Buku Dasar Dasar Pemikiran Hukum EKonomi
DAFTAR ISI
PRAKATA v DAFTAR ISI
vii DAFTAR TABEL/BAGAN
ix
BAB I PENGERTIAN HUKUM EKONOMI
A. Istilah Hukum Ekonomi
B. Istilah Hukum Ekonomi di Indonesia
C. Pengertian Hukum Ekonomi Menurut Ahli
D. Ruang Lingkup Hukum Ekonomi
BAB II DIALEKTIKA HUKUM DAN EKONOMI
A. Keterkaitan Antara Hukum dan Ekonomi dalam Perspektif Teori Hukum dan Ekonomi
B. Tujuan Hukum Ekonomi
C. Karakteristik Hukum Ekonomi
D. Pengelompokan Hukum Ekonomi
BAB III SISTEM EKONOMI
A. Sistem Ekonomi Kapitalis (Market Economic System) 35
B. Sistem Ekonomi Terencana (Planned Economic System) 39
C. Sistem Ekonomi Campuran (Mixed Economic System) 41
D. Sistem Ekonomi Islam (Islamic Economic System) 42
E. Sistem Ekonomi Indonesia
BAB IV PERKEMBANGAN HUKUM EKONOMI INDONESIA
A. Masa Awal Kemerdekaan 1945 – 1966 (Orde Lama)
B. Masa 1966 – 1998 (Orde Baru)
C. Masa 1999 (Pemulihan Krisis Ekonomi Melalui Tangan IMF)
D. Sistem Hukum Ekonomi Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945
BAB V LANDASAN HUKUM EKONOMI INDONESIA 111
A. Pancasila Sebagai Landasan Filosofis Hukum Ekonomi Indonesia
B. UUD 1945 Sebagai Landasan Konstitusional Hukum Ekonomi Indonesia
C. Realitas Sosial Bangsa Indonesia Sebagai Landasan Sosiologis Hukum Ekonomi Indonesia
BAB VI ASAS-ASAS HUKUM EKONOMI INDONESIA 127
A. Asas Keadilan Sosial 128
B. Asas Kemanfaatan Hukum 129
C. Asas Kepastian Hukum 130
D. Asas Nasionalisme Ekonomi 130
E. Asas Demokrasi Ekonomi 131
F. Asas Pemerataan Pembangunan Ekonomi 132
G. Asas Pembangunan Berkelanjutan 132
H. Asas Kemandirian Nasional 132
I. Asas Keterbukaan dan Keterbukaan Informasi 133 J. Asas Hak Menguasai Negara (HMN)
DAFTAR PUSTAKA 139 DAFTAR INDEKS
150 RIWAYAT PENULIS
PRAKATA
Salah satu persoalan hukum yang dihadapi oleh Indonesia, adalah membangun Hukum Ekonomi Indonesia berlandaskan Pancasila, UUD 1945 dan kebutuhan rakyat Indonesia. Selama ini terlihat pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia lebih condong mengacu pada persetujuan WTO dan mengikuti keinginan pihak asing dalam pembentukan undang-undang. Tidak mengherankan jika beberapa undang-undang dalam bidang Hukum Ekonomi diajukan uji materil oleh banyak pihak kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), dan ditafsirkan kembali oleh MKRI agar sesuai dengan UUD 1945 dan beberapa pasal dari undang-undang yang tersebut dibatalkan karena bertentangan dengan UUD 1945. Misalnya putusan MKRI: Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21-22/PUU-V/2007, Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 002/PUU-I/2003, Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 001-021-022/PUU-I/2003, Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 03/PUU-VIII/2010, Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 058-059- 060-063/PUU-II/2004, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 036/PUU-X/2012. Berkaitan dengan hal tersebut, buku ini bermaksud memberikan penjelasan tentang dasar-dasar pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia yang berlandaskan nilai-nilai filosofi Pancasila, norma-norma UUD 1945 dan realitas sosial rakyat Indonesia, sehingga kepentingan nasional lebih terlindungi di tengah gempuran globalisasi dan tekanan pihak asing kepada Indonesia. Buku ini juga menjelaskan asal-usul istilah dan arti Hukum Ekonomi di dunia dan di Indonesia, sistem ekonomi dunia dan sistem ekonomi yang dianut Indonesia menurut UUD 1945, dan asas-asas Hukum Ekonomi Indonesia.
Buku ini sangat penting dibaca oleh mahasiswa strata sarjana (S1) agar lebih memahami secara utuh kekhasan Hukum Ekonomi Indonesia, sedangkan bagi mahasiswa pascasarjana (S2), buku ini Buku ini sangat penting dibaca oleh mahasiswa strata sarjana (S1) agar lebih memahami secara utuh kekhasan Hukum Ekonomi Indonesia, sedangkan bagi mahasiswa pascasarjana (S2), buku ini
perundang-undangan bidang perekonomian, filsafat ekonomi Pancasila dan asas-asas Hukum Ekonomi Indonesia.
pembentukan
peraturan
Penulis berharap dari kalangan pembaca, kiranya dapat memberikan kritik dan saran berupa pemikiran yang mencerahkan dan mencerdaskan untuk penyempurnaan buku ini selanjutnya. Buku ini masih banyak kekurangannya, karena keterbatasan ilmu pengetahuan penulis. Meskipun demikian, besar harapan penulis agar buku ini memberi manfaat dan bermakna dalam proses pendidikan hukum dan pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia di masa depan (ius constituendum).
Terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian buku ini, terutama kepada: Allah SWT yang dengan keagungan rahmat-Nya telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkarya, orang tuaku (Ibnur A. Majid dan Subaiyana Ajisali) yang terus berdo’a untuk anaknya tanpa mengenal waktu dan tempat agar sukses dan bermanfaat bagi umat, istriku (Rini Tri Wahyuni, S.H) yang tak henti berdo’a dan mendukung setiap rencana dan pekerjaan positif suaminya, para kolega (pimpinan, dosen dan karyawan) Fakultas Hukum Universitas Bengkulu yang telah menjadi teman diskusi setiap saat, dan kepada CV. Mandar Maju Bandung yang telah mengapresiasi tulisan ini dan bersedia menerbitkannya menjadi sebuah buku yang dapat dibaca oleh khalayak luas.
