keamanan, serta keutuhan barang atau uang. Berdasarkan jenisnya Wadi’ah terdiri dari Wadi’ah Yad Amanah dan Wadi’ah Yad Dhamanah.
a. Wadi’ah Yad Amanah Adalah akad penitipan baranguang dimana pihak penerima tidak
diperkenankan menggunakan baranguang yang dititpkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakankehilangan barang titipan yang bukan
diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan.
b. Wadi’ah Yad Dhamanah Adalah akad penitipan baranguang dimana pihak penerima titipan
dengan atau tanpa izin pemilik baranguang dapat memanfaatkan baranguang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan
baranguang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan baranguang menjadi hak penerima titipan.
Bank berdasarkan prinsip syariah juga dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip operasional lain yang lazim dilakukan oleh bank syariah. Hal
ini dapat dilakukan asal tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mendapatkan persetujuan dari Bank
Indonesia dan Dewan Syariah Nasional.
2.2.2.5. Produk Operasional Bank Syariah Secara garis besar pengembangan produk Bank Syariah, menurut Kasmir
dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:
1. Produk Penghimpunan Dana
2. Produk Pelayanan Dana 3.
Produk jasa
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.2.2.6. Produk Penghimpunan Dana Bank Syariah Produk penghimpunan dana Bank Syariah, menurut Kasmir terbagi atas dua
akad Wadiah dan Mudharabah.
1. Al-Wadiah
Dapat diartika sebagai titipan murni dari satu pihak kepihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalilkan kapan saja. Dalam
produk Bank Syariah dapat dikembangkan menjadi dua jenis, yaitu: a. Yad Amanah, yaitu pihak penyimpan tidak bertanggung jawab atas kehilangan
atau kerusakan yang terjadi pada asset titipan. Selama hal ini bukan akibat dari kelalainan atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang
titipan. b. Yad Dhamanah, yaitu pihak penyimpan yang bertanggung jawab atas segala
kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada barang tersebut. Bank sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan Al-Wadiah untuk tujuan:
1 Current Account giro
2 Saving Account tabungan berjangka
2. Al-Mudharabah
Adalah akad kerja sama usaha antara dua belah pihak yakni pihak pertama Shohibul Maal yang menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lain
menjadi pengelola keuntungan usaha secara Mudharabah dibagi menurut kesempatan yang ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian bukan
akibat kelalaian pengelola.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Secara umum Mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu: a Mudharabah Mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara dua pihak yang
cakupanya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
b Mudharabah Muqayyadah adalah pihak kedua dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu dan tempat usaha. Adanya batasan ini seringkali
mencerminkan kecenderunag umum dipihak pertama dalam memasuki jenis dunia usaha.
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, Mudharabah diterapkan pada:
a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus seperti tabungan haji, tabungan Qurban, deposito biasa
b Deposito special, yaitu dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya jual beli atau sewa menyewa.
2.2.2.7. Produk Penyaluran Dana Bank Syariah 1.
Prinsip Jual beli Prinsip jual beli diadakan sehubung diadanya perpindahan kepemilikan
barang atau benda transfer of property. Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli
dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang. Ada tiga jenis jual-beli yang dijadikan dasra dalam pembiayaan modal kerja dan
investasi dalam perbankan syariah, yaitu: a. Al-Mudharabah
Ba’i Murabahah adalah transaksi jual beli, dimana bank mendapat sejumlah
keuntungan. Dalam hal ini, bank menjadi penjual dan nasabah menjadi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
pembeli. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah
disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. b.
As-Salam Salam adalah transaksi jual beli, dimana barangnya belum ada,
sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh. Dalam transaksi ini, bank menjadi pembeli dan nasabah menjadi
penjual. As-Salam biasanya digunakan pada pembiayaan gaji petani dengan jangka waktu yang relatif pendek yaitu 2-6 bulan, dan juga dapat
diaplikasikan pada pembinaan barang industri. c.
