianRelevan... 40

2.2KerangkaPikir ... 47

2.3Hipotesis ... ... 50

III. METODELOGI PENELITIAN 3.1Desain Penelitian ... 54

3.2Prosedur Penelitian ... 55 3.3Populasi Dan Sampel


(7)

3.4Variabel

3.3.1 Variabel Bebas ... 59

3.3.2 Variabel Terikat ... 61

3.5Definisi Konseptual Dan Operasional 3.5.1 Definisi Konseptual ... 61

3.5.2 Definisi Operasional ... 62

3.6Tekhnik Pengumpulan Data 3.6.1 Observasi ... 63

3.6.2 Dokumentasi ... 64

3.6.3 Wawancara ... 65

3.6.4 Tes ... ... 66

3.7Uji Persyaratan Instrumen 3.7.1 Uji Validitas Instrumen ... 66

3.7.2 Uji Realibilitas Instrumen ... 67

3.7.3 Tingkat Kesukaran ... 69

3.7.4 Daya Beda ... 70

3.8Uji Persyaratan Analisis Data 3.8.1 Uji Normalitas ... 71

3.8.2 Uji Homogenitas ... 72

3.9Tehnik Analisis Data ... 73

3.10 Pengujian Hipotesis ... 75

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Gambaranumumtempatpenelitian 4.1.1 Sejarahberdirinya SMPNegeri 1 Batanghari ... 77

4.1.2 Visidanmisi SMP Negeri 1 Batanghari ... 78

4.1.3 Tujuan SMP Negeri 1 Batanghari ... 79

4.1.4 KeadaanSiswa ... 83

4.1.5SituasidanKondisi SMP Negeri 1 Batanghari ... 84

4.2Deskripsi Data 4.2.1 Data HasilBelajarKelasEksperimendanKontrol ... 88

4.2.2 Perbandingan Rata-Rata HasilBelajar IPS padaKelasEksperimendanKontrol ... 93

4.3PengujianPersyaratanAnalisis Data 4.3.1 UjiNormalitas ... 94

4.3.2 UjiHomogenitas ... 95

4.4PengujianHipotesis ... 95 4.5Pembahasan

1. Terdapatperbedaanantarahasilbelajarmatapelajaran IPS Terpadusiswa yang diberikan model pembelajaran Jigsaw lebih


(8)

pembelajarannyamenggunakan model pembelajaran Jigsaw lebih tinggidibandingkan model pembelajaranStudents Team

Achievement of Division (STAD) ... 100 V.KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 105 B. Saran ... 106 DAFTAR PUSTAKA


(9)

I. PENDAHULUAN

Bagian pertama ini membahas mengenai Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, dan Pembatasan Masalah. Beberapa hal lain yang perlu juga dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan ruang lingkup penelitian. Pembahasannya secara lebih rinci ditunjukkan pada bagian-bagian berikut ini.

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha untuk meningkatkan kualitas

kehidupan bangsa yang ditandai dengan adanya kesejahteraan masyarakat di suatu Negara. Maju atau tidaknya suatu Negara dapat dikatakan bergantung pada tingkat pendidikan disuatu Negara tersebut. Pendidikan juga dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan utama bagi setiap manusia untuk meningkatkan kualitas hidup serta untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan memegang peranan penting dalam upaya mencerdaskan bangsa, sehingga menuntut orang-orang yang terlibat di dalamnya untuk bekerja sama dan bertanggung jawab agar mutu pendidikan dapat terus ditingkatkan.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan bukanlah hal yang mudah, dan ini tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat. Dalam hal ini pemerintah beserta instansi-instansi terkait memiki peranan yang penting untuk meningkatkan


(10)

kualitas pendidikan. Suatu pendidikan dikatakan berkualitas apabila dalam proses pelaksanaan pembelajarannya efektif dan siswa memiliki hasil belajar yang baik. Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki peranan penting dalam usaha mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peseta didik. Setiap peserta didik memiliki potensi yang berbeda-beda, keanekaragaman potensi yang dimiliki peserta didik ini menjadi salah satu tugas bagi guru. Oleh karena itu perlu diadakannya pembaharuan dalam pendidikan untuk meningkatkan kualitas

pendidikan.

Pemerintah yang dalam hal ini Kementrian Pendidikan Nasional telah melakukan banyak kebijakan untuk terus memajukan pendidikan dengan membuat kebijakan pendidikan yang tentunya ditujukan untuk memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Diantaranya dengan penyempurnaan kurikulum yang terus dilakukan guna menyesuaikan dengan perkembangan dunia sekarang ini.

Keseriusan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan juga diwujudkan pemerintah dalam peningkatan anggaran bidang pendidikan di dalam anggaran pembelanjaan Negara.

Hal ini tentu untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia yang merata di setiap provinsinya, yang mana Indonesia terdiri dari puluhan provinsi yang masing-masing provinsi tentu memiliki kebijakan yang berbeda namun tujuan yang sama yaitu meningkatkan proses pendidikan disetiap daerah-daerah yang di bawahinya.


(11)

Pendidikan yang berlangsung tidak hanya menuntun peranan dari pemerintah tetapi peranan guru juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam kegiatan pembelajaran guru dituntut bagaimana membuat situasi belajar yang lebih aktif sehingga siswa memiliki dorongan dan semangat untuk belajar. Pada umumnya masih banyak guru yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Dalam model pembelajaran ini suasana di kelas cenderung berpusat kepada guru bukan kepada siswa sehingga membuat siswa pasif dan merasa bosan.

Sugiyanto (2010:1) mengatakan bahwa sebagai seorang pendidik profesionalisme seorang guru bukanlah pada kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan, tetapi lebih kepada kemampuannya untuk melaksanakan pembelajaran menarik atau bermakna siswanya. Guru dituntut mempunyai kemampuan untuk

menyampaikan pelajaran dengan efektif dan efisien. Sehingga seorang guru perlu mengenal berbagai model atau strategi pembelajaran yang tepat untuk

menyampaikan pelajaran di dalam kelas.

Model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model mempunyai peran yang sangat besar dalam proses belajar mengajar. Proses pembelajaran merupakan interaksi antara guru dan siswa dalam bentuk kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan sesuai dengan yang telah ditentukan. Dalam suatu proses belajar mengajar terdapat salah satu aspek yang sangat menentukan keberhasilan tujuan tersebut yaitu penggunaaan model pembelajaran yang tepat. Semakin baik model pembelajaran yang digunakan semakin berhasil pencapaian


(12)

tujuan pendidikan. Melalui Model pembelajaran guru diharapkan dapat membantu peserta didik untuk mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan diri. Model pembelajaran juga berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar. Ada banyak model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan para ahli dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar siswa. Salah satu strategi dalam pembelajaran adalah menerapkan pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif yaitu konsep yang meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Kemudian memberikan ujian tertentu pada akhir tugas.

Berdasarkan pendapat diatas berarti guru dapat melibatkan siswa yang memiliki kemampuan lebih untuk membantu teman-temannya yang memiliki kemampuan kurang dalam menyelasaikan soal-soal dan memahami berbagai konsep. Sehingga diharapkan dapat memotivasi serta meningkatkan hasil belajar siswa yang

memiliki kemampuan kurang dalam proses belajar mengajar.

Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu meningkatan hasil belajar. Model

pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang dalam pelaksanaannya mengunakan kelompok-kelompok kecil dalam penyelesaian


(13)

masalah atau tugas-tugas yang diberikan dimana dalam penyelesaiannya dibutuhkan kerjasama (kooperasi) setiap anggota kelompok.

