Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Ekonomi

5.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Struktur Ekonomi

5.3.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan Tahun 2000, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dan perbandingannya dengan propinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut

Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dan Propinsi Jawa Barat Tahun 2001-2005 (%)

Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi Elastisitas pertumbuan Kabupaten

ekonomi Kab. Tasikmalaya

Propinsi Jawa

Barat

Tasikmalaya-Jawa Barat

0,77 Rata-rata elastisitas

0,70 Sumber : BPS Kab. Tasikmalaya

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, yaitu dari 2,95 persen pada tahun 2001 menjadi 3,44 persen pada tahun 2004. Tingkat elastisitas terhadap pertumbuhan propinsi rata-rata 0,70 persen, berarti untuk setiap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat 1 persen mengangkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya 0,70 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya masih dibawah pertumbuhan Jawa Barat dan belum berperanan penting dalam pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Kenaikan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya terutama disebabkan oleh naiknya produksi yang menyumbang cukup besar yaitu sektor pertanian terutama sub sektor Tanaman Bahan Makanan. Gambaran selengkapnya mengenai pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tasikmalaya per sektor dapat dilihat pada Tabel berikut ini

Atas Dasar Harga

Atas Dasar

Harga Berlaku No. Sektor

Konstan Tahun

1. Pertanian, Peternakan, Perkebunan, 2,97 4,01 7,54 20,83 Kehutanan, Perikanan

2. Pertambangan dam penggalian

3. Industri Pengolahan 4,17 4,00 11,35 26,82

4. Listrik, Gas dan Air Minum 5,18 6,90 12,63 29,61

5. Bangunan 4,18 3,74 12,43 69,35

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

7. Pengangkutan dan Komunikasi

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa

Pertumbuhan PDRB 3,44 3,83 9,29 26,25

Sumber : BPS Kab. Tasikmalaya

Pertumbuhan sektoral di Kabupaten Tasikmalaya terutama pada sektor pertanian mengalami peningkatan cukup tajam terutama pada harga berlaku (hingga lebih dari 200 persen) walaupun pada pertumbuhan menurut harga konstan, yang menunjukkan peningkatan produksi peningkatannya lebih kecil. Hal ini menunjukkan peningkatan harga yang tajam dari komoditi pertanian melebihi peningatan produksi pertanian itu sendiri. Hanya masih harus diteliti kembali apakah peningkatan harga tersebut sampai pada tingkat petani, atau pada tingkat tengkulak yang tidak berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani. Secara umum masing-masing sektor usaha mengalami peningkatan harga cukup besar pada tahun 2005, hal ini dimungkinkan karena kenaikkan harga BBM yang mengakibatkan kenaikan harga pada hampir seluruh komoditi.

5.3.2. Struktur Ekonomi

Struktur ekonomi secara kuantitatif digambarkan dengan menghitung besarnya persentase peranan nilai tambah bruto dari masing-masing sektor terhadap nilai total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan membandingkan struktur ekonomi

(Location Quetient) yang menggambarkan kemampuan daerah dalam memberikan kontribusi perekonomian terhadap propinsi Jawa Barat. Jika suatu sektor memiliki LQ >

1 menunjukkan bahwa sektor daerah tersebut mampu menopang perekonomian propinsi, dan jika suatu sektor memiliki LQ < 1 menunjukkan bahwa sektor tersebut belum mampu menopang perekonomian propinsi

Struktur ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dan perbandingannya dengan Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 8:

Tabel 8 . Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan Propinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005 (%) Distribusi Persentase

Location

No. Sektor Quetient

Kab.

Jawa (LQ)

Tasikmalaya Barat

1. Pertanian, Peternakan, Perkebunan, 34,91 14,29 >1 Kehutanan, Perikanan

2. Pertambangan dam penggalian

3. Industri Pengolahan

4. Listrik, Gas dan Air Minum

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

7. Pengangkutan dan Komunikasi

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa

13,04 >1 Sumber : BPS Kab. Tasikmalaya

9. Jasa-jasa

Struktur ekonomi Kabupaten Tasikmalaya masih didominasi sektor pertanian sebesar 34,91 persen, sektor perdagangan hotel dan restoran sebesar 24,87 persen, dan sektor jasa sebesar 15,90 persen, dan bangunan sebesar 8,18 persen. Keempat sektor tersebut memiliki nilai LQ > 1, hal ini menunjukkan bahwa struktur ekonomi Kabupaten Struktur ekonomi Kabupaten Tasikmalaya masih didominasi sektor pertanian sebesar 34,91 persen, sektor perdagangan hotel dan restoran sebesar 24,87 persen, dan sektor jasa sebesar 15,90 persen, dan bangunan sebesar 8,18 persen. Keempat sektor tersebut memiliki nilai LQ > 1, hal ini menunjukkan bahwa struktur ekonomi Kabupaten

5.4. Kependudukan

Jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk, distribusi penduduk menurut umur dan jenis kelamin serta pengelompokan umur berdasarkan usia sekolah merupakan beberapa statistik penting yang diperlukan dalam perencanaan pembangunan. Secara umum hal ini berkaitan dengan kepentingan penyusunan perencanaan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat serta rencana intervensi program dalam berbagai sektor seperti perencanaan tingkat kebutuhan pangan, kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur wilayah.

Penduduk Kabupaten Tasikmalaya rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,01 persen dari 1.567.059 jiwa pada tahun 2001 menjadi 1.616.102 jiwa pada tahun 2004. Pertumbuhan penduduk sebesar 1,01 persen tersebut masih lebih kecil dari rata-rata pertumbuhan penduduk Propinsi Jawa Barat. Sejalan dengan percepatan pembangunan ibukota diperkirakan pertumbuhan penduduk Kabupaten Tasikmalaya akan lebih meningkat, sehubungan dengan pertumbuhan kawasan perkotaan yang menjadi daya tarik terjadinya urbanisasi. Selengkapnya jumlah penduduk Kabupaten Tasikmalaya menurut

Tabel 9. Penduduk Kabupaten Tasikmalaya Menurut Jenis Kelamin Tahun 2001- 2005

Jumlah Penduduk

Tahun

LPP Laki-laki Perempuan

Total

Sex Ratio

Sumber : BPS Kab. Tasikmalaya

Rata-rata lama sekolah merupakan salah satu komponen utama yang mempengaruhi indeks pendidikan suatu daerah yang besarannya tergantung pada tingkat partisipasi penduduk usia sekolah pada setiap jenjang baik partisipasi kasar maupun partisipasi murni menurut jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Dalam menyusun program dan tolok ukur kinerja sektor pendidikan memerlukan basis data penduduk menurut kelompok umur usia 0-24 tahun menurut jenis kelamin serta penduduk usia 7-24 tahun yang masih sekolah menurut jenis kelamin. Penduduk Kabupaten Tasikmalaya menurut kelompok umur, proporsi terbesar berada pada kelompok umur 7-12 tahun yaitu sebesar 213.848 orang, yang terdiri dari 104.130 laki-laki dan 109.718 perempuan. Kemudian kelompok umur 19-24 tahun sebesar 213.848 orang, yang terdiri dari 79.791 laki-laki dan 78.644 perempuan.