Bengkulu, Juli 2012
DR. Candra Irawan, S.H., M. Hum
DAFTAR BAGAN/TABEL NO TABEL/BAGAN HALAMAN
1 Bagan 1 : Dimensi Hukum Privat dan Hukum
10 l Publik dalam Hukum Ekonomi
2 Tabel 1 : Komitmen Indonesia Dengan IMF
72 l Sebagaimana Tertuang dalam LOI
3 Tabel 2 : Indeks Daya Saing Indonesia 2008 - 123 l 2012
BAB I PENGERTIAN HUKUM EKONOMI
A. Istilah Hukum Ekonomi
Literatur hukum sebelumnya tidak mengenal istilah Hukum Ekonomi termasuk juga di Indonesia. Sementara itu sejak lama ilmu ekonomi sudah sering menggunakan istilah hukum ekonomi untuk menjelaskan hukum permintaan dan penawaran (supply and demand), yang belum dikaitkan dengan ilmu hukum. Ilmu hukum mengenal istilah hukum ekonomi justru berasal dari kalangan ahli
ekonomi. Istilah ini berkembang setelah Ronald Coase (1960) 1 menerbitkan artikel yang berjudul “the problem of social cost” . Artikel Ronald Coase tersebut paling sering dikutip dalam literatur ekonomi dan hukum, yang kemudian dikenal dengan istilah The Coase Theorem ( Coase yang Teorema). Coase berpendapat bahwa, dari perspektif ekonomi, tujuan dari sistem hukum harus mengarah pada pencapaian efisiensi ekonomi. Sistem hukum berpengaruh terhadap biaya transaksi dan tujuan dari sistem hukum tersebut adalah untuk meminimalkan kerugian atau biaya yang harus dikeluarkan. Menurut Coase, terkait dengan biaya transaksi yang harus dikeluarkan pola negosiasi atau kontraktual dapat dilakukan, misalnya pada kasus terjadinya kerusakan tanaman yang disebabkan oleh ternak orang lain. Negosiasi antara para pihak yang terlibat akan menghasilkan penyelesaian yang efisien dan akan menekan biaya di bawah standar asumsi pasar yang kompetitif, selama hal tersebut diselesaikan secara baik. Persoalan utamanya adalah harus diketahui secara pasti apakah tindakan tersebut merugikan pihak lain atau tidak.
Steven G. Medema and Richard O. Zerbe, Jr, The Coase Theorem, Melalui http://encyclo.findlaw.com/ 0730book.pdf, Hlm 836-837, Diakses Tanggal 22/03/2012.
Dasar-dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia
Selanjutnya diikuti oleh Guido Calabresi (1961) 2 dengan menerbitkan artikel berjudul “some thoughts on risk distribution and law the torts” . Guido Calabresi diakui sebagai bapak pendiri Hukum
dan Ekonomi. Analisis ekonomi mulai menembus perdebatan di bidang hukum yang dikenal sebagai analisis ekonomi terhadap hukum, seperti hukum persaingan usaha dan regulasi ekonomi pada sektor industri. Jelas bahwa wawasan ekonomi sangat relevan dalam melakukan analisis terhadap persoalan pada bidang lain, termasuk hukum privat. Calabresi meletakkan dasar-dasar analisis ekonomi terhadap hukum ganti rugi. Para advokat dalam gugatannya cenderung melihat kompensasi sebagai tujuan utama dari aturan kewajiban. Menurut pandangan Calabresi, tujuan utama dari aturan kewajiban adalah untuk meminimalkan biaya kecelakaan. Biaya ini dapat dibagi menjadi tiga kategori: biaya kerugian primer yang ditentukan berdasarkan jumlah dan tingkat kerugian yang dialami, biaya kerugian sekunder berupa ada atau tidak adanya penyebaran risiko; dan kerugian tersier adalah biaya yang dibebankan oleh aturan hukum untuk menetapkan kewajiban yang harus dibayar. Kerangka analisis
mencapai efisiensi dan keadilan. Efisiensi dilakukan dengan mencegah kegiatan yang berbahaya (merugikan). Sedangkan pertimbangan keadilan dapat mencegah tersebarnya risiko yang lebih besar (mengurangi biaya sekunder). Cara untuk mengurangi biaya primer dan tersier, Calabresi mengemukakan konsep the cheapest cost avoider. Kewajiban harus menjadi tanggung jawab dari pelaku (pihak) yang berada dalam posisi terbaik untuk membuat analisis biaya-manfaat antara biaya kecelakaan dan biaya menghindari kecelakaan, dan untuk mengambil tindakan pencegahan jika hal itu lebih murah daripada biaya menghindari kecelakaan. Misalnya terhadap kasus kecelakaan lalu
yang kuat
akan
mampu
lintas dan kerusakan lingkungan. 3
Guido Calabresi, Some Thoughts on Risk Distributions and the Law of Torts, The Yale Law Journal Volume 70 March 1961 Number 4, Melalui http://digitalcommons.law.yale.edu/, Diakses (23/03/2012).
3 Roger Van den Bergh, Introduction: The Impact of Guido Calabresi On Law and Economics Scholarship, Erasmus Law Review Volume 01 Issue 04, Melalui
http://www.erasmuslawreview.nl/files/ELR_specialissue_01.pdf, Diakses (23/03/2012).
Bab I. Pengertian Hukum Ekonomi
Pemikiran tersebut dapat dilihat sebagai titik awal untuk pengkajian hukum dan ekonomi. Pada awal 1970-an, Henry Manne (murid Coase) mulai membangun Pusat Pendidikan Hukum dan Ekonomi di Miami, pindah ke Emory, dan terakhir di George Mason,
yang kemudian mulai berkembang di Amerika Serikat (USA). 4 Istilah hukum ekonomi semakin diminati dan menjadi kajian
yang lebih sistematis tidak terlepas dari pemikiran Richard A. Posner (1970) yang memperkenalkan konsep “the economic analysis of law”. Pemikiran tersebut langsung memicu kontroversi yang hebat dari akademisi hukum, khususnya terkait dengan landasan filosofis dari konsep “the economic analysis of law”. Posner bersandar pada dua klaim: (1) aturan hukum kebiasaan dalam kenyataannya efisien, dan (2) aturan hukum (positif) seharusnya efisien. Hal ini terkait dengan kesediaan masyarakat untuk membayar. Dua hal tersebut kemudian diartikulasikan oleh Kornhauser (1984, 1985), dengan menambahkan dua klaim: (1) proses pilihan hukum yang efisien, dan (2) respon
individu terhadap hukum ekonomi. 5 Ejan Mackaay meyakini bahwa istilah hukum ekonomi berasal dari Amerika Serikat pada akhir 1950- an dan diterima oleh komunitas hukum sejak dari tahun 1970 dan
seterusnya, khususnya dari tulisan-tulisan Richard A. Posner. 6 Secara ringkas perkembangan pemikiran tentang Hukum Ekonomi tergambar dari uraian sebagai berikut:
“This debate spills over into the economic analysis of law. Since the 1980s, gone is the beautiful consensus about method and agenda, generated by the first editions of Posner’s textbook (1972b, 1977) solidly based on neoclassical economic insights. Besides the Chicago
approach, various shades of institutional (Benson, 1994; Mercuro and Medema, 1997; Samuels, 1990, 1998a, 1998b, 1998c; Samuels and Mercuro, 1984; Samuels and Rutherford, 1998; Samuels and Schmid,
Berdasarkan artikel “Law and Economics”, http://en.wikipedia.org, diakses tanggal 27 Agustus 2011. 5 Lewis Kornhauser ,“ The Economic Analysis of Law” dalam Stanford Encyclopedia of
Philosophy, http://plato.stanford.edu/rss/sep.xml, diakses 27 Agustus 2011. 6 n Ejan Mackaay, History of Law and Economics, http://encyclo.findlaw.com/ 0200book.pdf, Diakses Tanggal 23/03/2012, Hlm.66.