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan di SMP Negeri 1

Batanghari kelas VIII masih banyak siwa yang cenderung pasif dalam kegiatan belajar mengajar dikelas. Selain itu juga banyak siswa yang ngobrol pada saat guru menjelaskan, menggangu teman, keluar masuk kelas, main handphone, melamun, bahkan tidur di kelas pada saat guru menerangkan pelajaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran di SMP Negeri 1 Batanghari masih kurang efektif sehingga berdampak pada hasil belajar siswa. Ini dapat dilihat dari data hasil belajar mata pelajaran IPS Terpadu pada saat UAS Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014 yaitu sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil belajar IPS Terpadu siswa kelas VIII semester Ganjil SMP Negeri 1 Batanghari Tahun Pelajaran 2013/2014

No Kelas Nilai Jumlah siswa

<72 ≥72

1 VIII A 10 17 27

2 VIII B 16 11 27

3 VIII C 15 12 27

4 VIII D 9 18 27

5 VIII E 12 15 27

6 VIII F 18 7 26

7 VIII G 26 0 25

Jumlah

Siswa 106 80 186

% 57 43 100

Sumber : Daftar nilai guru pelajaran IPS Terpadu kelas VIII

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa hasil belajar IPS Terpadu siswa kelas VIII semester ganjil SMP Negeri 1 Batanghari masih belum optimal, ini terlihat dari presentase siswa yang mencapai nilai lebih dari 72 hanya 80 siswa dengan persentase 43 % dan sisanya 106 siswa dengan persentase 57 % belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kriteria Ketuntasan Minimal


(14)

(KKM) adalah kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. KKM harus ditetapkan di awal tahun ajaran oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Ada banyak kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa permata pelajaran. Hal ini dilakukan untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa.

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan, diperoleh Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) siswa di SMP Negeri 1 Batanghari adalah 72. Jika siswa telah mencapai kriteria tersebut maka siswa tidak perlu mengikuti remedial, sebaliknya jika siswa belum mencapai kriteria yang diharapkan maka siswa tersebut harus mengikuti remedial. Hal ini didukung oleh pendapat Saiful Bahri Djamarah (2000: 18) apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% dikuasai oleh siswa maka presentase keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah.

Rendahnya hasil belajar siswa ini biasanya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi : motivasi dari orangtua, suasana rumah, dan faktor internal meliputi : intelegensi, kesehatan, bakat, minat, kreatifitas, dan lain-lain. Selain itu penggunaan metode yang tidak sesuai dengan kebutuhan siswa dapat berdampak pada hasil belajar siswa. Berdasarkan

wawancara dengan guru mata pelajaran IPS Terpadu, Selama ini pembelajaran dalam mata pembelajaran IPS Terpadu telah pernah menggunakan model pembelajaran Jigsaw, sedangkan pada sehari-harinya menggunakan model pembelajaran konvensional. Namun demikian jika dilihat dari hasil belajar masih


(15)

belum optimal, untuk itu perlu digunakan model pembelajaran kooperatif lainnya dalam upaya pengembangan pembelajaran agar dapat menumbuhkan semangat siswa dalam belajar sehingga siswa dapat memahami materi yang diberikan.

Bern dan Erickson ( 2001 : 5 ) mengemukakan pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok kecil dimana siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan menurut ( Depdiknas, 2003: 5 ) pembelajaran

kooperatif merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Penerapan model pembelajaran kooperatif dapat dilihat dari cara siswa

mengerjakan tugas. Kapan pun siswa bekerja sama dalam kelompok kecil yang terdiri dari dua orang atau lebih bisa dikatakan bahwa siswa sedang terlibat dalam model pembelajaran kooperatif. Untuk keefektifan dari setiap penerapan model pembelajaran kooperatif ini, siswa perlu mendapatkan dan mempraktekkan sejumlah ketrampilan-ketrampilan spesifik sehingga akan tertanam kesadaran, pengetahuan dan kemampuan bekerjasama dengan siswa yang lain. Pembelajaran kooperatif ini merupakan salah satu pembaruan dalam pergerakan reformasi pendidikan.

Model pembelajaran kooperatif dilaksanakan dalam kumpulan kecil supaya anak didik dapat bekerjasama untuk mempelajari kandungan pelajaran dengan berbagai kemahiran sosial. Prestasi belajar siswa bergantung pada jenis tugas yang diterima oleh kelompok mereka dan cara mereka menyelesaikan tugas tersebut. Jadi dapat


(16)

disimpulkan bahwa hubungan kerja dalam kelompok memungkinkan timbulnya persepsi positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai hasil belajar yang baik berdasarkan kemampuan individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Pembelajaran kooperatif mempunyai berbagai macam tipe, diantaranya Student Team Achievement Division (STAD), Teams-Games Tournament (TGT), Jigsaw, Team-Assisted Individualisme (TAI), Group Investigation (GI), Think-Pais-Share (TPS), dan, Numbered Head Together (NHT).

Setiap tipe meliliki perbedaan dalam hal penerapan, bentuk kerjasama, peranan, komunikasi antar siswa serta peranan guru dalam proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang akan diterapkan adalah pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji, yaitu siswa melakukan kegiatan dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan. Dalam metode Jigsaw, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang disebut kelompok ahli dan kelompok asal. Tipe Jigsaw adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif di mana pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa yang bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dan mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Dalam metode Jigsaw, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5 anggota.

Setiap kelompok diberi informasi yang membahas salah satu topik dari materi pelajaran mereka saat itu. Dari informasi yang diberikan pada setiap kelompok ini,


(17)

masing-masing anggota harus mempelajari bagian-bagian yang berbeda dari informasi tersebut. Misalnya, jika kelompok A diminta mempelajari tentang novel, maka lima orang anggota didalamnya harus mempelajari bagian-bagian yang lebih kecil seperti tema, alur, tokoh, konflik, dan latar.

Setelah mempelajari informasi tersebut dalam kelompoknya masing-masing, setiap anggota yang mempelajari bagian-bagian ini berkumpul dengan anggota-anggota dari kelompok-kelompok lain yang juga menerima bagian-bagian materi yang sama, kelompok ini disebut kelompok ahli. Jika anggota 1 dalam kelompok A mendapat tugas mempelajari alur, maka ia harus berkumpul dengan siswa 2 kelompok B dan siswa 3 kelompok C (begitu seterusnya) yang juga mendapat tugas mempelajari alur.

Selain Jigsaw salah satu pembelajaran yang akan dijelaskan disini yaitu model pembelajaran tipe Student Team Achievement Division (STAD). Pembelajaran koooperatif tipe STAD merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen. Dimana model ini dipandang sebagai metode yang paling sederhana dan langsung dari

pendekatan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperati tipe STAD diharapakan dapat menjadi model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran IPS Terpadu karena menggunakan grup kecil di mana siswa bekerja sama belajar satu sama lain, berdiskusi dan saling berbagi ilmu

pengetahuan, saling berkomunikasi, saling membantu untuk memahami materi pelajaran.


(18)

Belajar kooperatif mempunyai pengertian lebih luas dari hanya sekedar kerja kelompok. Di dalam belajar kooperatif setiap anggota kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan anggota-anggota kelompoknya dalam mencapai tujuan pembelajaran (Chairani, 2003:10). Dalam pembelajaran tipe STAD siswa dalam suatu kelas tertentu dibagi menjadi kelompok dengan 4-5 orang, dan setiap kelompok haruslah heterogen yang terdiri dua laki-laki dan perempuan, berasal dan berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya, dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, dan melakukan diskusi (Rachmadiarti, 2001). Hal ini diharapakan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Dengan adanya model pembelajaran yang baru, diharapkan siswa dapat

menyesuaikan diri. Selain itu, model pembelajaran kooperatif tipe STAD diharapkan tidak hanya meningkatkan hasi belajar siswa akan tetapi juga dapat mempengaruhi pola interaksi siswa karena model pembelajaran ini menekankan pentingnya hubungan sosial dalam proses pembelajaran.

Melalui kedua model tersebut diharapkan dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan oleh guru dan dapat mencapai indikator dari kompetensi dasar serta hasil belajar siswa dapat memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan


(19)

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengadakan penelitian dengan judul “Studi Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan STAD (Student Team Achievement Divison) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Semester Ganjil Mata Pelajaran IPS Terpadu SMP Negeri 1 Batanghari Tahun Pelajaran 2013/2014”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Hasil belajar IPS Terpadu masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari banyaknya siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

2. Penggunaan model pembelajaran yang kurang variatif dalam proses penyampaian materi, sehingga pembelajaran di kelas kurang optimal. 3. Banyak siswa yang kurang antusias, mereka cenderung pasif di kelas. 4. Kurangnya semangat dan kreativitas siswa dalam belajar.

5. Metode pembelajaran menggunakan sistem konvensional.

6. Banyak siswa yang tidak memperhatikan guru pada saat guru menjelaskan, mereka lebih senang main handphone.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan, terlihat bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor , baik eksternal maupun internal individu siswa. Penelitian ini dibatasi pada


(20)

Teams Achievement of Division) dengan memperhatikan hasil belajar IPS Terpadu kelas VIII semester ganjil siswa SMP Negeri 1 Batanghari tahun pelajaran

2013/2014.