Kondisi Umum Desa Cibongas

Desa Cibongas terletak di wilayah Pembangunan Tasik Selatan dan merupakan salah satu desa di Kecamatan Cikatomas. Luas wilayah desa ini sekitar 1.215,4 ha yang

digunakan untuk lahan sawah seluas 169 ha, sawah tadah hujan seluas 108 ha, pemukiman seluas 145 ha, perkebunan rakyat seluas 402 ha, dan hutan rakyat seluas 70

ha. Jumlah penduduk pada tahun 2006 adalah 4.013 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki

2.164 jiwa dan penduduk perempuan 1.939 jiwa dan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.039 orang.

Karakteristik Responden di Desa Cibongas

Karakteristik petani padi maupun vanili di Desa Cibongas, Kabupaten Tasikmalaya dapat diungkapkan bahwa para kepala keluarga petani responden masih dapat digolongkan usia kerja (berusia antara 27 –53 tahun), dengan rata-rata memiliki anak 4 orang, sementara itu tingkat pendidikan yang dimiliki masih relatif rendah. Rata- rata setara sekolah menengah pertama (SMP) walau terdapat juga petani yang berpendidikan perguruan tinggi, dengan pengalaman bertani yang relatip cukup lama yaitu antara 4 – 15 tahun. Berikut adalah tabel karakteristik penduduk Desa Cibongas

Tabel 10. Karakteristik Responden Petani Padi dan Petani Vanili di Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya

Jumlah

Persentase Kriteria Karakteristik Padi)

(Petani Vanili)

Laki-laki 18 90 17 85 Jenis Kelamin

Perempuan 2 10 3 15 <30 tahun

1 5 30-40 tahun

12 60 9 45 41-50 tahun

6 30 7 35 Usia

> 50 tahun 2 10 3 15 SD 11 55 6 30 SMP 7 35 6 30

Pendidikan SMU 2 10 6 30 Terakhir

Perguruan Tinggi 2 10 PNS 5 25 4 20

Pekerjaan Wiraswasta 3 15 7 35 diluar

Buruh 3 15 3 15 Usahatani

Hanya bertani 9 45 6 30 <Rp 600.000

7 35 2 10 Rp 600.000-Rp 800.000 4 20 3 15 Rp 800.000-Rp 1000.000 3 15 10 50 Rp 1000.000-Rp Tingkat

Tanggungan 5-6 Orang 3 15 8 40 7-8 Orang

7 35 4 20 > 8 Orang

Sumber : Data Primer (diolah) Kepemilikan lahan berkisar antara 0,02 – 0,41 ha yang terdiri atas sawah, tegal, kebun dan kolam. Sedangkan luas lahan yang digunakan untuk usahatani vanili yaitu berkisar antara 0,02 – 0,5 ha dan untuk usahatani padi antara 0,02-0,4 ha. Pendapatan para responden terutama diperoleh dari bertani, disamping itu juga banyak yang bekerja sebagai pegawai dan melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan lainnya seperti kelapa dan kakao. Umumnya dari keadaan yang ditemui di daerah penelitian bahwa tenaga kerja yang dipergunakan untuk mengusahakan padi maupun vanili tersebut merupakan tenaga kerja dalam keluarga. Adapun tujuan penggunaan tenaga kerja oleh para petani padi maupun vanili adalah sebagai upaya agar dapat menekan biaya usahataninya.

Tingkat pendapatan para petani responden berkisar antara Rp 500.000 sampai Rp 2.500.000 serta pekerjaan yang dilakukan diluar usahatani terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), wiraswasta, dan buruh. Sementara itu terdapat juga responden yang tidak melakukan kegiatan diluar usahatani dan hanya bertani saja.

Permodalan biasanya merupakan modal sendiri ataupun sedikit meminjam dari keluarga. Hal ini adalah disebabkan karena tidak terbiasanya atau kekurang pahaman mereka tentang arti dan peran usaha perbankan, juga karena adanya kekhawatiran mereka bahwa nantinya akan mendapat hukuman bila tidak mampu mengembalikan pinjaman tersebut sesuai perjanjian.

Pada proses pemasaran produksi tanaman vanili maupun padi terlihat adanya Pada proses pemasaran produksi tanaman vanili maupun padi terlihat adanya

Penentuan harga biasanya dilakukan oleh para pedagang dan para petani dengan cara tawar menawar, namun biasanya lebih mendekati ke harga yang ditawarkan oleh pedagang. Hal ini menggambarkan bahwa masih banyak petani menerima harga yang seadanya, tanpa memiliki kemampuan untuk sekedar tawar menawar agar memperoleh tingkat harga yang sedikit lebih baik dari harga seadanya tersebut.

Keadaan ini mengindikasikan bahwa betapa sangat pentingnya para petani membentuk seperti kelompok pemasaran sehingga kedudukan mereka dalam bargainning position bisa semakin kuat. Dalam hal ini peran pemerintah bisa saja membantu memfasilitasi permodalan seperti jasa kredit yang lebih transparan, mudah dimengerti oleh petani mengenai proses dan manfaatnya bagi para petani yang membutuhkannya.

Sebagian besar petani responden vanili menyatakan bahwa mereka tetap memiliki rasa optimisme yang besar dimana vanili akan tetap mempunyai pangsa pasar internasional (dunia) dan peluang ekspor yang meningkat berdasarkan informasi dari media massa yang bisa mereka ketahui setiap hari. Hal ini dilatar belakangi kepercayaan mereka bahwa vanili akan tetap dibutuhkan bahkan akan lebih diminati seiring dengan perkembangan maupun makin beragamnya produk-produk olahan yang mempergunakan vanili sebagai bahan bakunya. Namun peluang ini lebih sering tidak didukung dengan Sebagian besar petani responden vanili menyatakan bahwa mereka tetap memiliki rasa optimisme yang besar dimana vanili akan tetap mempunyai pangsa pasar internasional (dunia) dan peluang ekspor yang meningkat berdasarkan informasi dari media massa yang bisa mereka ketahui setiap hari. Hal ini dilatar belakangi kepercayaan mereka bahwa vanili akan tetap dibutuhkan bahkan akan lebih diminati seiring dengan perkembangan maupun makin beragamnya produk-produk olahan yang mempergunakan vanili sebagai bahan bakunya. Namun peluang ini lebih sering tidak didukung dengan

BAB VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI DAN KELAYAKAN USAHATANI VANILI

6.1. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah per Hektar di Desa Cibongas

Pendapatan merupakan balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Secara harfiah pendapatan dapat didefinisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Untuk mengukur keberhasilan usahatani dapat dilakukan dengan melakukan analisis pendapatan usahatani, dengan melakukan analisis ini dapat diketahui gambaran usahatani saat ini sehingga dapat melakukan evaluasi untuk perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang.

Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan usahatani merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total padi sawah dengan harga jual dari hasil produksi tersebut. Biaya atau pengeluaran usahatani adalah nilai penggunaan faktor-faktor produksi dalam melakukan produksi usahatani. Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani merupakan pengeluaran tunai yang dikeluarkan oleh petani untuk pembelian barang dan jasa bagi usahataninya. Untuk biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan oleh petani.

Komponen penerimaan terdiri atas nilai produk yang dijual atau penerimaan yang diterima secara tunai oleh petani serta produk yang dikonsumsi atau penerimaan yang sebenarnya tidak diterima tunai oleh petani, sedangkan yang tergolong biaya tunai Komponen penerimaan terdiri atas nilai produk yang dijual atau penerimaan yang diterima secara tunai oleh petani serta produk yang dikonsumsi atau penerimaan yang sebenarnya tidak diterima tunai oleh petani, sedangkan yang tergolong biaya tunai

Pendapatan atas biaya tunai adalah jumlah pendapatan apabila menggunakan nilai tunai baik itu biaya maupun manfaatnya diperoleh dengan cara pengurangan penerimaan tunai oleh biaya tunai. Begitu pula dengan biaya total yaitu jumlah pendapatan yang diterima apabila menggunakan nilai yang diperhitungkan, diperoleh dengan cara mengurangi penerimaan yang diperhitungkan dengan biaya yang diperhitungkan, sedangkan penerimaan total adalah pendapatan yang diperoleh setelah memperhitungkan biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan, nilainya diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan total dengan biaya total.

6.1.1. Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani padi dihitung dari jumlah output yang dihasilkan dari budidaya padi tersebut. Untuk penghitungan penerimaan usahatani padi, komponen yang dihitung adalah penjualan padi selama satu musim tanam. Jumlah produksi yang dihasilkan dari usahatani padi, mencapai 4.798,35 kg dalam bentuk gabah kering panen (GKP) dengan harga jual rata-rata Rp 2.500 perkilogram, penerimaan tunai yang diperoleh petani dari produksi padi adalah Rp 6.888.900 atau 57,43 persen dari total penerimaan usahatani diperoleh dari hasil perkalian antara produksi padi sawah perhektar yang dijual yaitu 2.755,56 Kg dengan harga jual yang sama yaitu Rp 2.500 per kg. Penerimaan diperhitungkan diperoleh dari hasil kali antara produksi padi sawah perhektar yang tidak dijual oleh keluarga petani sebesar 2.042,79 Kg dengan harga jual Penerimaan usahatani padi dihitung dari jumlah output yang dihasilkan dari budidaya padi tersebut. Untuk penghitungan penerimaan usahatani padi, komponen yang dihitung adalah penjualan padi selama satu musim tanam. Jumlah produksi yang dihasilkan dari usahatani padi, mencapai 4.798,35 kg dalam bentuk gabah kering panen (GKP) dengan harga jual rata-rata Rp 2.500 perkilogram, penerimaan tunai yang diperoleh petani dari produksi padi adalah Rp 6.888.900 atau 57,43 persen dari total penerimaan usahatani diperoleh dari hasil perkalian antara produksi padi sawah perhektar yang dijual yaitu 2.755,56 Kg dengan harga jual yang sama yaitu Rp 2.500 per kg. Penerimaan diperhitungkan diperoleh dari hasil kali antara produksi padi sawah perhektar yang tidak dijual oleh keluarga petani sebesar 2.042,79 Kg dengan harga jual

Tabel 11. Rata-rata Pendapatan Responden Petani Padi Per Musim Tanam per Hektar di Desa Cibongas, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya Periode Januari-April 2008

Uraian Satuan Harga/satuan Volume

Nilai

Persentase

(%) A. Penerimaan Usahatani

(Rp)

(Rp)

57,43 A.2. Penerimaan Diperhitungkan

A.1. Penerimaan Tunai

Kg

42,57 A 3. Total Penerimaan Usahatani

B. Biaya Usahatani B.1. Biaya Tunai

1,48 2.Pupuk a. Urea

5,89 b. SP-36

3,16 c. KCL

1,87 d. Kandang

3,24 4. Tenaga Kerja Luar Keluarga - Perempuan

12,32 - Laki-laki

7,27 5. Sewa Traktor

11,23 6. Pajak Lahan

Total Biaya Tunai

B.2 Biaya diperhitungkan

1.Sewa Lahan

32,43 2. Tenaga Kerja Dalam Keluarga - Perempuan

Ha 1 2.399.177

3,40 - Laki-laki

7,36 3. Penyusutan Alat

Total Biaya Diperhitungkan

C Total Biaya Usahatani (B1+B2)

D. Pendapatan Atas Biaya Tunai (A3-B1)

E. Pendapatan Atas Biaya Total (A3-C)

F. Pendapatan Tunai (A1-B1)

G. R/C Atas Biaya Tunai (A3/B1)

1,62 Sumber : Data Primer (diolah)

H. R/C Atas Biaya Total (A3/C)

Penerimaan total usahatani terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan Penerimaan total usahatani terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan

6.1.2. Biaya Usahatani

Biaya usahatani untuk usahatani padi terdiri atas dua komponen yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai terdiri atas pembelian benih, upah Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK), biaya obat-obatan, pembelian pupuk, sewa traktor, dan pajak lahan. Selain itu untuk biaya yang diperhitungkan diantaranya adalah biaya sewa lahan dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK). Total biaya usahatani yang dikeluarkan selama satu kali musim tanam adalah sebesar Rp 8.389.624,84. Biaya yang dikeluarkan sepenuhnya dari petani itu sendiri. Sedangkan biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani adalah Rp. 4.181.985,34 atau sebesar 56,54 persen dari besar total biaya usahatani perhektar dengan biaya yang diperhitungkan Rp 3.216.489,5 atau sebesar 43,47 persen dari total biaya usahatani.

Pengeluaran terbesar yang dikeluarkan oleh petani untuk usahatani padi sawah adalah adalah sewa lahan yaitu sebesar Rp 2.399.177 per hektar atau sebesar 32,42 persen dari total biaya usahatani. Sebagian besar petani responden merupakan petani pemilik lahan, maka biaya untuk sewa lahan ini merupakan biaya yang diperhitungkan. Pengeluaran terbesar kedua adalah untuk biaya tenaga kerja yaitu sebesar Rp 1.617.750,- HOK per hektar atau 19 persen dari total biaya usahatani ditambah dengan biaya tenaga kerja yang diperhitungkan yaitu biaya tenaga kerja dalam keluarga yaitu sebesar Rp 796.050,- HOK atau 10,76 persen dari total biaya usahatani. Jumlah pengeluaran total Pengeluaran terbesar yang dikeluarkan oleh petani untuk usahatani padi sawah adalah adalah sewa lahan yaitu sebesar Rp 2.399.177 per hektar atau sebesar 32,42 persen dari total biaya usahatani. Sebagian besar petani responden merupakan petani pemilik lahan, maka biaya untuk sewa lahan ini merupakan biaya yang diperhitungkan. Pengeluaran terbesar kedua adalah untuk biaya tenaga kerja yaitu sebesar Rp 1.617.750,- HOK per hektar atau 19 persen dari total biaya usahatani ditambah dengan biaya tenaga kerja yang diperhitungkan yaitu biaya tenaga kerja dalam keluarga yaitu sebesar Rp 796.050,- HOK atau 10,76 persen dari total biaya usahatani. Jumlah pengeluaran total