A-Istisna Alur trankasksi Istishna mirip dengan Salam, hanya saja dalam
Istishna, Bank dapat membayar harga pembelian dalam beberapa kali pembayaran. Istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada
pembiayaan manufaktur dan konstruksi. 2. Prinsip Sewa Menyewa
Secara prinsip, Ijarah sama dengan transaksi jual beli. Hanya saja yang menjadi objek dalam transaksi ini adalah dalam bentuk manfaat. Pada akhir masa
sewa dapat saja diperjanjian bahwa barang yang diambil manfaatnya selama masa sewa akan dijual belikan antara Bank dan nasabah yang menyewa Ijarah
muntahhiyah bittamliksewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan. Pemilik obyek sewa dapat meminta jaminan untuk menghindari resiko
kerugian, jumlah, ukuran dan jenis obyek sewa yang akan dibeli harus dituangkan dalam akad.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Bank disini dapat bertindak sebagai pemilik maupun penyewa. Apabila bank sebagai pemilik maka mendapatkan Ijarah, diakui secara proporsional atau
piutang diukur dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan. Pada akhir periode pelaporan, apabila biaya akan menjadi beban pemilik oleh sewa, maka biaya
tersebut dialokasikan secara konsisten dengan pendapatan Ijarah selama akad. 3. prinsip Bagi Hasil
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan dengan prinsip bagi hasil adalah :
a. Musyarakah adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil. Dalam kerjasama ini para pihak secara bersama-sama memadukan sumber daya baik yang berwujud
ataupun tidak berwujud untuk menjadi modal proyek kerjasama, dan secara bersama-sama pula mengelola proyek kerjasama tersebut. Musyarakah ada
dua jenis: 1 Musyarakah Kepemilikan,
Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan,wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan
satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan
berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut. 2
Musyarakah akad kontrak, terciptanya dengan cara kesepakatan dua orang atau lebih, bahwa setiap orang dari mereka memberikan modal
Musyarakah. Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek,
nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan
dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati oleh bank.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
b. Al-Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal, dan bank sebagai mudharib pengelola.
Dana tersebut digunakan Bank untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut
digunakan oleh bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati.
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Adapun pada sewa pembiayaan Mudharabah diterapkan untuk:
a Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa. b Investasi khusus, merupakan sumber dana khusus dengan penyaluran
yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetepkan oleh pihak pertama.
2.2.2.8. Produk Jasa Bank Syariah Dalam pelayanan jasa menurut Antonio dioperasikan dengan pola sebagai
berikut: 1.
Al-Hiwalah Adalah pengalihan hutang dari orang yang yang berhutang kepada orang lain
yang wajib menanggungnya. Kontrak Hiwalah dalam perbankan biasanya diterpkan pada hal-hal sebagai berikut:
a. Facturing pajak piutang yaitu dari nasabah yabg memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu
membayarkan oiutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
b. Post Dated Check, yaitu bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa
membayar dulu piutang tersebut. c. Bill Discounting, secara prinsip bill discounting serupa dengan
Hawalah, hanya saja Bill discounting nasabah harus membayar fee, sedangkan pembahasan fee tak disepakati dalam kontark Hawalah.
2. Ar-Rahn
Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai
ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana
dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan hutang atau gadai. Kontrak Ar-Rahn dipakai dalam perbankan sebagai berikut:
a. Sebagai produk perlengkapan atau akad tambahan jaminan terhadap
produk lain. Bank dapat menahan nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.
b. Akad Ar-rahn dipakai sebagai alternatif dari penggadaian konvensional,
bedanya penggadaian dalam Rahn nasabah tidak dikenakan bunga. 3.
Al-Wakalah Al-Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat.
Dalam hal ini nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer dan sebagainya.
4. Al-Kafalah
Merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung nasabah.
2.2.3. Tabungan Masyarakat
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.2.3.1 Pengertian Tabungan Masyarakat
Dalam kehidupan perekonomian suatu bangsa, bank memegang peranan yang cukup penting dalam lalu lintas keuangan. Pasal 1 angka 2 UU Perbankan
No. 10 Tahun 1998 menentukan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Berdasarkan pengertian tersebut menurut Tohar 2000, bank pada hakekatnya merupakan lembaga pengumpul dana, industri jasa keuangan dan
industri fasilitatif. Dari pengertian perbankan tersebut juga, menurut Usman 2001, bahwa bank berfungsi sebagai financial intermediary dengan usaha utama
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran.
