Pembahasan Hasil Penelitian

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan survey awal yang bertujuan untuk mengetahui kondisi awal pembelajaran berbicara, khususnya menceritakan tokoh idola. Selain itu, servei awal ini juga dimanfaatkan untuk mengetahui kemampuan awal menceritakan tokoh idola siswa. Berdasarkan kegiatan survei awal ini, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas proses dan hasil pembelajaran menceritakan tokoh idola siswa kelas VII A SMP Negeri 8 Surakarta masih perlu diperbaiki. Kemudian, peneliti berkolaborasi dengan guru untuk mengatasi masalah Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan survey awal yang bertujuan untuk mengetahui kondisi awal pembelajaran berbicara, khususnya menceritakan tokoh idola. Selain itu, servei awal ini juga dimanfaatkan untuk mengetahui kemampuan awal menceritakan tokoh idola siswa. Berdasarkan kegiatan survei awal ini, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas proses dan hasil pembelajaran menceritakan tokoh idola siswa kelas VII A SMP Negeri 8 Surakarta masih perlu diperbaiki. Kemudian, peneliti berkolaborasi dengan guru untuk mengatasi masalah

Selain itu, peneliti dan guru menyusun rencana untuk siklus I. Pada pelaksanaan siklus I, pembelajaran menceritakan tokoh idola diterapkan dengan model numbered head together. Dalam kenyataannya, masih terdapat kelemahan atau kekurangan pada siklus I. Kelemahan atau kekurangan tersebut berasal dari pihak guru, siswa, model, dan teks biografi yang digunakan. Kelemahan ditemukan dari guru, yaitu; (1) guru kurang jelas dalam memberikan perintah sehingga siswa masih terlihat bingung; (2) guru kurang memberikan bimbingan secara intens ketika siswa bekerja dalam kelompok; (3) guru jarang menegur siswa yang tidak aktif atau tidak fokus ketika pelajaran berlangsung. Kelemahan yang ditemukan dari siswa, yaitu; (1) siswa terlihat belum sepenuhnya aktif dalam mengikuti pembelajaran. Sebagian siswa masih melakukan aktivitas pribadi, seperti mengganggu teman, bercanda dengan teman, dan belum berani menjawab pertanyaan dari guru; (2) siswa masih ada yang hanya diam saja ketika melakukan kerja kelompok; (3) siswa kurang bisa mengoptimalkan waktu dengan baik. Ketika waktu yang diberikan guru sudah habis, siswa sering belum selesai dalam mengerjakan tugas yang diberikan; (4) siswa belum melaksanakan peran sebagai anggota kelompok dengan baik; (5) pada umumnya siswa masih kesulitan saat menceritakan tokoh idola, terbukti saat bercerita masih banyak siswa yang kurang percaya diri dan masih bertanya-tanya pada teman satu kelompok dan melihat catatan. Selain itu, mereka masih banyak melakukan kesalahan pada saat menceritakan tokoh idola. Kosa kata yang digunakan masih terbatas (sama), berbicara masih belum lancar, lafal kurang jelas dan intonasi masih monoton. Kelemahan pembelajaran menceritakan tokoh idola dengan model numbered head together , yaitu siswa merasa model tersebut asing dan baru sehingga belum begitu memahami model tersebut. Kelemahan dari aspek teks biografi tokoh Selain itu, peneliti dan guru menyusun rencana untuk siklus I. Pada pelaksanaan siklus I, pembelajaran menceritakan tokoh idola diterapkan dengan model numbered head together. Dalam kenyataannya, masih terdapat kelemahan atau kekurangan pada siklus I. Kelemahan atau kekurangan tersebut berasal dari pihak guru, siswa, model, dan teks biografi yang digunakan. Kelemahan ditemukan dari guru, yaitu; (1) guru kurang jelas dalam memberikan perintah sehingga siswa masih terlihat bingung; (2) guru kurang memberikan bimbingan secara intens ketika siswa bekerja dalam kelompok; (3) guru jarang menegur siswa yang tidak aktif atau tidak fokus ketika pelajaran berlangsung. Kelemahan yang ditemukan dari siswa, yaitu; (1) siswa terlihat belum sepenuhnya aktif dalam mengikuti pembelajaran. Sebagian siswa masih melakukan aktivitas pribadi, seperti mengganggu teman, bercanda dengan teman, dan belum berani menjawab pertanyaan dari guru; (2) siswa masih ada yang hanya diam saja ketika melakukan kerja kelompok; (3) siswa kurang bisa mengoptimalkan waktu dengan baik. Ketika waktu yang diberikan guru sudah habis, siswa sering belum selesai dalam mengerjakan tugas yang diberikan; (4) siswa belum melaksanakan peran sebagai anggota kelompok dengan baik; (5) pada umumnya siswa masih kesulitan saat menceritakan tokoh idola, terbukti saat bercerita masih banyak siswa yang kurang percaya diri dan masih bertanya-tanya pada teman satu kelompok dan melihat catatan. Selain itu, mereka masih banyak melakukan kesalahan pada saat menceritakan tokoh idola. Kosa kata yang digunakan masih terbatas (sama), berbicara masih belum lancar, lafal kurang jelas dan intonasi masih monoton. Kelemahan pembelajaran menceritakan tokoh idola dengan model numbered head together , yaitu siswa merasa model tersebut asing dan baru sehingga belum begitu memahami model tersebut. Kelemahan dari aspek teks biografi tokoh