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Dimana dalam pembelajaran ini menempatkan siswa dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Sedangkan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen, dalam model pembelajaran ini juga siswa ditempatkan dalam kelompok kecil. Model ini dipandang sebagai metode yang paling sederhana dan langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Sedangkan yang dimaksud Hasil belajar disini yaitu Hasil belajar dari kemampuan Kognitif siswa kelas VIII SMP Negeri I Batanghari Tahun pelajaran 2013/2014.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student TeamAchievement Division) ?


(21)

2. Apakah hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi dibandingkan yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement of Division) ?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam Penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan siswa yang diberikan model pembelajaran tipe STAD (Student Teams Achievement of Division) .

2. Untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diberikan model pembelajaran tipe STAD (Student Teams Achievement of Division).

1.6 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan : 1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, yakni dapat menambah referensi penelitian dalam pengembangan dan

penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan Students Team Achievement of Division (STAD) disesuaikan dengan materi yang


(22)

2. Secara praktis

a. Bagi guru, menjadikan model pembelajaran Jigsaw dan model pembelajaran STAD sebagai alternatif media pembelajaran untuk diterapkan dalam pembelajaran IPS Terpadu.

b. Bagi siswa, Sebagai penambah wawasan bagi siswa tentang strategi belajar sehingga dapat menanggulangi kejenuhan dan meningkatkan hasil belajar.

c. Bagi peneliti, yaitu memberikan pengalaman sebagai calon guru dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan

pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas.

d. Bagi sekolah, yaitu memberikan sumbangan pemikiran untuk meningkatkan mutu pembelajaran IPS Terpadu di sekolah dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan Students Team Achievement of Division (STAD) di sekolah.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini yaitu :

1. Obyek Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi ruang lingkup objek penelitian adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement of Divison).

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII IPS Terpadu SMP Negeri 1 Batanghari tahun pelajaran 2013/2014.


(23)

3. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Batanghari. 4. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014.

5. Ruang lingkup ilmu


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS Bagian kedua ini akan membahas mengenai tinjauan pustaka, kerangka pikir, dan hipotesis. Diawali dengan analisis kritis dan komparatif terhadap teori-teori dan hasil penelitian yang relevan dengan semua variabel yang diteliti. Perpaduan sintesa antara variabel satu dengan variabel yang lain yang akan menghasilkan kerangka pikir yang selanjutnya dapat digunakan untuk

merumuskan hipotesis. Pembahasannya secara lebih rinci dijelaskan di bagian-bagian berikut ini.

2.1Tinjauan Pustaka

Bagian ini mengemukakan pengertian atau deskripsi dari variabel-variabel penelitian. Variabel-variabel itu antara lain Hasil belajar, model pembelajaran Student Team Achievement of Division (STAD), Model pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw, dan Hasil belajar. Secara umum tinjauan pustaka proses penelitian mengungkapkan teori-teori dan konsep-konsep yang dapat dijadikan landasan teori untuk pelaksanaan penelitian dalam mendapatkan data.

2.1.1 Definisi belajar

Belajar adalah proses perubahan dari tidak tahu menjadi tahu. Belajar akan membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan tersebut meliputi pengetahuan, sikap, kecakapan, dan lain-lain. Seseorang yang telah mengalami


(25)

proses belajar tidak sama keadaannya bila dibandingkan dengan keadaan pada saat belum belajar. Individu akan lebih sanggup menghadapi kesulitan,

memecahkan masalah atau menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya. Hal ini senada dengan pendapat Ahmadi (2004: 128) mengatakan

”Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil

pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan ”.

Belajar juga merupakan suatu aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahui. Seperti yang dikemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono (2006: 7) belajar merupakan tindakan dan prilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.

Sejalan dengan pendapat Dimyati dan Mudjiono, menurut Slameto (2003: 2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan kearah yang lebih baik dari semua segi, tergantung pada apa yang mereka pelajari.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan belajar adalah suatu proses menemukan dan merubah, baik tingkah laku, ketrampilan, maupun pengetahuan yang menghasilkan interaksi dengan lingkungannya yang akan


(26)

menciptakan hasil yang disebut hasil belajar yang dapat diukur melalui sistem penilaian tertentu.

Pengertian belajar erat kaitannya dengan teori belajar. Teori belajar sendiri disusun berdasarkan pemikiran bagaimana proses belajar terjadi. Teori belajar itu antara lain:

1. Teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku. Menurut teori ini, yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Yang bisa diamati hanyalah stimulus dan respon. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya

perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Hal ini diperkuat oleh Skinner, menurutnya belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku (Asri Budiningsih, 2005:23).

2. Teori kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa/ kejadian yang terjadi di dalam lingkungan. Oleh karena itu, dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Karena menurut teori ini bahwa belajar

melibatkan proses berpikir kompleks.

Tokoh-tokoh penting dalam teori kognitif salah satunya adalah J. Piaget dan Brunner. Menurut J. Piaget, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola-pola perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Tahap-tahap perkembangan itu adalah tahap sensorimotor, tahap preoperasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal (Asri Budiningsih, 2005: 35). Sedangkan menurut Brunner, dengan teorinya free discovery learning mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur pesan/informasi, dan bukan ditentukan oleh umur.

Menurut teori kontruktivisme, belajar adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan. Pembelajaran konstruktivisme membiasakan siswa untuk memecahkan


(27)

masalah dan menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, mencari dan menemukan ide-ide dengan mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri.

Hal ini diperkuat oleh Piaget, teori ini berpendapat bahwa anak membangun sendiri skematanya dari pengalamannya sendiri dan lingkungan. Dalam pandangan Piaget pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar tergantung pada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator.

Berbeda dengan Piaget, konstruktivisme sosial oleh Vygotsky adalah belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Inti konstruktivis Vygotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.

Dari beberapa teori diatas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah proses perubahan tingkah laku, diharapkan perubahan tingkah laku ini berdampak dalam kehidupan sehari-hari siswa.

2.1.2 Hasil Belajar

Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok di Sekolah. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil


(28)

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. ( Slameto 2003:2). Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Pada umumnya, berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh anak didik dalam hal ini siswa. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Djamarah (2006: 105) suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil adalah hal- hal sebagai berikut :

1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.

2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran yang telah dicapai, baik secara individual maupun kelompok.

Diungkapkan pula oleh Dimyati dan Mudjiono (2002: 3) menyatakan:

“Hasil belajar merupakan suatu hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan

mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar”. Dalam penelitian ini hasil belajar yang digunakan adalah hasil belajar Kognitif. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan, pada poin tentang mekanisme dan prosedur penilaian nomor 4 yaitu penilaian hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran dalam kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang tidak diujikan pada UN dan aspek kognitif dan / atau aspek psikomotirik untuk kemlompok mata pelajaran


(29)

Ujian Sekolah / Madrasah untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan.

Pendapat diatas menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh dari suatu interaksi serta setelah melalui kegiatan belajar. Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan evaluasi hasil belajar. Hasil belajar merupakan proses dari seseorang untuk memperoleh suatu perubahan prilaku yang relatif tetap. Berhasil tidaknya anak dalam belajar dapat dilihat dari pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan oleh guru sebelumnya. Dalam perkembangannya, hasil belajar merupakan ukuran keberhasilan guru dalam mengajar. Hal ini terlihat dari apa yang telah dicapai siswa, dan keberhasilan siswa dalam memahami dan mengerti konsep serta materi yang telah diajarkan oleh guru.

Sardiman (2001: 49) mengemukakan bahwa hasil pembelajaran itu dapat dikatakan baik, apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa. b. Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik.

Pengetahuan yang didapat siswa pada saat proses pembelajaran merupakan ilmu yang nantinya akan digunakan atau diterapkan oleh siswa dalam kehidupan. Pengetahuan yang dimiliki siswa dapat mempengaruhi cara pandang siswa, sehingga untuk melihat seberapa besar ilmu yang dimiliki siswa dapat dilihat dari caranya menyelesaikan masalah.

Bloom dalam (Dimyati, 2002: 26) mengkategorikan hasil belajar dalam tiga ranah, yaitu:

1. Ranah kognitif, terdiri dalam enam jenis perilaku ,yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi.


(30)

2. Ranah afektif, terdiri dalam lima perilaku, yaitu: penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup.

3. Ranah psikomotorik, terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan

kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.

