Mahasiswa dan Diskotik Sebuah Studi Tent (1)

Mahasiswa dan Diskotik:

Sebuah Studi Tentang Gaya Hidup Mahasiswa di Yogyakarta

Pandhu Yuanjaya 12/342228/PSP/04551

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Tempat hiburan malam sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Yogyakarta pada umumnya. Sebagai kota wisata, Yogyakarta dari waktu ke waktu mengalami perkembangan dan perubahan sarana pariwisata seiring dengan arus globalisasi yang tinggi. Modernisasi yang turut serta membawa budaya barat ke Indonesia juga berpengaruh pada arah perubahan ketertarikan masyarakat akan hiburan dan hal ini mendapat respon positif dari pelaku usaha. Dimulai dari Tarian yang disajikan pada panggung terbuka di Purawisata setiap malam tertentu sejak tahun 1975 dan pentas dangdut keliling, hiburan malam di Kota Yogyakarta berkembang pesat dengan bermunculan café dan restoran.

Catatan sejarah menunjukkan bahwa café atau diskotik yang sebenarnya sudah hadir di Yogyakarta sejak tahun 1980-an. Sekitar tahun 1982 sebuah pusat hiburan publik tempat bilyard dan diskotek Crazy Horse adalah salah satunya diskotik yang terkenal di Yogyakarta pada masa itu dan menjadi salah satu tempat tujuan wisatawan, namun kemudian menjadi simbol dari gaya hidup generasi kaum muda Yogyakarta (jogjabagus.com, 2013). Dalam tahun 1990-an cafe-cafe dan rumah makan menjadi amat popular sebagai tempat untuk mengisi waktu luang yang beralih dari menggambarkan Yogyakarta sebagai kota wisata menjadi gaya dan cara hidup kaum muda Yogyakarta yang didominasi oleh mahasiswa.

Pengertian ”diskotik” sendiri pada mulanya adalah tempat koleksi piringan hitam. Pemutar piringan hitam disebut sebagai ”disc jockey”. Di dalam diskotik, pendengar meminta pada ”disc jockey” untuk memutarkan lagu yang dikehendaki. Pada perkembangan selanjutnya, akhirnya pengertian diskotik amat bergeser dari fungsi awalnya, yaitu memutarkan lagu yang dikehendaki para pendengarnya (Poerwoto, 2003). Lebih lanjut kegiatan yang dapat digambarkan secara umum di diskotik dapat digambarkan suara musik yang hingar- bingar, sebagaian besar pengunjung “berjoget”, asap rokok yang mengepul tidak hanya pria tetapi juga wanita, sexy dancer (bagi diskotik yang menyediakan), berbagai macam minuman mulai dari non Alkohol (Green Sand)

sampai yang berakohol seperti Vodka atau Jack Daniel‟s. Saat ini setidaknya sudah hadir beberapa diskotik dan cafe yang ramai dikunjungi

sebagian mahasiswa setiap malamnya. Perkembangan dunia hiburan malam di kota Yogyakarta dari tahun ke tahun terlihat semakin meningkat. Peningkatan hiburan malam ini dapat terlihat jelas dari perkembangan pesat dunia hiburan itu sendiri, terutama cafe atau coffee shop, dan tempat-tempat sejenisnya seperti tempat Diskotik. Sejak tahun 2001 hingga tahun 2006, tercatat lebih dari 7 tempat hiburan malam yang cukup besar berdiri di kota Yogyakarta diantaranya Mataram, Takasimura, Agresif, Scorpio, Mitra Maju, New Regent, Graha Paramit a, Diskotik Papillon, “JJ” Rumah Musik, Palem, dan

11 rumah Billiyard berdiri di kota Yogyakarta. Sampai menjelang akhir tahun 2008 nama 11 rumah Billiyard berdiri di kota Yogyakarta. Sampai menjelang akhir tahun 2008 nama

tempat hiburan malam “dunia Gemerlap” di kota Yogyakarta yang pernah eksis dari tahun 2000 hingg saat ini yang meramaikan kota sebanyak 17 nama tempat.

Masing-masing diskotik menawarkan kemasan acara yang unik dan menarik, dari mengemas acara khusus untuk mahasiswa, mendatangkan DJ (Disc Jockey) tamu yang terkenal, minuman keras (minuman beralkohol) berbagai jenis, menghadirkan grup-grup musik, mengadakan kontes dance, sampai pada pemilihan putri favorit dan lain-lainya. Dengan menjamurnya cafe, muncul pula fenomena clubbing yang cukup marak awal tahun 2000-an, dimana diskotik selalu menjadi tempat “nongkrong” mahasiswa.

Hingga saat ini fenomena seperti ini terus masih mewarnai hiru-pikuk kota Yogyakarta pada waktu malam, bahkan kontes dance dan sexy dancer dengan kostum celana minim diatas paha dan baju pas badan tanpa lengan. Banyaknya tempat hiburan malam yang bermunculan tak lepas dari trend yaitu suatu kecenderungan perilaku atau kegiatan yang diikuti oleh orang banyak pada suatu masa tertentu yang sedang berlaku di masyarakat modern perkotaan yang menjadikan diskotik dan tempat hiburan malam lainnya sebagai tempat alternatif berkumpul. Bagi para pengunjungnya, tempat hiburan malam dapat menjadi ajang bersosialisasi dalam rangka memperluas pergaulan dan wawasan mereka (Hertika, 2003).

Pada perkotaan besar lain missal di Jakarta, Surabaya, Medan dan Denpasar, fenomena semakin menjamurnya hiburan malam sejalan dengan kapasitas dan karakteristik masyarakat perkotaan dengan bisnisnya yang cenderung hedonis dan mencari pergaulan yang modern. Namun bila melihat kota Yogyakarta sebagai kota pelajar dan wisata budaya setidaknya keberadaan hiburan dunia malam seperti diskotik, bar, café, dan lainnya bisa ditekan sedemikian rupa. Kehadiran diskotik pada saat ini berpotensi untuk menstimulasi gaya hidup generasi muda khususnya yang mengunjungi tempat-tempat tersebut. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa melalui interaksi sosial yang berlangsung pada akhirnya seseorang mampu untuk mengenal, menghayati nilai, dan norma kelompok/kelompok temannya sehingga dapat menetapkan peran yang dijalaninya atau sebaliknya dapat berdampak buruk pada kehidupan pribadi dan sehari- hari remaja tersebut. Kehadirannya juga tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi tetapi juga dipengaruhi oleh modernisasi komunikasi di masyarakat.