Dasar-dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia
1981; Schmid, 1989a, 1989b, 1994; Teijl and Holzhauer, 1990) or neo-institutional (Alston, Eggertsson and North, 1996; Coase, 1984, 1992; Eggertsson, 1990; Furubotn, 1989, 1993; Furubotn and Richter, 1992, 1997; Knight, 1992; Langlois, 1986; Medema, 1989; Mercuro, 1989; North, 1984, 1986, 1991, 1993, 1994, 1995, 1996; Williamson, 1985, 1986, 1996) approach to law and economics have come to the fore, as has the Austrian approach (Barnett, 1992, 1998; Benson, 1994; Boettke, 1994; Bouckaert, 1984; Boudreaux, 1994; Hayek, 1973, 1976, 1979; Kinsella, 1995; Leoni, 1991; Lepage, 1985; Ogus, 1989; Rizzo, 1979b, 1980a, 1980b, 1980c, 1980d, 1981, 1982a, 1982b, 1985, 1987; Rizzo and Arnold, 1980, 1987; Rowley, 1989a, 1989b; Rowley and Brough, 1987; Schmidtchen, 1993; Teijl and Holzhauer, 1997; Thornton, 1991; Vanberg, 1998a; Voigt, 1992; Wonnell, 1986). These approaches emphasise the interest of historical studies, which received a powerful endorsement when the 1993 Nobel prize for economics was awarded to two economic historians,
Douglass North and Robert Fogel (North, 1994). Since Posner’s initial impetus, the sources from which the law and economics movement
may draw inspiration have broadened. They now also include the public choice school, bringing an economic approach to political processes, and game theory, which has become a rallying point for the social sciences in that it applies rational choice ideas to the
interaction of two or more actors, or indeed a multitude of them with the attendant opportunities for freerider and hold-out strategies. For the purpose of exposition, it will be helpful to divide the history of law and economics into phases. Duxbury (1995) cautions against the danger of historical reductionism in such periodisation. Simplicity of
exposition makes it nonetheless worthwhile in my view”. 7
Terlihat bahwa konsep dasar pemikiran hukum ekonomi berpusat pada ekonomi bukan pada hukum, karena dasar filosofisnya adalah efisiensi hukum dalam mendukung kegiatan ekonomi. Hal ini harus dicermati secara hati-hati, jangan sampai hukum dimanfaatkan untuk melegalkan kegiatan ekonomi yang justru mengakibatkan nilai
Ibid.
Bab I. Pengertian Hukum Ekonomi
keadilan menjadi berkurang atau bahkan hilang. Jangan sampai hukum hanya mengabdi pada kepentingan ekonomi, hanya karena alasan efisiensi dan kebutuhan untuk mendukung perkembangan kegiatan ekonomi.
B. Istilah Hukum Ekonomi di Indonesia
Selama ini istilah yang digunakan terkait dengan pengaturan hukum terhadap berbagai kegiatan ekonomi adalah hukum dagang, yang kemudian menjadi hukum perusahaan. Hukum ekonomi muncul kemudian dan digunakan lebih luas di seluruh dunia termasuk Indonesia untuk mengakomodasikan berbagai perkembangan dan kemajuan perekonomian dunia sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta globalisasi dalam berbagai aspek kehidupan (seperti sosial, budaya, politik, ekonomi dan hukum). Hukum dagang atau hukum perusahaan secara substansial lebih berdimensi keperdataan (hukum privat), padahal akibat perkembangan dan kemajuan IPTEK kegiatan ekonomi tidak selalu berdimensi keperdataan semata tetapi juga berdimensi publik (hukum publik). Hampir sulit ditemukan kegiatan ekonomi sekarang ini yang terlepas dari aspek kepentingan publik (kepentingan masyarakat luas /umum), kepentingan nasional (negara), sehingga keterlibatan hukum positif dalam pengaturan kegiatan ekonomi selalu berupaya menyatukan aspek hukum perdata dan hukum publik dalam wujud keseimbangan
kepentingan privat dan kepentingan umum. Misalnya Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang Lingkungan Hidup, Undang-undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-undang Penanaman Modal, Undang-undang Pertambangan dan Batubara, Undang-undang Minyak dan Gas, Undang-undang Hak Kekayaan Intelektual, dan Undang-undang Perlindungan Konsumen.
kepentingan
antara
C. Pengertian Hukum Ekonomi Menurut Ahli
Kebanyakan ahli ekonomi dan ahli hukum dari USA dan Uni Eropa memaknai Hukum Ekonomi berangkat dari keinginan agar
Dasar-dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia
hukum mendukung efisiensi dalam kegiatan ekonomi. Hukum harus mampu
efisien, dan dalam memformalisasikan menjadi ketentuan pasal-pasal berpijak pada teori-teori ilmu ekonomi. Beberapa pengertian demikian terlihat dari pendapat sebagai berikut:
a. David Friedman: Mengartikan Law and Economics or Economic Analysis of
Law adalah: “The application of economic methods to analysis of law. Economic concepts are used to explain the effects of laws, to assess which legal rules are economically efficient, and to
predict which legal rules will be promulgated 8 ”.
