Tanda dalam Cerpen Menyusu Ayah

C. Tanda dalam Cerpen Menyusu Ayah

1. Tanda pada Cerpen Menyusu Ayah dalam Ranah Komunikasi Rabaan

1) “Ketika Ibu kehabisan napas (nafas) dan sudah tidak dapat lagi mengejan, saya menggigiti dinding vagina Ibu dengan gusi supaya jalan keluar bagi saya lebih mudah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:36).

2) “Karena, saya tidak mengisap puting payudara Ibu” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37).

3) “Saya mengisap penis Ayah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37).

4) “Saya menyedot air mani Ayah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37).

5) “Payudara tidak untuk menyusui tapi hanya untuk dinikmati lelaki, begitu kata Ayah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37).

6) “Saya ingin menikmati lelaki, seperti ketika menyusu penis Ayah waktu bayi” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37).

7) “Saya heran, kenapa Ayah tidak pernah menyusui lagi” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37).

8) “Katanya, ia tidak pernah menyusui saya dengan penisnya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37).

9) “Menunggu Ayah menyusui” (Djenar Maesa Ayu, 2008:38).

10) “Sejak Ayah tidak lagi sudi menyusui, saya berpaling ke teman- teman Ayah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39).

11) “Saya tidak ingin mencicipi lagi susu teman-teman laki saya yang sebaya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39).

12) “Saya senang cara mereka mengarahkan kepala saya perlahan ke bawah dan membiarkan saya berlama-lama menyusu di sana” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39).

13) “Saya senang mendengar desahan napas mereka dan menikmati genggaman yang mengencang pada rambut saya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39).

14) “Saya merasa dimanjakan karena mereka mau menunggu sampai saya puas menyusu” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39).

15) “Saya menyukai air susu mereka yang menderas ke dalam mulut saya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39-40).

16) “Pada suatu hari ketika sedang asyik menyusu salah satu teman Ayah, ia meraba payudara saya yang rata” (Djenar Maesa Ayu, 2008:40).

17) “Saya tidak ingin dinikmati” (Djenar Maesa Ayu, 2008:41).

18) “Saya terhipnotis oleh kenikmatan yang memenuhi mulut saya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:41).

19) “Ia tidak saja hanya meraba payudara saya, tapi juga kemaluan saya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:41).

20) “Tapi ternyata ia hanya meraba bagian luar kemaluan saya tanpa memasukkan jarinya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:41).

21) “Ia mencium kening saya, turun ke bibir, turun ke dagu, turun ke leher, turun ke payudara dan terus turun hingga kemaluan saya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:42).

22) “Ia merentangkan kaki saya lalu menindih saya dengan tubuhnya yang penuh lemak” (Djenar Maesa Ayu, 2008:42).

23) “Saya merasakan sesuatu yang hangat menyembur deras dalam kemaluan saya”(Djenar Maesa Ayu, 2008:42).

24) “Dan mual membayangkan penisnya yang tengah berada di dalam kemaluan saya” (Djenar Maesa Ayu, 2008:42).

Dari kutipan nomor 1 sampai 24, terdapat pernyataan berunsur erotis yang mengandung unsur sentuhan dan rabaan di dalamnya. Pada kutipan nomor 1 terdapat pernyataan “… menggigiti dinding vagina Ibu dengan gusi ….” yang dalam cerpen Menyusu Ayah bermakna bahwa saat Ibu Nayla berusaha melahirkannya, Nayla menggambarkan saat itu dia (Nayla bayi) menggigit dinding vagina Ibunya dengan gusi agar jalan keluar lahirnya lebih mudah. Kemudian pada kutipan nomor 2 terdapat pernyataan “… mengisap puting payudara Ibu” yang bermakna menyusu dari payudara Ibu. Dalam cerpen Menyusu Ayah pernyataan “… saya tidak mengisap puting payudara Ibu” bermakna bahwa selama ini Nayla tidak menyusu dari payudara Ibunya.

Pada kutipan nomor 3 terdapat pernyataan “… mengisap penis ….”, lalu pada kutipan nomor 6, 7, 8, 9, 10, 12, 14 serta 16 terdapat pernyataan “… menyusu …. dan … menyusui ….”. Beberapa pernyataan tersebut memiliki makna yang sama yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan cara oral. Pengertian seks oral yakni, “Aktivitas-aktivitas seksual yang mencakup penggunaan mulut, lidah dan kerongkongan untuk merangsang genitalia” ( http://jomblos.blogspot.com/2008/07/pengertian.oral.sex.html) . Dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna Nayla melakukan seks oral dengan cara mengisap penis milik ayahnya, teman-teman ayahnya dan teman-teman lai- laki sebaya Nayla.

