16
kepada anak angkat dalam kaitannya dengan hukum Islam dan dibandingkan dengan hukum adat, serta peran Pengadilan Agama dalam pembatalan hibah
yang diberikan. Pada tahun 2005, Getty Rumetha Sitio peserta Pasca Sarjana USU
Program Magister Kenotariatan juga telah melakukan penelitian dengan judul “Pemisahan dan Pembahagian Harta Warisan Secara Damai di Hadapan
Notaris Kajian Kasus Terhadap Masyarakat Suku Batak Non Muslim di Kota Medan”. Pokok permasalahan penelitian dititikberatkan pada pelaksanaan
pemisahan dan pembagian harta warisan masyarakat non muslim di kota Medan melalui oleh notaris dibandingkan dengan hukum adat masyarakat
Batak Toba. Sebagaimana diuraikan di atas, latarbelakang dan pokok permasalahan
yang dilakukan dalam penelitian sebelumnya berbeda dengan latarbelakang dan pokok permasalahan yang akan diteliti, sehingga dengan demikian
penelitian ini dapat dinyatakan belum pernah dilakukan dan dapat dibuktikan keasliannya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori
Kontinuitas perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan
Universitas Sumatera Utara
17
oleh teori.
32
Teori didefenisikan sebagai asas-asas umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk
menerangkan fenomena-fenomena
yang ada.
Teori bertujuan
untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa terjadi gejala spesifik atau proses
tertentu terjadi.
33
Teori bukanlah pengetahuan yang sudah pasti, tetapi harus dianggap sebagai petunjuk untuk analisis dari hasil penelitian yang
dilakukan.
34
Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya menundukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka
teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.
35
Teori merupakan suatu penjelasan yang berupaya menyederhanakan pemahaman
mengenai suatu fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.
36
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis si penulis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan problem
yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka
32
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia
Press,1982, hal.6
33
M.Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta: FE UI, 1996, hal.203
34
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 1997, hal.21
35
Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis, Yogyakarta: Andi, 2006, hal.6
36
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hal.134
Universitas Sumatera Utara
18
berpikir dalam penulisan.
37
Sehingga fungsi teori dalam penulisan teori ini adalah untuk memberikan arahan petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan
gejala yang diamati. Penelitian dilakukan dengan berpedoman kepada pandangan Eugen
Ehrlich tentang hukum yang hidup living law.Eugen Ehrlich berpendapat bahwa hukum tidak dapat ditemukan dalam dokumen-dokumen dan bahan-
bahan hukum formal, melainkan perlu terjun sendiri ke dalam kehidupan nyata masyarakat. Hukum dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu hukum yang
digunakan untuk menentukan keputusan-keputusan dan hukum sebagai peraturan tingkah laku yang dipakai oleh anggota masyarakat dalam
hubungannya satu sama lain. Hukum tidak mempunyai daya laku atau penerapan yang universal, tiap bangsa mengembangkan kebiasaan hukumnya
sendiri.
38
Eugen Ehrlich juga mengemukakan pendapatnya tentang keadilan yang merupakan salah satu nilai dalam masyarakat. Dalam melakukan penelitian
terhadap hukum yang hidup dalam masyarakat, ahli hukum harus berpedoman pada prinsip-prinsip keadilan yang statis dan yang dinamis. Keberadaan
keadilan yang statis dalam masyarakat cenderung mempertahankan kondisi- kondisi masyarakat yang ada, namun keberadaan keadilan yang statis akan
37
M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Cet-I, Bandung : Mandar Maju, 1994, hal. 80
38
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, hal. 297
Universitas Sumatera Utara
19
diperlunak oleh keadilan yang dinamis yang diarahkan oleh cita-cita individualisme dan kolektivisme.
39
Berdasarkan pendapat Eugen Eurlich mengenai hukum yang hidup living law dan keadilan tersebut, dapat diketahui bahwa keadilan dalam
masyarakat senantiasa berubah seiring dengan perubahan waktu dan perubahan keadilan menyebabkan terjadinya perubahan kebiasaan hidup masyarakat.
Oleh karena hukum merupakan hukum yang hidup dalam masyarakat living law,
maka secara
otomatis, perubahan
kebiasaan hidup
masyarakat menyebabkan terjadinya perubahan hukum yang ada.