b. Denis J. Brion: Mengatakan: “Proceeding from these definitions, law and
economics is the use of the analytical techniques and values of economic analysis either for explanation or for prescription. In the realm of explanation, it is the enterprise of developing models that, in economic terms, accounts for the phenomena of human activity - the ongoing decisions and actions of such legal institutions as legislative bodies and the judicial process, and such practices as the legally permissible interactions of individuals. In the realm of prescription, law and economics discourse advocates the application of economic principles in the decision making of legal institutions, both substantively and procedurally, and the use of economic principles in shaping the permissible scope of
interactions among legal persons 9 ”.
c. Charles K Rowley: Menyatakan bahwa, “ The law and Economics Discipline is the
application of economic theory and econometric methods to
David Friedman, Law and Economics, The New Palgrave: A Dictionary of Economics, http://en.wikipedia.org, diakses tanggal (24/03/2011). 9 Denis J. Brion, Norms and Values in Law and Economics, http://Encyclo. Findlaw.Com/0800book.Pdf , Hlm. 1042 , diakses tanggal (24/03/2012).
Bab I. Pengertian Hukum Ekonomi
examine the formation, structure, processes and impact of law and legal institutions 10 ”.
Hal demikian dapat dimaklumi karena pemikiran tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi kapitalis yang dianut di USA dan Uni Eropa, yang membatasi keterlibatan Negara turut campur dalam kegiatan ekonomi dan menyerahkan urusan ekonomi pada mekanisme pasar bebas (liberalisme).
Tentu saja pemikiran demikian perlu dicermati secara seksama dan dikritisi apabila ingin digunakan di Indonesia, karena belum tentu sesuai dengan sistem ekonomi Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945 dan kepentingan Indonesia.
Menurut C.F.G Sunaryati Hartono, istilah Hukum Ekonomi merupakan terjemahan dari Economisch Recht (Belanda) atau Economic Law (Amerika). Pengertian atau konotasi Economisch Recht di Belanda ternyata berbeda dengan arti Economic Law di Amerika Serikat. Pengertian Economisch Recht (Belanda) Droit E’conomique adalah kaidah-kaidah hukum Administrasi Negara (terutama yang berasal dari kekuasaan eksekutif) yang mulai sekitar tahun 1930-an diadakan untuk membatasi kebebasan pasar di Perancis, demi keadilan ekonomi bagi rakyat miskin, agar tidak hanya mereka yang berduit saja yang dapat memenuhi kebutuhan akan pangan, tetapi agar rakyat petani dan buruh tidak mati kelaparan. Krisis ekonomi dunia yang dikenal dengan nama malaise di tahun 1930-an itulah yang mengakibatkan adanya koreksi terhadap paham pasar bebas, karena
merasa wajib untuk mengeluarkan
ternyata pemerintah
Perancis
Administrasi Negara yang menentukan harga maksimum dan harga minimum bagi bahan-bahan pokok maupun menentukan izin-izin Pemerintah yang diperlukan untuk berbagai usaha di bidang ekonomi, seperti misalnya untuk
Charles K Rowley, dalam David Lindsay, The law and economics of copyright, contract and mass market licences, Research Paper prepared for the Centre for Copyright
http://www.copyright.com.au/assets/documents/ IssuesPaper_Lindsay.pdf, Hlm. 9.
Studies
Ltd,
Dasar-dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia
mendirikan perusahaan, untuk menentukan banyaknya penanaman modal, dan bidang usaha yang akan dimasuki, untuk menentukan kemana dan seberapa banyak mengimpor atau mengekspor barang, dan sebagainya. Peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara seperti itu dinamakan Droit E’conomique (Hukum Ekonomi dalam arti
sempit). 11 Sedangkan keseluruhan kebijaksanaan dan peraturan
hukum yang tidak hanya terbatas pada Hukum Administrasi Negara saja, tetapi juga mengatur hal-hal yang termasuk substansi Hukum Pidana,
Hukum Perdata Internasional, bahkan juga Hukum Acara Perdata dan Pidana, dicakup dengan nama Droit de l’Economique (Hukum Ekonomi dalam arti
Hukum Perdata,
Hukum
Dagang,
luas). 12 Hukum Ekonomi bertujuan pembangunan ekonomi nasional
memelihara keseimbangan yang adil antara berbagai pelaku ekonomi, mampu mengayomi seluruh masyarakat baik golongan masyarakat ekonomi
jangka panjang secara
kuat maupun rakyat jelata. 13
Jauh sebelum pendapat tersebut dikemukakan dalam seminar tersebut (2003), C.F.G Sunaryati Hartono (1982) berdasarkan hasil penelitiannya, telah membedakan Hukum Ekonomi Indonesia menjadi
dua, yaitu: 14
1. Hukum Ekonomi Pembangunan, yang menyangkut pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia (peningkatan produksi) secara nasional dan berencana.
2. Hukum Ekonomi Sosial, yang menyangkut pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil
C.F.G Sunaryati Hartono, Upaya Menyusun Hukum Ekonomi Indonesia Pasca Tahun 2003, Makalah Disampaikan Pada Seminar Pembangunan Nasional VIII, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Denpasar, 14 Juli 2003.
12 Ibid. 13 C.F.G Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, P.T. Alumni, Bandung, 1991, Hlm. 99. 14 C.F.G Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, Cetakan Ke-3, 1999, Hlm. 41.
Bab I. Pengertian Hukum Ekonomi
pembangunan ekonomi nasional itu secara adil dan merata, sesuai dengan martabat kemanusiaan (Hak Asasi Manusia) manusia Indonesia (distribusi yang adil dan merata).
Ismail Saleh (1990) tidak memberikan definisi Hukum Ekonomi, tetapi beliau lebih menyoroti betapa dekatnya hubungan antara Hukum dan Ekonomi. Hukum harus menjadi pigura ekonomi, sebaliknya ekonomi juga tidak boleh meninggalkan hukum. Hukum harus berfungsi sebagai pengaman kebijaksanaan ekonomi sekaligus
sebagai stabilisator ekonomi. 15 Ekonomi merupakan tulang punggung kesejahteraan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi adalah tiang-tiang penopang kemajuan suatu bangsa, namun tidak dapat disangkal bahwa hukum merupakan pranata yang pada akhirnya menentukan bagaimana kesejahteraan yang dicapai tersebut dapat dinikmati secara merata, bagaimana keadilan sosial dapat diwujudkan dan bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membawa
kebahagiaan bagi rakyat banyak. 16
D. Ruang Lingkup Hukum Ekonomi
Setelah menyimak berbagai pendapat yang sudah dipaparkan sebelumnya, penulis berpendapat bahwa Hukum Ekonomi adalah keseluruhan
peraturan perundang-undangan yang mengatur kebijakan ekonomi dan kegiatan ekonomi yang berdimensi Hukum Perdata dan Hukum Publik (Hukum Tata Negara/Administrasi Negara, Hukum Pidana, Hukum Internasional) agar terciptanya keteraturan dan keadilan dalam sistem perekonomian nasional. Secara visual terlihat dari bagan berikut:
Ismail Saleh, Serias: Apa yang Saya Alami: Hukum dan Ekonomi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1990, Hlm. xviii. 16 Ibid.