Berdasarkan uraian di atas maka hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Melalui hasil belajar juga dapat diketahui tingkat keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Hasil belajar yang diamati dalam penelituan ini adalah hasil belajar dalam aspek kognitif yang diperoleh melalui tes yang diberikan pada setiap akhir siklus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa (faktor eksternal) meliputi : suasana rumah, orang tua, motivasi dari orang tua, keadaan ekonomi keluarga, dan juga faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri (faktor internal) meliputi : kesehatan, intelegensi, bakat, motivasi, minat, kreativitas, dan lain-lain. Selain itu

penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

2.1.3 Model Pembelajaran

Salah satu indikator yang diperlukan dalam belajar yaitu model pembelajaran. Dalam kaitannya dengan mengajar maka guru dapat mengembangkan model mengajarnya yang dimaksudkan sebagai upaya mempengaruhi perubahan yang baik dalam perilaku siswa (Wahab 2008:27). Adanya Model pembelajaran ini diharapkan dapat membantu guru dalam menyampaikan materi, selain itu


(31)

dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat membantu tercapainya tujuan pendidikan.

Winataputra dalam Sugiyanto (2008) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pencanang pembelajaran dan para pengajar dalam mencanangkan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Selain itu menurut Kardi dan Nur ada lima model pembelajaran yang dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu: pembelajaran langsung, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berdasarkan masalah, diskusi, dan strategi pembelajaran. Secara umum model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisirkan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Jadi, sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit kerena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.

Ada beberapa ciri model pembelajaran secara khusus diantaranya adalah : 1. Rasional teoritik yang logis

2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar. 3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat


(32)

4. Lingkungan belajar yang diperlukan

Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.

Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Hal ini senada dengan pendapat

Sardiman A. M. (2004 : 165), ia mengemukakan bahwa guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai ketrampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup

pelajaran, menjelaskan, memvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.

Pendapat serupa dikemukakan oleh Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan

individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Setiap guru harus memiliki kompetensi adaptif terhadap setiap perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan di bidang pendidikan, baik yang menyangkut perbaikan kualitas pembelajaran maupun segala hal yang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar peserta didiknya.


(33)

2.1.4 Pembelajaran kooperatif

Menurut Slavin ( dalam Isjoni, 2007:12), pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Pembelajaran kooperatif bergantung pada efektivitas kelompok-kelompok siswa tersebut. Dalam pembelajaran ini, guru diharapkan mampu membentuk kelompok-kelompok kooperatif dengan hati-hati agar semua anggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan pembelajarannya sendiri dan pembelajaran teman-teman satu kelompoknya. Masing-masing anggota kelompok bertangung jawab mempelajari apa yang disajikan dan membantu teman-teman satu anggota untuk mempelajarinya juga. Singkatnya, pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran dimana siswa bekerjasama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Pembelajaran kooperatif umumnya melibatkan kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 siswa dengan kemampuan yang berbeda dan ada pula yang menggunakan kelompok dengan ukuran yang berbeda-beda. Dalam

Pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama.

Siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan


(34)

tugasnya. Pembelajaran kooperatif biasanya menempatkan siswa dalam

kelompok-kelompok kecil selama beberapa minggu atau bulan ke depan untuk kemudian diuji secara individual pada hari ujian yang telah ditentukan.

Sebelumnya kelompok-kelompok siswa diberi penjelasan tentang : 1. Bagaimana menjadi pendengar yang baik;

2. Bagaimana memberikan penjelasan yang baik; 3. Bagaimana mengajukan pertanyaan dengan baik; dan

4. Bagaimana saling membantu dan saling menghargai satu sama lain dengan cara-cara yang baik pula.

Konsekuensi positif dari pembelajaran ini adalah siswa diberi kebebasan untuk terlibat secara aktif dalam kelompok mereka. Dalam lingkungan pembelajaran kooperatif, siswa harus menjadi partisipan aktif dan melalui kelompoknya, dapat membangun komunitas pembelajaran (learning community) yang saling membantu antar satu sama lain.

Hal ini sejalan dengan pendapat Jhonson (Isjoni, 2007:17) yang

mengemukakan pembelajaran kooperatif sebagai upaya mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Belajar dalam kelompok dapat

meningkatkan kepedulian siswa terhadap teman sebaya, dimana mereka dituntut belajar bersama, saling membantu, dan nantinya ini akan berdampak dalam kehidupan sehari-hari siswa.


(35)

Sadker dan Sadker dalam (Miftahul Huda, 2012 : 66) menjabarkan beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Menurut mereka, selain meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut ini.

1. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi, hal ini khususnya berlaku bagi siswa-siswa SD untuk pembelajaran matematika. 2. Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan

memiliki sikap harga diri yang lebih besar untuk belajar.

3. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada teman-temannya, dan di antara mereka akan terbangun rasa

ketergantungan yang positif (interpendensi positif) untuk proses belajar mereka nanti.

4. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda.

Menurut Johnson, dkk menyatakan bahwa pentingnya Pembelajaran kooperatif diruang kelas sebenarnya sudah ditekankan dalam berbagai penelitian masa lalu. Slavin dalam (Miftahul Huda, 2012 : 68) mengidentifikasikan tiga kendala utama atau yang sering disebut pitfalls (lubang-lubang perangkap) sebagai berikut :

1. Free rider, jika tidak dirancang dengan baik, pembelajaran kooperatif justru berdampak pada munculnya free rider atau “Pengendara bebas”. Yang dimaksud free rider disini adalah beberapa siswa yang tidak

bertanggung jawab secara personal pada tugas kelompoknya, mereka hanya

“mengekor” saja pada apa yang dilakukan oleh teman-teman satu kelompoknya yan lain. Free rider ini sering muncul ketika kelompok-kelompok kooperatif ditugaskan untuk menangani satu lembar kerja, satu proyek, atau satu laporan tertentu. Untuk tugas-tugas seperti ini, sering kali ada satu atau beberapa anggota yang mengerjakan hampir semua pekerjaan kelompoknya, sementara sebagian anggota yang lain justru “Bebas

berkendara”, berkeliaran kemana-mana.

2. Diffusion of responsibility, yang dimaksud dengan diffusion of responsibility (penyebaran tanggung jawab) ini adalah suatu kondisi dimana beberapa anggota yang dianggap tidak mampu cenderung

diabaikan oleh anggota-anggota lain yang “lebih mampu”. Misalnya, jika mereka ditugaskan untuk mengerjakan tugas matematika, beberapa anggota yang dipersepsikan tidak mampu berhitung atau menggunakan rumus-rumus sering kali tidak dihiraukan oleh teman-teman satu kelompoknya. Bahkan, mereka yang memiliki skill matematika yang baik pun terkadang


(36)

malas mengajarkan keterampilannya pada teman-temannya yang kurang mahir di bidang matematika. Bagi mereka, hal ini hanya membuang-buang waktu dan energi saja.

3. Learning a part of task specialization, dalam beberapa metode tertentu, seperti Jigsaw, Group Investigation, dan metode-metode lain yang terkait, setiap kelompok ditugaskan untuk mempelajari atau mengerjakan bagian materi yang berbeda antar satu sama lain. Pembagian semacam ini sering membuat siswa hanya fokus pada bagian materi yang menjadi tanggung jawabnya, sementara bagian materi lain hamper tidak digubris sama sekali, padahal semua materi tersebut saling berkaitan satu sama lain.

Menurut Slavin dalam (Miftahul Huda, 2012 : 69) ketiga kendali ini bias diatasi jika guru mampu :

1) Mengenali sedikit banyak karakteristik dan level kemampuan siswa-siswanya;

2) Selalu menyediakan waktu khusus untuk mengetahui kemajuan setiap siswanya dengan mengevaluasi mereka secara individual setelah bekerja kelompok; dan

3) Mengintegrasikan metode yang satu dengan metode yang lain, misalnya : metode Jigsaw dapat digabungkan dengan metode Cooperative Review, dimana setiap kelompok yang selesai mempelajari bagian materi tertentu diharuskan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting terkait dengan materi tersebut kepada kelompok-kelompok yang lain, sehingga koneksi pengetahuan antarmateri satu dengan materi yang lain tetap terjaga dalam pikiran masing-masing siswa.

Tabel 2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik belajar

2. Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

3. Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

4. Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya membentuk

kelompok belajar agar melakukan transisi secara efisien

5. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.