Pada kutipan nomor 4, 11 dan18 terdapat pernyataan “… menyedot air mani ….”, “… mencicipi lagi susu teman-teman laki ….” dan “… kenikmatan yang memenuhi mulut saya” yang dalam cerpen Menyusu Ayah pernyataan tersebut bermakna, saat Nayla melakukan seks oral, dia juga mengisap sperma laki-laki pasanganya ke dalam mulutnya. Selanjutnya pada kutipan nomor 5 terdapat pernyataan “Payudara tidak untuk menyusui tapi hanya untuk dinikmati lelaki, ….” yang dalam cerpen Menyusu Ayah pernyataan tersebut bermakna, selama ini Ayah Nayla mendoktrin Nayla bahwa payudara perempuan yang dimilikinya tidak digunakan untuk menyusui bayi, akan tetapi payudara perempuan digunakan untuk memuaskan nafsu birahi atau hasrat seksual laki-laki.

Pada kutipan nomor 13, terdapat pernyataan “… menikmati genggaman yang mengencang pada rambut saya” yang dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut menggambarkan puncak kenikmatan yang dirasakan teman- teman Ayah Nayla saat melakukan seks oral dengan Nayla. Kemudian pada kutipan nomor 15, terdapat pernyataan “… air susu ….” yang dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut menggambarkan bahwa air susu yang digambarkan dinikmati Nayla selama ini sebenarnya adalah sperma laki-laki yang masuk ke dalam mulutnya.

Pada kutipan nomor 17, terdapat pernyataan “… dinikmati” yang dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna bahwa Nayla tidak ingin melakukan hubungan seksual yang hanya bertujuan untuk memuaskan nafsu birahi laki-laki saja. Selanjutnya pada kutipan nomor 19 dan 20, terdapat pernyataan “Ia tidak hanya meraba payudara, tapi juga kemaluan …” dan “… meraba bagian luar kemaluan ….” yang dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan Pada kutipan nomor 17, terdapat pernyataan “… dinikmati” yang dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna bahwa Nayla tidak ingin melakukan hubungan seksual yang hanya bertujuan untuk memuaskan nafsu birahi laki-laki saja. Selanjutnya pada kutipan nomor 19 dan 20, terdapat pernyataan “Ia tidak hanya meraba payudara, tapi juga kemaluan …” dan “… meraba bagian luar kemaluan ….” yang dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan

Pada kutipan nomor 22, terdapat pernyataan “… menindih saya ….” dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna tubuh Nayla dihimpit oleh tubuh teman Ayahnya dengan berada di atas tubuh Nayla. Teman Ayah Nayla menghimpit tubuh Nayla di bawahnya dengan tujuan untuk melakukan hubungan seksual kepada Nayla. Kemudian pada kutipan nomor 23, terdapat pernyataan “… sesuatu yang hangat menyembur deras dalam kemaluan saya” yang dalam cerpen Menyusu Ayah pernyataan tersebut bermakna bahwa teman Ayah Nayla menyemburkan spermanya ke dalam vagina Nayla. Selanjutnya pada kutipan nomor 24, terdapat pernyataan “… penisnya yang tengah berada di dalam kemaluan” yang dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna penis teman Ayah Nayla masuk dalam vagina Nayla.

2. Tanda pada Cerpen Menyusu Ayah dalam Ranah Kode-Kode Kultural

1) “Nama saya Nayla. Saya perempuan, tapi saya tidak lemah dari laki- laki. Karena, saya tidak mengisap puting payudara Ibu. Saya mengisap 1) “Nama saya Nayla. Saya perempuan, tapi saya tidak lemah dari laki- laki. Karena, saya tidak mengisap puting payudara Ibu. Saya mengisap

2) “Saya kencing berdiri. Saya melakukan segala hal yang dilakukan anak laki-laki” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37).

3) “Payudara saya rata. Namun saya tidak terlalu peduli dengan payudara. Tidak ada pentingnya bagi saya. Payudara tidak untuk menyusui tapi hanya untuk dinikmati lelaki, begitu kata ayah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37).

4) “Saya ingin mengatakan kalau ayah yang sebenarnya mempunyai pikiran-pikiran kotor dengan menuduh Ibu tidur dengan laki-laki lain” (Djenar Maesa Ayu, 2008:38).