Dasar-dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia
Bagan 1: Dimensi Hukum Privat dan Hukum Publik dalam Hukum Ekonomi
HUK UM EKONOMI
Kepentingan Kepentingan Pr ivat (Hukum Pr ivat )
Publik (Hukum Publik )
KEADILAN
Artinya negara harus terlibat aktif dalam menata sistem perekonomian melalui berbagai instrumen hukum, mulai dari Undang- undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden,
Peraturan/Keputusan Menteri, Peraturan/Keputusan Gubernur/Bupati/ Walikota, agar tercapai tujuan nasional yang diamanatkan oleh UUD 1945. Negara memiliki dua pintu masuk untuk terlibat aktif dalam kegiatan perekonomian , yaitu:
Instruksi
Presiden,
1. Melalui perancangan dan pembentukan peraturan perundang- undangan (hukum positif) yang memihak pada keadilan sosial.
2. Keterlibatan aktif dalam kegiatan ekonomi melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada tingkat pusat atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pada tingkat daerah.
Negara tidak boleh berdiam diri , negara harus aktif dan bertanggung jawab untuk menciptakan kemajuan perekonomian dan memastikan secara faktual bahwa keadilan terwujudkan sistem
Bab I. Pengertian Hukum Ekonomi
perekonomian nasional. Negara tidak boleh menuntut warga negara untuk selalu berkontribusi dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, negaralah yang harus bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945 Alinea ke-empat dan UUD 1945, khususnya Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, Pasal 33 - 34.
BAB II DIALEKTIKA HUKUM DAN EKONOMI
A. Keterkaitan Antara Hukum dan Ekonomi dalam Perspektif Teori Hukum dan Ekonomi
Hukum tidak bisa dilepaskan dari aspek non hukum. Hukum lahir, berkembang dan hidup atau mati berada dalam kehidupan bermasyarakat. Pernyataan tidak ada hukum jikalau tidak ada masyarakat sungguh tepat.
Kehidupan bermasyarakat begitu luas dan kompleks. Berbagai aspek kehidupan berbaur saling pengaruh-mempengaruhi yang membentuk berbagai hubungan kemasyarakatan dan aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi anggota masyarakat bertingkah laku (kaidah, norma). Kaidah tersebut ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis (kebiasaan). Kaidah ada dalam hubungan ekonomi, hubungan sosial, hubungan budaya, hubungan politik dan aspek lainnya. Misalnya dalam bertransaksi dagang tidak boleh menipu pembeli, larangan menghalalkan segala cara untuk mencari keuntungan (kaidah ekonomi), berlakulah jujur dalam kehidupan masyarakat (kaidah sosial), keharusan melakukan ritual kebudayaan tertentu (kaidah budaya) dan saling menghormati lawan politik meskipun berbeda ideologi dan orientasi politik (kaidah politik). Jadi, dapat dikatakan mustahil jika ada keinginan memisahkan secara tegas antara hukum dengan aspek kehidupan kemasyarakatan. Diibaratkan seperti seekor ikan yang membutuhkan air dalam sebuah kolam sebagai habitatnya, jika kolamnya mengering maka ikan tersebut pasti akan mati. Hukum habitatnya adalah masyarakat, jika tidak ada masyarakat maka hukum juga akan mati. Hukum akan berubah sesuai dengan perubahan masyarakat, adakalanya hukum berada di depan, di belakang atau beriringan dengan perubahan masyarakat.
Bab II. Dialektika Hukum dan Ekonomi
Keterkaitan antara hukum dan ekonomi dapat dijelaskan melalui beberapa teori baik teori hukum maupun teori ekonomi.
1. Teori Keadilan
Definisi keadilan sangat beragam, dipengaruhi oleh masa dan sudut pandang para ahli. Teori-teori keadilan dapat diruntut dari zaman Yunani Kuno, zaman abad pertengahan dan teori-teori hukum modern. Aristoteles memaknai keadilan dalam pengertian persamaan di hadapan hukum. Berdasarkan hal itu Aristoteles membedakan dua jenis keadilan, yaitu keadilan distributif dan keadilan korektif. Keadilan distributif terfokus pada pendistribusian berbagai aset seperti kemartabatan, kekayaan dan jenis lainnya kepada masyarakat untuk mencapai kesejahteraan. Keadilan berpijak pada prinsip proporsional. Keadilan korektif terfokus pada aspek mengkoreksi berbagai keadaan atau tindakan yang salah. Hal ini merupakan tugas hakim untuk mengembalikan suatu keadaan dalam kondisi baik dan seimbang seperti semula melalui instrumen ganti kerugian, rehabilitasi dan pemberian sanksi kepada pihak yang bersalah. Terlihat bahwa keadilan distributif berada di wilayah perumusan dan pengesahan hukum (legislatif) dan implementasi hukum yang sudah disahkan (pemerintah). Sedangkan keadilan korektif dilaksanakan oleh lembaga peradilan
(hakim) 1 . Menurut Plato, keadilan (justice) adalah tindakan yang benar, tidak dapat diidentifikasikan dengan hanya kepatuhan pada aturan hukum. Keadilan adalah suatu ciri sifat manusia yang mengkoordinasi dan membatasi pelbagai elemen dari psikis manusia pada lingkungannya yang tepat (proper spheres) agar
Banyak penulis mengemukakan keadilan menurut Aristoteles terbagi dua, yaitu keadilan distributif dan komutatif. Penelusuran penulis pada beberapa literatur menunjukkan bahwa keadilan menurut Aristoteles memang ada dua, yaitu keadilan distributif dan korektif atau remedial, lihat Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum dari Metologi Sampai Teofilosofi, Pustaka Setia, Bandung, 2008, Hlm-235, Herman Bakir, Filsafat Hukum, Desain dan Arsitektur Kesejarahan, Refika Aditama, Bandung, 2007, Hlm-182, Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor Selatan, Edisi Kedua, 2008, Hlm-198.
