Sistem Ekonomi Indonesia
E. Sistem Ekonomi Indonesia
Jika membaca Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi:
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Sistem Ekonomi Islam, http://hizbut-tahrir.or.id/2009/01/30/sistem-ekonomi-islam/, Diakses (02/04/2012). 15 Ali Yafie dkk, Fiqih Perdagangan Bebas, Teraju, Jakarta, 2003, Hlm. 43.
Bab III. Sistem Ekonomi
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Hasil amandemen ke IV 10 Agustus 2002 menambah dua ayat, yang berbunyi:
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam Undang-undang.
Maka dapat dikatakan Indonesia tidak menganut sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi terencana atau sistem ekonomi Islam, tetapi lebih mengakomodasikan berbagai sistem ekonomi tersebut dengan penekanan pada sistem ekonomi terencana karena peran pemerintah diberikan ruang lebih luas untuk mengatur perekonomian untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Rakyat menjadi tujuan dari pembangunan perekonomian nasional, sehingga banyak ahli ekonomi menerjemahkan Pasal 33 UUD 1945 menjadi sistem ekonomi kerakyatan atau ekonomi Pancasila (misalnya Mohammad Hatta, Sri Edi Swasono, Mubyarto, Revrisond Baswir). Guna meyakinkan argumentasi tersebut, penting kiranya menelusuri semangat dan filosofi dari rumusan Pasal 33 UUD 1945 melalui pemikiran dari ahli ekonomi tersebut.
Mohammad Hatta, mengatakan bahwa dasar perekonomian di masa datang akan semakin jauh dari dasar individualisme dan semakin dekat dengan kolektivisme, yaitu sama sejahtera. Dasar kolektivisme itu adalah tolong-menolong (gotong royong). Perekonomian Indonesia harus dibangun dengan dasar tersebut secara lebih teratur dan menggunakan hasil kemajuan teknik modern (ilmu pengetahuan dan
Dasar-dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia
teknologi). Wujudnya adalah koperasi, sebab koperasi mendahulukan kepentingan bersama dan membelakangkan kepentingan orang-seorang
(individualisme). 16 Hal ini sejalan dengan penjelasan Pasal 33 UUD 1945, yang menyatakan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kepentingan individu. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, oleh sebab itu cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak yang boleh berada di tangan individu. Mohammad Hatta (1963) pernah mengintrodusir istilah ekonomi sosialis Indonesia, yang tentu saja berbeda dengan sosialisme ala Marxisme yang penuh dengan pertentangan kelas borjuis dan proletar. Sosialisme Indonesia dipahami sebagai tuntutan institusional yang bersumber dari lubuk hati yang murni, berdasarkan perikemanusiaan dan keadilan sosial. Agama menambah penerangannya. Sosialisme Indonesia berakar dari pergaulan hidup masyarakat Indonesia yang berada di desa yang asli
bercorak kolektif, gotong royong, tolong-menolong, dan kekeluargaan. 17 Terlihat dari Pasal 33 UUD 1945, sistem ekonomi Indonesia
bukan sistem ekonomi terencana karena tidak mengharamkan kepemilikan individu terhadap sumber-sumber produksi, juga bukan sistem ekonomi kapitalis karena tidak menyerahkan semua sumber- sumber produksi kepada individu (swasta). Maka dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi campuran yang dianut oleh Indonesia, tetapi lebih condong kepada sistem ekonomi terencana karena peran negara cukup besar dalam mengatur perekonomian.
Istilah ekonomi Pancasila yang dikembangkan dan dikaji oleh Mubyarto dan koleganya di Fakultas Ekonomi UGM sebagai perlawanan terhadap sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi terencana yang selama ini diterapkan di Indonesia yang ternyata tidak mampu
Sri Edi Swasono dan Fauzie Ridjal (Penyunting), Mohammad Hatta Demokrasi Kita, Bebas Aktif, Ekonomi Masa Depan, Edisi II, UI Press, Jakarta, 1992. Hlm. 5 -6. 17 Ibid, Hlm. 144 – 145. Pernyataan demikian juga termuat dalam tulisan Mohammad
Hatta, berjudul Demokrasi Kita, Demokrasi Politik dan Ekonomi dalam Buku Demokrasi Kita Pikiran-pikiran Tentang Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat, Sega Arsy, Bandung, 2008, Hlm. 69 - 70.