Dua fungsi tersebut tidak dapat dipisahkan, sebagai badan usaha, bank akan selalu berusaha mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari usaha yang
dijalankannya. Sebaliknya sebagai lembaga keuangan, bank mempunyai kewajiban pokok untuk menjaga kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi, dan
perluasan kesempatan kerja. Pasal 3 UU Perbankan menentukan bahwa fungsi utama perbankan
Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat. Selanjutnya Pasal 4 UU Perbankan menentukan bahwa perbankan Indonesia
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
2.2.3.2. Menabung Di Bank Syariah
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Menabung adalah tindakan yang dianjurkan oleh islam, karena dengan menabung berarti seorang muslim memprsiapkan diri untuk pelaksanaan
perencanaan masa yang akan dating sekaligus untuk menghadapi masalah yang tidak diinginkan. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang secara tidak langsung telah
memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan hari esok secara tidak baik, misalnya:
1. Al-Qur’an surat An-Nisa: 9, yaitu: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatirkan terhadapan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada
Allah hendaklah mereka mengucapkan perkataan yag benar.” 2. Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 260. Yaitu:
“Apakah ada salah seorang diantaramu yang inginkan mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, dia mempunyai dalam
kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu. Sedang dia mempunyai keturunan yang msih kecil-kecil lemah.”
Kedua ayat tersebut memerintahkan kita untuk bersiap-siap dan mengatisipasi masa depan keturunan baik secara rohani Iman dan Taqwa
maupun secara ekonomi harus dipikirkan langka-langkah perencanaan. Salah satu langkah perencanaan adalah menabung.
Dalam Hadist Nabi Muhammad SAW juga banyak disebutkan tentang sikap hemat, misalnya:
1. “Sikap
yang baik penuh kasih saying dan berlaku hemat adalaah sebagian dari dua puluh empat bagian kenabian.” H.R Tarmiry
2. “Berlaku hemat adalah setengah dari penghidupan.” H.R Bahaqi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. “Tidak akan kekurangan orang yang berlaku hemat.” R. Ahmad Nabi Muhammad SAW mengajarkan sikap hemat ini sebagai kiat
untuk mengantisipasi kekurangan yang dialami oleh seseorang pada suatu waktu. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa bersikap hemat tidak harus
kikir dan bakhil. Hemat berarti membelanjakan uang untuk keperluan tertentu
dan tidak berlebihan.Antonio, 1909: 209 2.2.3.3. Jenis Tabungan pada Bank Syariah
Bank syariah menerapkan dua dalam tabungan syariah, yaitu Wadiah dan
Mudharabah. 1.
Tabungan yang menerapkan akad Wadiah mengikuti prinsip-prinsip wadiah Yad-Dhamanah artinya tabungan ini tidak mendapatkan
keuntungan, karena ia titipkan dan dapat diambil sewaktu-waktu dengan menggunakan buku tabungan atau media lalin seperti ATM.
Bank tidak dilarang jika ingin memberikan semacam bonus hadiah. 2. Tabungan yang menerapkan akad Mudharabah mengikuti prinsip akad
Mudharabah. Diantaranya adalah pertama keuntungan dari dana yang digunakan harus dibagi antara shohibul maal nasabah dan mudharib
bank. Kedua, adanya tenggang waktu antara dana yang diberikan dengan pembagian keuntungan, karena untuk melakukan investasi
dengan memutar dana itu diperlukan waktu yang cukup. Antonio, 1990” 208
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Dengan demikian besarnya keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati diawal akad. Bank dapat memberikan buku tabungan
sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan alat penarikan lainnya kepada penabung. Tabungan Mudharabah dapat diambnil setiap saat oleh
penabung sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, namun tidak boleh
mengalami saldo negative over draft. Siamat, 2004: 191
Tabungan yang dihimpun pada bank syariah mempunyai pengaruh yang cukup besar apabila dialokasikan untuk kegiatan masyarakat itu sendiri
dalam bentuk pembiayaan, bagi bank tabungan merupakan dana yang sangat diperlukan bagi kelangsungan serta perkembangan bank. Sedangkan bagi
masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk kredit pembiayaan untuk melaksanakankegiatan-kegiatan produktif maupun untuk membiayai berbagai
pengeluaran konsumtif pada saat yang akan datang.
Al-Mudharabah yaitu perjanjian antara pemilik modal uang atau barang dengan
pengusaha entrepreneur. Dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhmya suatu proyek atau usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola
proyek tersebut dengan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian.
Dasar Hukum Al-Mudharabah Meskipun dengan dasarnya Mudharabah dapat dikategorikan dalam
salah satu bentuk Musyarakah, namun para cendikiawan fiqih Islam meletakkan Mudharabah dalam posisi yang khusus dan memberikan
landasna hokum tersendiri yaitu Al-Quran:
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
“Dan sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan dimuka bumi
mencari sebagian karunia Allah SWT.” Qs. Al-Muzammil: 20
Mudharib sebagai entrepreneur adalah sebagia dari orang-orang yang melakukan dharb perjalanan untuk mencati karunia Allah SWT, dari
keuntungan investasinya. Ayat Al-Quran lain yang senada misalnya: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan
carilah karunia Allah SWT.” Qs. Al-Jum’ah: 10 “Tidak ada dosa halangan bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu.”