Dasar-dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia
memungkinkan manusia dalam keutuhannya berfungsi dengan baik. 2
Menurut Satjipto Rahardjo, apabila membicarakan hukum maka membicarakan hubungan antar manusia. Membicarakan hubungan antar manusia adalah membicarakan keadilan. Dengan demikian setiap pembicaraan mengenai hukum, jelas atau samar- samar senantiasa merupakan pembicaraan mengenai keadilan pula. Tidak dapat membicarakan hukum hanya sampai pada wujudnya sebagai suatu bangunan formal. Penting melihatnya sebagai
keadilan masyarakat. 3 Sesungguhnya keadilan adalah suatu kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau
orang. 4 Selanjutnya John Rawls menyatakan bahwa keadilan adalah
kebajikan utama dalam institusi sosial. Suatu teori, betapapun elegan dan ekonomisnya harus ditolak atau direvisi jika tidak benar
termasuk juga hukum dan institusi, apabila tidak adil. 5 Berangkat dari teori kontrak sosial yang dikemukakan Locke, Rousseau dan Kant, Rawls sampai pada kesimpulan bahwa keadilan itu adalah fairness. Prinsip utamanya terdiri dari (1) adanya keterlibatan institusi sosial bekerja sama dalam posisi yang bebas dan setara dalam penerapan hak dan kewajiban dasar dan (2) ketimpangan sosial dan ekonomi harus dieliminasi dengan sebaik-baiknya, khususnya bagi kalangan anggota masyarakat yang kurang beruntung. Tidak adil jika sebagian orang harus kekurangan agar
orang lain bisa menikmati kemakmuran. 6
Lili Rasjidi dan Ira Thania, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2007, hlm. 18 3 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1996, hlm. 159.
4 http://id.wikipedia.org/wiki/Keadilan, Diakses pada tanggal 21 Januari 2009. 5 John Rawls,
A Theory of Justice (Teori Keadilan) diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, hlm. 3
6 Ibid, hlm. 16.
Bab II. Dialektika Hukum dan Ekonomi
Menurut ajaran Islam, keadilan (secara salaf) dapat disinonimkan dengan kata al- mi’za’n (keseimbangan/moderasi) seperti terdapat pada Al Qur’an (QS). Al-Syura Ayat 17 dan Al- Hadid Ayat 25. Pada ayat lain perintah agar manusia berbuat adil juga terdapat pada QS. Al-Maidah Ayat 8, QS. Al-An ’am Ayat 152, QS. An-Nisa Ayat 128, QS. Al-Hujrat Ayat 9, dan QS. Al- An
’am Ayat 52. 7 Menurut Alie Yafie, dan kawan-kawan, arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah tidak mengakui
hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi ada batasan-batasan tertentu. Hanya keadilanlah yang melindungi keseimbangan antara batasan-batasan yang ditetapkan dalam sistem Islam untuk kepemilikan individu dan kepentingan umum. Terkait dengan kegiatan ekonomi Islam mewajibkan pemilik harta agar menginvestasikan hartanya pada jalan yang sah, tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Apabila pemilik harta tidak menjalankan tugasnya sebagai khalifah atas kemauan sendiri, maka Islam memberikan hak kepada pemerintah untuk mengambil langkah-langkah dan tindakan yang sesuai. Selanjutnya penyelesaian problem sosial dalam Islam diarahkan melawan kezaliman dan membatasi tindakan individu, demi terwujudnya
keadilan dan keseimbangan”. 8 Keadilan selayaknya selalu diperjuangkan melalui koreksi dan
perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang terjadi dengan melakukan perbaikan institusi sosial, institusi ekonomi, politik dan institusi lainnya melalui revisi peraturan atau kesepakatan yang dijadikan dasar hukum untuk diarahkan kepada keadilan bagi
semua pihak yang berkepentingan. 9 Kegiatan ekonomi yang selalu berorientasi pada keuntungan cenderung menghalalkan segala cara untuk memaksimalisasi keuntungan materi, misalnya eksploitasi sumber daya berlebihan, menjual produk-produk yang
Hukum Islam, dalam Http://www.badilag.Net, Diakses Tanggal (19/06/2012). 8 Alie Yafie, dkk, Fiqih Perdagangan Bebas, Teraju, Jakarta, 2003, hlm. 45.
n Nurul Hakim, Prinsip-prinsip
dan
Asas-asas
9 Ahmad Zaenal Fanani, Teori Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum dan Islam, dalam http://www.badilag.net, Diakses tanggal (21/01/2009).
Dasar-dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia
merugikan kesehatan konsumen, persaingan usaha yang tidak sehat, membayar upah tenaga kerja murah dan tidak peduli terhadap lingkungan sosial dan lingkungan hidup. Hal tersebut jika tidak dicegah pasti akan menimbulkan kerugian pada masyarakat luas. Hukumlah yang dijadikan instrumen untuk membatasi kegiatan ekonomi agar tidak merugikan kepentingan masyarakat. Hukum pula yang memberikan kriteria-kriteria keadilan ekonomi secara normatif baik yang terdapat pada hukum positif maupun yang dipraktikkan oleh anggota masyarakat karena dianggap merupakan kebiasaan yang dianggap suatu kepatutan (living law).
2. Teori Negara Kesejahteraan
Perkembangan kenegaraan dan pemerintahan serta teori negara hukum yang dianut oleh negara-negara di dunia pasca perang dunia kedua adalah negara kesejahteraan (welfare state). Konsep ini muncul sebagai reaksi atas kegagalan konsepsi negara hukum klasik, negara penjaga malam (nachtwakerstaat, nacht- wachtersstaat). Negara dan pemerintah dibatasi perannya dalam bidang politik, bertumpu pada dalil “the least government is the best government” dan berlaku prinsip “laissez faire, laissez aller”
dalam bidang ekonomi yang melarang negara dan pemerintah mencampuri bidang perekonomian. Hal ini menyebabkan peran pemerintah menjadi pasif, dan berdampak munculnya praktik- praktik kegiatan ekonomi yang merugikan rakyat, seperti monopoli, penguasaan lini produksi dari hulu sampai ke hilir, permainan harga yang tidak wajar dan menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat. Ciri utama dari negara kesejahteraan adalah adanya kewajiban pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warga negaranya, misalnya melalui pengaturan terhadap kegiatan ekonomi dan sosial, terlibat langsung dalam
ekonomi, sekaligus melakukan pengawasan dan pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan yang ditetapkan. 10 Indonesia dapat
kegiatan
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 14 – 15.