Pengeluaran terbesar selanjutnya adalah untuk pembelian pupuk yaitu sebesar Rp 1.287.548 per hektar atau sekitar 17,41 persen dari total biaya usahatani. Besarnya biaya untuk faktor produksi pupuk disebabkan karena padi merupakan tanaman yang boros unsur hara. Oleh karena itu dibutuhkan pupuk yang banyak untuk memenuhi kebutuhan hara untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan padi tersebut. Pengeluaran terbesar keempat adalah biaya untuk sewa traktor karena sebagian besar petani di Desa Cibongas melakukan kegiatan pengolahan dengan menggunakan traktor. Biaya yang dikeluarkan untuk sewa traktor yaitu Rp 830.466,4 per hektar atau sekitar 11,23 persen dari total pengeluaran usahatani. Pengeluaran untuk biaya pestisida adalah sebesar Rp 272.037,65 perhektar atau sekitar 3,68 persen dari total biaya usahatani.

Total biaya usahatani padi sawah yang dikeluarkan petani di Desa Cibongas untuk satu kali musim tanam adalah sebesar Rp 7.398.474,84 per hektar yang terdiri dari total biaya tunai sebesar Rp 4.181.985,34 atau 56,53 persen dari total biaya usahatani dan biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 3.216.489,5 atau sebesar 43,47 persen dari total biaya usahatani. Pendapatan atas biaya tunai usahatani diperoleh dengan mengurangi total penerimaan dengan total biaya tunai, maka diperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 7.813.889,66 per hektar. Pendapatan atas biaya total usahatani diperoleh Total biaya usahatani padi sawah yang dikeluarkan petani di Desa Cibongas untuk satu kali musim tanam adalah sebesar Rp 7.398.474,84 per hektar yang terdiri dari total biaya tunai sebesar Rp 4.181.985,34 atau 56,53 persen dari total biaya usahatani dan biaya yang diperhitungkan sebesar Rp 3.216.489,5 atau sebesar 43,47 persen dari total biaya usahatani. Pendapatan atas biaya tunai usahatani diperoleh dengan mengurangi total penerimaan dengan total biaya tunai, maka diperoleh pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 7.813.889,66 per hektar. Pendapatan atas biaya total usahatani diperoleh

Hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) menunjukkan bahwa usahatani ini memiliki penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan biaya usahatani. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,87, artinya bahwa setiap Rp 1 biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,87. dengan memasukkan biaya yang diperhitungkan sebagai komponen biaya total, maka nilai R/C rasio atas biaya total adalah sebesar 1,62, artinya setiap Rp 1 biaya total yang dikeluarkan dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,62. Nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usahatani padi sawah di Desa Cibongas layak untuk diusahakan.

6.1.3 Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi

Analisis perbandingan pendapatan usahatani padi dilakukan untuk membandingkan antara tingkat keuntungan dari usahatani atas perubahan-perubahan yang terjadi. Dalam analisis ini dilakukan pengambilan contoh analisis pendapatan yang dapat mewakili kejadian yang akan terjadi dengan bahan pertimbangan kejadian-kejadian pada tahun sebelumnya.

Analisis ini membandingkan tingkat keuntungan dari beberapa usahatani ketika terjadi perubahan biaya input maupun harga jual output. Variabel-variabel input yang digunakan adalah kenaikan harga pupuk, benih, upah tenaga kerja, sewa traktor sedangkan untuk variabel output terjadi penurunan harga jual.

Berikut ini Tabel hasil perbandingan antara usahatani permusim dengan perubahan output maupun input.

Tabel 12. Hasil Perbandingan antara Usahatani Padi Permusim dengan Perubahan Output maupun Input

Variabel Total Biaya

R/C R/C yang

Pendapatan

Pendapatan Pendapatan

Atas Atas berubah

Atas

Atas Biaya

Atas Biaya

Tunai

Usahatani

Biaya Biaya (Rp)

Tunai Total

Harga Benih (10%)

7.410.889,84 7.891.474,66 4.584.985,16 2.694.499,66 2,86 1,62 Harga Pupuk (10%)

7.527.229,64 7.685.134,86 4.468.645,36 2.578.159,86 2,78 1,59 Harga Pestisida (10%)

7.125.678,61 7.786.685,90 4.570.196,40 2.679.710,90 2,85 1,62 Harga Upah (10%)

7.622.924,84 7.669.044,66 4.372.950,16 2.562.069,66 2,77 1,57 Harga sewa Traktor (10%)

7.481.521,48 7.730.843,02 4.514.353,52 2.623.868,02 2,81 1,60 Harga Pajak Lahan (25%)

7.409.958,16 7.802.806,34 4.586.316,84 2.685.831,34 2,86 1,61 `Penurunan Harga jual (10%)

Sumber : Data Primer (diolah) Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel tersebut, usahatani padi dengan adanya kenaikan harga input ataupun penurunan harga output, tetap memberikan keuntungan dan usahatani masih bersifat layak untuk diusahakan. Ketika terjadi peningkatan harga benih sebesar 10 persen, total biaya atas usahatani adalah sebesar Rp 7.410.889,84. Pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 7.891.474,66 sedangkan pendapatan atas biaya total yaitu Rp 4.584.985,16. Pendapatan tunai sebesar Rp 2.694.499,34. R/C atas biaya total yaitu Sumber : Data Primer (diolah) Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel tersebut, usahatani padi dengan adanya kenaikan harga input ataupun penurunan harga output, tetap memberikan keuntungan dan usahatani masih bersifat layak untuk diusahakan. Ketika terjadi peningkatan harga benih sebesar 10 persen, total biaya atas usahatani adalah sebesar Rp 7.410.889,84. Pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 7.891.474,66 sedangkan pendapatan atas biaya total yaitu Rp 4.584.985,16. Pendapatan tunai sebesar Rp 2.694.499,34. R/C atas biaya total yaitu

Ketika terjadi peningkatan harga pupuk sebesar 10 persen, total biaya atas usahatani adalah sebesar Rp 7.527.229,64. Pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 7.685.134,86 sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 4.468.645,36. Pendapatan tunai sebesar Rp 2.578.159,86. R/C atas biaya total yaitu sebesar 2,78 nilai R/C atas biaya tunai adalah 1,59.