(37)

2.1.5Konsep pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

Metode Jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson (1975). Metode ini memiliki dua versi tambahan, Jigsaw II (Slavin,1989) dan Jigsaw III (Kagan, 1990). Arti Jigsaw dalam bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengar. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji, yaitu siswa melakukan kegiatan dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan. Tipe Jigsaw adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif di mana pembelajaran melalui

penggunaan kelompok kecil siswa yang bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dan mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Dalam metode Jigsaw, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5 anggota.

Setiap kelompok diberi informasi yang membahas salahsatu topik dari materi pelajaran mereka saat itu. Dari informasi yang diberikan pada setiap kelompok ini, masing-masing anggota harus mempelajari bagian-bagian yang berbeda ari informasi tersebut. Misalnya, jika kelompok A diminta mempelajari tentang novel, maka lima orang anggota didalamnya harus mempelajari bagian-bagian yang lebih kecil seperti tema, alur, tokoh, konflik, dan latar.

Setelah mempelajari informasi tersebut dalam kelompoknya masing-masing, setiap anggota yang mempelajari bagian-bagian ini berkumpul dengan anggota-anggota dari kelompok-kelompok lain yang juga menerima bagian-bagian materi yang sama, kelompok ini disebut kelompok ahli. Jika anggota 1


(38)

dalam kelompok A mendapat tugas mempelajari alur, maka ia harus berkumpul dengan siswa 2 kelompok B dan siswa 3 kelompok C (begitu seterusnya) yang juga mendapat tugas mempelajari alur.

Perkumpulan siswa yang memiliki bagian informasi yang sama ini dikenal

dengan istilah “kelompok ahli” (expect group). Dalam “kelompok ahli” ini, masing-masing siswa saling berdiskusi dan mencari cara terbaik bagaimana menjelaskan bagian informasi itu kepada teman-teman satu kelompoknya yang semula.

Setelah diskusi selesai, semua siswa dalam”kelompok ahli” ini kembali ke kelompoknya yang semula, dan masing-masing dari mereka mulai menjelaskan bagian informasi tersebut kepada teman-teman satu kelompoknya. Jadi dalam metode Jigsaw, siswa bekerja kelompok dua kali, yakni dalam kelompok

mereka sendiri dan dalam “kelompok ahli”. Setelah masing-masing anggota menjelaskan bagiannya masing-masing kepada teman-teman satu

kelompoknya, mereka mulai bersiap untuk diuji secara individu (biasanya dengan kuis). Guru memberikan kuis kepada setiap anggota kelompok untuk dikerjakan sendiri-sendiri, tanpa bantuan siapapun, skor yang diperoleh setiap anggota dari hasil ujian/kuis individu ini akan menentukan skor yang diproleh kelompok mereka.

Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang

pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak


(39)

kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan ketrampilan berkomunikasi. Dengan adanya kerjasama kelompok ini, siswa menjadi terbiasa saling membantu dan berbagi informasi, selain itu juga mereka dituntut untuk belajar lebih giat agar informasi yang akan mereka berikan sesuai dengan yang seharusnya.

Hubungan kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut: Kelompok Asal

5 atau 6 anggota yang heterogen dikelompokkan

Gambar 1. Ilustrasi kelompok Jigsaw

Menurut Rusman (2008 : 205) dalam skripsi Siska Dwi A. mengatakan bahwa Model pembelajaran jigsaw ini dikenal juga dengan kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Namun, permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, kita sebut sebagai team ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya,


(40)

hasil pembahasan itu di bawa kekelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya.

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yaitu : 1. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap

kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda.

Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal.

Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.


(41)

Gambar 2. Contoh pembentukan kelompok Jigsaw

2. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.

3. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.

4. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.

5. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.

Kelompok Asal 1

Kelompok Asal 2

Kelompok Asal 3

Kelompok

Asal 4 Kelompok Asal 5 Kelompok Asal 6 Kelompok Asal 7 Kelompok Asal 8

Belajar Materi 1

Kelompok Ahli 5 Kelompok

Ahli 4 Kelompok

Ahli 3 Kelompok

Ahli 2 Kelompok

ahli1

Belajar Materi 2

Belajar Materi 3

Belajar Materi 4

Belajar Materi 5


(42)

6. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Keunggulan Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) tipe Jigsaw

Tabel 2. Keunggulan dan kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw

No Keunggulan Kelemahan

1 Dapat menambah kepercayaan siswa akan kemampuan berpikir kritis.

Prinsip utama pembelajaran ini

adalah “Pearteaching” yaitu

pembelajaran oleh teman sendiri. Ini akan menjadi kendala karena

persepsi dalam memahami suatu konsep yang akan didiskusikan bersama dengan siswa lain. Dalam hal ini pengawasan guru menjadi hal mutlak diperlukan agar jangan sampai terjadi salah konsep (Miss Conception).

2 Setiap siswa akan memiliki tanggung jawab akan tugasnya.

Dirasa sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan materi pada teman, jika siswa tidak percaya diri, pendidik harus mampu memainkan perannya dalam

memfasilitasi kegiatan belajar. 3 Mengembangkan kemampuan

siswa mengungkapkan ide atau gagasan dalam

memecahkan masalah tanpa takut membuat salah.

Rekod siswa tentang nilai,

kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh pendidik dan ini biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut 4 Dapat meningkatkan

kemampuan sosial:

mengembangkan rasa harga diri dan hubungan

interpersonal yang positif.

Awal pembelajaran ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bias berjalan dengan baik.

5 Waktu pelajaran lebih efisien dan efektif.

Aplikasi metode ini pada kelas yang besar (> 40 siswa) sangat sulit. 6 Dapat berlatih berkomunikasi


(43)

2.1.6 Konsep pembelajaran kooperatif tipe STAD

STAD (Students Teams Achievements of Division) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Sehingga model pembelajaran ini dapat digunakan oleh guru-guru yang baru memulai

menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif. Perencanaan pembelajaran

kooperatif tipe STAD disusun berdasarkan siklus yang tetap pada

pengajarannya (Slavin, 2000: 269). Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen. Dimana model ini dipandang sebagai metode yang paling sederhana dan langsung dari pendekatan

pembelajaran kooperatif.

Metode ini paling awal ditemukan dan dikembangkan oleh para peneliti

pendidikan di John Hopkins Universitas Amerika Serikat dengan menyediakan suatu bentuk belajar kooperatif. Siswa diberi kesempatan untuk melakukan kolaborasi dan elaborasi dengan teman sebaya dalam bentuk diskusi kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan (Arindawati, 2004: 83 - 84).

Model pembelajaran STAD ini, membagi masing-masing kelompok menjadi beranggotakan 4 – 5 orang yang dibentuk dari anggota yang heterogen terdiri dari laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Jadi, model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah satu model pembelajaran yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan kerjasama, kreatif, berpikir kritis dan ada


(44)

kemampuan untuk membantu teman serta merupakan pembelajaran kooperatif yang sangat sederhana.

Metode yang dikembangkan oleh Slavin ini melibatkan “kompetisi” antar

kelompok. Siswa dikelompokkan secara beragam berdasarkan kemampuan, gender, ras, dan etnis. Slavin menyatakan bahwa metode STAD ini dapat diterapkan untuk beragam materi pelajaran, termasuk sains, yang didalamnya terdapat unit tugas yang hanya memiliki 1 jawaban yang benar.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri lima komponen utama, yaitu : 1. Penyajian kelas

Guru menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan penyajian kelas. Penyajian kelas tersebut mencakup pembukaan, pengembangan, dan latihan terbimbing. Pada penyajian kelas ini lebih ditekankan pada pengembangan dan latihan terbimbing. Sedangkan pembukaan hanyalah pengantar dalam kegiatan belajar mengajar yang tidak terlalu menjadi fokus pembelajaran. Presentasi kelas ini biasanya menggunakan pengajaran langsung (direct instruction) atau ceramah, dilakukan oleh guru. Presentasi kelas dapat pula menggunakan audiovisual. Presentasi kelas ini meliputi tiga komponen, yakni pendahuluan, pengembangan dan praktek terkendali.

