PENERAPAN MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 8 SURAKARTA

PENERAPAN MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 8 SURAKARTA SKRIPSI

Oleh:

DISKA MEGA VITA DAMAYANTI K1208005 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

Persetujuan Pembimbing:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd. Drs. Edy Suryanto, M. Pd. NIP 196204071987031003

NIP 196008101986011001

ABSTRAK Diska Mega Vita Damayanti. K1208005. PENERAPAN MODEL

KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 8 SURAKARTA. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Juli 2012.

Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan: (1) kualitas proses pembelajaran berbicara dengan menerapkan model numbered head together pada siswa kelas VII A SMP Negeri 8 Surakarta dan (2) keterampilan berbicara dengan menerapkan model numbered head together pada siswa kelas VII A SMP Negeri

8 Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan di SMP Negeri 8 Surakarta. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII A dan guru bahasa Indonesia kelas VII A SMP Negeri 8 Surakarta. Siswa kelas VII A berjumlah 32 orang yang terdiri atas 18 siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki. Objek penelitian ini adalah pembelajaran menceritakan tokoh idola di kelas VII A SMP Negeri 8 Surakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara mendalam, dan analisis dokumen. Validitas data dalam penelitian ini dikaji dengan teknik triangulasi sumber data dan triangulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskripsi komparatif dan analisis interaktif. Proses penelitian dilaksanakan dalam dua siklus yang meliputi empat tahapan, yaitu: tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi, dan serta tahap analisis dan refleksi.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat peningkatan kualitas proses dan keterampilan berbicara dengan penerapan model numbered head together pada siswa kelas VII A SMP Negeri 8 Surakarta. Peningkatan kualitas proses pembelajaran tersebut ditandai dengan meningkatnya: (1) jumlah siswa yang aktif dalam apersepsi; (2) jumlah siswa yang memperhatikan penjelasan guru saat memberikan materi; (3) jumlah siswa yang aktif dalam diskusi; (4) jumlah siswa yang berani mengungkapkan pendapat. Peningkatan pembelajaran keterampilan berbicara ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa yang mencapai batas ketuntasan, yaitu pada siklus I ada 5 siswa (16 %) dan siklus

II 28 siswa (87,5%). Nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan yaitu 64,1 pada siklus I dan 75,3 pada siklus II. Hal ini membuktikan bahwa dengan penerapan model numberd head together mampu meningkatkan keaktifan siswa selain proses pembelajaran dan sekaligus mampu meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

MOTTO

“Barang siapa merindukan surga maka ia akan bersegera dalam melaksanakan kebaikan, barang siapa takut akan siksa neraka maka ia akan berhenti dari mengikuti hawa nafsunya, barang siapa meyakini datangnya kematian maka ia tidak akan terlena dengan kesenangan duniawi, barang siapa mengetahui bahwa dunia adalah negeri cobaan, maka semua musibah yang menimpanya akan terasa

ringan” (Ali Bin Abi Thalib)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh- sungguh urusan yang lain” (Q. S. Al Insyiraah: 6-7).

“Untuk menjadi orang sukses, ternyata membutuhkan 99% kerja keras, kerja keras cerdas, kerja ikhlas, dan hanya 1% kepand aian”(Thomas Alfa Edison).

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:

1. Ibu dan Bapakku tercinta, atas doa dan kasih sayangnya;

2. Adik-adikku tersayang Kukuh Muhammad dan Ar Rofiki Muhammad Faizal;

3. Murobbiku yang terhormat;

4. Anggalia, Nisa, Nia, MU, Ana, Mba Endah, Agnes, Ilham dan teman-tamanku Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2008, serta teman-teman Pesmi Ar-Royyan, yang selalu memberikan semangat;

5. Adik-adik AAI yang tersayang; dan

6. Adik-adikku Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia 2009 dan 2010 yang selalu memberikan semangat. Terima kasih untuk segala kebersamannya selama ini.

KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT, penulis panjatkan atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahlimpahkan kepada Rasulullan SAW. Skripsi ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.

Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan FKIP UNS yang telah memberikan persetujuan pengesahan skripsi ini;

2. Dr. M. Rohmadi, M. Hum., Ketua Jurusan PBS yang telah memberikan izin untuk penulisan skripsi ini;

3. Dr. Kundharu Saddhono, M. Hum., Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang memberikan persetujuan juga dalam skripsi ini;

4. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd., selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat diselesaiakan dengan lancar;

5. Drs. Edy Suryanto, M. Pd., selaku pembimbing II yang dengan sabar membimbing peneliti serta memberikan dorongan dan selalu meluangkan waktu bagi peneliti sehingga menjadikan peneliti semangat menyelesaiakan skripsi;

6. Bapak dan Ibu dosen FKIP, khususnya Program Pendidikan Bahasa dan

7. Bapak Nugroho, S. Pd, M. Pd., selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 8 Surakarta yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan PTK di SMP Negeri 8 Surakarta;

8. Bapak Sujino, B. A, selaku guru Bahasa Indonesia kelas VII A SMP Negeri 8 Surakarta yang telah banyak membantu dan berpartisipasi aktif dalam proses penelitian ini;

9. Siswa-siswa kelas VII A SMP Negeri 8 Surakarta yang telah berpartisipasi aktif sebagai subjek penelitian dan membantu pelaksanaan penelitian ini;

10. Bapak, Ibu, dam Adik-adikku yang telah memberikan doa restu dan motivasi dalam proses penelitian ini; dan

11. semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, maka dari

itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang.

Surakarta, Juli 2012

Peneliti

C. Saran …………………………………………………………………...

93

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………

96

LAMPIRAN …………………………………………………………………..