Bab III. Sistem Ekonomi
mensejahterakan rakyat sesuai amanat Pembukaan UUD 1945 Alinea ke Empat.
Menurut Mubyarto, sangat masuk akal jika ada kebutuhan riil akan teori/ilmu ekonomi Indonesia baru, yaitu ilmu ekonomi yang benar-benar dapat diandalkan sebagai pisau analisis terhadap masalah- masalah ekonomi khas Indonesia. Teori ekonomi Pancasila adalah teori ekonomi khas Indonesia yang model dan penerapannya selalu bersifat multidisipliner dan sekaligus transdisipliner. Teori ekonomi Pancasila tidak menggunakan asumsi-asumsi ceteris paribus, tetapi memasukkan semua variabel yang benar-benar harus dipertimbangkan. Jika Pancasila mengandung 5 asas, maka semua sila Pancasila yaitu (1) etika, (2) kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4) kerakyatan/demokrasi, dan (5) keadilan sosial, harus dipertimbangkan dalam model ekonomi yang disusun. Jika di samping Pancasila juga selalu disebutkan asas kekeluargaan dan kemasyarakatan sebagaimana dikandung dalam pasal
33 UUD 1945, maka menjadi lengkaplah model ekonomi Pancasila, yaitu model ekonomi holistik yang tidak memisahkan masalah ekonomi dari masalah sosial, masalah budaya, masalah moral/etik, dan lain-lain. 18
Pemikiran tersebut sejalan dengan Mohammad Hatta dan Pasal
33 UUD 1945. Sistem ekonomi inilah yang seharusnya diterapkan oleh Indonesia, karena jika dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen akan mampu menutup lubang kelemahan dari sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi terencana. Namun tentu saja hal tersebut berulang kali mendapat tantangan dan hadangan dari pengusung sistem ekonomi kapitalis terutama dari negara asing yang diistilahkan oleh Revrisond Baswir sebagai pihak kolonial (pengusung neoliberalisme) sehingga Indonesia berada pada transisi dari kolonialisme ke neoliberalisme.
Beliau mencatat hadangan tersebut adalah: 19
Mubyarto, Lahirnya Ekonomi Pancasila, Makalah untuk Seminar Bulanan ke-27 Pusat Studi
5 April 2005, http://www.ekonomipancasila.org/artikel_02.htm, Diakses (02/04/2012). 19 n Revrisond
Ekonomi Pancasila
(PUSTEP)
UGM,
Vs Neoliberalisme, http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/, Diakses (02/04/2012).
Baswir,
Ekonomi
Kerakyatan
Dasar-dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia
“ Pertama, terjadinya agresi I dan II pada 1947 dan 1948. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah berdirinya NKRI yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian.
Kedua, dipaksanya bangsa Indonesia untuk memenuhi tiga syarat ekonomi guna memperoleh pengakuan kedaulatan dalam forum Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949. Ketiga syarat ekonomi itu adalah: (1) bersedia menerima warisan utang Hindia Belanda sebesar 4,3 milliar gulden; (2) bersedia mematuhi ketentuan-ketentuan
oleh Dana Moneter Internasional (IMF); dan (3) bersedia mempertahankan keberadaan perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia.
yang
ditetapkan
Ketiga, dilakukannya berbagai tindakan adu domba menyusul dilakukannya tindakan pembatalan KMB secara sepihak oleh pemerintah Indonesia pada 1956. Tindakan-tindakan itu antara lain terungkap pada meletusnya peristiwa PRRI/Permesta pada 1958.
