misi, SD negeri Blotongan 03 juga mempunyai tujuan yang hendak dicapai, tujuan sekolah tersebut adalah: 1 tyerwujudnya sikap siswa suka bekerja keras,
ulet, tekun dan bertanggung jawab; 2 menumbuhkan sikap kreatif siswa; 3 mewuudkan siswa yang berwawasan luas dan berprestasi; 4 menumbuhkan
siswa yang kepribadian luhur; dan 5 meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa.
Manajemen pembelajaran pada sekolah inklusi yang diteliti meliputi iklim kelas, kerjasama dan relasi antar siswa, komunikasi guru dan siswa, metode
pembelajaran yang diterapkan, mediaalat bantu, materi pembelajaran, hasil belajar, kegiatan pembelajaran, beban belajar dan psikologis siswa terhadap
pembelajaran. Berikut adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan
kepala sekolah dan guru kelas di SD Blotongan 03.
4.2.1 Hasil wawancara dengan kepala sekolah
Wawancara dengan Kepala Sekolah dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 23 Februari 2012. Menurut wawancara dengan Kepala Sekolah, SD
Blotongan 03 merupakan SD inklusi pertama di Salatiga, selain SD Botongan 03 ada juga SD inklusi di Salatiga, antara lain SD Pulutan 02 dan SD Kumpul Rejo
03. SD Blotongan 03 di tetapkan sebagai Sekolah Inklusi pada tahun 20102011 dengan mendaftarkan ke Dinas Pendidikan Kota karena adanya kesadaran akan
tugas guru sebagai seorang pendidik untuk memberikan pelayanan pendidikan
bagi semua siswa. Berikut penuturan dari bakap Kepala Sekolah SD Blotongan 03:
“Kami yang mendaftarkan sendiri, jadi kami tidak dibujuk dari siapapun bahkan kami dengan melihat bahwa sebelumnya
kami sudah menerima anak-anak di sekitar sekolah sehingga kami berinisiatif untuk mendaftarkan diri sebagai Sekolah Inklusi
karena bisa melayani anak-anak ABK di sekolah kai secara maksimal. Sebenarnya kami belum cuma di sekitar sekolah ini ada
anak-anak yang kurang mampu yang menderita ketunaan, ada yang lumpuh, ada yang idiot, ada yang tuna ganda, kalau yang
sekolah di SLB kan jauh, terkendala pada biaya juga, sehingga kami terima di sekolah ini. Pada awalnya memang kami menolak
tetapi menurut saya, saya sebagai kepala sekolah menyampaikan bahwa itu amanat dari UUD 1945, sehingga guru-guru pada mau
saya titipi tetapi belum terlayani dengan baik, cuma dia sebagai pendengar dalam kelas dan pelayanan khusus.
Mulai tahun 2010 baru kami mendaftarkan menjadi sekolah inklusi dan kami juga mendapatkan info tentang cara-cara
melayani anak ABK itu seperti itu. Setelah saya mendengar bahwa Salatiga dapat jatah SD inklusi 3, saya langsung mendaftarkan,
tadinya sekolah ini tidak terdaftar menjadi sekolah inklusi, tetapi karena ABK yang bersekolah di sini itu banyak dan lengkap, ada
slow learner
, ada yang lumpuh maka SD Blotongan 03 ini terpilih menjadi SD Inklusi.
”
Dari informasi yang diberikan oleh Kepala Sekolah, tidak ada syarat atau kriteria khusus untuk mendaftar menjadi Sekolah Inklusi, yang penting ada siswa
yang mempunyai kebutuhan khusus dan juga kesanggupan dari Kepala sekolah beserta para pendidiknya. Berikut penuturan dari bapak Kepala Sekolah:
“Persyaratan khusus untuk mendaftar sebagai sekolah inklusi tidak ada, yang penting ada ABKnya, karena untuk SPM nya
Standar Pelayanan Minimal itu dilengkapi secara bertahap. Kami sudah melatih 6 guru untuk mengikuti pelatihan di JawaTengah.
Setelah kami mengikuti beberapa sosialisasi, kemudian kami ditunjuk untuk mengikuti sosialisasi itu, kemudian dari Dinas
Pendidikan mengeluarkan SK untuk SD kami bahwa SD kami
sekarang menyelenggarakan Sekolah Inklusi.”
