Tabel 2.1 Gejala Rhinoconjunctivitis pada anak Asia berumur 6-7 tahun berdasarkan kuesioner ISAAC fase 1 dan fase 3: rata-rata perubahan prevalensi
tahunan. sumber: Wong et al., 2013
Kota Negara Rhinoconjunctivitis
Alor Setar 4.2 +0.09
Bangkok 13.4 +0.58
Chiang Mai 6.2 +0.24
Hong Kong 17.7 +0.67
Indonesia 3.6 -0.04
Jepang 10.6 +0.35
Klang Valley 6.2 +0.21
Kota Bharu 4.2 +0.06
Seoul 9.0 -0.38
Singapura 8.7 +0.02
Taiwan 24.2 +1.37
Mean 10.6 +0.18
Data dari salah satu penelitian terbesar yang dilakukan oleh Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma ARIAmenyatakan bahwa prevalensi rinitis
alergi di Asia-Pasifik sebesar 8.7. Hasil tersebut didapatkan dari penelitian yang dilakukan dengan screening terhadap 33.000 keluarga di Australia, China,
Hongkong, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, dan Vietnam. Dari screening tersebut ditemukan sejumlah 1.200 orang dewasa dan anak-anak yang didiagnosa
dengan Rinitis Alergi. Wong et al.,2013
2.4. Faktor Resiko Rinitis Alergi
Penelitian sebelumnya dengan menggunakan instrumen kuesionerthe European Community Respiratory Health Study II ECRHS II menyatakan
bahwa insiden rinitis alergi berkurang seiring bertambahnya jumlah saudara, bertambahnya paparan terhadap hewan peliharaan sebelum umur 5 tahun dan
bermukim di lingkungan perkebunan. Sedangkan merokok pada saat hamil dan pada masa anak-anak menambah resiko rinitis alergi pada subjek atopi sehingga
rinitis alergi akan menetap sepanjang hidupnya. Matheson dkk., 2011 Samar Ghazal dkk. 2007 dalam penelitiannya di Negara Pakistan
menyatakan bahwa faktor resiko yang berhubungan dengan rinitis alergi adalah sebagai berikut: jenis kelamin perempuan 51,1 lebih beresiko daripada pria
44,8 ; sering olahraga 51,4 lebih beresiko daripada yang tidak berolahraga
secara rutin 41,8 ; perokok pasif 55,4 lebih beresiko daripada perokok aktif 17,6.
2.5. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Rinitis Alergi
Mekanisme terjadinya rinitis alergi berkaitan erat dengan reaksi hipersensitivitas tipe I. Reaksi hipersensitivitas tipe I disebut juga reaksi cepat
atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi, timbul segera sesudah tubuh terpajan dengan alergen. Istilah alergi yang pertama kali digunakan Von Pirquet pada
tahun 1906 diartikan sebagai “reaksi penjamu yang berubah” bila terpajan dengan bahan yang sama untuk kedua kalinya. Urutan kejadian reakti tipe I adalah
sebagai berikut: 1. Fase sensitisasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik FcƐ-R pada permukaan sel mast dan basofil. 2. Fase aktivasi yaitu waktu yang terjadi akibat pajanan ulang dengan antigen
yang spesifik, sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
3. Fase efektor yaitu waktu terjadi respons yang kompleks anafilaksis sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast sebagai aktivitas farmakologik.
Gambar 2.1 Reaksi Tipe I. Antigen memasang sel B untuk membentuk IgE diikat oleh sel mastbasofil melalui reseptor Fc. Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama,
maka antigen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mastbasofil. Akibat ikatan antigen-IgE. Sel mastbasofil mengalami degranulasi dan
melepas mediator yang preformed antara lain histamin yang menimbulkan gejala hipersensitivitas tipe I. Sumber: Imunologi dasar, Karnen garna Baratawijaya ,2002
Rinitis alergi berkaitan dengan inflamasi pada mukosa saluran pernafasan bagian atas yakni mukosanasalis, tuba eustachius, dan sinus dan mata. Pada
kasus yag berat, pasien juga memiliki gejala sistemik. Interaksi kompleks antara alergen yang terinhalasi atau iritan, imunoglobulin E IgE, dan mediator
inflamasi adalah penyebab dari inflamasi. Individu yang rentan pada rinitis alergi akan menghasilkan IgE spesifik sebagai respon terhadap protein tertentu. IgE
menyebabkan sel mast untuk melepaskan berbagai mediator, seperti: histamin, triptase, kimase, kinin, leukotrien, prostaglandin, dan heparin. Mediator inflamasi
yang dilepaskan sel mast menyebabkan vasodilatasi segera, kongesi nasal, bersin dan gatal. Mediator - mediator inflamasi tersebut juga menyebabkan pengerahan
sel inflamasi lainnya yakni makrofag, eosinofil, neutrofil, dan limfosit, yang menyebabkan respon lambat yang dapat terjadi dalam beberapa jam atau hari dan
adakalanya menyebabkan gejala sistemik seperti malaise dan kelelahanE.T. Bope dan R. D. Kellerman,2013.
2.6. Diagnosis Rinitis Alergi