2. Kegiatan kelompok

Kelompok belajar yang baik adalah yang terdiri dari empat atau lima siswa, dengan percampuran tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan golongan. Fungsi utama dari kelompok adalah untuk memastikan bahwa semua


(45)

anggota kelompok ikut serta dalam kegiatan belajar dan yang lebih spesifik adalah mempersiapkan anggota kelompok untuk menghadapi kuis. Belajar berkelompok ini meliputi mendiskusikan masalah, membandingkan jawaban, dan mengoreksi miskonsepsi jika anggota kelompok melakukan kesalahan.

K

Gambar 3. Contoh pembentukan kelompok tipe STAD 3. Skor kemajuan (perkembangan ) individu

Penilaian kelompok berdasarkan skor peningkatan individu, sedangkan skor peningkatan tidak didasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor sebelumnya. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin maksimum pada kelompoknya dalam sistem skor kelompok. Siswa memperoleh skor untuk kelompoknya didasarkan pada skor kuis mereka melampaui skor dasar mereka. Melalui skor kemajuan (perkembangan) individu ini kita dapat melihat apakah dengan penggunaan model pembelajaran dapat memberikan hasil yang berbeda.

Kelompok I

Kelompok II

Kelompok III

Kelompok IV

Kelompok V

Sub bab Materi I

Sub bab Materi II

Sub bab Materi V Sub bab

Materi IV Sub bab


(46)

Tabel 3. Kriteria pemberian skor perkembangan individu

No Skor tes Skor perkembangan

1 Lebih dari 10 poin skor awal 5 2 Antara 10 sampai 1 poin dibawah skor awal 10 3 Skor awal sampai 10 poi diatas skor awal 20 4 Lebih dari 10 poin diatas skor awal 30 5 Kertas jawaban sempurna (terlepas dari

skor awal)

30 Sumber : Slavin (2008 : 159)

Contoh perhitungan : seorang siswa dalam kelompok belajar memperoleh skor awal (pretest) yaitu 10 skor dari skor maksimal yang harus diperoleh (misalnya skor maksimal adalah 30). Kemudian setelah melaksanakan posttest siswa tersebut mendapat skor 20 maka nilai perkembangan yang disumbangkan sebesar 30.

4. Penghargaan kelompok

Penghargaan keompok adalah pemberian predikat kepada masing-masing kelompok. Predikat ini diperoleh dengan melihat skor kemajuan kelompok. Skor kemajuan kelompok diperoleh dengan mengumpulkan skor kemajuan masing-masing kelompok sehingga diperoleh skor rata-rata kelompok. Slavin, R.E. (2009:160) mengemukakan kriteria yang digunakan untuk menentukan pemberian penghargaan terhadap kelompok yaitu:

Tabel 4. Tingkat Penghargaan Kelompok

Rata-rata kelompok Penghargaan

15 Poin Tim baik

16 Poin Tim sangat baik

17 Poin Tim super


(47)

Berdasarkan uraian di atas, dalam pembelajaran kooperatif yang menggunakan pendekatan STAD guru harus melaksanakan langkah-langkah: penyajian materi, kegiatan kelompok, tes individu, perhitungan skor setiap individu, dan penghargaan kelompok. Dalam langkah-langkah tersebut guru memiliki peran yang cukup besar, dan dalam hal ini guru bertindak sebagai moderator.

Sehingga walau guru memiliki peran yang cukup besar, akan tetapi siswa yang berperan aktif dalam pembelajaran.

Langkah-langkah tersebut digambarkan dalam tabel dibawah ini. Tabel 5. Langkah-langkah proses pembelajaran kooperatif tipe

Student Team Achievement of Division (STAD)

No Tahap Tingkah Laku Guru

1. Tahap pendahuluan

 Guru memberikan informasi kepada siswa tentang materi yang akan mereka pelajari, tujuan pembelajaran dan pemberian motivasi agar siswa tertarik pada materi.

 Guru membentuk siswa kedalam kelompok yang sudah direncanakan.

 Mensosialiasakan kepada siswa tentang model pembelajaran yang digunakan dengan tujuan agar siswa mengenal dan memahamimya.  Guru memberikan apersepsi yang berkaitan

dengan materi yang akan dipelajari. 2. Tahap

Pengembangan

 Guru mendemonstrasikan konsep atau keterampilan secara aktif dengan

menggunakan alat bantu atau manipulatif lain.  Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS)

sebagai bahan diskusi kepada masing-masing kelompok.

 Siswa diberikan kesempatan untuk

mendiskusikan LKS bersama kelompoknya.  Guru memantau kerja dari tiap kelompok dan

membimbing siswa yang mengalami kesulitan. 3. Tahap

Penerapan

 Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal yang ada dalam


(48)

LKS dengan waktu yang ditentukan, siswa diharapkan bekerja secara individu tetapi tidak menutup kemungkinan mereka saling bertukar pikiran dengan anggota yang lainnya.

 Setelah siswa selesai mengerjakan soal lembar jawaban, kemudian dikumpulkan untuk dinilai.

Kelebihan model pembelajaran STAD :

1. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok, sehingga meningkatkan jiwa sosial masing-masing siswa.

2. Siswa aktif saling membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama.

3. Semua siswa aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok, sehingga setiap siswa mampu mengembangkan pemahaman dan penguasaan materi yang bersifat kognitif, psikomotoris, maupun afektif .

4. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

Kekurangan model pembelajaran STAD :

1. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum.

2. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif.

3. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif.


(49)

4. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.

2.1.7 Hasil Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan atau berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 6. Hasil Penelitian yang Relevan N

o

Nama Judul Hasil

1 Supartin Studi

perbandingan implementasi hasil belajar siswa pada Mata Pelajaran Fisika dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe Jigsaw dan tipe STAD di SMP Negeri 6 Gorontalo.

Terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) teknik Jigsaw dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) teknik STAD dalam pelajaran Fisika dengan nilai t hitung> t tabel yaitu 4,8 > 2,00. Skor hasil belajar siswa yang meng- gunakan tipe Jigsaw lebih tinggi di bandingkan dengan kelas STAD yaitu 38,85% > 33,10%. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa tipe Jigsaw merupakan tipe yang paling baik digunakan pada materi Tata Surya. 2 Dyah Khoirina

Sari (4101406584) Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan STAD Untuk Mening- Katkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika pada Materi Persamaan Garis Lurus Kelas VIII

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata kemampuan penalaran dan komunikasi matematika kelas eksperimen 1 sebesar 78,59; kelas eksperimen 2 sebesar 76,03 dan kelas kontrol sebesar 71,28. Setelah dilakukan analisis memberikan hasil 1). Dengan menggunakan uji proporsi, ketuntasan belajar kelas eksperimen I dan II mencapai ketuntasan belajar yang ditentukan; 2). Dengan uji


(50)

ANAVA diperoleh Fhitung = 3,22 > 3,08 = Ftabel yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari 3 perlakuan yang diberikan. Dengan uji lanjut LDS dipeoleh hasil bahwa yang berbeda secara signifikan adalah model

pembelajaan kooperatif tip Jigsaw dengan ekspositori. Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti memberikan saran bagi guru matematika agar dapat

mengembangkan pembelajaran dengan model pembelajaran koopratif, terutama Jigsaw dan STAD untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika. 3 Jumadi Studi Komparatif

Hasil Belajar Siswa Antara Model Student Team Achviement Division (STAD) dengan Model Jigsaw Kelas X TKR pada Mata Pelajaran Dasar Mekanik Kompetensi

Menggunakan Alat Ukur di SMK YP Gajah Mada Palembang.

Hasil penelitian pada kompetensi menggunakan alat ukur

menunjukkan nilai rata-rata hasil belajar siswa pada kelas

eksperimen 1 (model STAD) adalah 67,36 sedangkan untuk kelas eksperimen 2 (model Jigsaw) adalah 75,97. Dari hasil analisa data tes dengan menggunakan uji

“t” menunjukkan bahwa t hitung > t

tabel atau 6,401 > 2,00 pada taraf

kepercayaan 95%. Dari hasil nilai rata-rata siswa tersebut maka didapat kesimpulan bahwa hasilnya adalah menolak Ho dan menerima Ha yang menyatakan

ada perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan menggunakan model STAD dengan model Jigsaw dikelas X TKR SMK YP Gajah Mada Palembang. Dari hasil analisis data pada lembar

observasi menunjukkan dimana rata-rata keaktifan siswa kelas eksperimen 1 mengalami peningkatan sebesar 18,18 % sedangkan rata – rata keaktifan siswa pada kelas eksperimen 2 sebesar 20 %. Berdasarkan nilai rata – rata ( Mean ) serta hasil


(51)

observasi aktifitas belajar siswa maka model Jigsaw lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan model STAD pada mata pelajaran dasar mekanik kompetensi menggunakan alat ukur kelas X TKR di SMK YP Gajah Mada Palembang. 4 Indriati F

(2009) Perbandingan Model Pembelajaran STAD dengan Jigsaw dalam Materi Struktur Atom pada Lesson

Study di Kelas X MAN 3 Malang Semester Gasal Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi, Jurusan Kimia, Program Studi Pendidikan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Malang.