5) “Saya tidak ingin mencicipi lagi susu teman-teman laki saya yang sebaya. Susu mereka belum berproduksi banyak. Mereka terlalu cepat kehabisan susu. Dan biasanya mereka tidak mau bergaul dengan saya lagi” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39).

6) “Saya senang jika teman-teman Ayah memangku dan mengelus-elus rambut saya, tidak seperti teman-teman sebaya yang harus saya rayu terlebih dahulu. Saya senang setiap kali bibir mereka membisiki telinga saya bahwa saya adalah anak gadis yang manis. … Saya senang cara mereka mengarahkan kepala saya perlahan ke bawah dan membiarkan saya berlama-lama menyusu di sana” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39).

7) “Pada suatu hari ketika sedang asyik menyusu salah satu teman Ayah, ia meraba payudara saya yang rata” (Djenar Maesa Ayu, 2008:40).

Pada kutipan nomor 1, terdapat pernyataan “Saya perempuan, tapi saya tidak lemah dari laki-laki. Karena, saya tidak mengisap puting payudara Ibu. Saya mengisap penis Ayah. Dan saya tidak menyedot air susu Ibu. Saya menyedot air mani Ayah”. Dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna Nayla adalah seorang anak perempuan yang dibesarkan tanpa figur seorang Ibu karena Ibu Nayla telah meninggal setelah melahirkannya. Selama ini pada masa tumbuh kembangnya, Nayla diasuh dan dibesarkan oleh ayahnya. Digambarkan juga dalam cerpen tersebut, pada masa anak-anak, Nayla pernah mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh ayah kandungnya sendiri.

Ditinjau dari segi kode-kode kultural, pernyataan dalam kutipan nomor 1 bertentangan dengan kultur yang terdapat dalam masyarakat. Pertentangan itu digambarkan dengan adanya pelecehan seksual yang dialami Nayla saat masih anak-anak dan pelecehan tersebut dilakukan oleh ayah kandungnya. Ditinjau dari segi peranan dalam keluarga, hal itu sangat bertentangan dengan kultur yang terdapat di dalam masyarakat. Menurut William J. Goode, “Orang tua diharapkan melindungi anak-anak mereka meskipun mereka harus mati untuk itu” (1983:23). Sementara itu di dalam karyanya, Djenar menggambarkan sosok seorang ayah yang telah menyakiti anaknya dengan cara melakukan pelecehan seksual terhadap putrinya. Perbuatan Ayah Nayla tersebut dapat dikategorikan sebagai pedofilia. Pedofilia didefinisikan sebagai ganguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa, biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau ekslusif pada anak prapuber (http;//id.wikipedia.org/wiki/Pedofilia). Perbuatan tersebut tidak pantas dilakukan oleh orang tua kepada anaknya karena Ditinjau dari segi kode-kode kultural, pernyataan dalam kutipan nomor 1 bertentangan dengan kultur yang terdapat dalam masyarakat. Pertentangan itu digambarkan dengan adanya pelecehan seksual yang dialami Nayla saat masih anak-anak dan pelecehan tersebut dilakukan oleh ayah kandungnya. Ditinjau dari segi peranan dalam keluarga, hal itu sangat bertentangan dengan kultur yang terdapat di dalam masyarakat. Menurut William J. Goode, “Orang tua diharapkan melindungi anak-anak mereka meskipun mereka harus mati untuk itu” (1983:23). Sementara itu di dalam karyanya, Djenar menggambarkan sosok seorang ayah yang telah menyakiti anaknya dengan cara melakukan pelecehan seksual terhadap putrinya. Perbuatan Ayah Nayla tersebut dapat dikategorikan sebagai pedofilia. Pedofilia didefinisikan sebagai ganguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa, biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau ekslusif pada anak prapuber (http;//id.wikipedia.org/wiki/Pedofilia). Perbuatan tersebut tidak pantas dilakukan oleh orang tua kepada anaknya karena

Dalam kasus antara Nayla dengan ayahnya, Nayla mendapatkan suatu kepuasan dalam dirinya saat melakukan oral seks. Hal tersebut terjadi karena di masa anak-anak, seorang anak akan mengalami infantile sex play (http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1961418-dampak-mastrubasiterhadap -kesehatan/). Anak-anak juga dapat merasakan dorongan seksual di masa pertumbuhannya dan keadaan itu disebut dengan infantil seksual. Apabila seorang anak di masa tumbuh kembangnya mendapatkan kenikmatan seksual dalam perilakunya, maka anak tersebut akan mencoba untuk mengulangi perilaku tersebut untuk memenuhi hasrat seksualnya. Keadaan inilah yang kemudian terjadi pada diri Nayla, setelah pelecehan seksual yang diterimanya. Nayla yang masih anak-anak mendapatkan kepuasan seksual dari perilaku tersebut dan akhirnya Nayla berusaha untuk mengulangi perbuatan itu untuk memenuhi hasrat seksualnya.