Di tengah stigmanisasi kehidupan masyarakat Yogyakarta yang kejawen (menjunjung nilai-nilai budaya jawa), tak bisa dipungkiri arus modernisasi sedikit banyak membawa perubahan dalam kehidupan di Yogyakarta, khususnya kepada pemuda. Pada umumnya mahasiswa ini menetap di Yogyakarta selama menempuh pendidikan setelah itu mereka kembali ke daerah asal mereka masing-masing. Apalagi hampir dari separuh penduduk di Yogyakarta adalah pendatang dengan latar belakang yang berbeda-beda. Mayoritas dari mereka adalah mahasiswa sebagai pemuda yang bisa dikatakan adalah kaum intelek yang selalu berlari untuk berpacu dengan arus modernisasi. Sikap yang mengangungkan terhadap Modernitas jugalah yang membuat Di tengah stigmanisasi kehidupan masyarakat Yogyakarta yang kejawen (menjunjung nilai-nilai budaya jawa), tak bisa dipungkiri arus modernisasi sedikit banyak membawa perubahan dalam kehidupan di Yogyakarta, khususnya kepada pemuda. Pada umumnya mahasiswa ini menetap di Yogyakarta selama menempuh pendidikan setelah itu mereka kembali ke daerah asal mereka masing-masing. Apalagi hampir dari separuh penduduk di Yogyakarta adalah pendatang dengan latar belakang yang berbeda-beda. Mayoritas dari mereka adalah mahasiswa sebagai pemuda yang bisa dikatakan adalah kaum intelek yang selalu berlari untuk berpacu dengan arus modernisasi. Sikap yang mengangungkan terhadap Modernitas jugalah yang membuat

Berkumpulnya pemuda sebagai mahasiswa yang sangat banyak dan beragamnya karakteristik tidak salah lagi jika Yogyakarta adalah tempatnya. Mahasiswa yang datang ke kota Yagyakarta berasal dari berbagai daerah di Indonesia mulai dari Sabang sampai dengan Meraoke bisa dijumpai di kota Yogyakarta ini. Tempat dimana semua komponen di Indonesia bergabung menjadi satu dalam konsep ekosistem yang bertajuk "Kota Pelajar ". Beragamnya unsur yuridis tersebut yang menjadikan Yogyakarta terkenal sebagai julukan "Indonesia Mini", selain itu Yogyakarta juga terkenal sebagai "kota sejarah & budaya ".

Fasilitas komunikasi dan informasi sebagai salah satu penyongkong utama arus globalisasi berpengaruh signifikan dalam segala sektor kehidupan. Arus komunikasi dan informasi yang demikian cepatnya melalui media masa (cetak maupun eletronik), dan fasilitas lain sangat berpengaruh terhadap perkembangan budaya dan pola pikir mahasiswa Yogyakarta. Arus globalisasi memaksa mahasiswa menerima perbedaan kebudayaan yang bercampur di Yogyakarta, (Kebudayaan Timur versus kebudayan Barat). Memang keberadaan awal hiburan malam untuk kalangan muda yang produknya dari luar nampak aneh di mata masyarakat Yogyakarta, namun ternyata mau tidak mau kita harus bisa menerima konsekuensi bahwa segala sesuatu pasti ada sebabnya yang dibawa oleh arus globalisasi itu. Toleransi memang di perlukan namun harus diingat bahwa tidak semua kebudayaan baru yang masuk dapat di terima dan sesuai dengan norma-norma serta adat kebudayaan kita sebagai orang Timur.

Globalisasi adalah menyebabkan berbagai gaya hidup mahasiswa kontemporer, dan media masa turut mempengaruhi perkembangan gaya hidup mahasiswa (life style) tersebut. Dalam hal ini misalnya, media masa juga menawarkan produk atau programnya yang bersifat orientasinya kepada budaya bukan timur, imbasnya kepada mahasiswa yang masih proses mencari jadi diri (identitas) adalah mahasiswapun mengikut tempat tertentu,/nongkrong bersama-sama menikmati malam dan menghabiskan waktu malam sesama teman mahasiswa. Ini juga merupakan gaya hidup (life style) sebahagian mahasiswa Yogyakarta di waktu malam yang telah menjadi trend.

Keterlibatan mahasiswa terutama sebagai konsumen (pasar) potensial bagi pelaku bisnis hiburan malam sangatlah terlihat. Bila berkeliling ke sekitar lokasi kampus baik negeri dan swasta sering dijumpai spanduk dan bahliho promo dari even yang akan diselenggarakan oleh pihak pengelola hiburan malam. Hal ini sangat miris dimana bisnis hiburan yang identik dengan minuman keras, seks bebas hingga narkotika memilih mahasiswa sebagai konsumen terbaik mereka. Padahal penggunaan minuman keras dikalangan mahasiswa memberikan kontribusi untuk berbagai konsekuensi negatif mulai dalam keparahan dari sosial/antarpribadi masalah cedera dan kematian (Pearson R. M, 2013). Hal ini tidak dapat dipungkiri mana kala kita melihat jam operasional kegiatan diskotik mulai pukul 23.00 hingga 04.00, padahal sebagai mahasiswa kegiatan akademis dilakukan pada siang hari.

Mahasiswa sebagai konsumen hiburan malam tentu semakin antusias mana kala banyak dari tempat hiburan malam menawarkan even-even khusus mahasiswa. Misalnya pada hari senin hampir seluruh diskotik membuat even University Party, dimana pada malam itu mahasiswa mendapat potongan 50% harga masuk dan paket minuman (contoh: paket harga Rp. 1.500.000,- akan menjadi Rp. 750.000,-) yang diambil dengan m enunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM), kemudian ada even “rabu gaul”, pada kamis malam dengan biaya Rp. 100.000,- dapat minum (alkohol) sepuasnya hingga pagi menjelang. Bila kita memlihat dengan seksama, even-even yang di buat oleh pengelola hiburan malam hususnya diskotik membuat mahasiswa tertarik untuk datang, ditambah lagi promosi yang gencar dilakukan di kampus-kampus.