Hasil penelitian menunjukkan: 1) Terdapat perbedaan antara hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran model STAD dengan yang diajar

menggunakan model Jigsaw. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata kelas STAD sebesar 82,20 dan kelas Jigsaw 74,00 serta thitung > ttabel

(thitung= 3,757; ttabel= 2,0017)

sehingga dapat ditarik kesimpulan rata-rata prestasi belajar siswa kelas STAD lebih tinggi dibandingkan kelas Jigsaw.

5 Suwanti Perbandingan Penguasaan Materi Pokok Sistem Pencernaan Pada Manusia Antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan STAD (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 20 Bandar Lampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2011/2012)

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) penguasaan materi pokok Sistem Pencernaan Pada Manusia oleh siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (N-gain = 65,60) lebih tinggi dibandingkan dengan tipe STAD (N-gain = 54,32); (2) Rata-rata aktivitas belajar siswa pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (77,4) lebih tinggi

dibandingkan dengan tipe STAD (70,4). Kata kunci : Jigsaw,

STAD, Penguasaan materi, Sistem Pencernaan Pada Manusia.

6 Fitriani Perbandingan Penggunaan Model STAD dan

Hasil penelitian menunjukkan penggunaan model STAD dan Jigsaw dapat meningkatkan


(52)

Jigsaw Terhadap Aktivitas Belajar dan Penguasaan Materi.

penguasaan materi oleh siswa, namun penggunaan model Jigsaw (N-gain 68,94) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan STAD (N-gain 59,17). Aktivitas belajar siswa juga meningkat dengan rata-rata 82 (Jigsaw) dan 73 (STAD). Sebagian besar siswa memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan model STAD dan Jigsaw.

7 Tri Puji Rahayu Studi komparasi metode

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD (student team achievement division) pada materi pokok sistem periodik unsur dengan memperhatikan kesiapan membaca siswa kelas x semester ganjil SMA Batik 1 Surakarta tahun pelajaran 2006

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1) Penggunaan metode Jigsaw dapat menghasilkan prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan metode STAD pada materi pokok Sistem Periodik Unsur yang ditunjukkan oleh selisih nilai kognitif rata-rata, selisih nilai afektif rata-rata dan selisih nilai psikomotor rata-rata berturut-turut 28,91 dan 23,44; 6,89 dan 5,35; 32,54 dan 31,20. (2) Siswa yang mempunyai kesiapan membaca tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kesiapan membaca rendah pada materi pokok Sistem Periodik Unsur, yang ditunjukkan dari Fhitung = 9,02 yang lebih tinggi

dari Ftabel = 3,98. (3) Ada interaksi

antara metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD dengan kesiapan membaca siswa terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Sistem Periodik Unsur yang ditunjukkan dari Fhitung

= 6,48 yang lebih tinggi dari Ftabel

= 3,98 dimana penggunaan metode Jigsaw menghasilkan prestasi yang lebih rendah dari pada penggunaan metode STAD pada siswa yang mempunyai kesiapan membaca tinggi. Sedangkan pada siswa yang mempunyai kesiapan membaca rendah penggunaan metode Jigsaw menghasilkan prestasi yang lebih


(53)

8 Yulia Shintalasmi (08108249118) Perbedaan Hasil Belajar Kognitif IPS Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw dan STAD Pada Siswa Kelas IV SD

Muhammadiyah Mutihan Wates.

tinggi daripada penggunaan metode STAD.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan hasil belajar kognitif IPS menggunakan model pembelajaran kooperatif Jigsaw dan STAD pada siswa kelas IV SD Muhammadiyah Mutihan Wates. Hal tersebut terbukti dari rata-rata hasil Belajar kognitif IPS

kelompok eksperimen yang

menggunakan model pembelajaran kooperatif Jigsaw dan kelompok kontrol yang menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD selama tiga pertemuan. Hasil belajar kognitif IPS

pertemuan pertama kelompok eksperimen mendapatkan 68,26 sedangkan kelompok kontrol mendapatkan 67,39. Perbedaan hasil belajar kognitif IPS pertemuan pertama pada kedua kelompok adalah 0,87. Hasil belajar kognitif IPS pertemuan kedua kelompok eksperimen mendapatkan75,22 sedangkan kelompok kontrol mendapatkan 73,91. Perbedaan hasil belajar kognitif IPS pertemuan kedua pada kedua kelompok adalah 1,31. Hasil belajar kognitif IPS

pertemuan ketiga kelompok eksperimen mendapatkan 77,39 sedangkan kelompok kontrol mendapatkan 74,35. Perbedaan hasil belajar kognitif IPS pertemuan ketiga pada kedua kelompok adalah 3,04. Secara umum, kedua jenis model pembelajaran ini memiliki perbedaan dalam substansinya. Model pembelajaran kooperatif Jigsaw memiliki ciri utama yaitu adanya kelompok asal dan kelompok ahli. Model

pembelajaran kooperatif STAD memiliki ciri utama yaitu adanya


(54)

9 Bahriyatul Azizah Nim. 3301401176 Studi Komparasi Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Metode Konvensional pokok bahasan Jurnal Khusus sebagai upaya meningkatkan Hasil Belajar.

kerja tim (kerja kelompok). Dengan demikian dapat

dikemukakan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif Jigsaw lebih baik dalam

meningkatkan hasil belajar kognitif IPS pada siswa kelas IV SD Muhammadiyah Mutihan Wates.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata hasil pre test kelompok eksperimen sebesar 4,23 dan kelompok kontrol sebesar 4,11. Hasil uji t diperoleh

diperoleh thitung = 0,595 < ttabel = 1.99. Hal ini berarti bahwa antara kelompok eksperimen dan kontrol mempunyai kemampuan awal yang relatif sama dalam memahami materi pokok bahasan jurnal khusus sebelum mengikuti pembelajaran. Rata-rata hasil post test kelompok eksperikem sebesar 6,84 dan kelompok kontrol sebesar 6,04. hasil uji t data post test diperoleh thitung = 4,639 > ttabel = 1,99. hal ini berarti ada

perbedaan hasil belajar akuntansi pokok bahasan jurnal khusus antara metode kooperatif tipe Jigsaw dengan pembelajaran konvensional. Rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen yang lebih tinggi menunjukkan

pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional.

2.2Kerangka Pikir

Menurut Uma Sekaran dalam bukunya business research Mengemukakan bahwa, kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai


(55)

masalah yang penting (Sugiyono,2012:60).Untuk memperjelas faktor-faktor yang diteliti, faktor tersebut diberikan dalam bentuk variabel atau peubah yaitu variabel bebas pada penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (student Teams Achievement of Division, sedangkan variable terikatnya yaitu Hasil belajar IPS Terpadu siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan Students Team Achievement of Division (STAD).

1. Perbedaan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan STAD (Students Teams Achievement of Division)

Pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar bertanggungjawab atas pelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Dua tipe model pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu tipe Jigsaw dan STAD.

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD memiliki kesamaan dalam langkah pembelajaran, diantaranya dalam cara menentukan kelompok heterogen yang berdasarkan dari kemampuan akademis, jenis kelamin, suku, dan ras yang berbeda. Pembelajaran koopertif tipe STAD merupakan Metode yang dikembangkan oleh Slavin


(56)

beragam berdasarkan kemampuan, gender, ras, dan etnis. Slavin menyatakan bahwa metode STAD ini dapat diterapkan untuk beragam materi pelajaran, termasuk sains, yang didalamnya terdapat unit tugas yang hanya memiliki 1 jawaban yang benar. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang agar siswa bekerja kelompok dua kali, yakni dalam kelompok mereka sendiri

dan dalam “kelompok ahli”. Setelah masing-masing anggota menjelaskan bagiannya masing-masing kepada teman-teman satu kelompoknya, mereka mulai bersiap untuk diuji secara individu (biasanya dengan kuis) . Guru memberikan kuis kepada setiap anggota kelompok untuk dikerjakan sendiri-sendiri, tanpa bantuan siapapun, skor yang diperoleh setiap

anggota dari hasil ujian/kuis individu ini akan menentukan skor yang diproleh kelompok mereka.

model pembelajaran Jigsaw ini dikenal juga dengan kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Namun, permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, kita sebut sebagai team ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya, hasil pembahasan itu di bawa kekelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya. Adanya perbedaan penerapan model pembelajaran, peneliti menduga bahwa ada perbedaan hasil belajar antara kelas yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe STAD.