Pelaksanaan pendidikan Inklusi di SD Blotongan 03 mengalami kendala pada Guru Pembimbing Khusus yang kurang dan juga kendala dari guru-guru
sendiri yang kadang lupa memberikan bimbingan. Akan tetapi pihak sekolah sudah berusaha mengalami kendala tersebut dengan membuat jadwal bimbingan
kepada siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Penggunaan metode, media, kurikulum dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disamakan dengan siswa
reguler, akan tetapi ada sedikit modifikasi yang didasarkan pada tingkat kebutuhan siswa. Sebagaimana penjelasan dari bapak Kepala Sekolah sebagai
berikut: “Proses berjalannya Sekolah Inklusi masih terkendala pada
GPK Guru Pembimbing Khusus masih kurang, karena harusnya ada GPK dari SDLB dan juga GPK dari provinsi, tapi pelayanan
untuk GPK belum maksimal. Sebagai Kepala Sekolah untuk Sekolah Inklusi tidak ada kendala seandainya guru-guru kami
sungguh-sungguh secara maksimal dan ikhlas memberikan pelayanan untuk anak-anak itu. Kalau di sini, saya hanya
berfungsi sebagai GPK, hal itu yang saya ambil untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan Sekolah Inklusi.
Untuk manajemen pembelajarannya kami menyuruh guru kelas untuk membuat PPI Program Pembelajaran Individual, PPI
ini jadi guru kelas mempunyai kewajiban ganda, selain membuat program untuk pembelajaran umum juga membuat program
pembelajaran individual untuk anak-anak berkebutuhan khusus. jadi manajemennya kami menerapkan guru kelas membuat 2
persiapan untuk yang reguler dan untuk ABK. PPI untuk sementara tetap berjalan tetapi tidak setiap minggu buatnya, tetapi
mungkin 1 bulan sekali. Atau kadang juga tidak ada yang membuat tetapi diselipkan di RPP umum, untuk ABK direndahkan
materinya.
Metode pembelajaran sama dengan reguler, tetapi manakala dia pembelajaran individual maka pembelajarannya disesuaikan
dengan kebutuhan anak tersebut. Contohnya dalam pembelajaran matematika untuk standart normal, untuk standart ABK materi
diturunkan dan ada alatnya seperti sempoa atau benda, jadi metodenta pendekatan individual tadi.
Kendala dari
guru-guru kadang-kadang
guru lupa
memberikan bimbingan khusus dan disamakan dengan anak
reguler. Untuk mengatasi kendala ini nanti kami akan menambah GBK dengan guru bidang study untuk membantu program
pembelajaran individual dan akan membuat jadwal pembinaan bagi pembinaan anak berkebutuhan khusus. Untuk sementara
belum ada guru yang khusus menangani ABK karena baru ada 1 pelatihan jadi bapakibu guru masih memerlukan pelatihan lagi,
tetapi belum terealisasi.
Kurikulum yang diterapkan memakai kurikulum reguler yang sudah dimodifikasi, artinya ditengah-tengah materi
disesuaikan dengan kebutuhan khusus. Pengurangan materi dan modifikasi dilakukan bersama-sama, kita punya silabi, kemudian
kita pelajari semua yang seperti kesenian dan olahraga disamakan tetapi untuk mata pelajaran tetentu disesuaikan dengan kebutuhan
mereka, bahkan ada ABK yang pinter.”
Pada tahun ajaran baru, saat pendaftaran, sekolah melakukan iden- tifikasiasasmen terhadap anak yang kira-kira mempunyai kebutuhan khusus.
pelaksanaan asasmen meliputi tes secara fisik maupun akademik. Terdapat batasan-batasan atau kriteria ABK yang bisa bersekolah di SD Blotongan 03 ini,
hal ini disesuaikan dengan kemampuan GPK Guru Pembimbing Khusus. Setelah identifikasi, orang tua di ajak musyawarah dan di beri pengertian bahwa anaknya
mengikuti program inklusi. Secara jelas bapak Wagimin mengatakan sebagai berikut:
“Orang tua juga di ajak dalam penetapan inklusi, jadi orang tua dipanggil kemudian diajak musyawarah dan diberi info bahwa
materi yang disampaikan kepada anak-anak beliau itu tidak sama dengan anak-anak yang lain. Untuk siswa inklusi tidak ada sistem
tinggal kelas, jadi siswa tidak bisa baca, tulis, tetep naik dan sudah kita terapkan ternyata tidak ada orang tuan yang protes.