Keempat, diselundupkannya sejumlah sarjana dan mahasiswa ekonomi Indonesia ke AS untuk mempelajari ilmu ekonomi yang bercorak liberal-kapitalistis sejak 1957. Para ekonom yang kemudian dikenal sebagai Mafia Berkeley ini sengaja dipersiapkan untuk mengambil alih kendali pengelolaan perekonomian Indonesia pasca penggulingan Soekarno pada 1966.
Kelima, dilakukannya sandiwara politik yang dikenal sebagai proses kudeta merangkak terhadap Soekarno pada 30 September 1965, yaitu pasca terbitnya UU No. 16/1965 pada Agustus 1965, yang menolak segala bentuk keterlibatan modal asing di Indonesia.
Keenam, dipaksanya Soekarno untuk menandatangani empat UU sebelum ia secara resmi dilengserkan dari kekuasaannya. Keempat UU itu adalah: (1) UU No. 7/1966 Tentang penyelesaian masalah utang-piutang antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda; (2) UU No. 8/1966 Tentang pendaftaran Indonesia sebagai anggota ADB; (3) UU No. 9/1966 Tentang pendaftaran kembali Indonesia sebagai anggota IMF dan Bank Dunia; dan (4) UU No. 1/1967 Tentang Penanaman Modal Asing (PMA).
Bab III. Sistem Ekonomi
Ketujuh, dibangunnya sebuah pemerintahan kontrarevolusioner di Indonesia sejak 1967. Melalui pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto ini, para ekonom Mafia Berkeley yang sejak jauh-jauh hari telah
sistematis berusaha membelokkan orientasi penyelenggaraan perekonomian Indonesia dari ekonomi kerakyatan menuju ekonomi pasar neoliberal. Tindakan pembelokan orientasi tersebut didukung sepenuhnya oleh IMF, Bank Dunia, USAID, dan ADB dengan cara mengucurkan utang luar negeri.
Kedelapan, dilakukannya proses liberalisasi besar-besaran sejak 1983, yaitu melalui serangkaian kebijakan yang dikemas dalam paket deregulasi dan debirokratisasi.
Kesembilan, dipaksanya Soeharto untuk menandatangani pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara terinci melalui penandatanganan nota kesepahaman dengan IMF pada 1998, yaitu sebelum ia secara resmi dipaksa untuk mengakhiri kekuasaannya melalui sebuah gerakan politik yang dikenal sebagai gerakan reformasi. Perlu diketahui, dalam sejarah perekonomian Inggris, gerakan reformasi serupa dimotori antara lain oleh David Hume, Adam Smith, David Ricardo, Thomas R. Malthus, dan John S. Mill.
Kesepuluh, dilakukannya amandemen terhadap Pasal 33 UUD 1945 yang merupakan landasan konstitusional sistem ekonomi kerakyatan pada 2002. Melalui perdebatan yang cukup sengit, ayat
1, 2, dan 3, berhasil dipertahankan. Tetapi kalimat penting yang terdapat dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi, “Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi,” turut menguap bersama hilangnya penjelasan pasal tersebut. ”
Penjelasan tersebut selayaknya menyadarkan bangsa Indonesia terutama para ekonom dan ahli hukum khususnya hukum ekonomi jika Pasal 33 UUD 1945 adalah sistem ekonomi terbaik yang bisa memajukan perekonomian Indonesia dan mensejahterakan rakyat. Tidak perlu lagi mengagung-agungkan sistem ekonomi kapitalis yang
Dasar-dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia
sejauh ini terbukti semakin terkooptasinya sumber daya ekonomi Indonesia oleh tangan-tangan asing melalui Trans/Multi National Corporation, seperti Lembaga Perbankan, Pertambangan, Minyak dan Gas, Industri Manufaktur, Franchise, dan Pasar Modal yang menjadikan Indonesia bertekuk lutut pada kemauan asing. Sudah saatnya semua peraturan perundang-undangan dalam bidang ekonomi dikembalikan pada dasar konstitusional Pasal 33 UUD 1945. Dibutuhkan eksekutif, legislatif, ekonomi dan ahli hukum yang nasionalis sejati, berani dan bertekad kuat mengembalikan kedaulatan ekonomi nasional di tengah pergaulan global.