Bab II. Dialektika Hukum dan Ekonomi
digolongkan sebagai penganut negara kesejahteraan, misalnya dilihat dari tujuan Negara Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan keadilan sosial dan adanya keterlibatan negara dan pemerintah dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya warga negaranya. Secara jelas hal tersebut diatur dalam UUD 1945, antara lain pada Pasal 27, Pasal 28, Pasal 28A – 28J, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33 dan Pasal 34.
3. Teori Utilitarianisme
Jeremy Bentham mengatakan bahwa tujuan negara dan tujuan hukum adalah mewujudkan kebahagiaan bagi komunitas terbesar dari masyarakat. Inti pemikiran Bentham bersandar pada
prinsip utilitas (kemanfaatan hukum). 11 Maka para pembuat Undang-undang wajib menjadikan kebahagiaan publik sebagai tujuan
pembentukan Undang-undang. Prinsip utilitas sesungguhnya merupakan istilah yang abstrak, diartikan sebagai upaya atau kecenderungan untuk mencegah terjadinya kejahatan dan untuk menciptakan kebaikan, sebab kejahatan adalah penderitaan atau penyebab penderitaan dan kebaikan adalah kebahagiaan atau penyebab bahagia. Manfaat yang ingin dicapai adalah memperbanyak kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya
individu dalam masyarakat. 12 Maka dari itu tujuan peraturan perundang-undangan haruslah berusaha mencapai empat tujuan, yaitu: to provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup), to provide abundance (untuk memberikan makanan berlimpah), to provide security (untuk memberikan perlindungan) dan to attain
equality (untuk mencapai persamaan). 13
Jeremy Bentham, Teori Perundang-undangan Prinsip Legislasi Hukum Perdata dan Hukum Pidana (terjemahan Indonesia oleh Nurhadi), Nusamedia dan Nuansa, Bandung, 2006, Hlm. 25.
12 Ibid, Hlm. 26. 13 Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008, Hlm. 204.
Dasar-dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia
Kegiatan ekonomi yang cenderung individualis dan eksploitatif tentu saja tidak sesuai dengan teori utilitas, sebab dapat menimbulkan penderitaan bagi banyak orang dan hanya menguntungkan seseorang atau sekelompok orang saja. Hukum harus hadir membalikkan keadaan tersebut agar terjadi keseimbangan (keadilan) antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat dalam kegiatan ekonomi.
4. Teori Sociological Jurisprudence Teori ini berkembang di Amerika Serikat, diusung oleh Roscoe
Pound, Eugen Erlich, Benyamin Cardozo dan lain-lain. Menurut teori ini, hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Hukum merupakan cerminan dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (the living
law). Hukum dan masyarakat memiliki hubungan timbal balik, 14 saling pengaruh dan mempengaruhi. Setiap aspek kehidupan masyarakat (ekonomi, sosial, budaya, agama dan lain-lain) memberikan pengaruh kepada hukum yang menentukan jenis hukum yang dibangun, sehingga muncul istilah pembagian hukum perdata, hukum pidana, hukum tata negara, hukum ekonomi, cyberlaw dan sebagainya. Demikan pula dengan hukum yang dapat mengarahkan perilaku masyarakat melalui norma-norma (patokan dalam bertingkah laku) yang ada di dalam peraturan perundang-undangan. Misalnya larangan mencuri dan korupsi, kewajiban membayar pajak, kepedulian sosial perusahaan (CSR), keharusan memiliki izin pada usaha-usaha tertentu, yang bilamana tidak ditaati akan mendapatkan sanksi dari negara.
5. Mazhab Sejarah
Friedrich Von Savigny mengatakan: Das Recht wird nicht gemacht, est ist und wird mit dem volke (Hukum itu tidak dibuat,
Lili Rasjidi dan Ira Thania, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bhakti, Bandung, Cetakan Ke-X, 2007, Hlm. 66-67.
Bab II. Dialektika Hukum dan Ekonomi
tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat). 15 Setiap bangsa memiliki jiwa rakyat (volkgeist) , yang berbeda-beda sesuai dengan waktu dan tempatnya, yang tercermin pada aneka ragam kebudayaan dari bangsa-bangsa di dunia. Hal tersebut juga terlihat pada hukum yang berlaku di berbagai bangsa, maka Savigny menolak adanya hukum yang berlaku universal dan pada semua waktu. Pemikiran demikian muncul karena adanya keinginan agar hukum rakyat Jerman asli diberlakukan menjadi
hukum nasional bukan kodifikasi Perancis. 16
Spirit yang tertangkap dari Savigny adalah nasionalisme dalam pembangunan hukum. Bunyi Pasal 33 UUD 1945 yang merupakan dasar konstitusional pembangunan hukum ekonomi Indonesia dirumuskan berdasarkan sejarah bangsa Indonesia yang dijajah tiga setengah abad lebih. Penjajahan menyadarkan bangsa Indonesia bahwa kekayaan nasional harus dikelola oleh bangsa Indonesia dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia bukan untuk kepentingan pihak asing.
6. Teori Hukum Progresif
Teori ini diusung oleh Pak Tjip (Satjipto Rahardjo), berawal dari keprihatinan beliau terhadap carut-marutnya penegakan hukum di Indonesia. Kekhawatiran dan kegusaran beliau terhadap penggunaan positivisme hukum oleh para penegak hukum secara berlebihan sehingga formalitas hukum mengalahkan keadilan substantif yang mengakibatkan keadilan menjadi samar dan sulit ditegakkan. Inti teori ini adalah: Pertama, hukum adalah perilaku manusia, hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Apabila manusia untuk hukum maka manusia itu akan selalu diusahakan, mungkin juga dipaksakan untuk bisa masuk ke dalam skema-skema yang telah dibuat oleh hukum. Kedua, menolak mempertahankan keadaan status quo dalam berhukum (menolak cara berhukum positivistik, normatif dan legalistik), sebab hukum
Ibid, Hlm. 65. 16 Ibid, Hlm. 66.