Pada dasarnya, apabila dilihat dari perilaku dan perubahan sosial yang terjadi pada diri mahasiswa yang telah bergeser ketertarikan terhadap hiburan (banyak yang menganggap kemunduran moral) adalah dampak dari arus modernisasi yang turut serta merubah aspek norma-norma masyarakat. Belum lagi dengan perilaku mahasiswa yang mementingkan gengsi dan gaya hidup kebarat-baratan sebagai trend serta hal yang dibanggakan. Namun tentu juga harus kembali melihat peran pemerintah (provinsi dan kota/kabupaten) serta perspektif pelaku bisnis, dimana ada pembiaran dari pemerintah menangani pelaku bisnis dalam mempromosikan diskotik dan pemerintah dalam memproteksi mahasiswa (pemuda) dari dunia malam (konteks negatif). Pelaku bisnis juga sebenarnya hasrus mempertimbangkan ke “etisan” usaha yang dalam konteks hiburan malam justru menjerumuskan mahasiswa yang notabene adalah penerus generasi dimasa mendatang. Walaupun disadari bahwa promosi pelaku bisnis diskotik yang gencar dilakukan di kampus menurut observasi peneliti hanya terjadi di Yogyakarta. Di koata lain, pasar utama dari pelaku bisnis hiburan malam adalah para eksekutif dan pengusaha, bahkan di kota Malang yang juga sebagai kota pendidikan kedua Indonesia promosi even hiburan malam tidak segencar di Yogyakarta.

Di Amerika Serikat perilaku mahasiswa di amerika dalam mengkonsumsi alkohol juga dalam tahap menghawatirkan, penelitian mengenai dampak berlebihan konsumsi alkohol dikalangan mahasiswa berdampak pada keseriusan belajar dan datang ke kelas, peran orang tua mahasiwa pengkonsumsi alkohol akan sangat dibutuhkan dan menentukan untuk mengontrol perilaku mahasiswa (Glanton F. C dan Wulfert E., 2013). Hal ini membuktikan bahwa bahkan di negara asalnya budaya hiburan malam ini juga berdampak buruk bagi mahasiswa.

2. Pertanyaan Penelitian

a. Apa yang menjadi faktor-faktor penyebab mahasiswa di Kota Yogyakarta tertarik pergi ke Diskotik?

b. Bagaimana gaya hidup (perilaku dan kegiatan) mahasiswa di Kota Yogyakarta yang mengunjungi diskotik?

3. Tujuan

a. Mengetahui Faktor-faktor penyebab mahasiswa di Kota Yogyakarta tertarik mengunjungi Diskotik.

b. Memahami gaya hidup (perilaku dan kegiatan) dari mahasiswa di Kota Yogyakarta yang mengunjungi diskotik.

4. Manfaat

Secara akademis, penelitian ini mencoba untuk mengkaji perilaku mahasiswa yaitu kaitannya dengan gaya hidup, khususnya yang mengunjungi diskotik, sehingga dapat dikaji lebih mendalam bagaimana pengaruh diskotik terhadap gaya hidup mahasiswa tersebut. Kemudian penelitian ini mencoba memberi masukan bagi penelitian sejenis yang akan dilaksanakan di kemudian hari. Diharapkan untuk stakeholder terkait (pemda, kepolisian, pelaku usaha, universitas dan lembaga lainnya) agar dapat menyediakan sarana hiburan atau memberikan izin dalam pengadaan acara sesuai minat mahasiswa yang dapat lebih terkontrol apabila nantinya terbukti bahwa dampak dari mengunjungi diskotik lebih banyak kerugiannya dan adanya batasan bagi pengunjung diskotik.

B. Kajian Teori

1. Diskotik

Tempat hiburan malam adalah tempat atau suatu kegiatan yang ditujukan untuk memberikan kesenangan bagi orang-orang agar dapat menghilangkan kejenuhan dari berbagai ativitasnya dan dari berbagai perasaan tidak enak atau susah yang sedang dirasakan orang-orang tersebut, yang ada pada malam hari (Hertika, 2003). Dahulu tempat hiburan malam bukan hanya berada dalam gedung seperti sekarang, dan hiburan malam seperti ini identik dengan hiburan di daerahdaerah kecil. Hiburan malam tersebut kental dengan adat tradisional seperti panggung wayang (di daerah Jawa), layar tancap, panggung tari-tarian daerah, dan lain-lain. Seiring perkembangan zaman terdapat beberapa jenis tempat hiburan malam yang berkesan lebih modern, khususnya yang ada di kota-kota besar yaitu, kafe, bar, diskotik/klab malam, dan pub. Namun pada penelitian ini peneliti membatasi tempat hiburan malam tersebut pada diskotik/klab malam. Diskotik adalah sebuah klab dimana seseorang dapat berjoged/berdansa mengikuti musik-musik rekaman dari plat-plat/compact disc musik disko atau musik-musik yang memiliki ketukan cepat, dimana di tempat ini juga disediakan minuman-minuman baik yang beralkohol atau pun tidak dengan harga yang dapat dikatakan mahal. Contoh harga yang ditawarkan berkisar Rp. 25.000,00 sampai Rp. 200.000,00 untuk per gelas, sedangkan untuk per botol berkisar Rp. 250.000,00 sampai Rp. 3.000.000,00 dan ini untuk berbagai jenis/merk minuman yang ada.

Setiap harinya diskotik-diskotik memberikan tema yang berbeda untuk hari yang berbeda. Harga tiket masuk juga tidak sama. Dapat diambil contoh untuk hari Rabu yang Setiap harinya diskotik-diskotik memberikan tema yang berbeda untuk hari yang berbeda. Harga tiket masuk juga tidak sama. Dapat diambil contoh untuk hari Rabu yang

2. Motivasi Mendatangi Hiburan Malam

Motivasi adalah dorongan dalam diri manusia untuk melakukan suatu tindakan. Menurut Handoko (1992), motivasi suatu tenaga atau faktor yang terdapat di dalam diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Motivasi dapat diukur dengan dua cara, yaitu:

a. Mengukur faktor-faktor luar tertentu yang diduga menimbulkan dorongan dalam diri seseorang.

