Kondisi Ekonomi Mahasiswa

2. Kondisi Ekonomi Mahasiswa

Dalam fenomena Dunia gemerlap, jika hanya melihat bahwa hanya dua lapisan ekonomi saja yang berkecimpung di dalamnya yaitu “lapisan ekonomi menegah”, dan “lapisan ekonomi atas”. Maka di Yogyakarta tidak demikian, berdasarkan hasil

pengamatan penulis di dunia kost dan Style mahasiswa dilokasi penelitian terlihat sekali tiga latar belakang lapisan ekonomi bisa dijumpai di tempat dunia gemerlap. (diskotik dan Café ), (deskripsi ini khusus melihat mahasiswa dugemers).

a. Dugemers Ekonomi Lapisan Atas

Lapisan atas ekonomi mahasiswa penulis menemukan pada observasi pertama penelitian ini dilakukan di lapangan yaitu ditempat tinggal tempat tinggal (kontrakan) dan di Boshe VVIP Club. Informan bernama Rian, mahasiswa S1 Psikologi di PTN ternama DIY, Rian merupakan kenalan teman penulis yang sering ke Boshe (Diskotik terbesar di Yogyakarta). Dari tempat tinggal Rian yang berada di perumahan cukup mewah sudah dapat diperkirakan Rian ada pada strata ekonomi atas. Rian adalah mahasiswa dari Kalimantan yang saat ini semester enam, dia memilih mengontrak sebuah rumah karena tidak nyaman dengan kos yang dia anggap sempit dan tidak bisa leluasa. Rian memiliki mobil “Honda Jazz” yang dipakai untuk kegiatan dan penampilan yang modern pemuda saat ini. Dalam dunia sosialnya Rian menjelaskan sebagai berikut:

Ya kalau hubungannya dengan dugem, kira-kira seminggu sekali lah mas. Kalau lagi bener-bener jenuh ya bisa lebih sih. Rata-rata teman-teman yang ngajak, paling rutin ya Ya kalau hubungannya dengan dugem, kira-kira seminggu sekali lah mas. Kalau lagi bener-bener jenuh ya bisa lebih sih. Rata-rata teman-teman yang ngajak, paling rutin ya

Hal serupa juga diungkapkan teman Rian yang kebetulan sudah membantu penulis untuk memberikan keterangan, informan bernama David mahasiswa Kedokteran PTN ternama DIY sebagai berikut:

Gak beda jauh sama Rian sih mas, habisnya segitu itu, tapi kalau pas ada cewek yang cantik ya kita respon cepat belikan mereka minuman yang berkelaslah, siapa tau pulang dugem ada keberlanjutan hubungan (merujuk pada hubungan pacaran atau hanya hubungan semalam (seks), heheheh. (Wawancara pada tanggal 4 januari 2014)

Kehidupan dugemers kelas atas bisa dikatakan tanpa ada rem, dengan dukungan finansial yang tak terbatas dari orang tua mereka, kehidupan glamour tentu tidak bisa dihindarkan.

b. Dugemers Ekonomi Lapisan Tengah (Menegah)

Setibanya dilokasi Boshe (di jl.Magelang Yogyakarta), penulis bertemu Maman (nama samaran). Maman adalah gambaran mahasiswa yang ekonomi lapisan menengah. Lapisan menengah bisa penulis amati dari obrolan informasi Maman berikan kepada penulis dan style nya Maman pakai. Misalnya (1) Maman datang ketempat ini memakai

„motor sendiri‟, (2). fashion of style Maman modis, dan (3). kuliah di PTS yang SPP-nya pada tahun 2000 Rp.550.000 + 24 SKS / 1 SKS Rp.40.000. jumlah total persemester: Rp.1.510.000, (belum biaya lainlain). Pendek kata Maman sanggup kuliah di Universitas yang termasuk mahal ini. Dari tiga indikator ini terlihat Maman adalah mahasiswa dugemers ekonomi lapisan menegah. Wawancara Pembukaan atau obrolan lebih intim penulis dengan temen baru bernama Maman ketika penulis mendekatinya.

Iya, di sini Mas, kalau mau masuk ketempat ini, datangya Senin, Banyak cewek-cewek ABG. Dulu aku sering ke sini party-party, sekalian nyarik cewek-cewek cantik. Untuk rata-rata pengeluaran kami berenam patungan, 1,5 juta dibagi 6, ya sekitar 250.000an lah mas, kadang waktu ada diantara kita yang paling kaya ya ngeluarin uang 150 aja mas.