Perubahan harga pestisida yang mengalami kenaikan sebesar 10 persen total biaya usahatani adalah sebesar Rp 7.125.678,61 dengan nilai pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 7.786.685,90 dan nilai pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp 4.570.196,40 pendapatan tunai yang diterima petani adalah Rp 2.679.710,90. Hasil perhitungan menunjukkan nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 2,84 dan R/C rasio untuk biaya tunai adalah 1,62.

Kenaikan harga upah sebesar 10 persen menghasilkan total biaya atas usahatani sebesar Rp 7.622.924,84 dan pendapatan atas biaya tunai Rp 7.669.044,56 sedangkan pendapatan atas biaya total adalah Rp 4.372.950,16 Pendapatan tunai yang diterima petani sebesar Rp 2.526.206,66 Nilai R/C rasio yang diperoleh adalah 2,77 untuk R/C atas biaya total dan 1,57 untuk R/C atas biaya tunai.

Ketika terjadi kenaikan harga sewa traktor sebesar 10 persen maka total biaya usahatani yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 8.472.671,48. Pendapatan atas biaya tunai Ketika terjadi kenaikan harga sewa traktor sebesar 10 persen maka total biaya usahatani yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 8.472.671,48. Pendapatan atas biaya tunai

Harga pajak lahan yang mengalami kenaikan sebesar 25 persen akan menyebabkan total biaya usahatani menjadi Rp 8.406.249,82 begitu pula dengan pendapatan atas biaya tunai yang berubah menjadi Rp 7.627.964,68 Pendapatan atas biaya total yang diterima petani sebesar Rp 3.589.625,18 dan pendapatan tunai sebesar Rp 2.520.989,68 nilai R/C rasio yang diperoleh yaitu 2,73 dan 1,43 masing-masing merupakan R/C rasio atas biaya total dan R/C rasio atas biaya tunai.

Perubahan harga jual yang mengalami penurunan sebesar 10 persen akan menyebabkan total biaya atas usahatani berubah menjadi Rp 8.400.708,16 dan pendapatan atas biaya tunai juga menjadi Rp 6.433.918,84 serta pendapatan atas biaya total menjadi sebesar Rp 2.395.579,34. Sedangkan untuk pendapatan tunai yang diperoleh petani menjadi Rp 1.837.641,34. Nilai R/C rasio atas biaya total dan biaya tunai masing-masing adalah 2,47 dan 1,29.

Perubahan-perubahan yang terjadi atas variabel-variabel diatas, baik itu perubahan kenaikan harga input maupun penurunan harga output tetap memberikan hasil yang menunjukkan bahwa usahatani padi tersebut bersifat layak, terlihat dari nilai R/C rasio dari masing-masing perubahan yang masih lebih besar dari satu. Pendapatan yang diterima dari masing-masing perubahan tersebut juga masih menunjukkan nilai yang positif.

6.2. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Vanili

6.2.1. Nilai Arus Tunai Usaha

Perhitungan nilai arus tunai sangat diperlukan untuk mengetahui arus biaya dan penerimaan secara periodik dari usahatani vanili di daerah penelitian. Nilai arus tunai (cashflow) memuat perhitungan penerimaan, biaya investasi, dan biaya operasional yang meliputi biaya variabel, dan biaya tetap serta net benefit selama umur proyek berjalan. Komponen penerimaan yang terdapat dalam perhitungan cashflow adalah nilai penjualan produk. Penerimaan yang masuk dalam cashflow budidaya vanili adalah sebesar Rp

57.846.187,5 pada tahun kelima sampai tahun kesepuluh, sedangkan untuk tahun kesatu sampai tahun keempat belum ada komponen penerimaan yang masuk ke cashflow karena tanaman vanili baru berproduksi pada tahun kelima. Biaya yang yang dikeluarkan dari tahun kesatu hingga tahun keempat yaitu sebesar Rp. 14.834.565.

Biaya yang masuk ke dalam cashflow terbagi menjadi dua macam yaitu biaya sarana dan prasarana serta biaya tenaga kerja. Biaya sarana dan prasarana terdiri dari biaya pembelian bibit vanili, stum lamtoro, pupuk kandang, pestisida, handsprayer dan biaya perlengkapan lainnya. Biaya tenaga kerja terdiri dari biaya persiapan lahan, penanaman lamtoro, penanaman vanili, pemeliharaan, penyerbukan dan pemanenan. Biaya yang dikeluarkan untuk sarana dan prasarana Rp 18.278.743,4 sementara itu untuk biaya tenaga kerja sebesar Rp 19.844.432,4, sehingga biaya total selama sepuluh tahun proyek adalah sebesar Rp 38.123.175,8.

6.2.2. Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk menilai secara finansial apakah suatu proyek layak untuk dilaksanakan. Dalam analisis finansial dilakukan pengukuran terhadap berbagai kriteria investasi yaitu Net Present value, Gross B/C, Internal Rate of

A. Net Present Value (NPV)

Perhitungan NPV dilakukan untuk usahatani vanili menggunakan tingkat diskonto

16 persen. Dari perhitungan dihasilkan nilai NPV pada usahatani vanili sebesar Rp 8.593.840,85. Nilai NPV merupakan jumlah total penjumlahan Present Value tiap tahun dari tahun ke-nol sampai tahun ke-sembilan, menunjukkan selisih antara nilai sekarang dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. NPV pada usahatani vanili sebesar Rp 8.593.840,5 lebih besar dari nol artinya usahatani vanili layak untuk dilaksanakan.

B. Gross Benefit/Cost (Gross B/C)

Perhitungan gross B/C pada usahatani vanili menghasilkan nilai gross B/C sebesar 2,1 dimana nilai tersebut lebih besar dari satu (2,1>1) yang artinya setiap pengeluaran sebesar Rp 1 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,1. Nilai tersebut diperoleh dari hasil pembagian antara total biaya manfaat sebesar Rp 82.219.925 dengan biaya total pengeluaran sebesar Rp 39.208.302,9

C. Internal Rate of Return (IRR)

Nilai Internal Rate of Return menggambarkan kemampuan pengembalian investasi suatu proyek terhadap pengeluaran investasinya. Pemakaian nilai IRR ini khususnya ditujukan bagi para investor untuk memperkirakan pengembalian investasi yang akan diterimanya atas proyek yang diinvestasikannya. Nilai IRR selalu dibandingkan dengan tingkat bunga yang berlaku seperti tabungan ataupun deposito. Nilai IRR yang lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku menyebabkan proyek investasi menarik bagi investor. Usahatani vanili ini dibandingkan dengan tingkat bunga Nilai Internal Rate of Return menggambarkan kemampuan pengembalian investasi suatu proyek terhadap pengeluaran investasinya. Pemakaian nilai IRR ini khususnya ditujukan bagi para investor untuk memperkirakan pengembalian investasi yang akan diterimanya atas proyek yang diinvestasikannya. Nilai IRR selalu dibandingkan dengan tingkat bunga yang berlaku seperti tabungan ataupun deposito. Nilai IRR yang lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku menyebabkan proyek investasi menarik bagi investor. Usahatani vanili ini dibandingkan dengan tingkat bunga

D. Payback Period

Payback Period merupakan penetapan jangka waktu maksimum untuk mengembalikan jumlah nilai investasi yang telah dikeluarkan (A. Kartamihardja, 1983). Payback period menggambarkan waktu yang dibutuhkan oleh sebuah proyek investasi untuk melunasi seluruh pengeluaran investasinya. Metode ini tidak memperhitungkan nilai uang menurut waktu. Payback period proyek ini adalah 5,71 tahun.