Menurut Djojodigoeno
40
, hukum adat mempunyai sifat yang khas sebagai aturan yang tidak tertulis. Hukum adat mempunyai sifat yang hidup
dan berkembang. Hukum adat menjadi dinamis apabila dapat mengikuti perkembangan masyarakat yang membutuhkan perubahan-perubahan dalam
dasar-dasar hukum sepanjang jalan sejarahnya. Pada satu sisi, hukum adat bersifat tradisional karena melanjutkan
tradisi luhur yang cenderung mempertahankan pola-pola yang terbentuk, sedangkan pada sisi lain sebagai hukum yang hidup dan berkembang, hukum
adat akan selalu mampu mengikuti perkembangan masyarakat.
41
39
Teguh Prasetyo, Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hal.191
40
Otje Salman Soemadiningrat, Op.Cit., hal.35
41
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
20
Hukum adat Batak Toba sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat Batak Toba, ada dikarenakan masyarakat Batak Toba menghendakinya.
Hukum adat Batak Toba berasal dari kesadaran moral dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut hukum waris adat
Batak, hanya laki-laki yang merupakan ahli waris. Prinsip waris tersebut dilatarbelakangi oleh sistem kekerabatan patrilineal dan sistem perkawinan
jujur yang dianut oleh masyarakat Batak.
42
Seiring dengan perkembangan waktu, terjadi pelemahan terhadap prinsip waris pada masyarakat Batak. Anak perempuan dapat menikmati
bagian harta kekayaan orang tuanya melalui pembekalan atau pemberian tanah secara pauseang. Pemberian tanah melalui pauseang merupakan bukti telah
terjadinya pergeseran dan perubahan dalam masyarakat.Perubahan ini telah dianggap masyarakat Batak Toba khususnya masyarakat Batak Toba di
Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan sebagai sesuatu yang adil dan wajar dilakukan orangtua terhadap anak perempuannya.
43
Dalam hukum adat, dikenal adanya pemindahan hak atas tanah.Setiap subyek hukum baik sebagai kodrati maupun pribadi hukum mempunyai suatu
kewenangan untuk memindahkan haknya atas tanah kepada pihak lainnya. Pemindahan hak atas tanah merupakan peristiwa hukum yang menimbulkan
pemindahan hak dan kewajiban yang sifatnya tetap atau mungkin juga bersifat
42
Eman Suparman, Op.Cit., hal.41
43
Dirman Sinambela, tokoh adat Desa Sihite I, hasil wawancara tanggal 13 juni 2013
Universitas Sumatera Utara
21
sementara. Pemindahan hak atas tanah dapat terjadi karena pemberian. Subjek hukum yang melakukan pemberian tanah harus benar-benar menguasai dan
memiliki tanah tersebut. Menurut hukum adat, dengan memberikan tanah tersebut maka hak milik atas tanah akan berpindah seketika itu juga.
44
Menurut Soerjono Sukanto
45
, hak atas tanah menurut hukum adat dapat dibedakan atas hak pribadi hukum masyarakat, keluarga luas, kerabat atas
tanah dan hak pribadi kodrati atas tanah. Hak pribadi hukum atas tanah merupakan hak yang dimiliki masyarakat adat sebagai suatu kesatuan
sedangkan hak pribadi kodrati atas tanah dimiliki secara individu. Menurut Iman Sudiyat
46
, hak pribadi kodrati atas tanah terdiri dari hak milik, hak menikmati hasil, hak pakai, hak keuntungan jabatan, hak wenang
beli dan hak wenang pilih. Pembagian tersebut didasarkan pada bentuk usaha dari tanah yang bersangkutan yang berkaitan erat dengan penguasaan dan
pemilikan atasnya. Hak milik merupakan hak terkuat di antara hak-hak perorangan yang lain.
Berdasarkan uraian mengenai hak atas tanah menurut hukum adat, maka dapat ditentukan jenis hak apa yang melekat atas tanah pauseang yang
diberikan orang tua kepada anak perempuannya. Penentuan jenis hak yang melekat atas tanah tersebut tentunya tidak terlepas dari latarbelakang
44
Eman Suparman, Op.Cit., hal.196
45
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, 1983, Op.Cit., hal.172-173
46
Ibid., hal.181-182
Universitas Sumatera Utara
22
pemberian tanah pauseang dan hukum adat yang berkaitan pemberian tanah dalam masyarakat setempat yaitu masyarakat Batak Toba di Kecamatan Dolok
Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan.
2. Konsepsi