Pendidikan Agama Buddha 199
D. Melawan Perkembangan Korupsi
Tantangan kita dalam kehidupan beragama ialah melaksanakan fungsi dan peran agama secara benar, mengembangkan keyakinan dan
mensosialisasikan ajaran agama kepada pemeluknya serta mengaktualisasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Korupsi termasuk tindakan yang membawa kemerosotan moral ”. Buddha bersabda dalam Dhammapada ayat 7: “Seseorang yang hidupnya
ditujukan pada hal-hal yang menyenangkan, inderanya tidak terkendali, makannya tidak mengenal batas. Malas, serta tidak bersemangat. Maka mara
akan mengusai dirinya, bagaikan angin menumbangkan pohon yang lapuk.”
Sumber: https:www.google.comsearch?q=gambar+kasus+korupsiespv=
Gambar 8.6 Imbaun Anti Korupsi,
Ayo Mengomunikasikan
Presentasikan hasil analisis dan diskusi di depan kelas, serta melaporkannya secara tertulis tentang bukti-bukti masih adanya tindak korupsi di masyakat
negara kita dan bagaimana cara mengatasinya
200 Kelas XII
Semester 1
Korupsi menjadi penyakit yang sulit disembuhkan karena kondisi mental yang memprihatinkan. Seseorang yang tidak mampu menegakkan
kedisiplinan moral mudah sekali di pengaruhi oleh tuntutan-tuntutan duniawi. Untuk memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut tentu harus bekerja untuk mencari
uang agar bisa terpenuhi tuntutan tersebut. Dalam Kitab Angutara Nikaya V.4:41 Sang Buddha bersabda: “Kekayaan diperoleh dengan bekerja dengan
giat, dikumpulkan dengan tangan dan cucuran keringat sendiri secara halal, berguna untuk mengembangkan dan mempertahankan kebahagiaan dirinya
sendiri, untuk memelihara dan membuat orang tuanya bahagia; demikian membahagiakan para karyawan dan anak buahnya.”
Dengan demikian, disiplin sebagai suatu sikap bangsa menaati suatu tata tertib atau suatu sikap mental suatu bangsa yang menyatakan diri
dalam tingkah laku berpola, yang mencerminkan penghargaan terhadap norma-norma yang mengatur kehidupan bersama secara beradab. Dalam
disiplin mengantarkan seseorang untuk tidak menyia-nyiakan waktu, serta mamanfaatkan penuh melalui pekerjaan.
Salah satu Aturan-moralitas Buddhis sila dalam Lima Aturan- moralitas Buddhis panca-sila yang perlu dihindari oleh umat Buddha adalah
menahan diri dari mengambil barang-barang yang tidak diberikan pemiliknya. Mengambil barang-barang yang tidak diberikan pemiliknya termasuk
Sumber: https:www.google.comsearch?q=gambar+kasus+korupsiespv=
Gambar 8.7 Imbauan Anti Korupsi
Pendidikan Agama Buddha 201
antara lain: mencuri, merampok, atau pun korupsi. Korupsi bisa dikatakan melanggar Aturan-moralitas Buddhis sila ke dua dari Lima Aturan-moralitas
Buddhis panca-sila, dikarenakan memenuhi syarat-syarat pelanggaran sila ke-2, adanya subjek pelaku, keinginan mencuri, objek negara, perusahaan,
masyarakat, dan sebagainya dan kejadian nyata perpindahan kepemilikan hasil yang diambil.
Dalam kitab Dhananjani Sutta, Buddha menganjurkan kepada Brahmana Dhananjani agar tidak melakukan perbuatan yang buruk dengan
tujuan yang baik. Brahmana Dhananjani memeras, mencuri atas nama Raja untuk mencukupi kebutuhan anak-anak, istri, dan orang tuanya. Buddha
mengajarkan agar melakukan perbuatan yang baik dengan tujuan yang baik.
Korupsi termasuk melanggar Aturan-moralitas Buddhis sila ke dua mengambil barang yang tidak diberikan pemiliknya dan akan mengondisikan
seseorang melanggar Aturan-moralitas Buddhis sila ke-4 Buddhis menahan diri dari ucapan yang tidak benar atau berbohong dikarenakan ketika
seseorang melakukan korupsi, ia telah ‘mencuri’ dan akan mengondisikannya berbohong untuk menyembunyikan perbuatannya. Jadi korupsi bisa membuat
seseorang melanggar Aturan-moralitas Buddhis sila ke-2 dan Aturan- moralitas Buddhis sila ke-4 dari Lima Aturan-moralitas Buddhis cula sila.
Sehingga menurut Buddhisme, korupsi merupakan sesuatu yang sebaiknya tidak dilakukan karena telah melanggar Aturan-moralitas Buddhis sila .
Sumber: https:www.google.comsearch?q=gambar+kasus+korupsiespv= Gambar8.8 Spanduk Berani Jujur Hebat di Gedung KPK,
202 Kelas XII
Semester 1
Di dalam Anguttara Nikaya IV: 285, Buddha menjelaskan 4 macam hal-hal yang berguna pada saat sekarang, yang intinya menganjurkan seseorang
untuk rajin dan bersemangat dalam mencari nafkah dengan cara yang benar, dengan pergaulan yang baik sehingga ia tidak mudah terjerumus ke lingkungan
yang buruk. Dengan sikap hidup yang penuh semangat dan rajin, tentunya seseorang tidak akan mudah untuk melakukan tindakan korupsi.
Selain sikap hidup yang rajin dan bersemangat, seseorang juga dituntut mempunyai rasa malu untuk berbuat jahat Hiri dan rasa takut akan akibat
perbuatan jahat Otapa. Dengan memiliki rasa malu dan rasa takut untuk berbuat yang tidak baik, seseorang akan berpikir dua kali untuk melakukan
tindakan yang buruk—korupsi. Untuk menjaga pikiran yang penuh dengan keserakahan, perlu dikembangkan kebijaksanaan diri sehingga seseorang
tidak mudah gegabah dan salah dalam bertindak.
Buddha menjelaskan dalam Majjhima Nikaya 117, bahwa mata pencaharian akan menjadi tidak benar ketika mata pencahariannya
dimanfaatkan untuk:
1. menipu kuhana; 2. membual lapana;
3. memeras nemittakata; 4. menggelapkan nippesikata; dan
5. merampok agar mendapat hasil yang banyak labha. Korupsi bisa dikatakan telah memenuhi kelima hal tersebut di atas,
sehingga perbuatan yang dilakukannya tersebut bisa jadi akan mencemarkan profesi yang ditekuninya dan mungkin berakibat ketidakpercayaan orang-
orang terhadap profesi tersebut. Untuk itu, hendaknya kita dalam mencari kekayaan dengan cara menghindari kelima hal yang tidak baik seperti tersebut
di atas. Dengan kata lain hendaknya kita dalam mencari dan mengumpulkan kekayaan dengan menggunakan cara-cara yang benar sesuai dengan ajaran
Buddha.
Selain dari dalam diri sendiri, yang perlu dikembangkan untuk menahan laju perkembangan korupsi adalah dengan memberikan pandangan
yang benar kepada orang lain dan membuat interaksi yang positif dimulai dari
Pendidikan Agama Buddha 203
diri sendiri. Dengan demikian akan terbentuk lingkungan yang kondusif yang bebas dari sikap hidup korupsi, sehingga akan meningkatkan rasa malu dan
rasa takut dalam berbuat korupsi.
E. Akibat dari Korupsi