2. Apakah rata-rata Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif


(57)

tipe Jigsaw lebih tinggi dibandingkan yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement of Division)

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang agar siswa bekerja kelompok dua kali, yakni

dalam kelompok mereka sendiri dan dalam “kelompok ahli”. Setelah masing-masing anggota menjelaskan bagiannya masing-masing kepada teman-teman satu kelompoknya, mereka mulai bersiap untuk diuji secara individu (biasanya dengan kuis) .

Guru memberikan kuis kepada setiap anggota kelompok untuk dikerjakan sendiri-sendiri, tanpa bantuan siapapun, skor yang diperoleh setiap

anggota dari hasil ujian/kuis individu ini akan menentukan skor yang diproleh kelompok mereka.

Model pembelajaran STAD ini,membagi masing-masing kelompok menjadi beranggotakan 4 – 5 orang yang dibentuk dari anggota yang heterogen terdiri dari laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jadi, model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah satu model pembelajaran yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan kerjasama, kreatif,

berpikir kritis dan ada kemampuan untuk membantu teman serta merupakan pembelajaran kooperatif yang sangat sederhana.

Melihat dari penerapan masing-masing model pembelajaran, peneliti menduga hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi dibandingkan dengan yang diajar


(58)

menggunakan model pembelajaran tipe STAD. Hal ini dikarenakan model pembelajaran Jigsaw lebih memfokuskan siswa pada materi dibandingkan dengan tipe STAD (Students Teams Achievement of Divison).

Berikut paradigma pada penelitian untuk memberikan gambaran dengan jelas mengenai kerangka pikir tersebut :

Gambar 4. Paradigma penelitian

2.3Hipotesis

Menurut Sudjana (2002: 291), hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu sering dituntut untuk melakukan pengecekan atau mengarahkan penyelidikan selanjutnya. Peneliti memiliki anggapan dasar dalam penelitian ini, yaitu:

1. Seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Batanghari Lampung Timur Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014 yang menjadi subjek penelitian mempunyai kemampuan akademis yang relatif sama/sejajar dalam mata pelajaran IPS.

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

(X1)

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD

(X2)

Hasil belajar IPS Terpadu (Y)


(59)

2. Kelas yang diberi model pembelajaran tipe Jigsaw dan yang diberi model pembelajaran tipe STAD diajar oleh guru yang sama.

3. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar IPS siswa selain model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD, diabaikan.

Berdasarkan tinjauan pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir dan anggapan dasar yang telah diuraikan terdahulu, maka rumusan hipotesis

penelitian ini adalah :

1. Ada perbedaan hasil belajar IPS Terpadu pada siswa yang diajar

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division).

2. Rata-rata hasil belajar IPS Terpadu pada siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi dibandingkan yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hipotesis ini dirumuskan menjadi hipotesis verbal dan hipotesis statistik 1. Hipotesis verbal

Ho : Tidak ada perbedaan hasil belajar IPS Terpadu siswa yang diajar

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang

diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

(Student Team Achievement division).


(60)

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan

yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement division).

Ho : Hasil belajar IPS Terpadu siswa yang diajar menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih rendah atau sama dengan

yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement division)..

Ha : Hasil belajar IPS Terpadu siswa yang diajar menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw lebih tinggi dibadingkan dengan

siswa diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD (Student Team Achievement division).

2. Hipotesis statistik a. Ho : µ1 = µ2

Ha : µ1≠ µ2

b. Ho : µ1≤ µ2


(61)

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalahpenelitian komparatif dengan pendekatan eksperimen. Penelitian komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui perbandingan hasil belajar siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 1 Batanghari yang diajar menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan yang diajar menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dalam penelitian ini tehnik pengumpulan data dilakukan secara langsung melalui tes formatif setelah beberapa sub pokok bahasan pada kedua kelompok yaitu kelas VIIIB dan VIIIC.

Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan eksperimen.

3.1Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat quasi eksperimen dengan pola nonequivalent control group design. Dua macam eksperimen tersebut digunakan pada dua kelompok sample yang berbeda. Kelompok sample ditentukan secara random, kelas VIIIB melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan Kelas VIIIC menggunakan model pembelajaran kooperati tipe STAD.


(62)

Desain penelitian digambarkan sebagai berikut : Tabel 7. Desain Penelitian

Kelas P Q R S

1 x1P 1� - 1

2 2P - x1R 2

Keterangan :

1 = Kelas VIIIB 2 = Kelas VIIIC P = Pre test Q = Jigsaw

R = STAD (Students Team Achievement Division) S = Post test

Penelitian ini akan membandingkan keefektifan dua model pembelajaran yaitu tipe Jigsaw dengan STAD, terhadap Hasil belajar ekonomi di kelas VIIIB dan VIIIC dengan keyakinan bahwa mungkin kedua model pembelajaran ini akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

3.2Prosedur penelitian

Prosedur pada penelitian ini yaitu :

(1) Melakukan penelitian pendahuan ke sekolah untuk mengetahui jumlah kelas yang menjadi populasi.

(2) Untuk mengetahui jumlah kelas yang digunakan sebagai sample penelitian menetapkan sample penelitian dilakukan dengan tehnik cluster random sampling yaitu pengambilan sample secara acak berdasarkan kelompok-kelompok yang sudah ada bukan secara individu. Kelompok yang sudah ada


(63)

dalam penelitian ini berupa kelompok yang ada di kelas VIII SMP Negeri 1 Batanghari yang terdiri dari 7 kelas. Hasil pengundian oleh peneliti diperoleh kelas VIIIB dan VIIIC sebagai sampel. Langkah selanjutnya adalah mengundi kelas manakah yang akan diajar menggunakan metode Jigsaw dan kelas mana yang akan diajar menggunakan metode STAD. Akhirnya diperoleh kelas VIIIB menggunakan metode Jigsaw dan kelas VIIIC menggunakan metode STAD.

(3) Sebelum guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan STAD terlebih dahulu guru memberikan pre test kepada siswa. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa.

(4) Langkah dalam menerapkan metode pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut.

 Guru membuka pelajaran, lalu menyampaikan tujuan pembelajaran, manfaat mempelajari materi pelajaran, dan menyampaikan materi pelajaran secara garis besar.

 Guru membagi siswa dalam 6 kelompok dimana setiap kelompok berjumlah enam orang yang sebelumnya telah ditetapkan guru. Kelompok ini disebut sebagai kelompok awal,dimana masing-masing akan mendapat materi berbeda dari guru.

 Setelah mendapat materi masing-masing, setiap siswa yang mendapat bagian materi yang sama berkumpul menjadi satu kelompok baru untuk berdiskusi, yang disebut kelompok ahli. Setelah berdiskusi, perwakilan dari setiap kelompok ahli diminta untuk menyampaikan di depan kelas tentang hasil diskusinya.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENTS TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 5 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 7 82

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII.H SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 1 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 9 79

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN STUDENTS TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) PADA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII A SEMESTER GENAP SMP NEGERI 1 RAJABASA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 7 59

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN STUDENTS TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) PADA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII A SEMESTER GENAP SMP NEGERI 1 RAJABASA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 60

KOMPARASI HASIL BELAJAR EKONOMI ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TERBANGGI BESAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

0 17 110

KOMPARASI HASIL BELAJAR EKONOMI ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TERBANGGI BESAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

0 5 94

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN GROUP INVESTIGATION (GI) PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 3 NATAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 23 171

STUDI PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN STUDENTS TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SEMESTER I MATA PELAJARAN IPS TERPADU SMP NEGERI 1 BATANGHARI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 45 177

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK DAN TIPE SNOWBALL DRILLING DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN AWAL PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 10 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 9 95

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN PKn MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS IV SD N 1 BUMI AGUNG KEC. TEGINENENG KABUPATEN PESAWARAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 9 102