6.2.3. Analisis Sensitivitas

Nilai NPV, gross B/C dan IRR yang diperoleh dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa usahatani vanili masih layak untuk diusahakan. Namun seringkali proyeksi-proyeksi yang telah dilakukan mengandung ketidakpastian dalam beberapa harga, seperti perubahan pada harga bibit, harga pupuk, harga pestisida, penurunan harga jual dan naiknya biaya tenaga kerja yang digunakan. Untuk kejadian-kejadian seperti itu maka diperlukan analisis sensitivitas terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi. Perkiraan perubahan biaya variabel didasarkan pada perubahan-perubahan yang terjadi di daerah penelitian dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

1. Kenaikan biaya produksi

Biaya produksi yang mengalami fluktuasi dalam usahatani vanili adalah perubahan harga bibit, perubahan biaya pupuk, dan perubahan biaya tenaga kerja,

• Fluktuasi harga bibit didaerah penelitian mengalami peningkatan harga bibit sebesar 15 persen menyebabkan perubahan pada nilai NPV menjadi Rp

8.593,684 dan IRR menjadi 27,78, B/C rasio menjadi 2,07 serta payback period menjadi 5,72 tahun dan usahatani vanili masih layak diusahakan

• Fluktuasi harga pupuk yang terjadi di daerah penelitian mengalami peningkatan sebesar 10 persen juga menyebabkan perubahan pada nilai NPV menjadi Rp 8.122.132 dan IRR menjadi 25,92, B/C rasio menjadi 2,05 serta payback period menjadi 5,72 tahun dan usahatani vanili juga masih layak diusahakan

• Biaya kerja di daerah penelitian dalam kurun waktu tiga tahun terakhir mengalami kenaikan 10 persen menyebabkan nilai NPV berubah menjadi Rp 7.696.709,597 dan IRR menjadi 25,08, B/C rasio menjadi 1,99 serta payback period menjadi 5,72 tahun dan usahatani vanili juga masih layak diusahakan

2. Perubahan harga jual produk

Terjadi fluktuasi perubahan harga jual usahatani vanili, yaitu harga jual produk mengalami penurunan sebesar 10 persen. Dengan demikian yang akan digunakan dalam perhitungan analisis sensitivitas sebesar -10 persen dengan NPV Rp 5.852.977,329, IRR 25,34, dan B/C rasio 1,89 serta payback period 5,74 tahun dan usahatani vanili juga masih layak diusahakan

3. Perubahan volume produksi

Perubahan yang akan dipakai dalam analisis sensitivitas volume produksi menggunakan penurunan produktivitas sebesar 5 persen dari volume produksi. Sehingga NPV berubah menjadi Rp 7.223.408,969, IRR menjadi 28,7 dan B/C rasio menjadi 1,99

Hasil perhitungan analisis usahatani vanili dengan penurunan harga jual, penurunan volume produksi, kenaikkan harga bibit, harga pupuk dan biaya tenaga kerja perubahan dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai Lampiran 5. Berdasarkan hasil perhitungan analisis sensitivitas terlihat bahwa penurunan harga jual merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kelayakan usahatani vanili.

6.2.4. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)

Analisis switching value dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat perubahan yang dapat ditolerir oleh proyek agar proyek dapat dilaksanakan. Untuk mendapatkan nilai perubahan yang menyebabkan proyek impas dan tetap layak dilaksanakan, harus dicoba beberapa tingkat perubahan yang menyebabkan nilai NPV sama dengan nol. Perubahan dapat dilakukan untuk menurunkan nilai NPV atau menaikkan nilai NPV sesuai dengan kondisi awal proyek. Jika hasil perhitungan analisis kelayakan menghasilkan nilai NPV lebih besar daripada nol (positif) maka harus dilakukan perubahan yang mengarah penurunan nilai NPV.

Dalam analisis usahatani vanili digunakan skenario penurunan nilai NPV sama dengan nol, hal ini disebabkan karena nilai NPV proyek positif. Angka dari hasil analisis ini menunjukkan nilai maksimum perubahan yang dapat ditolerir oleh usahatani vanili agar proyek ini dapat tetap dilaksanakan. Perubahan melebihi nilai maksimum akan menyebabkan proyek menjadi tidak layak untuk diusahakan.

1. Peningkatan biaya Hasil analisis switching value menunjukkan peningkatan biaya total maksimum yang dapat ditolerir oleh proyek usahatani vanili adalah sebesar 45,75 persen (Lampiran 6).

pada Discount factor 16 persen. Peningkatan biaya lebih dari jumlah tersebut proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

2. Penurunan penerimaan Penurunan penerimaan total yang masih dapat ditolerir oleh proyek adalah 17,8 persen (Lampiran 7). Pada tingkat ini didapat nilai Net present value sebesar nol pada discount factor 16 persen. Penurunan penerimaan lebih dari itu akan menjadikan proyek tidak layak untuk diusahakan.

BAB VII PERBANDINGAN KEUNTUNGAN USAHATANI PADI DAN VANILI

7.1. Aspek Finansial

7.1.1. Pendapatan Usahatani Padi

Rata-rata pendapatan tunai yang dihasilkan dari usahatani padi dalam satu kali musim tanam adalah Rp 2.706.914,66 untuk menghitung perkiraan rata-rata pendapatan dalam satu tahun diperoleh dengan cara mengalikan jumlah pendapatan dari rata-rata pendapatan satu kali musim tanam dengan jumlah musim tanam dalam dua tahun yaitu lima kali musim tanam. Jadi rata-rata pendapatan tunai yang diperoleh petani dalam dua tahun adalah Rp 13.534.573,3 dengan asumsi kondisi lingkungan serta faktor-faktor produksi bersifat tetap.

Karena pendapatan usahatani padi akan dibandingkan dengan pendapatan usahatani vanili, maka pendapatan usahatani harus disesuaikan dengan umur proyek Karena pendapatan usahatani padi akan dibandingkan dengan pendapatan usahatani vanili, maka pendapatan usahatani harus disesuaikan dengan umur proyek

7.1.2. Pendapatan Usahatani Vanili

Pendapatan usahatani vanili belum bisa diterima pada musim tanam pertama sampai musim tanam keempat, karena komoditas ini baru bisa berproduksi dan menghasilkan buah pada tahun tanam keempat (tahun kelima), oleh karena itu pendapatan yang didapat selama sepuluh tahun merupakan pendapatan yang diperoleh pada tahun tanam keempat sampai umur terakhir proyek pada tahun tanam ke enam.