99

DAFTAR TABEL Tabel Halaman

1. Rincian Waktu dan Kegiatan Penelitian………………………………

35

2. Indikator Keberhasilan Penelitian…………………………………….. 40

3. Perbandingan Nilai Pembelajaran Berbicara pada Siklus I…………...

61

4. Perbandingan Nilai Pembelajaran Berbicara pada Siklus II………….

75

5. Rekapitulasi Ketercapaian Indikator Penelitian Siklus I dan II………

78

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Kerangka Berpikir……………………………………………………….

33

2. Siswa Tampak Kurang Berminat dalam Mengikuti Pembelajaran Menceritakan

Tokoh Idola……………………………………………………………………..

48

3. Salah Satu Kelompok sedang Berdiskusi dan Bekerjasama Menyelesaikan

Tugas…………………………………………………………………………….

54

4. Siswa Masih Terlihat Belum Lancar dalam Menceritakan Tokoh Idola………..

56

5. Guru Memantau Diskusi Siswa dan Memberikan Bimbingan Kepada Siswa

yang Kesulitan…………………………………………………………………...

56

6. Siswa Tampak Kurang Bersemangat dan Kurang Antusias Ketika

Mendengarkan Penjelasan Guru…………………………………………………

58

7. Grafik Perbandingan Nilai Pembelajaran B erbicara Siswa……………………... 62

8. Siswa Berdiskusi dan Guru Berkeliling memantau serta Membimbing Diskusi

Jika Siswa Mengalami Kesulitan………………………………………………..

70

9. Grafik Perbandingan Nilai Pembelajaran Berbicara Siswa……………………..

76

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman

1. Perangkat Pembelajaran Berbicara……………………………………………..

2. Instrumen Penelitian Tindakan………………………………………………….

3. Ca tatan Lapangan Hasil Observasi Survei Awal……………………………….

4. Catatan Lapangan Hasil Wawancara……………………………………………

5. Nilai Praktik Berbicara Siswa pada Survei Awal…………………………….....

6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I…………………………………...

7. Daftar Presensi dan Kelompok Siswa…………………………………………..

8. Catatan Lapangan Hasil Observasi Siklus I………………………………….....

9. Catatan Lapangan Hasil Wawancara……………………………………………

10. Lembar Observasi Siswa dalam Pembelajaran Praktik Berbicara Siklu s I……..

11. Daftar Nilai Praktik Berbicara Siswa Siklus I………………………………….

12. Lembar Observasi Kinerja Guru Saat Mengajar………………………………..

13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II…………………………………..

14. Daftar Presensi dan Kelompok Siswa…………………………………………..

15. Catatan Lapangan Hasil Observasi Siklus II…………………………………....

16. Lembar Observasi Siswa dalam Pembelajaran Praktik Berbicara Siklus I….

17. Daftar Nilai Praktik Berbicara Siswa Siklus II………………………………….

18. Lembar O bservasi Kinerja Guru Saat Mengajar………………………………..

19. Lembar Tugas Praktik Berbicara Siswa…………………………………………

20. Surat- surat Perizinan Penyusunan Skripsi……………………………………….

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Model pembelajaran yang digunakan seorang guru cukup berpengaruh pada proses pembelajaran anak didik. Ketika seorang guru salah ataupun tidak tepat dalam merancang dan menerapkan model pembelajaran maka mengakibatkan terhambatnya proses pembelajaran. Pentingnya model pembelajaran mengharuskan seorang guru membuat ataupun merancang metode pembelajaran sebelum melakukan aktivitas pembelajaran.

Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan siswa ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan yang diharapkan. Pembelajaran seharusnya memperhatikan kondisi individu siswa karena mereka yang belajar. Selain itu, telah kita ketahui bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda- beda. Masing- masing siswa memiliki keunikan yang berbeda antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya. Oleh karena itu, pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan setiap individu. Selama ini masih sangat jarang hal- hal seperti ini diperhatikan. Kebanyakan guru/ pendidik masih melihat kemampuan anak didiknya dari satu sudut pandang saja.

Pembelajaran bahasa Indonesia meliputi beberapa keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, menulis, dan berbicara). Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang sangat penting dan menunjang ilmu-ilmu lainnya. Akan tetapi, selama ini masih memiliki porsi perhatian yang tidak lebih dibandingkan keterampilan berbahasa lain (menyimak, membaca, dan menulis).

Keterampilan berbicara siswa tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus terus dibina dan dikembangkan agar keterampilam berbicara yang dimiliki dapat bersifat komunikatif dan menarik. Hal ini dapat dilaksanakan oleh guru secara aktif dan terus-menerus dengan mengadakan latihan-latihan dan praktik berbicara yang Keterampilan berbicara siswa tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus terus dibina dan dikembangkan agar keterampilam berbicara yang dimiliki dapat bersifat komunikatif dan menarik. Hal ini dapat dilaksanakan oleh guru secara aktif dan terus-menerus dengan mengadakan latihan-latihan dan praktik berbicara yang

However, Betsy and Eleanor started to teach the children about strategies as well as skills and simultaneously to pay attention to not only what they wanted the students to learn but also to what the children were learning and to how the children were learning.

Pernyataan tersebut menegaskan jika guru menghendaki pembelajaran yang baik, guru harus memahami metode dalam pembelajaran. Sebagaimana Kusumojanto dan Herawati (2009:93) menjelaskan bahwa salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat membantu meningkatkan kemampuan siswa dalam proses belajar adalah Numbered Head Together (NHT), yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang lebih memungkinkan siswa untuk aktif dan bertanggung jawab penuh untuk memahami materi pelajaran baik secara berkelompok maupun individual. Hal itu merupakan salah satu cara agar terbentuk suatu pendidikan yang berkarakter. Karena dengan model tersebut siswa dituntut untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga terbentuk karakter pada diri siswa dengan kecakapan yang dimiliki.