Pada kutipan nomor 2, terdapat pernyataan “Saya kencing berdiri”. Dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna Nayla melakukan buang air kecil atau kencing dengan posisi berdiri. Ditinjau dari segi kode-kode kultural, pernyataan tersebut bertentangan dengan kultur yang ada dalam masyarakat, karena digambarkan Nayla adalah seorang perempuan yang melakukan buang air kecil dengan posisi berdiri. Dalam kultur yang ada pada masyarakat, saat seorang perempuan melakukan buang air kecil, seharusnya dilakukan dalam posisi jongkok. Posisi berdiri yang dilakukan Nayla saat kencing adalah sikap yang tidak Pada kutipan nomor 2, terdapat pernyataan “Saya kencing berdiri”. Dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna Nayla melakukan buang air kecil atau kencing dengan posisi berdiri. Ditinjau dari segi kode-kode kultural, pernyataan tersebut bertentangan dengan kultur yang ada dalam masyarakat, karena digambarkan Nayla adalah seorang perempuan yang melakukan buang air kecil dengan posisi berdiri. Dalam kultur yang ada pada masyarakat, saat seorang perempuan melakukan buang air kecil, seharusnya dilakukan dalam posisi jongkok. Posisi berdiri yang dilakukan Nayla saat kencing adalah sikap yang tidak

Pada kutipan nomor 3, terdapat pernyataan “Namun saya tidak terlalu peduli dengan payudara. Payudara tidak untuk menyusui tapi hanya untuk dinikmati lelaki, begitu kata ayah”. Dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna bahwa Nayla tidak peduli dengan payudara miliknya karena Nayla didoktrin oleh pendapat ayahnya yang menganggap payudara perempuan hanya sebagai objek pemuas nafsu birahi laki-laki. Ditinjau dari segi kode-kode kultural, pernyataan tersebut bertentangan dengan kultur yang ada dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena saat seorang perempuan telah menjadi istri dan seorang Ibu, fungsi utama payudara perempuan digunakan untuk menyusui anak mereka. Jika payudara dapat menggugah atau memuaskan nafsu birahi laki- laki, hal tersebut dianggap sebagai manfaat sekunder dan bukan fungsi utama dari payudara seorang perempuan.

Pada kutipan nomor 4, terdapat pernyataan “… menuduh Ibu tidur dengan laki-laki lain”. Dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna Ayah Nayla menuduh istrinya (Ibu Nayla) telah melakukan hubungan seksual dengan laki-laki lain dan akibatnya mengandung Nayla. Ditinjau dari segi-segi kultural, pernyataan tersebut bertentangan dengan kultur yang ada dalam masyarakat, karena tidak sepantasnya seorang suami merendahkan harga diri istrinya dengan menuduh sang istri berhubungan seksual dengan laki-laki lain tanpa ada bukti yang jelas. Bagi masyarakat, seorang suami seharusnya melindungi, menghormati, menghargai dan menjaga harga diri istrinya. Dalam cerpen Menyusu Ayah, tokoh Ayah Nayla tidak dapat menghargai istrinya sendiri dengan menuduh istrinya

berhubungan seksual dengan laki-laki lain. Dari permasalahan tersebut, diindikasikan terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dalam bentuk psikis. Perlakuan yang bersifat psikologis dapat berdampak merasa tersiksa, sakit hati dan dendam yang disadari atau tidak perlakuan semacam ini harusnya dapat disetarakan dengan KDRT ( http://politik.kompasiana.com/2010/05/03/hukum- rimba-kdrt-fisik-psikologis-dan-psiki artis-2/). Kekerasan dalam rumah tangga dapat berbentuk fisik, misalnya pemukulan yang dilakukan suami terhadap istri, dan dalam bentuk psikis seperti penghinaan suami terhadap istrinya. Perlakuan tersebut membuat istrinya merasa sakit hati karena hal yang dituduhkan tersebut tidak benar dan tidak terbukti, seperti yang tergambar dalam cerpen Menyusu Ayah .