Tahun pertama hingga tahun kelima belum menghasilkan pendapatan karena vanili belum menghasilkan, biaya yan diperlukan dari tahun pertama sampai tahun ke empat adalah Rp 14.834.565,4 dan pendapatan yang dihasilkan pada tahun tanam kelima hingga tahun tanam ke sembilan yaitu Rp 57.846.187,5 sehingga pendapatan total yang didapatkan oleh petani selama 10 tahun masa tanam adalah Rp 43.011.622,1. Jumlah tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan besar pendapatan yang dihasilkan oleh komoditi padi.

7.2. Aspek Lingkungan

Aspek lingkungan termasuk sebagai aspek sosial. Aspek sosial yaitu aspek yang bersifat intangible dimana keuntungan ataupun dampaknya sulit dihitung. Pertimbangan analisis sosial harus dipertimbangkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu usahatani atau proyek bertanggung jawab terhadap keadaan sosial tidak terkecuali aspek lingkungan diantaranya memperhatikan kualitas hidup masyarakat. Pihak yang melaksanakan suatu proyek juga harus mempertimbangkan masalah dampak lingkungan

7.2.1. Aspek lingkungan Usahatani Padi

Selain aspek finansial yang hanya mengidentifikasi jumlah pendapatan yang diperoleh juga dilakukan identifikasi mengenai aspek lingkungan terkait dengan adanya isu pemanasan global yang telah melanda dunia. oleh karena itu dilakukan identifikasi dampak lingkungan terhadap komoditi padi karena tanaman ini diketahui merupakan salah satu komoditi pertanian yang berperan besar dalam menyebabkan adanya pemanasan global.

Tanaman padi berperan aktif sebagai media pengangkut metana dari lahan sawah ke atmosfer. Lebih dari 90 persen metana diemisikan melalui jaringan aerenkima dan ruang interseluler tanaman padi, sedangkan kurang dari 10 persen sisanya dari gelembung air. Kemampuan tanaman padi dalam mengemisi metana beragam, bergantung pada sifat

fisiologis dan morfologis suatu varietas. 9 Selain itu, masing-masing varietas mempunyai umur dan aktivitas akar yang berbeda yang erat kaitannya dengan volume emisi metana.

Pemilihan varietas padi yang ditanam di suatu daerah ditentukan oleh potensi hasil panen, kondisi ekosistem, serta ketahanan terhadap hama dan penyakit endemik serta kondisi ekstrim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap varietas padi menghasilkan emisi metana yang berbeda-beda, sehingga penggunaan varietas yang tepat diharapkan dapat menekan emisi metana. Padahal jumlah varietas padi sangat banyak. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang berkelanjutan untuk mengetahui varietas padi yang mampu menekan emisi metana. Penekanan emisi metana dengan menanam varietas yang tepat merupakan pilihan yang paling mudah diterapkan petani. Apalagi varietas-varietas padi yang diintroduksikan ke petani mempunyai daya hasil yang tinggi atau minimal sama Pemilihan varietas padi yang ditanam di suatu daerah ditentukan oleh potensi hasil panen, kondisi ekosistem, serta ketahanan terhadap hama dan penyakit endemik serta kondisi ekstrim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap varietas padi menghasilkan emisi metana yang berbeda-beda, sehingga penggunaan varietas yang tepat diharapkan dapat menekan emisi metana. Padahal jumlah varietas padi sangat banyak. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang berkelanjutan untuk mengetahui varietas padi yang mampu menekan emisi metana. Penekanan emisi metana dengan menanam varietas yang tepat merupakan pilihan yang paling mudah diterapkan petani. Apalagi varietas-varietas padi yang diintroduksikan ke petani mempunyai daya hasil yang tinggi atau minimal sama

Tabel 13. Emisi metana dan hasil gabah beberapa varietas padi yang ditanam 10

Ekosistem/varietas

Emisi CH4 (Kg/ha)

Hasil (Ton/ha)

Indeks produksi padi per Kg

Dodokan 74 3,3 44,5

Balian 115 5,1 44,3

Maros 117 4,3 36,7 Cisantana

Muncul 127 4,6 36,2

Way Apoburu 154 7,4 48,1

Tukad Unda 185 5,3 28,6

Batang Anai 196 4,5 23,2

Sei Lalan 153 6,75 42,2

Indragiri 141 6,03 42,7

Punggur 105 5,65 63,4

Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, ketersediaannya sangat diperlukan dalam rangka mendukung kestabilan pangan nasional. Sementara pemerintah terus menerus mengadakan program peningkatan produktivitas pangan termasuk padi, tetapi kurang memperhatikan dampak- dampak yang terjadi dengan adanya peningkatan produktivitas tersebut, terutama yang akan dihasilkan oleh tanaman padi.

Padi merupakan tanaman pangan yang mempunyai kemampuan aktif menyalurkan metana dari lahan sawah ke atmosfer, seperti diketahui metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang berkontribusi pada peningkatan pemanasan global. Lahan sawah Indonesia yang luasnya sekitar 10,9 juta hektar diduga memberi kontribusi sekitar

1 persen dari total global metana. 11

Dilihat dari penggunaan pupuk, padi membutuhkan berbagai macam pupuk kimia seperti urea, SP-36, KCL, dan ZA selain itu diperlukan juga pestisida kimia seperti pestisida cair maupun pestisida padat. Semakin banyak bahan kimia yang digunakan tentu saja lebih berbahaya terhadap lingkungan. Dilihat dari perakarannya, padi merupakan tanaman dengan akar serabut sehingga tidak bisa dijadikan sebagai tanaman konservasi.

7.2.2. Aspek Lingkungan Usahatani Vanili

Upaya penanggulangan pemanasan global adalah dengan pengurangan jumlah gas CO2 di atmosfir dengan mereduksi pemanfaatan bahan bakar fosil dan produksi gas rumah kaca, menekan atau menghentikan penggundulan hutan, serta penghutanan Upaya penanggulangan pemanasan global adalah dengan pengurangan jumlah gas CO2 di atmosfir dengan mereduksi pemanfaatan bahan bakar fosil dan produksi gas rumah kaca, menekan atau menghentikan penggundulan hutan, serta penghutanan

Usaha tani perkebunan sebagai kegiatan produksi menghasilkan limbah dari kegiatannya berupa sampah-sampah organik hasil pembersihan kebun dan sampah ikutan dari pembelian bahan-bahan sarana produksi berupa bekas kemasan pupuk organik maupun anorganik, botol-botol dari plastik dan gelas bekas kemasan pupuk daun (gandasil) dan fungisida. Jumlah limbah bekas kemasan ini tidak begitu banyak dan dapat dikelola dengan cara dijual kepada lapak pemulung barang bekas, atau dipakai sendiri untuk keperluan lain. Sedangkan limbah organik berupa rerumputan, sisa-sisa daun dan batang pohon vanili yang ditebang pada waktu proses pemangkasan dan pembersihan kebun biasanya dikumpulkan disuatu tempat untuk dijadikan kompos.