Selanjutnya, peneliti dan guru berdiskusi dan sepakat akan mengadakan siklus II sebagai perbaikan terhadap kekurangan yang ditemukan pada siklus I. Pada siklus II ini guru juga menerapkan model numbered head together dalam pembelajaran menceritakan tokoh idola. Selain itu, pada siklus II ini, teks biografi ditentukan oleh siswa. Berdasarkan pelaksanaan siklus II terbukti bahwa telah terjadi peningkatan proses dan hasil pembelajaran menceritakan tokoh idola yang cukup signifikan dari siklus I. Pada siklus I siswa yang dinyatakan tuntas ada 5 siswa dan pada siklus II terjadi peningkatan menjadi 28 siswa.

Berdasarkan tindakan-tindakan tersebut, guru berhasil menerapkan pembelajaran dengan teknik numbered head together yang mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menceritakan tokoh idola. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk meningkatkan kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran menceritakan tokoh idola dan dalam melaksanakan pembelajaran yang efektif dan menarik di kelas. Penggunaan model numbered head together ini juga dapat meningkatkan kerjasama siswa dalam proses pembelajaran menceritakan tokoh idola. Hal ini disebabkan dalam model numbered head together semua siswa mempunyai peran untuk menceritakan tokoh idola. Ketika melaksanakan diskusi, siswa dituntut untuk memahami materi, aktif dalam diskusi, dan mampu mentransfer kepada teman satu kelompok atau kelompok lainnya. Penggunaan numbered head together mampu menjadikan para siswa aktif selama proses pembelajaran sehingga hasil praktik berbicara mereka juga meningkat. Selain itu siswa menjadi lebih antusias dan berminat dalam mengikuti pembelajaran berbicara. Bentuk antusiasme dan minat tersebut terlihat dari banyaknya siswa yang aktif memberikan respon terhadap apersepsi yang diberikan guru, memperhatikan penjelasan materi yang diberikan guru, dan aktif dalam berdiskusi kelompok.

Keberhasilan model numbered head together dalam meningkatkan keaktifan siswa selama proses pembelajaran dan kemampuan siswa dalam menceritakan tokoh idola dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut.

1. Keaktifan siswa selama pembelajaran menceritakan tokoh idola meningkat

Keaktifan siswa dalam pembelajaran menceritakan tokoh idola mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari indikator keaktifan siswa dalam pembelajaran yang selalu mengalami peningkatan di setiap siklusnya. Tindakan berupa penerapan model numbered head together yang dilaksanakan tiap siklus mampu meningakatkan keaktifan siswa kelas VII A SMP Negeri 8 Surakarta selama pembelajaran menceritakan tokoh idola.

Hasil pantauan peneliti dapat diketahui bahwa keaktifan siswa pada siklus I mencapai 38,3%. Pada siklus II, keaktifan siswa meningkat menjadi 83%. Siswa yang aktif dalam siklus ini mencapai 27 siswa dari 32 siswa yang hadir pada hari itu.

Dari hasil pantauan peneliti di atas, maka dapat dikatakan bahwa tindakan yang dilakukan guru untuk meningkatkan keaktifan siswa cukup berhasil. Hal ini membuktikan bahwa model numbered head together memiliki peranan penting dalam meningkatkan keaktifan siswa pada proses belajar mengajar. Peningkatan segi keaktifan siswa ini dapat dilihat dari indikator berikut.

a. Meningkatnya respon siswa selama apersepsi Keaktifan siswa dalam pembelajaran merupakan hal pokok dalam proses pembelajaran. Apersepsi merupakan langkah awal yang dilakukan guru untuk mengaktifkan siswa terkait dengan pokok penting sebelum masuk ke dalam materi pelajaran. Pada apersepsi ini, guru selalu memberikan pertanyaan sesuai dengan tema pelajaran yang akan dipelajari. Respon yang diberikan siswa terhadap apersepsi yang diberikan guru selalu mengalami peningkatan dari siklus ke siklus. Siswa aktif selama pemberian apersepsi a. Meningkatnya respon siswa selama apersepsi Keaktifan siswa dalam pembelajaran merupakan hal pokok dalam proses pembelajaran. Apersepsi merupakan langkah awal yang dilakukan guru untuk mengaktifkan siswa terkait dengan pokok penting sebelum masuk ke dalam materi pelajaran. Pada apersepsi ini, guru selalu memberikan pertanyaan sesuai dengan tema pelajaran yang akan dipelajari. Respon yang diberikan siswa terhadap apersepsi yang diberikan guru selalu mengalami peningkatan dari siklus ke siklus. Siswa aktif selama pemberian apersepsi

