Kontinental Self dalam KHL 1982 Hukum Laut Indonesia

kontinen atau melampaui batas itu. Cara pengukuran yang demikian ini sudah jauh meninggalkan pengertian “continental shelf” dalam arti geologis semata- mata. Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan terdahulu, secara geofisik dasar laut yang berbatasan dengan pantainya pada umumnya terdiri dari 3 tiga bagian yang terpisah, yaitu : “continental shelf”, “continental slope” dan “continental rise”. Sedangkan “continental shelf” itu bukan keseluruhan dari “continental margin”, sehingga menurut penulis penggunaan istilah “continental shelf” untuk maksud Konvensi Hukum Laut 1982 sudah tidak relevan lagi, karena sudah mencapai batas terluar “continental margin” atau melampaui batas itu. Dalam bahasa Indonesia pemakaian istilah “landas kontinen” untuk sebutan “continental shelf” dalam arti Yuridis dan dataran continen untuk sebutan “continental shelf” dalam arti geologis, maka rumusan landas kontinen sampai ke ujung tepian kontinen “continental margin” atau melampaui batas itu dapat dianggap merupakan perluasan pengertian dari landas kontinen. 114

C. Kontinental Self dalam KHL 1982 Hukum Laut Indonesia

Konvensi Hukum Laut 1982 KHL 1982 dibuat merupakan hasil kesepakatan negara-negara di bawah PBB yang ditandatangani 10 Desember 1982 di Motigo Buy Jamaica, dan mulai berlaku pada 16 November 1994. Indonesia Rosmi Hasibuan: Tinjauan Yuridis Konflik Indonesia Malaysia ? mengikatkan diri pada KHL 1982 berdasarkan UU No.17 Tahun 1985, sedangkan 114 Konvensi Hukum Laut 1982 “United Nations Convention on the Law of the Sea, 1982. Universitas Sumatera Utara Malaysia mengikatkan diri pada tahun 1996. Dalam KHL 1982 terdapat tiga cara penarikan garis pangkal laut teritorial atau garis dari mana laut teritorial mulai diukur, yaitu cara penarikan garis pangkal normal normal base lines, cara penarikan garis pangkal lurus straight base lines, dan cara penarikan garis pangkal kepulauan archipelagic baselines. Suatu negara pantai biasanya dibenarkan sekaligus menggunakan garis pangkal biasa atau garis pangkal normal dan garis pangkal lurus apabila konfigurasi pantainya memungkinkan cara penarikan garis pangkal tersebut. Cara penarikan garis pangkal biasa normal base lines untuk mengukur laut teritorial adalah garis air rendah di sepanjang pantai suatu negara. Untuk pulau-pulau yang mempunyai karang di sekitarnya, maka garis pangkal untuk mengukur laut teritorial adalah garis air rendah pada sisi karang ke arah laut. 115 Sedangkan penarikan garis pangkal lurus straight base lines adalah garis yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial dengan menghubungkan titik-titik yang tepat. Garis pangkal lurus digunakan di tempat- tempat di mana garis pantai menjorok jauh ke dalam atau jika terdapat sederetan pulau-pulau sepanjang pantai di dekatnya. Demikian juga elevasi surut law tide elevation, yaitu wilayah daratan yang terbentuk secara alamiah yang dikelilingi dan berada di permukaan laut pada waktu air surut dan berada di permukaan laut pada waktu air surut dan berada di permukaan laut pada waktu air pasang. Elevansi surut ini dapat dijadikan titik-titik pangkal yang menghubungkan garis pangkal laut teritorial apabila di atasnya dibangun mercusuar yang permanen atau 115 http:repository.ui.ac.idbitstream123456789152323pengelolaan pulau-pulau terluar nkritxt, diakseskan tanggal 31 Desember 2010 Universitas Sumatera Utara instalasi yang sejenis. Penarikan garis pangkal lurus laut teritorial tidak boleh memotong laut teritorial, laut lepas, dan zona ekonomi eksklusif negara lain pasal 7. 116 Garis pangkal kepulauan archipelagic baselines. Suatu negara kepulauan dapat menarik garis pangkal kepulauan yang menghubungkan titik- titik terluar dari pulau dan karang terluar. Selain dari itu dapat juga menggunakan elevansi surut dengan membuat bangunan permanen di atasnya, seperti mercusuar atau instalasi yang sejenis sebagai titik pangkal kepulauan untuk menghubungkan garis pangkal kepulauan. Penarikan garis pangkal kepulauan tidak boleh dilakukan melebihi 100 mil laut atau 3 dari jumlah seluruh garis pangkal kepulauan dan hingga pada suatu kepanjangan maksimum 125 mil laut. Penarikan garis pangkal ini dicantumkan pada peta dengan skala yang memadai untuk mengetahui posisinya, dan sebagai gantinya dapat juga dibuat daftar titik koordinat geografis. 