Proses pembelajaran dengan model tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses belajar, salah satunya di SMP yang akan penulis teliti. Penulis akan meneliti di SMP Negeri 8 Surakarta yang terdiri dari beberapa kelas, salah satunya kelas VII A yang dipilih peneliti sebagai subjek penelitian. Alasan pemilihan kelas tersebut karena memiliki keterampilan berbicara yang tergolong rendah. Hal ini tampak dari unjuk kerja berbicara, yakni menceritakan tokoh idola yang dilakukan siswa kelas VII A SMP Negeri 8 Surakarta. Pada umumnya hanya siswa-siswa tertentu saja yang berani berbicara di muka kelas. Masih banyak siswa yang belum Proses pembelajaran dengan model tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses belajar, salah satunya di SMP yang akan penulis teliti. Penulis akan meneliti di SMP Negeri 8 Surakarta yang terdiri dari beberapa kelas, salah satunya kelas VII A yang dipilih peneliti sebagai subjek penelitian. Alasan pemilihan kelas tersebut karena memiliki keterampilan berbicara yang tergolong rendah. Hal ini tampak dari unjuk kerja berbicara, yakni menceritakan tokoh idola yang dilakukan siswa kelas VII A SMP Negeri 8 Surakarta. Pada umumnya hanya siswa-siswa tertentu saja yang berani berbicara di muka kelas. Masih banyak siswa yang belum

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, proses pembelajaran pada materi berbicara memiliki beberapa kendala. Hal ini terjadi karena siswa terkadang sulit diajak aktif. Guru masih belum dapat memberikan porsi yang sama pada siswa untuk melakukan praktik berbicara secara berkelanjutan. Hanya siswa- siswa tertentu saja yang aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini menyebabkan para siswa kurang antusias dalam menerima pelajaran. Indikator lain yang menunjukkan keterampilan berbicara masih rendah adalah sebagian besar siswa masih belum berani untuk tampil tanpa ditunjuk guru, kelancaran berbicara masih tersendat, penggunaan bahasanya masih kurang baik dan benar serta jumlah kosa kata yang masih terbatas.

Berdasarkan wawancara, beberapa siswa mengatakan masih kurang percaya diri saat praktik berbicara di muka kelas dan kesulitan untuk merangkai kata-kata yang tepat. Frekuensi latihan berbicara juga kurang. Masalah atau topik yang dibicarakan kurang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Faktor- faktor tersebut mengakibatkan siswa kurang terampil berbicara dan menjadikannya kurang berpikir kritis. Hal ini teridentifikasi dari deskripsi nilai unjuk kerja berbicara, yakni menceritakan tokoh idola. Berdasarkan jumlah keseluruhan siswa sebanyak 32 anak, ada 31 (97%) siswa masih belum tuntas, masih memperoleh nilai kurang dari 75. Ada 10 (31%) siswa mendapatkan nilai 65, 15 (47%) siswa memperoleh nilai 60,1 (3,1%) siswa mendapat nilai 55, 5 (16%) siswa yang mendapat nilai 50 dan 1 (3,1%) siswa mendapat nilai 75. Siswa yang tuntas dalam pembelajaran berbicara pada survei awal ini ada 1 (3,1%) siswa. Dengan demikian, nilai terendah pada pembelajaran berbicara pratindakan ini adalah 50 sebanyak 5 (16%) siswa. Nilai tertinggi pembelajaran berbicara ini adalah 75 yang berhasil diperoleh oleh 1 (3,1%) Berdasarkan wawancara, beberapa siswa mengatakan masih kurang percaya diri saat praktik berbicara di muka kelas dan kesulitan untuk merangkai kata-kata yang tepat. Frekuensi latihan berbicara juga kurang. Masalah atau topik yang dibicarakan kurang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Faktor- faktor tersebut mengakibatkan siswa kurang terampil berbicara dan menjadikannya kurang berpikir kritis. Hal ini teridentifikasi dari deskripsi nilai unjuk kerja berbicara, yakni menceritakan tokoh idola. Berdasarkan jumlah keseluruhan siswa sebanyak 32 anak, ada 31 (97%) siswa masih belum tuntas, masih memperoleh nilai kurang dari 75. Ada 10 (31%) siswa mendapatkan nilai 65, 15 (47%) siswa memperoleh nilai 60,1 (3,1%) siswa mendapat nilai 55, 5 (16%) siswa yang mendapat nilai 50 dan 1 (3,1%) siswa mendapat nilai 75. Siswa yang tuntas dalam pembelajaran berbicara pada survei awal ini ada 1 (3,1%) siswa. Dengan demikian, nilai terendah pada pembelajaran berbicara pratindakan ini adalah 50 sebanyak 5 (16%) siswa. Nilai tertinggi pembelajaran berbicara ini adalah 75 yang berhasil diperoleh oleh 1 (3,1%)

Kemampuan berbicara merupakan keterampilan penting yang harus dimiliki oleh siswa untuk melatih berpikir kritis dan dapat menyajikan suatu pendapat, pikiran, atau perasaan kepada seseorang atau suatu kelompok massa. Seseorang yang mahir berbicara akan dengan mudah dapat menguasai massa dan secara tidak langsung akan mampu memaparkan gagasannya sehingga dapat mudah diterima oleh orang lain (Mujiyanto, dkk, 1999:37).

Tanpa penguasaan keterampilan berbicara secara baik, dampak langsung yang dihadapi siswa adalah rendahnya nilai yang dicapai untuk praktik berbicara. Selain itu, siswa akan mengalami hambatan pada keterampilan berbicara, yakni sering mengalami kesulitan saat berbicara. Hal inilah yang merupakan salah satu faktor siswa kurang mampu mengungkapkan pendapatnya secara lisan. Dari hasil wawancara dengan guru bahasa Indonesia diperoleh keterangan bahwa hal itu terjadi karena mereka tidak terbiasa dan merasa takut ketika harus berbicara di muka umum.