b. Mengukur aspek tingkah laku tertentu yang manjadi ungkapan dari motif tertentu. Berdasarkan Teori Penyebab Personal (Personal Causation) menjelaskan bahwa

setiap individu selalu termotivasi untuk menjadi agen penyebab dari perubahan- perubahan yang terjadi di lingkungannya. Pada teori ini ditekankan pada dua kategori, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari diri sendiri (internal) sehingga menimbulkan kepuasan, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi akibat kekuatan-kekuatan dari luar (eksternal) untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

Lichtenstein dan Rosenfeld dalam Handoko (1992) menyimpulkan bahwa keputusan menikmati suatu sarana hiburan merupakan proses yang dibagi dua, yaitu dapat mengajari motivasi apa yang dapat dipuaskan setiap tempat hiburan. Sebuah tempat hiburan yang menawarkan sarana untuk bersenang-senang dapat memuaskan motivasi tertentu pada setiap khalayak salah satunya remaja secara berbeda-beda. Kedua adalah dengan adanya motivasi yang memuaskan khalayak dengan telah diperolehnya kepuasan, maka dapat digunakan untuk membuat suatu pilihan. Motivasi remaja dalam menikmati hiburan malam didasarkan pada motif akan kepuasan dan kebutuhan akan kontak sosial. Hal tersebut tercermin pada adanya keinginan remaja yang secara sengaja datang ke suatu tempat hiburan malam dengan selera masing-masing remaja, sehingga remaja mau mengeluarkan biaya untuk membayar biaya masuk ke tempat hiburan tersebut. Hal lain yang menjadi motif remaja untuk menikmati hiburan malam dikarenakan sarana yang disediakan memuaskan seperti full of sound/sound efect, musik- musik yang asyik sesuai selera para remaja saat ini. Kebutuhan akan kontak sosial tercermin dari adanya keinginan remaja untuk bertemu dengan rekan-rekannya atau untuk mendapatkan iden titas diri (motif harga diri). Menurut Teori Behaviorisme ”Law Lichtenstein dan Rosenfeld dalam Handoko (1992) menyimpulkan bahwa keputusan menikmati suatu sarana hiburan merupakan proses yang dibagi dua, yaitu dapat mengajari motivasi apa yang dapat dipuaskan setiap tempat hiburan. Sebuah tempat hiburan yang menawarkan sarana untuk bersenang-senang dapat memuaskan motivasi tertentu pada setiap khalayak salah satunya remaja secara berbeda-beda. Kedua adalah dengan adanya motivasi yang memuaskan khalayak dengan telah diperolehnya kepuasan, maka dapat digunakan untuk membuat suatu pilihan. Motivasi remaja dalam menikmati hiburan malam didasarkan pada motif akan kepuasan dan kebutuhan akan kontak sosial. Hal tersebut tercermin pada adanya keinginan remaja yang secara sengaja datang ke suatu tempat hiburan malam dengan selera masing-masing remaja, sehingga remaja mau mengeluarkan biaya untuk membayar biaya masuk ke tempat hiburan tersebut. Hal lain yang menjadi motif remaja untuk menikmati hiburan malam dikarenakan sarana yang disediakan memuaskan seperti full of sound/sound efect, musik- musik yang asyik sesuai selera para remaja saat ini. Kebutuhan akan kontak sosial tercermin dari adanya keinginan remaja untuk bertemu dengan rekan-rekannya atau untuk mendapatkan iden titas diri (motif harga diri). Menurut Teori Behaviorisme ”Law

3. Gaya Hidup

Blackwell, James dan Paul (1994) dalam Aprianti (2005) menyatakan bahwa gaya hidup didefenisikan sebagai pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup adalah fungsi motivasi konsumen dan pembelajaran sebelumnya, kelas sosial, demografi dan variable lain. Blackwell, James dan Paul (1994) dalam Aprianti (2005) juga menyatakan bahwa gaya hidup terdiri dari kegiatan (activities), minat (interest), dan opini (opinion). Kegiatan adalah tindakan nyata seperti menonton media, berbelanja di toko atau menceritakan pada orang lain mengenai hal yang baru. Walaupun tindakan ini biasanya dapat diamati, alas an untuk tindakan tersebut jarang diukur secara langsung. Minat akan semacam objek, peristiwa atau topik adalah tingkat kegairahan yang menyertai perhatian khusus maupun terus menerus kepadanya. Opini adalah “jawaban” lisan atau tertulis yang orang berikan sebagai respon terhadap situasi stimulus dimana semacam “pertanyaan” diajukan. Opini digunakan untuk

mendeskripsikan penafsiran, harapan dan evaluasi, seperti kepercayaan mengenai maksud orang lain, antisipasi sehubungan dengan peristiwa masa datang dan penimbangan konsekuensi memberi ganjaran atau menghukum dari jalannya tindakan alternatif. Gaya hidup tersebut akan menentukan perilaku seseorang terhadap kehidupan. Gaya hidup menggambarkan orang seutuhnya, yang berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi dengan lingkungan yang terjalin terus menerus akan membentuk gaya manusia yang seutuhnya.

Berge dan Arthur Asa (1998) mengatakan bahwa gaya hidup adalah istilah menyeluruh yang meliputi cita rasa seseorang di dalam fashion, mobil, hiburan dan hal- hal lain. Gaya hidup mempengaruhi gaya hidup seseorang. Gaya hidup remaja dapat diukur melalui kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan bersama teman-temannya, minat- minat apa saja yang mereka miliki, dan bagaimana opini mereka tentang hal yang berlangsung.

4. Konsep Remaja

Mengutip Muss (1968), Sarwono (2002) mendefinisikan remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata latin adolescere yang artinya tumbuh ke arah kematangan. Kematangan di sini tidak berarti hanya kematangan fisik, tetapi terutama kematangan sosial psikologis. Remaja dalam artian psikologis sangat berkaitan dengan kehidupan dan keadaan masyarakat dimana masa remajanya sangat panjang dan ada yang hampir-hampir tidak ada sama sekali. Remaja digambarkan sebagai usia masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Menurut Konopka (Pikunas, 1976) sebagaimana dikutip oleh Apriyanti (2005), masa remaja dimulai sekitar umur 12 sampai

22 tahun, dengan klasifikasi : (12 – 15 tahun) masa remaja awal, masa remaja pertengahan (16 – 18 tahun), dan masa remaja terakhir (19 – 22 tahun). Kepribadian remaja masih sangat labil dan rentan terhadap berbagai pengaruh luar (stimulus) yang akan membentuk sikap dan pola hidupnya, terutama pada remaja dengan batasan usia 12

– 18 tahun. Gejolak emosi, pikiran, dan keyakinan remaja sewaktu-waktu berubah secara

drastis dengan tidak terduga sebelumnya. Budaya dan karakteristiknya ditandai dengan sifat-sifat seperti eklusif, solidaritas tinggi, dan serba tidak menentu. Berkelompok dengan penuh dinamika dan romantika serta ikut-ikutan adalah cirri kegiatannya. Pada diri remaja amat besar potensi peniruannya. Turner dan Helms (1995) sebagaimana dikutip oleh Ardiyanti, Erna, dan Mukhtar (2003) menyatakan masa remaja sebagai suatu masa dimana terjadi perubahan besar yang memberikan suatu tantangan pada individu remaja untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya, dan mampu mengatasi perubahan fisik dan seksual yang sedang dialaminya.