b. Meningkatnya perhatian siswa saat guru memberikan penjelasan materi Perhatian siswa dalam proses pembelajaran merupakan hal yang sangat penting. Untuk menumbuhkan perhatian tersebut, guru harus memotivasi siswa dengan menerapkan cara-cara baru yang digunakan dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian ini, guru menggunakan model numbered head together. Setelah tindakan tersebut dilaksakan perhatian siswa dalam pembelajaran menceritakan tokoh idola meningkat. Meningkatnya perhatian siswa juga telah membuktikan bahwa telah tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Dalam hal ini, siswa meresa mendapatkan model pembelajaran yang baru dari guru. Siswa yang aktif memperhatikan penjelasan guru saat memberikan materi pada siklus I sebanyak 12 siswa atau sekitar (37%). Pada siklus II mengalami peningakatan menjadi (93,7%) atau sebanyak 30 siswa yang aktif memperhatikan penjelasan guru.

c. Meningkatnya keaktifan siswa dalam kegiatan berdiskusi

Diskusi yan dilakukan siswa dalam pembelajaran ini bertujuan agar siswa bekerja sama dengan temannya. Dengan kerja sama, siswa diharapkan lebih memiliki rasa tanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri dan juga orang lain. Begitu pula Sofa (2008) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif bertumpu pada kerja kelompok kecil, berlawanan dengan pembelajaran klasikal (satu kelas penuh). Dengan demikian siswa dituntut bekerja sama dalam diskusi dan saling membantu satu sama lain.

Peningkatan keaktifan siswa terjadi pada kegiatan diskusi ini. Keaktifan selama berlangsungnya diskusi ini dapat dilihat dari peningkatan Peningkatan keaktifan siswa terjadi pada kegiatan diskusi ini. Keaktifan selama berlangsungnya diskusi ini dapat dilihat dari peningkatan

d. Keberanian siswa dalam mengungkapkan pendapat Dalam menceritakan tokoh idola siswa dituntut harus sering berlatih berbicara di muka umum. Salah satunya dengan cara siswa harus berani mengungkapkan pendapatnya di depan teman-temannya. Berbicara memiliki hubungan erat dengan komunikasi. Menurut Tarigan (1993:11), komunikasi adalah serangkaian perbuatan komunikasi yang dipergunakan secara sistematis untuk menyelesaikan atau mencapai maksud-maksud tertentu. Dengan demikian, siswa dituntut mampu berbicara/ menyampaikan sebuah informasi agar dapat dipahami orang lain. Dalam penelitian ini, keberanian siswa dalam mengungkapkan pendapat mengalami peningkatan pada setiap siklus. Pada siklus I, siswa mampu mengungkapkan pendapatnya sebanyak

16 siswa atau sekitar (50%). Pada siklus II meningkat menjadi 26 siswa atau sekitar (81,3%) yang berani mengungkapkan pendapatnya.

2. Hasil pembelajaran menceritakan tokoh idola meningkat Sebelum tindakan ini dilaksanakan, terdapat fakta bahwa nilai pembelajaran menceritakan tokoh idola rendah. Ada 31 siswa yang tidak tuntas atau mendapat nilai kurang dari 75. Dengan demikian, persentase ketuntasan sebelum tindakan dilakukan hanya (3,1%) atau hanya 1 siswa yang tuntas. Bahkan sebelum dilakukan tindakan terdapat kesenjangan kemampuan siswa dalam berbicara. Hal ini tampak dari hasil nilai berbicara siswa sebelum tindakan, yakni 5 siswa mendapat nilai 50, 1 siswa mendapat nilai 55, 15 siswa memperoleh nilai 60, 10 siswa memperoleh nilai 65, dan ada 1 siswa yang mendapat nilai 75. Pada pembelajaran tersebut, siswa 2. Hasil pembelajaran menceritakan tokoh idola meningkat Sebelum tindakan ini dilaksanakan, terdapat fakta bahwa nilai pembelajaran menceritakan tokoh idola rendah. Ada 31 siswa yang tidak tuntas atau mendapat nilai kurang dari 75. Dengan demikian, persentase ketuntasan sebelum tindakan dilakukan hanya (3,1%) atau hanya 1 siswa yang tuntas. Bahkan sebelum dilakukan tindakan terdapat kesenjangan kemampuan siswa dalam berbicara. Hal ini tampak dari hasil nilai berbicara siswa sebelum tindakan, yakni 5 siswa mendapat nilai 50, 1 siswa mendapat nilai 55, 15 siswa memperoleh nilai 60, 10 siswa memperoleh nilai 65, dan ada 1 siswa yang mendapat nilai 75. Pada pembelajaran tersebut, siswa

Setelah dilaksanakan tindakan, tampak bahwa nilai pembelajaran diskusi siswa mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Siswa mulai aktif merespon apersepsi yang guru berikan, serta tampak bersemangat ketika mengikuti pembelajaran menceritakan tokoh idola. Pada siklus I ada 5 siswa yang tuntas (16%). Peningkatan cukup signifikan terjadi pada siklus II yaitu

28 (87,5%) siswa tuntas dari 32 siswa yang hadir.