Vanili merupakan tanaman perkebunan yang biasanya di tanam di dataran dataran tinggi, tanaman ini membutuhkan tanaman penegak sebagai tempat merambat, tanaman

untuk merambat tersebut biasanya merupakan tanaman perakaran tunggang yang kuat untuk merambat tersebut biasanya merupakan tanaman perakaran tunggang yang kuat

Dilihat dari penggunaan pupuk tanaman vanili hanya menggunakan pestisida sebagai pupuk kimianya, karena sebagian besar pupuk yang digunakan adalah pupuk organik. Sedangkan pestisida kimia yang digunakan adalah insektisida dan fungisida dalam jumlah terbatas. Usahatani vanili sebagai kegiatan produksi menghasilkan limbah dari kegiatannya berupa sampah-sampah organik hasil pembersihan kebun dan sampah ikutan dari pembelian bahan-bahan sarana produksi berupa bekas kemasan pupuk organik maupun anorganik, botol-botol dari plastik dan gelas bekas kemasan pupuk daun (gandasil) dan fungisida. Jumlah limbah bekas kemasan ini tidak begitu banyak dan dapat dikelola dengan cara dijual kepada lapak pemulung barang bekas, atau dipakai sendiri untuk keperluan lain. Sedangkan limbah organik berupa rerumputan, sisa-sisa daun dan batang pohon vanili yang ditebang pada waktu proses pemangkasan dan pembersihan kebun biasanya dikumpulkan disuatu tempat untuk dijadikan kompos.

Dilihat dari penggunaan pupuk maupun kemampuannya sebagai tanaman konservasi, tanaman vanili lebih bersifat ramah lingkungan dibandingkan dengan komoditi padi, sehingga dilihat dari aspek lingkungan komoditi vanili lebih disarankan ditanam oleh para petani karena meskipun keuntungannya tidak sebesar keuntungan yang diperoleh dari usahatani padi, komoditi vanili tentu saja akan lebih besar peranannya dalam melestarikan lingkungan dan mengurangi pengaruh pemanasan global.

7.3. Dampak Isu Pemanasan Global Bagi Produktivitas dan Penggunaan Lahan Pertanian di Desa Cibongas.

Pemanasan global kini tengah menjadi perhatian dunia, dampak pemanasan adalah terjadinya perubahan iklim yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan di bumi. Perubahan iklim merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan di bumi karena akan memberikan dampak seperti naiknya permukaan laut akibat mencairnya es dan gletser di kutub, naiknya curah hujan di sebagian belahan bumi dan di belahan lain terjadi kekeringan, serta penyebaran penyakit tropis dan punahnya beberapa spesies karena tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.

C sejak satu abad yang lalu. Peningkatan suhu tersebut disebabakan oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca seperti metana dan karbondioksida di atmosfer akibat kegiatan manusia yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak, gas, batubara dan adanya alih fungsi lahan serta aktivitas pertanian.

Secara global suhu bumi mengalami peningkatan 0,8 0

Isu pemanasan global yang bergulir akhir-akhir ini cukup mendapat perhatian bagi sebagian besar petani padi dan pengusaha komoditi vanili di Kabupaten Tasikmalaya. Masing-masing pengusaha tani baik padi maupun vanili, sedikit banyak merasakan dampak yang terjadi akibat pemanasan global seperti perubahan siklus hujan, serta kekeringan. Gejala-gejala tersebut tentu mempengaruhi produktivitas dari usahatani baik petani padi maupun petani vanili.

Walaupun demikian produktivitas dan penggunaan lahan komoditi baik padi maupun vanili tetap stabil, bahkan cenderung meningkat karena para petani masih mampu mengatasi kendala yang terjadi. Tren komoditi pangan utama sebagai makanan pokok yang terus diusahakan serta diupayakan ketersediaanya begitu pula dengan para Walaupun demikian produktivitas dan penggunaan lahan komoditi baik padi maupun vanili tetap stabil, bahkan cenderung meningkat karena para petani masih mampu mengatasi kendala yang terjadi. Tren komoditi pangan utama sebagai makanan pokok yang terus diusahakan serta diupayakan ketersediaanya begitu pula dengan para

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

1. Analisis pendapatan usahatani padi di Desa Cibongas menunjukkan bahwa komoditi tersebut menguntungkan terlihat dari nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,62 yang artinya setiap pengeluaran biaya total usahatani sebesar Rp 1 akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,62, sedangkan untuk R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2,86 yang artinya setiap pengeluaran biaya tunai sebesar Rp 1 akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 2,86

2. Analisis kelayakan usahatani vanili di Desa Cibongas bersifat layak. Hal ini terlihat dari NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp 8.593.840,85, IRR yang lebih besar dari tingkat suku bunga (30,56>16), nilai gross B/C sebesar 2,1 dan nilai payback period nya adalah 5,71 tahun.

3. Dilihat dari aspek finansial, analisis pendapatan usahatani padi menunjukkan bahwa usahatani tersebut mampu memberikan keuntungan yang lebih besar bagi petani yaitu sebesar Rp 67.672.866,5 selama 10 tahun dibandingkan dengan usahatani vanili yang menghasilkan keuntungan pendapatan petani sebesar Rp 43.011.622,1 selama 10 tahun umur proyek, tetapi apabila dilihat dari aspek lingkungan, komoditi vanili lebih ramah lingkungan karena lebih sedikit dalam penggunaan bahan-bahan kimia. Sehingga apabila mempertimbangkan kedua aspek tersebut, tanaman vanili dipilih sebagai rekomendasi karena selain ramah lingkungan, usahatani vanili masih menguntungkan walaupun tingkat keuntungannya lebih rendah dibandingkan dengan usahatani padi.

8.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan peneliti berdasarkan hasil analisis, yaitu :

1. Dalam menentukan suatu proyek ataupun usahatani penting dilakukan pertimbangan dari berbagai aspek, tidak hanya mementingkan aspek finansial yang bersifat profit oriented , tetapi aspek lain yang lebih penting menyangkut kepentingan orang banyak

seperti aspek lingkungan demi terciptanya sistem pertanian yang berkelanjutan, dengan demikian komoditi vanili lebih dianjurkan untuk ditanam di dataran tinggi karena lebih bersifat ramah lingkungan dibandingkan dengan komoditi padi.

2. Diperlukan kebijakan pertanian ke depan tidak saja hanya terkonsentrasi pada peningkatan produktivitas saja, namun juga mengintroduksi isu pemanasan global. Walaupun penanggulangan pemanasan global memang tidak secara langsung berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat maupun pemberantasan kemiskinan, namun permasalahan ini sangat terkait dengan kelangsungan hidup umat manusia di masa yang akan datang .

3. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya pada sektor pertanian terutama komoditas- komoditas didataran tinggi maupun dataran rendah. Hal ini mengingat dampak pemanasan global yang kian hari mengganggu stabilitas lahan tanam komoditas pertanian.