Pertumbuhan remaja menuju ke arah kematangan tidak hanya kematangan fisik, tetapi kematangan sosial psikologis. Remaja dalam artian psikologis sangat berkaitan dengan kehidupan dan keadaan masyarakat. Perkembangan yang dialami remaja secara psikologis dapat dilihat dari pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa atau pencarian identitas diri. Dalam perkembangannya terdapat usaha penyesuaian diri menuju kedewasan. Hal ini dapat berupa kondisi dimana remaja aktif mengatasi masalah yang dihadapi hingga menjadi stress dan aktif mencari jalan keluar dari masalah tersebut.

Proses penyesuaian diri terhadap tahapan-tahapan, yang salah satunya yaitu tahap remaja akhir (late adolescence) yang merupakan masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapain ego dalam mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam mencari pengalaman pengalaman baru. Kondisi terlihat dari remaja yang sangat membutuhkan temanteman. Remaja senang jika memiliki banyak teman, apalagi teman yang menyukainya dan memiliki sifat-sifat yang sama dengan dirinya.

Proses pencarian identitas diri remaja cenderung untuk mempelajari atau ingin tahu mengenai hal/persoalan dalam kehidupan bermasyarakat dalam rangka mencari pengalaman. Terutama dalam mencari pengalaman, maka remaja biasanya melakukannya secara bersama dengan teman-temannya, khususnya dengan teman yang sebaya. Teman sebaya memiliki ikatan satu sama lain yang lebih kokoh dan rasa solidaritas yang kuat. Biasanya remaja selalu memiliki kelompok-kelompok dalam pertemanan. Terbentuknya kelompok teman sebaya (Peer Group) karena adanya motivasi dari anggotanya supaya dapat diterima sebagai diri sendiri, memperoleh pengakuan dan penghargaan dan dapat melakukan kegiatan bersama yang menyenangkan. Selain itu, adanya persamaan diantara mereka bersatu dalam satu kelompok yaitu persamaan masuk jurusan di kampus, persamaan minat, persamaan tingkah laku, dan juga agama. Individu secara berkelanjutan akan melewati tahap proses sosialisasi dan pembentukan persepsi, serta apresiasi.

Remaja berusaha untuk melepaskan diri dari pengaruh orang tua dengan maksud untuk menemukan identitas dirinya sendiri selama di dalam masa remaja. Menurut Yusuf (2000), proses perkembangan mencari identitas diri ini dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya :

a. Keluarga, yaitu yang berkaitan dengan interaksi sosio emosional antar anggota keluarga, sikap dan perlakuan orang tua terhadap anak

b. Tokoh idola, yaitu orang-orang yang dipersepsikan oleh remaja sebagai figur yang memiliki posisi di masyarakat. Pada umumnya, tokoh-tokoh yang menjadi idola dan pujaan remaja berasal dari kalangan selebritis seperti penyanyi, bintang film dan olahragawan.

c. Peluang pengembangan diri, yaitu kesempatan untuk melihat ke depan dan menguji dirinya dalam setting (adegan) kehidupan yang beragam.

5. Perilaku Remaja

Perilaku merupakan segala sesuatu yang mencakup tiga komponen, yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan (Hickerson & Middleton, 1975). Selanjutnya menurut Hamalik (2001), pengertian perilaku mencakup tiga aspek yang terdiri dari :

a. Aspek pengetahuan, yaitu informasi yang tersimpan dan tersrtuktur.

b. Aspek sikap, mengandung nilai-nilai, sikap perilaku dan perasaan sebagai dasar perilaku.

c. Aspek tindakan, merupakan serangkaian tindakan dengan tujuan untuk mengamati, mengungkapkan kembali, merencanakan dan melakukan, baik yang bersifat reproduktif maupun bersifat produktif.

Menurut Goldsmith (1989), sebagaimana dikutip oleh Sarwono (1999), perilaku manusia sebagai makhluk sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dalam diri (organismic forces). Perilaku bukanlah karakteristik yang kekal sifatnya tetapi dapat berubah, diubah dan berkembang sebagai hasil interaksi individu yang bersangkutan dengan lingkungannya.

Perilaku manusia adalah untuk mencapai tujuan tertentu atau dipengaruhi oleh dorongan yang ada dalam diri individu itu sendiri atau dari luar individu. Dorongan yang menggerakkan manusia untuk bertingkah (behaviour) ini disebut motif. Berawal dari kata motif terebut, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Sehubungan dengan hal tersebut, tentunya perilaku seseorang tidak terlepas dari dari motif atau dorongan yang datang dari dalam dirinya atau dari luar individu untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakannya. Motivasi dari luar dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan tempat bersosialisasi di luar keluarga (Ahmadi, 1991).

Menurut Thibaut dan Kelley (1979), yang merupakan pakar dalam teori interaksi mendefenisikan interaksi sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain atau berkomunikasi satu sama lain. Chaplin (1983) mendefenisikan bahwa interaksi Menurut Thibaut dan Kelley (1979), yang merupakan pakar dalam teori interaksi mendefenisikan interaksi sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain atau berkomunikasi satu sama lain. Chaplin (1983) mendefenisikan bahwa interaksi

Maka untuk mencapai tujuan sosialisasi pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat pola penyesuaian baru. Masa remaja merupakan fase yang sangat potensial bagi tumbuh dan berkembangnya aspek fisik maupun psikis baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Mereka menganggap dirinya bukan anak-anak lagi tetapi orang-orang disekelilingnya masih menganggap mereka belum dewasa. Disebabkan dorongan yang kuat ingin menemukan dan menunjukkan jati dirinya itulah remaja seringkali ingin melepaskan diri dari orang tuanya dan mengarahkan perhatian kepada lingkungan di luar keluarganya dengan cara bergabung dengan sebayanya (Soekanto,1989).

C. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan sebuah pedoman penting bagi seorang peneliti karena tampa sebuah “metode Penelitian” akan sulit di pahami hasil sebuah penelitian,

selain itu adanya metode dengan benar dapat mengantarkan kepada analisis yang berbobot ilmiah yang tinggi dan bisa menganlisa fenomena realitas dengan tajam dan kritis.

Dalam penelitian ini, penulis memilih obyek penelitian tentang fenomena aktifitas hiburan malam di kalangan mahasiswa Yogyakarta, khususnya di tempat dunia gemerlap yang sering dkenal seperti di tempat café dan diskotik yang ada di kota Jogja, sebagai sebuah realitas bahwa mahasiwa yang datang dari penjuru Nusantara ketika datang ke Yogyakarta tidak hanya bergelut (beraktifitas) dengan dunia kampus saja, melainkan ketika malam tiba dengan sajian hiburan, mahasiswapun ikut berpasrtisipasi di dalamnya dengan berbagai tawaran hiburanya. Maka penulis melakukan penelitian ini dengan mengunakan metode penelitian kualitatif fenomenologi, atau biasa di kenal sebagai pendekatan penelitian kualitatif murni, dengan mengunakan model paradigma naturalistik.

1. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penenilitian ini, pengumpulan data peneliti mengunakan data tehnik sebagai pendukung penggalian data, di antaranya dalam bentuk: Dalam penenilitian ini, pengumpulan data peneliti mengunakan data tehnik sebagai pendukung penggalian data, di antaranya dalam bentuk:

dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang di selidiki. Yaitu dengan cara menghimpun data atau keterangan yang dilakukan dengan pengamatan atau pencatatan sistematik terhadap gejala-gejala sosial demi mendapat data yang jelas mengenai obyek yang diteliti. Dalam mengunakan metode observasi penulis mencoba mengamati tindakan, aktifitas, relasi mahasiswa dengan hiburan yang dinikmati, di beberapa tempat di kota Yogyakarta seperti, Club, Diskotik, tempat Billyard, konser musik band dan nama lain sebagainya. Kemudian hasil observasi ini penulis jadikan data sebagai langkah awal dalam melakukan penelitian selanjutnya. Untuk lokasi lapangan sebagai sumber data penelitian, peneliti kali ini mencoba mendiskripsikan di lokasi yang bernama Republik Cafe di Malioboro dan di tempat satu lagi yang bernama diskotik Bosche di jalan Magelang. Dua tempat ini penulis menilai sebagai tempat yang mewakili umur dari usia remaja sampai umur dewasa. Jadi dua lokasi secara pendukung data sudah di wakili oleh dua tempat yang satu ini, walaupun jika ada sumber data dilain tempat penulis tidak menutup diri.

b. Wawancara (Interview) Metode wawancara atau interview merupakan salah satu teknik pokok dalam

penelitian kualitatif. Wawancara dalam penelitian kualitatif menurut Denzim dan Lincoln adalah percakapan, seni bertanya dan mendengar (the art of asking and Listening), wawancara dalam penelitian tidaklah bersifat netral, melainkan di pengaruhi oleh kreatifitas individu dalam merespon realitas dan situasi ketikan berlangsungnya wawancara sangat di pengaruhi oleh kerakteristik pewawancara, termasuk masalah ras, kelas sosial, masalah jender, jadi wawancara merupakan produk dari interaksi yang khas (Soehada, 2004:48). Maka penulis berusaha dan harus memahami situasi lapangan, dan dapat mempersiapkan alat-alat yang di perlukan dalam wawancara, sehingga mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang penulis harapakan.

Mengingat latar belakang kehidupan mahasiswa yang berada di Yogyakarta berasal dari daerah-daerah dan suku-suku berbeda. Untuk cara kerja peneliti dalam hal wawancara, peneliti mengunakan metode “parsitipatoris”, yaitu dimana peneliti sendiri terjun kelapangan melihat sendiri kondisi untuk mewawancarainya, selain di lapangan peniliti juga melihat pendapat mereka ketika mereka berada di rumah kediaman (kost) dan pendapat mereka ketika mereka berada di dunia kampus.

c. Dokumetasi Pengumpulan data dengan dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh

melalui dokumen-dokumen. Dokumentasi dapat berupa buku-buku, ensiklopedi, majalah, makalah, jurnal-jurnal, artikel, dan tulisan-tulisan lain yang berkaitan dengan topik penelitian. Data yang di peroleh dalam penelitian ini merupakan data yang mendukung data primer yang di peroleh di lapangan. Selain itu juga peniliti tidak menutup diri jika ada dokumen yang berbentuk foto-foto yang peneliti dapatkan, baik melalui dokumen-dokumen. Dokumentasi dapat berupa buku-buku, ensiklopedi, majalah, makalah, jurnal-jurnal, artikel, dan tulisan-tulisan lain yang berkaitan dengan topik penelitian. Data yang di peroleh dalam penelitian ini merupakan data yang mendukung data primer yang di peroleh di lapangan. Selain itu juga peniliti tidak menutup diri jika ada dokumen yang berbentuk foto-foto yang peneliti dapatkan, baik

2. Validitas Data

Validitas data atau kesahihan data merupakan data dari hasil penelitian. Hal ini dilakukan oleh peneliti dengan maksud supaya hasil penelitiannya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, karena validitas data menunjukkan mutu seluruh proses pengumpulan data dalam penelitian. Data yang telah terkumpul, diolah dan diuji kebenarannya melalui teknik pemeriksaan tertentu. Untuk mendapatkan data dengan mantap dan benar maka penelitian ini menggunakan pendekatan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu teknik triangulasi. Menurut Moleong (2004:330) menjelaskan bahwa triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu. Denzin dalam Moleong (2004:331) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dijelaskan sebagi berikut:

a. Triangulasi dengan sumber Triangulasi ini berarti membandingkan dan mengecek balik derajat keperayaan

suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.