Berdasarkan uraian tersebut perlu diciptakan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berbicara, khususnya pada kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman secara lisan. Susanto (dalam Kusumojanto dan Herawati, 2009:93) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran kelompok kecil yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan akademik melalui kolaborasi kelompok, memperbaiki hubungan antarsiswa yang berbeda latar belakang dan kemampuannya, mengembangkan keterampilan untuk memecahkan masalah melalui kelompok dan mendorong proses demokrasi di kelas. Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah Numbered Head Together (NHT) yang dikembangkan oleh Spencer Kagan.

Kusumojanto dan Herawati (2009:94) menyatakan bahwa model pembelajaran NHT terdiri dari empat langkah, antara lain: (1) Numbered (pemberian Kusumojanto dan Herawati (2009:94) menyatakan bahwa model pembelajaran NHT terdiri dari empat langkah, antara lain: (1) Numbered (pemberian

Dari uraian di atas dan kaitannya dengan penelitian ini adalah perlu dilakukannya upaya peningkatan keterampilan berbicara siswa kelas VII A SMP Negeri 8 Surakarta melalui penerapan pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together dalam bentuk penelitian tindakan kelas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Apakah model numbered head together dapat meningkatkan kualitas proses

pembelajaran berbicara pada siswa kelas VII A SMP Negeri 8 Surakarta?

2. Apakah model numbered head together dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas VII A SMP Negeri 8 Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan:

1. Kualitas proses pembelajaran berbicara dengan menerapkan model numbered head together pada siswa kelas VII A SMP Negeri 8 Surakarta.

2. Keterampilan berbicara dengan menerapkan model numbered head together pada siswa kelas VII A SMP Negeri 8 Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pembelajaran bahasa yang berkaitan dengan teori keterampilan berbicara, terutama pembelajaran menceritakan tokoh idola dengan model pembelajaran numbered head together.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

1) Keterampilan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia,

khususnya keterampilan menceritakan tokoh idola dapat meningkat.

2) Suasana belajar lebih kondusif dan variatif sehingga pembelajaran tidak monoton dan dapat meningkatkan hasil belajar menceritakan tokoh idola.

3) Siswa termotivasi dalam pembelajaran keterampilan beribicara.

b. Bagi Guru

1) Menjadi model praktik berbicara yang baik bagi siswanya.

2) Wawasan tentang media pembelajaran yang tepat untuk dijadikan model dalam pembelajaran praktik berbicara bertambah.

3) Solusi terhadap kendala pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya terkait dengan keterampilan berbicara siswa dapat teratasi.

4) Wawasan guru tentang penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan ketermapilan berbicara siswa melalui penerapan model numbered head together bertambah.

c. Bagi Sekolah

1) Terciptanya siswa-siswa yang terampil dalam berbicara.

2) Terciptanya guru-guru yang dapat menjadi model dalam praktik berbicara.

BAB II LANDASAN TEORETIK, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Landasan Teoretik

1. Hakikat Keterampilan Berbicara

a. Pengertian Keterampilan Berbicara

Berkomunikasi merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk sosial, yaitu kita sebagai seorang manusia yang tentunya membutuhkan bahasa sebagai medianya. Berbicara merupakan salah satu keterampilan yang sangat mendukung kegiatan komunikasi. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Mujiyanto, dkk, 1999:38). Dengan berbicara, seseorang menyampaikan (mengomunikasikan) pesan kepada orang lain.

Hal senada disampaikan oleh Marwoto dan Mujiyanto (1999:1) bahwa berbicara merupakan salah satu dari catur tunggal aktivitas berbahasa yang bersifat ekspresif lisaniah, yang mempertemukan pembicara dengan audiens/ penyimak/ pendengar, untuk berbagai maksud dan kepentingan, baik bersifat ilmiah maupun nonilmiah, baik searah maupun dua arah, baik melibatkan orang lain untuk juga berbicara maupun tidak. Akhadiah (1992:153) juga berpendapat bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Apabila isi pesan dapat diketahui oleh penerima pesan maka terjadi komunikasi antara pemberi pesan dan penerima pesan. Komunikasi itu pada akhirnya menimbulkan pengertian atau pemahaman terhadap isi pesan bagi penerimanya.

Menurut Tarigan (1993:11), komunikasi adalah serangkaian perbuatan komunikasi yang dipergunakan secara sistematis untuk menyelesaikan atau mencapai maksud-maksud tertentu. Ditambahkannya pula bahwa komunikasi merupakan

tujuan utama dari kegiatan berbicara. Dengan berbicara, seseorang akan menyampaikan (mengomunikasikan) pesan kepada orang lain. Kemampuan berbicara menuntut pengucapan alat bicara yang baik sesuai dengan aturan ucapan bunyi bahasa sehingga dapat didengarkan. Ketika kita berbicara dengan jelas maka informasi yang akan kita sampaikan pun dapat tersampaikan dengan baik. Sebagaimana para motivator yang biasanya dituntut memiliki keterampilan berbicara yang lebih agar apa yang disampaikan dapat menggugah pendengarnya. Teknik berbicara (berkomunikasi) yang menggugah dan mengubah adalah sebuah ilmu atau keterampilan menyampaikan gagasan serta ide kepada orang lain sehingga mendorong dan memotivasi orang lain untuk melakukan perubahan (Chalil, 2005:10).