Qs. Al-Baqarah: 198
2.2.4 Bagi Hasil
2.2.4.1. Sistem Bagi Hasil Bank Syariah
Salah satu perbedaan prinsipil antara bank syariah dengan bank konvensional adalah pada tata cara atau ketentuan pemberian imbalan. Bank konvensional
memberikan imbalan dalam bentuk bunga, sedangkan bank syariah memberikan dalam bentuk bagi hasil. Dengan demikina realisasi imbalan yang diterima nasabah
akan berbeda-beda setiap bulannya, tergantung dari pendapatan hasil investasi yang dilakukan bank pada bulan bersangkutan. Sistem bagi hasil diperbolehkan dalam
Islam sementara bunga tidak, karena dalam sisitem bagi hasil yang ditetapkan
sebelumnya hanyalah rasio nisbah bukan tingkat keuntungan. Algaud dan Lewis, 2001:64.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Secara syariah ada dua instrument bagi hasil dalam sistem bank syariah yaitu Mudharabah dan Musyarakah. Mudharabah adalah metode yang paling umum
digunakan. Bank Islam akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun pinjaman dana. Dengan penabung bank akan bertindak sebagai pengelola dana dan
disisi lain dengan pinjaman dana bank akan bertindak sebagai pemilik dana. Menurut
Antonio 2001: 139 dalam perjalanan prinsip bagi hasil, ada
beberapa faktor penting yang menetukan besar kecilnya persentase keuntungan yang akan dibagikan antara pihak bank dan penabung maupun dengan pinjaman dana.
Faktor-faktor tersebut adalah: 1.
Invesment Rate, merupakan persentase actual dana yang di investasikan dari total dana bank.
2. Jumlah dana yang tersedia untuk di investasikan.
3. Nisbah bagi hasil profit Sharing Ratio
Pada dasarnya
menurut
Muhammad 2002: 110 bank bagi hasil memberikan
keuntungan pada deposan dengan pendekatan Loan To Deposit Ratio LDR. Sedangkan bank konvensional dengan pendekatan biaya, artinya dalam
mengakui pendapatan, bank syariah menimbang rasio antara dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan serta pendapatan yang diberikan dari
perpaduan dua hal tersebut. Sedangkan bank konvensional langsung menganggap semua bunga yang diberikan adalah biaya, tanpa
memperhitungkan berapa pendapatan yang akan dihasilkan dari dana yang dihimpun tersebut. Maka dalam hal ini bank syariah terdapat unsur
ketidakpastian dalam memperoleh keuntungan, karena beberapa rupiah
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
pendapatan riil yang akan diperoleh nasabah sangat bergantung kepada pendapatan yang akan diperoleh bank.
Maka agar dapat tetap bersaing dengan bank konvensional, bank syariah memberikan special nisbah yang kira-kira indikasinya sama dengan
special rate pada bank konvensional. Caranya dengan mengurangi porsi bank atau dengan kata lain menambah biaya bagi hasil dana pihak ketiga. Special
nisbah yang diberikan hendaklah memperhatikan hal-hal sebagai berikut
Muhammad, 2002: 111
1. Nisbah bagi
hasil 2. Bobot
3. Pendapatan 4. Rata-rata
saldo Besarnya keuntungan yang diterima deposan berdasarkan proporsi
rasio yang telah disepakati. Maka akan mengetahui besarnya keuntungan yag diperoleh dari tabungan Mudharabah, dihitung dengan rumus:
x Pendapatan bank x Rasio
Harijanto, 1999: 74
Dari rumus diatas dapat diketahui apabila rasio bagi hasil yang ditawarkan Bank Syariah semakin tinggi, maka tingkat keuntungan yang
diperoleh nasabah semakin besar. Hal ini mempengruhi minat nasabah untuk menabung di Bank Syariah.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 2: Perbedaan bunga dan bagi hasil Bunga Bagi
Hasil
1
.
penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.
2. persentase berdasarkan pada jumlah uang modal yang dipinjamkan
3. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
proyek yang dijelaskan oleh pihak nasabah untung atau rugi
4. pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau
keadaan ekonomi sedang “Boming” 5. Exitensi bunga diragukan kalau tidak
dikecam oleh semua agama, termasuk Islam.