Pada awal, harusnya tes IQ, jadi kami lihat anak-anak yang sepertinya di akhir tahun itu rendah, jadi kita ikutkan tes IQ. Jadi
tidak hanya siswa inklusi saja yang diikutkan tes IQ, ini agar mengetahui siswa itu
Slow learner
atau tidak. Kalau IQ nya normal kita ikutkan reguler, kalau tidak normal kita ikutkan
inklusi. Hal ini diputuskan dengan persetujuan orang tua, kalu orang tua setuju kita ikutkan inklusi, kalau tidak setuju ya tetap
kita ikutkan reguler.
Ada, ada sesuai dengan kemampuan GPK kami, jadi saat ini yang kami terima baru tunadaksa, tunagrahita ringansedang,
kemudian kesulitan bicara dan
Slow learner
. Sementara kita bru menerima lima jenis kebutuhan khusus. Jadi kalau ada anak yang
mendaftar kesini, kita deteksi kebutuhan khususnya apa, seperti autis, tunanetra, tunarungu dan tunawicara itu kita belum bisa
menerima.
Asasmen itu adalah identifikasi kemampuan awal secara fisik maupun secara akademik. Asasmen dilakukan oleh guru
kelas masing-masing, jadi dari guru kelas bawah menghimbaukan kepada guru diatasnya dan saya juga ikut melihat kemampuan dia
seperti apa, dan juga ikut tanda tangan.”
SD Blotongan 03 baru mempunyai kursi roda dan kacamata untuk alat bantu khusus. Alat bantu khusus ini disesuaikan dengan kebutuhan khusus siswa.
Komunikasi yang terjadi antara Anak berkebutuhan khusus dengan siswa dan dengan guru terjalin dengan baik. Komunikasi yang terjalin antara guru dan siswa
berkebutuhan khusus lebih sering terjadi karena adanya program bimbingan khusus. Keberadaan anak berkebutuhan khusus di kelas tidak mempengaruhi hasil
belajar siswa-siswa yang lain. Berikut penuturan bapak Wagimin mengenai alat bantu dan hasil belajar siswa:
“Alat bantu khusus kami yang baru punya kursi roda, untuk siswa kelas IV dan juga kacamata. Tidak ada kendala dengan alat
bantu, cuma bagi kami untuk yang tunaganda itu kita memikirkan bagaimana caranya biar dia bisa membaca dan menulis.
Hasil belajar anak secara umum tidak mempengaruhi karena anak berkebutuhan khusus tetap mengikuti kurikulum reguler
sehingga hasil belajarnya tidak mempengaruhi anak-anak yang lain. Tetapi kami punya program khusus nantinya di ujian
Nasional, kami akan MOY kesepakatan dengan orang tua bahwa anak ini tidak mampu untuk mengikuti Ujian Nasional kecuali
kalau orang tua tidak menyrtujui maka ujian akan ditangguhkan tahun depan. Jika siswa tidak mengikuti Ujian Nasional jadi yang
membuat sekolah, di pandu oleh Kepala Sekolah kemudian dikomunikasikan di tingkat provinsi. Target pendidikan inklusi ini
bukan siswa menjadi pinter akan tetapi siswa berkebutuhan khusus mengala
mi perkembangan.”
Pelaksanaan Pendidikan Inklusi di SD Blotongan 03 mengalami beberapa kendala. Selain kendala yang terjadi dari faktor intern sekolah, terdapat
kendala yang terjadi dari luar sekolah, yaitu dari Dinas Pendidikan. Secara langsung Bapak Kepala SD Blotongan 03 menjelaskan sebagai berikut:
“Kendala pelaksanaan sekolah inklusi dari dinas kota dan provinsi, ada miss bahwa salatiga itu menganggarkan untuk
sekolah inklusi itu tidak satu SD tetapi bergantian, ternyata dari dinas provinsi menghendaki bahwa sekolah inklusi berkelanjutan,
karena tidak semua sekolah punya anak berkebutuhan khusus. Akan tetapi miss ini sudah
clear
untuk periode selanjutnya kita akan mendapat dana untuk Sekolah inklusi dari Dinas. 23
Februari 2012, pukul 09.00”
4.2.2 Hasil Penelitian Kelas I