Dari pengertian di atas dapat ditarik simpulan bahwa berbicara merupakan cara untuk mengomunikasikan gagasan, pikiran, dan perasaan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengarnya.

b. Tujuan Berbicara

Tujuan utama berbicara adalah komunikasi. Mudini dan Suprijanto (2009:4-

5) menyatakan bahwa seorang pembicara dalam menyampaikan pesan kepada orang lain pasti mempunyai tujuan, ingin mendapatkan respons atau reaksi. Tujuan atau harapan pembicara sangat tergantung dari keinginan dan keadaan pembicara. Secara umum, tujuan berbicara adalah sebagai berikut: (1) mendorong atau menstimulasi; (2) meyakinkan; (3) menggerakkan; (4) menginformasikan; (5) menghibur.

Lebih lanjut lagi, Keraf (dalam Purnomo 2011:12) menyatakan bahwa

tujuan berbicara dapat dibedakan atas lima macam, yaitu: (1) mendorong, maksudnya adalah pembicara berusaha memberi semangat; (2) meyakinkan, maksudnya pembicara akan meyakinkan sikap, mental, intelektual kepada para pendengar; (3) bertindak, berbuat, menggerakkan, maksudnya pembicara menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik dari pada pendengar; dan (4) tujuan berbicara dapat dibedakan atas lima macam, yaitu: (1) mendorong, maksudnya adalah pembicara berusaha memberi semangat; (2) meyakinkan, maksudnya pembicara akan meyakinkan sikap, mental, intelektual kepada para pendengar; (3) bertindak, berbuat, menggerakkan, maksudnya pembicara menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik dari pada pendengar; dan (4)

c. Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara

Faktor- faktor yang menentukan keefektifan berbicara, yaitu pembicara, pendengar, dan pokok pembicaraan. Ketiga faktor ini sangat menentukan berhasil tidaknya kegiatan berbicara. Menurut Chalil (2005:11) ada tiga macam kemampuan berbicara, yaitu: (1) Kemampuan berbicara menggugah, berarti merupakan kemampuan berbicara yang menggugah dan menyentuh hati, sehingga tidak hanya menjadi konsumsi akal atau logika, tetapi mampu menembus ke relung hati pendengarnya, menimbulkan kesan yang mendalam dan kekal dalam sanubari pendengar; (2) Kemampuan berbicara yang mengubah adalah teknik berbicara yang dapat menimbulkan efek perubahan bagi pendengarnya. Segala yang disampaikan sanggup memotivasi dan mendorong orang untuk berubah, sehingga pembicaraan menarik, antusias, dan direspons dengan baik oleh pendengar; dan (3) Berbicara dari hati, artinya pembicaraan kita keluar dari hati yang tulus untuk menyampaikan kebenaran.

Sementara menurut Arsjad dan Mukti (1991:17-19), faktor-faktor sebagai penunjang keefektifan berbicara, yaitu ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada, sendi, durasi sesuai, pilihan kata, ketepatan sasaran pembicaraan. Selain itu, faktor - faktor nonkebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara, yaitu: sikap wajar, tenang, dan tidak kaku. Kemahiran berbicara bukan saja menghendaki penguasaan bahasa yang baik dan lancar, tetapi di samping itu masih memerlukan prasyarat- prasyarat lain, misalnya: keberanian, ketenangan, sikap di depan orang banyak, sanggup memberi reaksi dengan cepat dan tepat, sanggup melontarkan gagasan- gagasan atau pikiran secara lancar dan teratur.

Sementara menurut Nur (dalam Sa‟ bani, 2009: 12) setidaknya ada empat faktor yang harus dimiliki oleh seorang pembicara jika ingin berhasil dalam berbicara, yaitu: (1) percaya diri; (2) kejelasan suara; (3) ekspresi/ gerak mimik; dan (4) kelancaran berkomunikasi. Lebih lanjut, Arsjad dan Mukti (1991:87) menjelaskan bahwa keefektifan berbicara ditunjang oleh dua faktor, yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi (1) ketepatan suara, (2) penempatan tekanan nada, (3) pilihan kata (diksi), dan (4) ketepatan sasaran pembicaraan. Adapun faktor nonkebahasaan meliputi (1) mimik, gerak badan, dan pandangan, (3) penampilan, (4) menghargai pendapat orang lain, (5) kenyaringan suara, (6) kelancaran, (7) penalaran, dan (8) penguasaan topik.

Menurut Wuryaningsih (2007:9), kemampuan berbicara merupakan kemampuan yang penting dan tidak boleh diremehkan dalam pengajaran bahasa. Oleh karena itu, guru maupun siswa harus memiliki keterampilan berbicara yang memadai. Sehingga dapat tercipta suasana yang menyenangkan dan aktif dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran berjalan secara dua arah yaitu dari guru dan siswa. Tujuan yang semestinya dicapai adalah untuk menumbuhkan kemauan dan kemampuan pribadi agar sanggup berbicara secara lancar dan teratur dengan menggunakan kosa kata yang tepat sehingga hal yang dibicarakan dapat dimengerti maksudnya oleh pendengar.

d. Jenis-jenis Berbicara

Bila kita perhatikan berbagai literatur mengenai bahasa dan pengajaran, maka kita akan menemui berbagai jenis berbicara. Ada diskusi, ada percakapan, ada pidato menghibur, ada ceramah, ada bertelpon, dan sebagainya. Menurut Subekti (2011) ada beberapa hal yang bisa dijadikan landasan dalam mengklasifikasikan berbicara. Landasan tersebut adalah: (1) situasi, (2) tujuan, (3) metode penyampaian, (4) jumlah penyimak, dan (5) peristiwa khusus. Berikut akan diuraikan dan Bila kita perhatikan berbagai literatur mengenai bahasa dan pengajaran, maka kita akan menemui berbagai jenis berbicara. Ada diskusi, ada percakapan, ada pidato menghibur, ada ceramah, ada bertelpon, dan sebagainya. Menurut Subekti (2011) ada beberapa hal yang bisa dijadikan landasan dalam mengklasifikasikan berbicara. Landasan tersebut adalah: (1) situasi, (2) tujuan, (3) metode penyampaian, (4) jumlah penyimak, dan (5) peristiwa khusus. Berikut akan diuraikan dan