1. Penentuan besarnya rasio atau nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad
dengan berpedoman pada keuntungan atau rugi.
2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang
diperoleh. 3. Bagi hasil tergantung pada keuntungan
proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung
bersama oleh kedua belah pihak. 4. Jumlah pembagian laba meningkat
sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
5. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.
Sumber : Antonio, 2001, Bank Syariah dari teori ke praktek, Gema Insani Press, hal 61
2.2.4.2. Hubungan Nisbah Bagi Hasil Dengan Penghimpunan Dana
Bagi hasil memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan antara pihak Bank dan Nasabah bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. Dengan kesepakatan tersebut nasabah akan lebih terasa nyaman untuk
menabung. Selain itu didukung dengan berbagai keuntungan bagi hasil yang antara lain, Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal,
aman dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan, bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah
tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat dan lain-lain.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Bagi hasil merupakan pola kerjasama ekonomi yang menjadi unggulan bank syariah. Karena itu tidak mengherankan jika banyak masyarakat yang
mengidentifikasikan bank syariah sebagai “bank bagi hasil”. Bagi hasil dianggap lebih mampu menjamin keadilan anatr pelakunya, dimana keadilan tersebut
merupakan hakekat perekonomian Islam. Bagi hasil ditawarkan baik pada produk-produk penyaluran dana maupun
penghimpunan dana. Dalam penyaluran dana, selain bagi hasil juga diterapkan prinsip jual beli dan sewa. Jika pada jual beli dan sewa perolehan bank ditetapakan
di depan, maka pada bagi hasil tingkat pendapatan bank ditentukan besarnya keuntungan usaha dan nisbah bagi hasil. Kelompok produk yang menerapkan prinsip
bagi hasil yang sudah dikenal luas adalah Musyarakah dan Mudharabah. Keduanya dibedakan berdasarkan sumber dan keterlibatan pemilik dana dalam pengelolaan
usaha. Dalam Musyarakah kedua belah pihak memadukan seluruh sumberdaya, baik materi dan non materil, yaitu dana tunai, barang perdagangan, kewirauahaan, skill,
dan peralatan. Pemilik modal berhak ikut serta menetukan kebijakan pengelola usaha. Sementara dalam Mudharabah sumber modal hanya dari pemilik modal
shahibul maal. Ia tidak terlibat dalam manajemen, karena telah mempercayakan sepenuhnya kepada pengelola mudharib. Mudharabah juga dikenal dalam
penghimpunan dana, dimana penabung sebagai pemilik modal dan bank sebagai
pengelolanya. Antonio: 2010
Sistem perekonomian Islam merupakan masalah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan pada awal terjadinya kontrak kerjasama
akad, yang ditentukan adalah porsi masing-masing pihak, misalkan 20:80 yang berarti bahwa atas hasil usaha yang diperoleh akan didistribusikan sebesar 20 bagi
pemilik dana shahibul maal dan 80 bagi pengelola dana mudharib. Bagi hasil
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
adalah bentuk return perolehan kembalianya dari kontrak investasi, dari waktu kewaktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu bergantung
pada hasil usaha yang benar-benar terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
sistem bagi hasil merupakan salah satu praktik perbankan syariah. ibid, 191 2.2.5. Jumlah Kantor bank
2.2.5.1. Jumlah Kantor Bank Syariah
Bank Syariah adalah lembaga bank yang dikelola dengan dasar syariah.
Muhammad, 2002: 147
Dasar hukum pendirian Syariah di Indonesia UU No. 10 tahun 1998 pasal 6 membolehkan bahwa bank umum yang melakukan kegiatan secara konvensional
dapat juga melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip syariah, meliputi: 1.
Pendirian kantor cabang atau dibawah kantor cabang 2.
Pengubahan kantor cabang atau dibawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Bank syariah juga harus mematuhi peraturan atau persyaratan perbankan yang berlaku pada umunya, antara lain:
1. Ketentuan perjanjian dalam pengembangan usaha, seperti pembukaan cabang dan kegiatan devisa.
2. Kegiatan pelaporan ke Bank Indonesia 3. Pengawasan Internal.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4. Pengawasan atas presentasi, permodalan, manajemen, sentabilitas, likuiditas dan faktor-faktor yang lainnya.
5. Penggunaan sangsi atas pelanggaran Muhammad, 2002: 75