b. Triangulasi dengan metode Triangulasi ini terdapat dua strategi yaitu yang pertama adalah pengecekan

dokumen kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan kedua adalah pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

c. Triangulasi penyidik Triangulasi ini berarti mengumpulkan data yang semacam dilakukan oleh

beberapa peneliti.

d. Triangulasi dengan teori Triangulasi ini adalah melakukan penelitian tentang topik yang sama dan datanya

dianalisis dengan beberapa perspektif teoritis yang berbeda. Dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi sumber. Triangulasi sumber

mengarahkan penulis agar dalam mengumpulkan data, dengan wajib menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya data yang sama atau yang sejenis akan lebih mantap kebenarannya dibanding apabila digali dari berbagai sumber yang berbeda. Menurut Moleong (2004:331) menjelaskan bahwa triangulasi sumber dapat dilakukan dengan cara: (1) membandingkan apa yang dikatakan informan satu dengan informan yang lain, (2) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai mengarahkan penulis agar dalam mengumpulkan data, dengan wajib menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya data yang sama atau yang sejenis akan lebih mantap kebenarannya dibanding apabila digali dari berbagai sumber yang berbeda. Menurut Moleong (2004:331) menjelaskan bahwa triangulasi sumber dapat dilakukan dengan cara: (1) membandingkan apa yang dikatakan informan satu dengan informan yang lain, (2) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

3. Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif. Model analisis interaktif terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Ketiga data tersebut aktivitasnya berbentuk interaksi dalam proses mengumpulkan data sebagai proses siklus, komponen data dengan lainnya berhubungan sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Teknik analisis data di jelaskan sebagai berikut:

Data collection Data Display

Data Reduction

Conclusion: drawing/ verifying

Gambar 3.1 Model dalam analisa data Miles dan Huberman (dalam

Sugiyono 2010:247)

Berdasarkan gambar tersebut sebelumnya, dijelaskan sebagai berikut:

a. Pengumpulan data (data collection) Proses analisis data dimulai dengan pengumpulan data. Sesuai dengan teknik pengumpulan data, maka pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber tersebut dibaca, dipelajari dan ditelaah. Analisis data dapat dilakukan sejak pengumpulan data sewaktu di lapangan, meskipun analisis secara intensif baru dilakukan setelah pengumpulan data berakhir.

b. Reduksi Data (data Reduction) Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan informasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus menerus selama penelitian berlangsung. Antisipasi akan adanya reduksi data sudah tampak ketika penelitian memutuskan kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian, dan pendekatan pengumpulan data yang dipilih. Tahapan selanjutnya adalah membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus, membuat partisi, dan menulis memo. Reduksi data ini terus berlanjut sampai penulisan suatu penelitian selesai.

c. Penyajian Data (data display) Penyajian data yang dikumpulkan dibatasi hanya sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian yang dimaksud meliputi berbagai jenis grafik, bagan, dan bentuk lainnya. Semuanya dirancang untuk menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah didapatkan. Dengan demikian dapat mempermudah analisis dalam melihat apa yang terjadi, dan menentukan apakah penarikan kesimpulan yang benar sudah dapat dilakukan ataukah terus melangkah melakukan analisis yang berguna.

d. Penarikan Kesimpulan (conclusion: drawing/ verifying) Dari data yang diperoleh di lapangan penulis sejak awal mulai menarik kesimpulan. Kesimpulan itu mula-mula masih belum jelas dan masih bersifat sementara, kemudian meningkat sampai pada kesimpulan yang mantap yaitu pernyataan yang telah memiliki landasan yang kuat dari proses analisis data terhadap fenomena-fenomena yang ada. Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari wawancara dan observasi dapat segera ditarik suatu kesimpulan yang bersifat sementara. Agar kesimpulan lebih mantap maka peneliti memperpanjang waktu observasi. Data tersebut dapat ditemukan data baru yang dapat mengubah kesimpulan sementara, sehingga diperoleh kesimpulan yang mantap.

D. Hasil dan Pembahasan

1. Sejarah Hiburan Malam di Kota Yogyakarta

Suasana Kota Yogyakarta memang terus berubah dari waktu ke waktu. Begitupula sarana hiburan bagi masyarakat Yogyakarta juga turut berkembang. Masyarakat Yogyakarta tentunya tidak asing dengan Purawisata. Purawisata terletak di Jalan Brigjend Katamso Yogyakarta, tepatnya sebelah timur Kraton Yogyakarta. Tempat hiburan ini diciptakan sedemikian rupa hingga memungkinkan orang untuk memperoleh berbagai macam hiburan yang dapat membawa suasana baru bagi masyarakat Yogyakarta. Tarian yang disajikan pada panggung terbuka di Purawisata setiap malam tertentu sejak tahun 1975. Dengan kapasitas 600 tempat duduk, para penonton dapat menikmati kisah romantika tragedy dari Rama dan Sinta yang menceritakan pertarungan antara kebaikan dengan kejahatan. Disamping itu, Purawisata juga terkenal dengan Pentasan Dangdut yang notabene sudah melekat sebagai musik rakyat, tapi akhir-akhir ini -pentas Dangdut tidak banyak mendapatkan respon dari masyarakat khususnya kalangan anak muda. Seakan-akan kehadiran Purawisata telah kalah pamor dengan hadirnya tempat hiburan malam yang semakin hari semakin marak seperti kafe, diskotik atau klub malam. Keberadaan Purawisata yang memberikan image pentas Dangdut sangatlah lain dengan keberadaan tempat hiburan malam seperti cafe, atau diskotik yang sebenarnya sudah hadir di Yogyakarta sejak tahun 1980-an.

Sekitar tahun 1982 sebuah pusat hiburan publik tempat bilyard dan diskotek Crazy Horse adalah salah satunya diskotik yang terkenal di Yogyakarta pada masa itu Sekitar tahun 1982 sebuah pusat hiburan publik tempat bilyard dan diskotek Crazy Horse adalah salah satunya diskotik yang terkenal di Yogyakarta pada masa itu

Sekarang ini pada fenomena seperti ini terus masih mewarnai hiru-pikuk kota Yogyakarta pada waktu malam, bahkan kontes dance dan sexy dancer dengan kostum celana minim diatas paha dan baju pas badan tampa lengan tidak hanya di temukan di dalam ruangan diskotik, melaikan di tempat-tempat umum bisa ditemukan juga misalnya di mall atau di pertunjukan ruang publik sekarang ini tidak menjadi masalah lagi. Begitu juga dengan keberadaan cafe-cafe dadakan non-house music alias ada moment ada cafe, dengan pelayanan cewek cantik dan pria ganteng siap melayani pengunjung yang sekilas terlihat kaya.