1) Situasi Aktivitas berbicara yang selalu terjadi atau berlangsung dalam suasana, situasi, dan lingkungan tertentu. Situasi dan lingkungan itu dapat bersifat formal atau resmi. Situasi dan lingkungan mungkin pula bersifat informal atau tak resmi. Setiap situasi menuntut keterampilan berbicara tertentu. Dalam situasi formal permbicara dituntut berbicara secara formal. Sebaliknya dalam situasi tidak formal, pembicara harus berbicara secara tidak formal pula.

2) Tujuan Pada umumnya tujuan orang yang berbicara adalah untuk menghibur, menginformasikan,

menstimulasi,

meyakinkan,

atau menggerakkan pendengarnya. Sejalan dengan tujuan pembicara tersebut, menurut Munawaroh (dalam Sa‟ bani, 2009:15) berbicara dapat pula diklasifikasikan menjadi lima jenis, yakni: (1) berbicara menghibur; (2) berbicara menginformasikan; (3) berbicara menstimulasi; (4) berbicara meyakinkan; (5) berbicara menggerakkan.

3) Metode Penyampaian Menurut Arsjad dan Mukti U. S (1991: 65), ada empat cara yang bisa digunakan orang dalam menyampaikan pembicaraannya. Keempat acara yang dimaksud adalah: (1) penyampaian secara mendadak/ serta-merta (impromptu); (2) penyampaian berdasarkan catatan kecil (ekstemporan); (3) penyampaian berdasarkan hafalan; dan (4) penyampaian berdasarkan naskah.

Berbicara mendadak terjadi karena seseorang tanpa direncanakan sebelumnya harus berbicara di muka umum. Hal ini dapat terjadi karena tuntutan situasi. Misalnya, karena pembicara yang telah direncanakan berhalangan tampil maka terpaksa secara mendadak dicarikan penggantinya atau dalam suatu pertemuan seseorang diminta secara mendadak memberikan kata sambutan, Berbicara mendadak terjadi karena seseorang tanpa direncanakan sebelumnya harus berbicara di muka umum. Hal ini dapat terjadi karena tuntutan situasi. Misalnya, karena pembicara yang telah direncanakan berhalangan tampil maka terpaksa secara mendadak dicarikan penggantinya atau dalam suatu pertemuan seseorang diminta secara mendadak memberikan kata sambutan,

Sejumlah pembicara menggunakan catatan kecil dalam kartu, biasanya berupa butir-butir penting sebagai pedoman berbicara. Berlandaskan catatan itu pembicara bercerita panjang lebar mengenai sesuatu hal. Cara seperti inilah yang dimaksud dengan berbicara berlandaskan catatan kecil. Cara berbicara seperti itu dapat berhasil apabila pembicara sudah mempersiapkan dan menguasai isi pembicaraan secara mendalam sebelum tampil di muka umum.

Pembicara yang dalam taraf belajar mempersiapkan bahan pembicaraannya dengan cermat dan dituliskan dengan lengkap. Bahan yang ditulis itu dihafalkan kata demi kata, lalu tampil berbicara berdasarkan hasil hafalannya. Cara berbicara seperti itu memang banyak kelamahannya. Pembicara mungkin lupa akan beberapa bagian dari isi pidatonya, perhatiannya tidak bisa diberikan kepada pendengar, kaku, dan kurang penyesuaian pada situasi yang ada.

4) Jumlah Penyimak Komunikasi lisan selalu melibatkan dua pihak, yakni pendengar dan pembicara. Jumlah peserta yang berfungsi sebagai penyimak dalam komunikasi lisan dapat bervariasi misalnya satu orang, beberapa orang (kelompok kecil), dan banyak orang (kelompok besar). Berdasarkan jumlah penyimak itu, menurut Muniroh (dalam S a‟bani, 2009: 17) berbicara dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu: (1) berbicara antar pribadi; (2) berbicara dalam kelompok kecil; dan (3) berbicara dalam kelompok besar.

Berbicara antar pribadi, atau berbicara empat mata, terjadi apabila dua pribadi membicarakan, mempercakapkan, merundingkan, atau mendiskusikan sesuatu. Suasana pembicaraan mungkin serius dan mungkin pula santai, akrab, Berbicara antar pribadi, atau berbicara empat mata, terjadi apabila dua pribadi membicarakan, mempercakapkan, merundingkan, atau mendiskusikan sesuatu. Suasana pembicaraan mungkin serius dan mungkin pula santai, akrab,

Berbicara dalam kelompok kecil terjadi apabila seorang pembicara menghadapi sekelompok kecil pendengar, misalnya tiga sampai lima orang. Pembicara dan pendengar dapat bertukar peran, misalnya, setelah pembicara selesai berbicara diadakan tanya jawab atau diskusi.

Berbicara dalam kelompok besar terjadi apabila seorang pembicara menghadapi pendengar berjumlah besar atau massa. Para pendengar dalam berbicara jenis ketiga ini dapat homogen dan mungkin pula heterogen. Dalam lingkungan pendidikan, misalnya, para pendengar homogen baik dalam usia maupun dalam kemampuan.