117 Peta dan titik-titik koordinat geografis tersebut harus dideposit atau disimpan pada sekretariat PBB pasal 47. Dengan diterimanya prinsip negara kepulauan dalam Konvensi Hukum Laut 1982 KHL 1982, Indonesia telah mengimplementasikannya melalui UU No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Undang-undang ini juga sekaligus mencabut undang-undang yang lama tentang perairan Indonesia, yaitu UU No.4Prp1960. Menurut pasal 5 UU No. 6 Tahun 1996, garis pangkal kepulauan Indonesia adalah garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis rendah pulau-pulau dan karang terluar dari kepulauan Indonesia. Sejalan dengan pasal 47 KHL 1982, maka pada 116 Guratman, 2008, Proses Ligitasi Masalah Pulau Sipadan dan Ligitan pada Mahkamah Iternasional ICJ, Alumni, Bandung, hal 43 117 Ibid, hal 44 Universitas Sumatera Utara pasal 5 UU No. 6 Tahun 1996 tersebut elevansi surut dapat dijadikan sebagai titik pangkal yang menghubungkan garis pangkal kepulauan Indonesia apabila di atasnya dibangun mercusuar atau instalasi serupa yang permanen. Selanjutnya dalam pasal menyatakan garis pangkal kepulauan Indonesia tersebut dicantumkan dalam peta yang memadai untuk menegaskan posisinya atau dapat juga dibuat titik-titik koordinat geografis dan lebih lanjut diatur dalam peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah yang dimaksudkan yaitu PP No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Peraturan Pemerintah ini memuat 183 titik pangkal kepulauan Indonesia termasuk titik pangkal Gosong Niger. 118 Pemerintah sekarang ini sedang merevisi PP No. 38 Tahun 2002 dengan beralihnya pulau Sipadan dan Ligitan menjadi milik Malaysia melalui keputusan International Court of Justice ICJ 17 Desember 2002. Untuk menggantikan titik-titik Gosong Niger, yang menjadi pilihan sebagai penggantinya adalah Karang Unarang. Karang Unarang bukanlah pulau tetapi elevasi surut low tide elevation yang terletak pada posisi masih dalam batas kurang 12 mil laut Kalimantan Timur atau berada dalam 12 mil laut dari 47 KHL 1982 dan menurut pasal 5 UU No. 6 Tahun 1996, Indonesia masih berhak dalam jarak 100 mil. Karang Unarang juga terletak pada posisi 12 mil di luar batas maritim Malaysia dan 12 mil Gosong Niger, batas maritim klaim Malaysia ini tidak pernah dibicarakan dengan Indonesia Havas, 2005. Sekarang ini telah dibangun mercusuar di atas Karang Unarang yang dijadikan sebagai acuan bagi penarikan 118 https:aurapapua25.wordpress.com20100911gosong-niger-dan-camar-bulan- tetap-milik-indonesia diakseskan tanggal 31 Desember 2010 Universitas Sumatera Utara garis batas maritim laut teritorial, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen. Dijadikannya Karang Unarang sebagai titik pangkal terluar Indonesia yang terletak 12 mil di luar klaim batas maritim Malaysia, maka Malaysia akan kehilangan langkah untuk mengklaim Gosong Niger yang mencakup landas kontinen dan perairannya sejauh 200 mil laut dari perbatasan maritim. 119 Persoalan yang dihadapi dalam kaitan dengan Landas Kontinen ini adalah bahwa dengan masih dipertahankannya rumusan lama dalam peraturan perundang-undangan nasional kita, maka meskipun telah meratifikasi Konvensi Hukum Laut 1982 bukan mustahil negara lain akan memanfaatkan kelemahan ini, dengan mengklaim wilayah yang seharusnya merupakan bagian dari landas kontinen Indonesia menjadiwilayah landas kontinennya. Memang, klaim tumpang-tindih dari dua atau lebih negara pada dasarnya bukan hal istimewa. Hal ini biasa terjadi di wilayah laut yang berdampingan. Hukum laut memberi hak kepada negara pantai untuk memiliki laut wilayah sejauh 12 mil laut, dan zona ekonomi eksklusif serta landas kontinen sejauh 200 mil laut yang diukur dari garis pangkalnya. Bahkan, untuk landas kontinen jarak bisa mencapai 350 mil laut, jika dapat dibuktikan adanya natural prolongation kepanjangan ilmiah dari daratan negara pantai itu. 120 Hal ini menyebabkan banyak negara berlomba mengklaim teritori lautnya sesuai dengan hak yang diberikan hukum laut. Saat ini, misalnya timbul masalah perebutan daerah Gosong Niger demikian Indonesia menyebutnya atau blok minyak XYZ oleh Malaysia. Kedua Negara telah memberi konsesi eksplorasi 119 http:endyonisius.blogspot.com2010gosong-niger-dan-wacana-kebijakan-pp 78_16.html diaksskan tanggal 31 Desember 2010 120 Ibid Universitas Sumatera Utara blok itu kepada perusahaan berbeda. Indonesia telah memberi izin kepada ENI Italia dan Unocal AS, sementara Shell mengantongi izin dari Malaysia. Maka terjadi dua klaim saling tumpang-tindih antara kedua negara bertetangga overlapping claim areas. 121

D. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1973