2. Perkembangan Diskotik Yogyakarta

Kehadiran diskotik dan café yang menawarkan musik house memang bukan hal yang asing bagi sebahagian mahasiswa pecinta hiburan malam yang seperti itu. Banyak diskotik dan cafe yang ada di Yogyakarta tidak semata-mata bentuk hiburan seperti ini di tawarkan kepada kalangan eksekutif saja tapi juga mahasiswa. Menurut Parahita (2007), banyaknya mahasiswa yang mencari kesenangan malam di diskotik, ternyata bukan isapan jempol belaka. Buktinya, fenomena yang biasa dikenal dengan “dugem” (dunia gemerlap) tersebut menjadi kebiasaan rutin mahasiswa.

Melihat sasaran pasar Yogyakarta merupakan banyak didominasi oleh kalangan muda atau mahasiswa, maka kebutuhan akan ragam bentuk hiburanpun turut disuguhkan di kota Yogyakarta oleh pemodal yang datang bersamaan dengan arus globalisasi. Sehingga sebagian mahasiswa terfasilitasi oleh pemodal dengan sungguhan bentuk hiburan ala Barat atau lebih dikenal di kalangan mahasiswa dengan sebutan “tempat ngedugem ”. Sekarang ini, berdasarkan hasil pengamatan penulis di kota Yogyakarta, keberadaan Diskotik dan cafe yang menawarkan musik house, hapir semuanya tempat- tempat hiburan tipe ini cenderung berpromosi untuk kalangan mahasiswa. Hal ini terlihat dari, pertama harga tiket masuk ke diskotik maksim al Rp. 50.000. kalau ada „Event‟ Melihat sasaran pasar Yogyakarta merupakan banyak didominasi oleh kalangan muda atau mahasiswa, maka kebutuhan akan ragam bentuk hiburanpun turut disuguhkan di kota Yogyakarta oleh pemodal yang datang bersamaan dengan arus globalisasi. Sehingga sebagian mahasiswa terfasilitasi oleh pemodal dengan sungguhan bentuk hiburan ala Barat atau lebih dikenal di kalangan mahasiswa dengan sebutan “tempat ngedugem ”. Sekarang ini, berdasarkan hasil pengamatan penulis di kota Yogyakarta, keberadaan Diskotik dan cafe yang menawarkan musik house, hapir semuanya tempat- tempat hiburan tipe ini cenderung berpromosi untuk kalangan mahasiswa. Hal ini terlihat dari, pertama harga tiket masuk ke diskotik maksim al Rp. 50.000. kalau ada „Event‟

Perkembangan diskotik dan café house Musik di Yogyakarta memang sangat subur. Fenomena ini bisa dilihat dengan banyaknya tempat-tempat hiburan yang berdiri di kota Yogyakarta yang hanya luas lebih dari 32,8 km², dengan jumlah tempat hiburan

gemerlap 11 tempat, di antaranya Chesar, Boshe, Republik, Hugos Cafe, Embessi, “JJ” Rumah Musik, Bunker, The Jet Zet, Goedang Musik, The Club dan Papilon (sekarang sudah tutup). Dari gambaran perbandingan ini, maka terlihat jelas bahwa sebahagian mahasiswa Yogyakarta juga mencari hiburan yang berbentuk gemerlap ala Barat.

Perkembangan mahasiswa yang cenderung memilih hiburan tipe ini tidak semata- mata karena faktor ingin meniru saja, melaikan juga faktor terjadinya peluang “bisnis yang lebar” yang di garap oleh pemodal, khususnya Yogyakarta pasarnya adalah untuk

kalangan mahasiswa, (bidikanya yaitu Pemuda). Untuk melihat mahasiswa itu sendiri yang berpartisipasi dalam dunia gemerlap dapat dilihat atau di kategorikan mahasiswa tersebut menjadi tiga kelompok Pertama , mahasiswa yang dugem “karena coba-coba”, kedua “karena telah terbiasa” dan ketiga “karena prestise”.

3. Diskotik yang Menjadi Objek Penelitian

Lokasi tempat hiburan yang akan penulis teliti sebagai fokus penelitian kali ini, mengambil di dua lokasi tempat yaitu di Boshe VVIP Club yang beralamat di jl.Magelang Yogyakarta dan satunya lagi di jalan Malioboro dengan nama tempat Republik Cafe, Kedua diskotik tersebut saat ini paling banyak menjadi tujuan dari mahasiswa untuk dugem, dan tidak tertutup kemungkinan jika penulis mengangap mendapatkan data dari tempat lain yang berhubungan maka penulis juga tidak menutup diri mengambil dan menganalisa data tersebut.

Republic Positiva cafe & lounge terletak di area parkir selatan Inna Garuda Hotel Jl. Malioboro No. 60 Yogyakarta. Diskotik berdesain gaya modern dengan banyak lampu-lampu yang menarik diluar. Letak di Malioboro menjadikan diskotik ini sangat ramai terutama diakhir pecan, sedang untuk menarik mahasiswa dengan membuat promo atau event menarik seperti freeflow pada hari jum‟at. Jika hari biasa open bottle dihargai diatas Rp. 1.500.000 (1 wiskey/ Vodka. 1 minuman bersoda, dan makanan ringan), pada hari jum‟at tersebut pengunjung “hanya” membayar Rp. 100.000 untuk minum (minuman beralkohol) sepuasnya mulai jam 23.00 hingga 02.00. Dan setiap hari senin diadakan event University Party dengan potongan 50% dengan menunjukkan ID mahasiswa (KTM) untuk semua minuman. Memang untuk ukuran diskotik lain di

Yogyakarta, Republic terbilang kecil dengan segmentasi pasar yaitu kalangan mahasiswa dan wisatawan yang sedang berkunjung di Yogyakarta. Mahasiswa yang datang berasal dari berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Guest Relation Officer (GRO) bernama Tian:

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24