5) Peristiwa Khusus Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering manghadapi berbagai kegiatan. Sebagian dari kegiatan itu dikategorikan sebagai peristiwa khusus, istimewa, atau spesifik. Contoh kegiatan khusus itu adalah ulang tahun, perpisahan, perkenalan, pemberian hadiah. Peristiwa itu dapat berlangsung di semua tempat seperti di rumah, di kantor, di gedung pertemuan dan sebagainya. Dalam setiap peristiwa khusus tersebut di atas dilakukan upacara tertentu berupa sambutan atau pidato singkat seperti pidato selamat datang, selamat atas kesuksesan, selamat jalan, selamat berkenalan dan sebagainya.

Berdasarkan peristiwa khusus itu, berbicara atau pidato dapat digolongkan dalam enam jenis, yakni: (1) pidato presentasi; (2) pidato penyambutan; (3) pidato perpisahan; (4) pidato jamuan (makan malam); (5) pidato perkenalan; dan (6) pidato nominasi (mengunggulkan).

Penjelasan jenis-jenis berbicara di atas dapat dijadikan pertimbangan pada golongan apa seseorang dapat ditempatkan berdasarkan jenisnya, sehingga akan mengurangi kemungkinan tidak tepatnya penggunaan jenis berbicara.

Misalnya anak-anak lebih cocok ketika pembelajaran berbicara dilakukan dengan jenis yang mana. Hal tersebut dilakukan agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik karena dengan hal tersebut siswa akan merasa terbantu. Karena keterampilan berbicara siswa berbeda-beda dapat sesuai dengan jenjang pendidikan ataupun pengalaman. Keterampilan berbicara siswa SD jelas berbada dengan keterampilan berbicara siswa SMP, keterampilan berbicara siswa SMP jelas berbeda dengan keterampilan siswa SMA. Sehingga perlu adanya formulasi khusus yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan atau pengalaman siswa berbicara di muka umum.

2. Hakikat Pembelajaran Berbicara di SMP

a. Pengertian Pembelajaran

Disebutkan (dalam UU No. 20/2003, Bab I Ayat 20) bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat oleh seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.

Demikian besar peran guru dalam pembelajaran di sekolah, karena komunikasi guru dan siswa merupakan praktis dan terikat dalam situasi pengaruh- memengaruhi serta terarah kepada suatu tujuan pendidikan. Peristiwa tersebut Demikian besar peran guru dalam pembelajaran di sekolah, karena komunikasi guru dan siswa merupakan praktis dan terikat dalam situasi pengaruh- memengaruhi serta terarah kepada suatu tujuan pendidikan. Peristiwa tersebut

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling memengaruhi untuk mencapai tujuan (Hamalik, 1995:57). Pembelajaran tidak hanya sekedar menyampaikan pengetahuan dan membentuk keterampilan saja, namun pembelajaran harus mampu memotivasi siswa untuk aktif, kreatif, dan inovatif, juga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa itu sendiri.

Menurut Suyitno (2004:2) pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim pembelajaran dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Hal ini sejalan dengan penjelasan sebelumnya bahwa, pembelajaran tidak hanya sekedar menyampaikan pengetahuan. Namun, bagaimana agar sebuah pembelajaran dapat menumbukan suasana yang hidup dalam proses belajar.

Istilah pembelajaran sama dengan instruction atau pengajaran. Pengajaran mempunyai arti cara (perbuatan) mengajar dan mengajarkan (Purwadarminta dalam Mardliyah, 2011:21). Pengajaran diartikan sebagai perbuatan mengajar yang dilakukan oleh guru, sehingga dalam hal ini tentu juga ada yang diajar atau belajar, yaitu siswa. Sejalan dengan pendapat tersebut, Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Gagne dan Briggs (dalam Krisna: 2009)

Selain itu, Sagala (2009:164) mengungkapkan bahwa pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, ssedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik mempelajari keterampilan Selain itu, Sagala (2009:164) mengungkapkan bahwa pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, ssedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik mempelajari keterampilan

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan anrata pembelajaran dan pengajaran. Pembelajaran merupakan proses yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada siswa sehingga bukan hanya transfer ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa saja melainkan dari proses pembelajaran tersebut siswa dapat mengalami perubahan tingkah laku yang semakin baik dan dewasa, sedangkan pengajaran merupakan perpindahan pengetahuan dari guru kepada siswa.

b. Komponen-komponen Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan beberapa komponen. Menurut Gino, dkk. (2000:30) komponen tersebut antara lain sebagai berikut.

1) Siswa Siswa adalah orang yang berperan sebagai pencari, penerima, dan pelaksana pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

2) Guru Guru merupakan seseorang yang beritindak sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

3) Tujuan Tujuan adalah perubahan yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan kognitif, psikomotor, dan afektif.

4) Isi pelajaran Isi pelajaran atau materi pelajaran adalah segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

5) Metode Metode merupakan suatu strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang meliputi seluruh kegiatan penyajian bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

6) Media Media merupakan bahan pengajaran yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa

7) Evaluasi Evaluasi merupakan cara yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan belajar mengajar dan sekaligus memberikan baikan setiap komponen tersebut.

c. Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP

Pada prinsipnya berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang sangat penting. Berbicara merupakan salah satu alat komunikasi yang dilakukan secara langssung, yaitu tidak melalui perantara tulisan. Berbicara sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para siswa berpikir secara kritis. Berbicara dapat membantu siswa untuk berani menjelaskan/ mengungkapkan ide-ide, gagasan, dan pikiran-pikirannya secara lisan. Akan tetapi dalam realitanya masih banyak siswa yang belum mampu berbicara dengan baik atau menarik sedangkan mereka sebenarnya memiliki gagasan yang bagus. Oleh karena itu keterampilan berbicara perlu diajarkan kepada siswa sejak dini karena seperti yang kita ketahui bahwa perkembangan anak dalam berbicara terjadi secara perlahan-lahan. Dalam tahap ini anak perlu mendapat bimbingan dalam memahami dan menguasai cara mentransfer ide-ide mereka dalam bahasa lisan (berbicara).