Dasar-dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia
itu cacat sejak diundangkan atau dilahirkan, terutama terkait dengan proses perumusannya menjadi Undang-undang eksekutif dan legislatif. Undang-undang sangat terkait dengan permainan bahasa (language game), oleh sebab itu teks tertulis Undang- undang membutuhkan penafsiran, jadi keliru jika mengatakan Undang-undang atau hukum itu sudah jelas. Misalnya ketika jaksa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan hakim menerimanya padahal jelas Undang-undang mengatakan PK adalah hak terdakwa atau ahli warisnya (diatur limitatif). Ketiga, tidak sepenuhnya setuju pada cara berhukum dengan menyerah secara bulat-bulat pada teks Undang-undang semata. Cara berhukum yang lebih baik dan sehat adalah memberikan lorong-lorong untuk melakukan pembebasan dari hukum formal. Keempat, memberikan perhatian besar terhadap peranan perilaku manusia dalam
hukum. 17 Artinya tegaknya hukum bukan karena bagusnya teks Undang-undang semata, tetapi justru lebih ditentukan oleh perilaku manusianya, baik penegak hukum maupun masyarakat. Perilaku tersebut tidak bersifat normatif melainkan empiris (hidup dan berkembang dalam hubungan kemasyarakatan) yang bersentuhan dengan berbagai aspek, salah satunya ekonomi.
Menggunakan teori sibernetika Parson dan pemikiran Marx Weber dan Emile Durkheim. Pak Tjip menjelaskan hubungan hukum dan ekonomi terlihat dari keberlakuan hukum secara empirik, di mana peri kelakuan manusia didasari oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi. Ketaatan seseorang pada hukum belum tentu karena dilandasi oleh adanya kesadaran hukum, tetapi mungkin saja karena motif ekonomi yang diinginkannya sesuai dengan prosedur hukum. Selain itu, sistem pembagian kerja (sesuai fungsi dan profesi) yang terdapat pada ekonomi mempengaruhi solidaritas masyarakat dan corak hukum
yang dominan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. 18
Dirangkum dari Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir Cacatan Kritis Tentang Pergulatan Manusia dan Hukum, Kompas, Jakarta, 2007, Hlm. 139- 144. 18 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial Suatu Tinjauan Teoritis Serta Pengalaman-pengalaman di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, Hlm. 29- 30.
Bab II. Dialektika Hukum dan Ekonomi
7. Teori Hukum Pembangunan
Pengembang teori ini di Indonesia adalah Mochtar Kusumaatmadja yang terinspirasi dari Roscoe Pound. Teori ini muncul setelah melihat penggunaan hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat di Amerika Serikat. Fungsi konservatif hukum harus dilengkapi dengan fungsi sebagai sarana pembaruan masyarakat apabila hukum ingin berperan dalam pembangunan di Indonesia. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan:
“Hukum merupakan sarana pembaruan masyarakat didasarkan atas anggapan bahwa adanya keteraturan dan ketertiban dalam
usaha pembangunan atau pembaruan merupakan sesuatu yang diinginkan atau bahkan dipandang (mutlak) perlu. Anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi hukum sebagai sarana pembangunan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan atau
pembaruan”. 19 Aspek perekonomian menjadi urat nadi dari pembangunan.
Jika perekonomian dibiarkan tanpa pengaturan niscaya akan terjadi kekacauan dan ketidakadilan, sebab tujuan utama dari kegiatan ekonomi adalah keuntungan, sehingga secara naluriah pelaku
segala cara agar mendapatkan untung sebesar-besarnya. Hukum harus mencegah hal demikian melalui penciptaan aturan-aturan tertentu. Hukum harus pula mampu mengarahkan pelaku-pelaku ekonomi agar berusaha secara jujur, beretika, efisien dalam pemanfaatan sumber daya yang tersedia, tidak curang, bersaing secara sehat, tidak merusak lingkungan dan berkeadilan.
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan (Kumpulan Karya Tulis), Pusat Studi Wawasan Nusantara, Hukum dan Pembangunan dan PT. Alumni, Bandung, 2006, Hlm. 88.
Dasar-dasar Pemikiran Hukum Ekonomi Indonesia
8. Teori atau Aliran Ekonomi Kelembagaan
Keberadaan aliran Ekonomi Kelembagaan ( Institutional Economics ) merupakan reaksi dari ketidakpuasan terhadap aliran
Neoklasik, yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari aliran ekonomi Klasik. Inti pokok aliran ekonomi Kelembagaan adalah melihat ilmu ekonomi dengan satu kesatuan ilmu sosial, seperti psikologi, sosiologi, politik, antropologi, sejarah dan hukum. Pada garis besarnya aliran ini menentang pasar bebas atau persaingan
bebas dengan semboyan laissez-faire dan motif laba maksimal. 20 Saat ini terjadi perkembangan terhadap pemikiran ekonomi kelembagaan yang sekarang populer dengan istilah New Institutional Economics (NIE) yang mencoba menjelaskan pentingnya kelembagaan ( emergency of institutions ), seperti perusahaan atau negara, sebagai model referensi terhadap perilaku individu yang rasional untuk mencegah kemungkinan yang
tidak diinginkan dalam interaksi manusia. 21
Akibat dari adanya perbedaan kepentingan ekonomi dan kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing pelaku ekonomi, sering terjadi ketidakadilan dalam kegiatan ekonomi. Pihak yang kuat cenderung mendominasi dan berpotensi melakukan eksploitasi untuk maksimalisasi penguasaan sumber daya ekonomi untuk mencapai keuntungan besar. Potensi konflik atau kekacauan cukup terbuka, dan pihak yang lemah berpeluang dirugikan, yang selanjutnya mengakibatkan ketimpangan ekonomi dan sosial. Teori ekonomi kelembagaan memberikan konsep mengatasi hal demikian secara
dan terarah yang menempatkan lembaga sosial non ekonomi (seperti lembaga hukum, lembaga sosial) sebagai elemen penting yang dapat mengatasi konflik kepentingan ekonomi. Berbeda dengan teori ekonomi liberal kapitalistik, teori ini lebih mengandalkan upaya
Purbayu Budi Santosa, Kegagalan Aliran Ekonomi Neoklasik dan Relevansi Aliran Ekonomi Kelembagaan dalam Ranah Kajian Ilmu Ekonomi, Pidato Pengukuhan Disampaikan Pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, 11 Maret 2010, Hlm. 18-19.
21 Ibid, Hlm. 27.
Bab II. Dialektika Hukum dan Ekonomi