Inilah beberapa poin penting di atas yang menjadi data analisa penulis kemudian, dan masih banyak obrolan lain yang bersifat bukan data, alias guyu atau kata-kata bercanda. Namun kalangan ini sering juga setiap hari kamis malam ke diskotik Republic Positiva dijalan Malioboro karena pada hari itu dengan membayar Rp. 100.000,- sudah bisa minum sepuasnya.

c. Dugemers Ekonomi Lapisan Bawah

Mahasiswa dugemers lapisan ekonomi Bawah , inilah mahasiswa dugemers paling unik yang ada di kota Yogyakarta dan mungkin belum tentu ada dugemers seperti ini di ibu kota propinsi-propinsi lain di Indonesia. Melihat latar belakang mahasiswa yang datang ke kota Yogyakarta sangat banyak dari berbagai propinsi yang ada di Indonesia untuk memburu puluhan universitas, tidak tertutup kemungkinan, dan pasti ada dari mereka yang ekonominya tergolong pas-pasan, alias mahasiswa berlatar belakang ekonomi bawah. Pemerintah Indonesia menyebutkan untuk golongan ini adalah

“masyarakat di garis kemiskinan”. Terbuka lebar, menetukan sendiri, banyak pilihan, terjangkau, tidak ada intervensi dari orang tua, merasa bebas, hidup di tengah kota,

peluang-peluang inilah yang dipakai oleh mahasiswa dugemers lapisan ekonomi bawah tampa memperhitungkan sanggup atau tidak untuk mengikuti Life Style impor dari Amerika. Dari pengamatan penulis melihat bahwa mahasiwa tipe seperti ini adalah “victim student from impact of globalization and capitalism”.

Lebih tepatnya adalah mahasiswa pas-pasanini yang datang ke kota Yogyakarta yang menjadi korban dampak globalisasi dan model pasar kapitalis yang sangat parah. Awalnya penulis terkejut melihat dan menemukan realitas seperti ini di sekitar kehidupan penulis. Masih dalam satu Geng dengan Dadang, karena mereka satu angkatan 2007, sama-sama di satu PTN, satu fakultas beda jurusan, tidak satu tempat tinggal (kost), sebut saja namanya yang sudah saya samarkan yaitu Putra. Keakrapan Putra dengan Dadang sangat dekat lebih kurang seperti di cerita Sinetron bertajuk sahabat. Putra adalah dugemers sejati, hal ini telihat beberapa kali penulis amati ketika Putra hendak pergi Clubbing, terlebih dahulu Putra pergi ke tempat Dadang untuk meminjam baju dan celana agar terlihat keren, maklum Putra mahasiswa paspasan, Cuma modalnya tampang wajah yang tidak mirip anak desa.

Terkadang tidak hanya baju dan celana saja yang menjadi pinjaman Putra, uangpun Putra tidak segan-segan meminjam ke pada Dadang, dan Putra berterus terang uang ini di pakai untuk pergi ke tempat dugem. Dari fenomena yang penulis temukan ini, terlihat bahwa Putra berada di ekonomi lapisan bawah sangat tercermin dari sedikit sekali koleksi bajunya, uang pas-pasan, motor tidak ada (beberapa dugemers lapisan bawah memiliki motor), harta lain juga nihil. Namun yang menjadi kebanggaan Putra adalah dia seorang dugemers jika nanti ada teman yang sebayanya menayakinya. Mengikuti budaya Amerika era modern ini ternyata menjadi kebanggaan tersendiri bagi remaja sekarang ini. Dadang menjelaskan bahwa:

Putra itu teman aku selama masih di MAN, sekarang ini dia masuk …..PTN… yang sama dengan aku, kami sering pergi Dugem di boshe, republik, hugo’s, embessi, Putra juga terkadang gak punya baju gaul makanya dia sering minjam baju sama aku, aku juga gak enak tidak ngasih…. Uangpun Putra sering minjam sama aku. Ya…gimana lagi yang namanya sudah menjadi teman dekat dari dulu. (wawancara pada tanggal 27 Desember 2013)

Penulis menemukan fakta bahwa pada lapisan menengah dan bawah mereka kadang sampai menggadaikan barang untuk memenuhi kebutuhan “gaul” dan diskotik

mereka, hal ini di sampaikan oleh Dimas, mahasiswa Teknik di PTN ternama DIY sebagi berikut:

Pernah nih mas, saya ke Boshe waktu itu berdua, kan ada cewek teman yang ngajak dugem, katanya cewek itu berdua juga, jadi pas dong kita berdua juga, pas hari senin lagi, ada 50% potongan kan kalau nunjukin KTM. Berangkatlah kita, habis pesan yang paket 750ribu, eh ternyata dua cewek itu doyan minum, akhirnya mereka minta tambah terus, sampai pas pulang tagihannya 1,2juta. Jadi saya ma teman patungan 600an buat bayar itu, padahal itu uang terakhir kami, dan waktu pulang cewek itu gak mau lagi ikut ke kos, rugi banyak lah kita. Akhirnya mau minta uang ortu gak enak, besoknya bawa leptop ke pegadaian, langsung deh kami gadaikan itu buat nutupin pengeluaran bulanan. Anak kos disini sering kay ak gitu, gadai laptop demi sebotol Jack’D (minuman berakohol).( Wawancara pada tanggal 28 Desember 2013)

Kasus Dimas juga bisa menimpa siapa saja di dugemers kalangan menengah dan bawah, saat mereka sudah terpengaruh minuman tidak ada pikiran rasional lagi untuk menghabiskan uang walaupun itu uang terakhir mereka.

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24