Anindyarini dan Sri Ningsih (2008: 17) menyebutkan bahwa berbicara merupakan suatu keterampilan yang perlu diasah terus-menerus. Jika keterampilan ini dapat dikuasai dan dikembangkan dengan baik, akan menjadi suatu kelebihan yang dapat dimanfaatkan dikemudian hari.

d. Kriteria Penilaian Pembelajaran Berbicara

Tarigan (1993:26) menyebutkan bahwa ada lima faktor yang mendasari kegiatan evaluasi berbicara, di antaranya: (1) ketepatan bunyi, seperti bunyi vokal dan konsonan; (2) pola- pola intonasi, naik turunnya suara, seperti tekanan suku kata yang memuaskan; (3) ketepatan ucapan pembicara yang mencerminkan bahwa tanpa referensi internal, pembicara tetap dapat memahami bahasa yang dipergunakan; (4) susunan yang urut mengenai kata- kata yang diucapkan pembicara; dan (5) sejauh

manakah “kewajaran” dan “kelancaran” yang tercermin ketika berbicara. Banyak kriteria penilaian yang dapat dilakukan guru untuk menilai kegiatan berbicara siswa. Kriteria penilaian tentunya melihat situasi, kondisi, dan keperluan guru. Penilaian dapat dilakukan secara mandiri atau kelompok. Jika perlu guru juga dapat melibatkan siswa sebagai penilai.

Mudini dan Suprijanto (2009:24) berpendapat bahwa ada dua jenis penilaian yang digunakan dalam pembelajaran berbicara, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung untuk menilai sikap siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Penilaian hasil dilakukan berdasarkan unjuk kerja yang dilakukan siswa ketika menyajikan kompetensi berbicara yang dituntut kurikulum atau mempresentasikan secara individual. Penilaian proses berlangsung dengan menggunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (1) keaktifan siswa; (2) minat dan antusiasme; (3) berani berbicara di depan kelas sedangkan dalam penilain hasil, ada beberapa aspek yang dinilai, yaitu (1) tekanan; (tata bahasa); (3) kelancaran; (4) pemahaman; (5) kosa kata.

1) Penilaian Proses Pembelajaran Berbicara

Menurut Sudjana (2010:1) mengungkapkan bahwa penilaian proses belajar mengajar menyangkut penilaian terhadap kegiatan guru, kegiatan siswa, pola interaksi guru dengan siswa, serta kererlaksaan program belajar-mengajar. Lebih lanjut, Sudjana (2010:60) mengungkapkan beberapa kriteria yang bisa digunakan dalam menilai proses belajar-mengajar, antara lain sebagai berikut.

a. Konsistensi kegiatan belajar mengajar dengan kurikulum Kurikulum adalah program belajar mengajar yang ditentukan sebagai acuan apa yang harus dilaksanakan. Acuan tersebut dilakukan secara nyata dalam bentuk dan aspek-aspek, yaitu: (1) tujuan-tujuan pengajaran; (2) bahan pengajaran yang diberikan; (3) jenis kegiatan yang dilaksanakan; (4) cara melaksanakan setiap jenis kegiatan; (5) peralatan yang digunakan; dan (6) penilaian yang digunakan untuk setiap tujuan.

b. Keterlakasanaannya oleh guru Keterlaksanaan ini dapat dilihat dalam hal: (1) mengondisikan kegiatan belajar siswa; (2) menyiapkan alat, sumber, dan perlengkapan belajar; (3) waktu yang disediakan untuk kegiatan belajar mengajar; (4) memberikan bantuan dan bimbingan kepada siswa; (5) melaksanaan penilaian proses dan hasil belajar oleh siswa; dan (6) menggeneralisasikan penilain proses dan hasil belajar mengajar saat itu dan tindak lanjut untuk kegiatan belajar mengajar berikutnya.

c. Keterlaksanaannya oleh siswa Keterlaksanaan oleh siswa dapat dilihat dalam hal: (1) memahami dan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh guru; (2) semua siswa turut serta melakukan kegiatan belajar; (3) tugas-tugas belajar dapat diselesaikan sebagaimana mestinya; (4) memenfaatkan semua sumber belajar yang disediakan guru; dan (5) menguasai tujuan-tujuan pengajaran yang telah ditetepkan guru.

d. Motivasi belajar siswa Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari motivasi belajar yang ditunjukkan oleh para siswa pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran. Motivasi siswa dapat dilihat dari; (1) minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran; (2) semangat siswa untuk melakukan tugas-tugas belajarnya; (3) tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugasnya; (4) rasa senang dan puas dalam mengerjakan tugas yang diberikan.

e. Keaktifan para siswa dalam kegiatan belajar keaktifan siswa dapat diliat dalam hal; (1) turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya; (2) terlibat dalam masalah; (3) bertanya pada siswa lain atau guru; (4) berusaha mencari berbagai informasi; (5) melaksanakan diskusi kelompok; dan (6) menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya.

f. Interaksi guru siswa Interaksi guru dengan siswa, yaitu; (1) tanya jawab antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa; (2) bantuan yang guru berikan pada siswa ketika mengalami kesulitan; (3) guru sebagai fasilitator belajar siswa; dan (4) pemberian umpan balik oleh guru kepada siswa.

g. Kemampuan atau keterampilan guru mengajar Kemampuan atau keterampilan guru mengajar, yakni; (1) menguasai bahan materi ajar; (2) terampil berkomunikasi dengan siswa; (3) penguasaan kelas; (4) penggunaan alat dan sumber belajar; (4) terampil mengajukan pertanyaan kepada siswa baik lisan maupun tulisan.