Pada kutipan nomor 5, terdapat pernyataan “Saya tidak ingin mencicipi lagi susu teman-teman laki saya yang sebaya”. Dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna bahwa selama ini Nayla telah menjadikan teman laki-laki sebayanya sebagai objek seks oral. Ditinjau dari segi kultural, pernyataan tersebut bertentangan dengan kultur yang ada dalam masyarakat, sebab perbuatan Nayla dianggap tidak pantas dilakukan, karena usia Nayla yang masih anak-anak dan belum saatnya untuk dapat melakukan hubungan seksual. Selain itu, Nayla menjadikan teman laki-laki sebayanya sebagai objek untuk memuaskan nafsu seksualnya. Perilaku tersebut dinilai tidak pantas dilakukan oleh Nayla karena seharusnya di usia tersebut mereka (Nayla dan teman-temannya) dapat bermain selayaknya anak-anak lain seusianya dan belum saatnya melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa. Permasalahan tersebut menjadi cermin Pada kutipan nomor 5, terdapat pernyataan “Saya tidak ingin mencicipi lagi susu teman-teman laki saya yang sebaya”. Dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna bahwa selama ini Nayla telah menjadikan teman laki-laki sebayanya sebagai objek seks oral. Ditinjau dari segi kultural, pernyataan tersebut bertentangan dengan kultur yang ada dalam masyarakat, sebab perbuatan Nayla dianggap tidak pantas dilakukan, karena usia Nayla yang masih anak-anak dan belum saatnya untuk dapat melakukan hubungan seksual. Selain itu, Nayla menjadikan teman laki-laki sebayanya sebagai objek untuk memuaskan nafsu seksualnya. Perilaku tersebut dinilai tidak pantas dilakukan oleh Nayla karena seharusnya di usia tersebut mereka (Nayla dan teman-temannya) dapat bermain selayaknya anak-anak lain seusianya dan belum saatnya melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa. Permasalahan tersebut menjadi cermin

Pada kutipan nomor 6 dan 7, terdapat pernyataan “Teman-teman Ayah memangku dan mengelus-elus rambut saya, tidak seperti teman-teman sebaya yang harus saya rayu terlebih dahulu”; “Saya senang cara mereka mengarahkan kepala saya perlahan ke bawah dan membiarkan saya berlama-lama menyusu di sana” dan “Ia meraba payudara saya yang rata” . Dalam cerpen Menyusu Ayah, pernyataan tersebut bermakna bahwa teman Ayah Nayla selama ini telah menjadikan Nayla sebagai objek seksual mereka. Teman Ayah Nayla mengajak Nayla melakukan hubungan seksual di saat keadaan rumah Nayla sepi. Ditinjau dari kode-kode kultural, pernyataan tersebut bertentangan dengan kultur yang ada dalam masyarakat, karena bagi masyarakat, orang dewasa seharusnya dapat menyayangi dan menjaga anak-anak. Dalam cerpen tersebut, digambarkan bahwa teman-teman Ayah Nayla menjadikan Nayla sebagai objek pemuas hasrat seksual mereka. Perbuatan itu tidak pantas dan tidak seharusnya dilakukan oleh teman Ayah Nayla, sebab mereka seharusnya menganggap dan menyayangi Nayla seperti putrinya sendiri karena Ayah Nayla adalah teman mereka.

3. Tanda pada Cerpen Menyusu Ayah dalam Ranah Komunikasi Massa

1) “Nama saya Nayla. Saya perempuan, tapi saya tidak lemah dari laki- laki. Karena, saya tidak mengisap puting payudara Ibu. Saya mengisap penis Ayah. Dan saya tidak menyedot air susu Ibu. Saya menyedot air mani Ayah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:36-37).

2) “Saya ingin menikmati lelaki, seperti ketika menyusu penis Ayah waktu bayi” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37).

3) “Payudara tidak untuk menyusui tapi hanya untuk dinikmati lelaki, begitu kata Ayah” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37).

4) “Saya kencing berdiri. Saya melakukan segala hal yang dilakukan anak laki-laki” (Djenar Maesa Ayu, 2008:37).

5) “Saya tidak ingin mencicipi lagi susu teman-teman laki saya yang sebaya. Susu mereka belum berproduksi banyak. Mereka terlalu cepat kehabisan susu. Dan biasanya mereka tidak mau bergaul dengan saya lagi” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39).

6) “Saya senang jika teman-teman Ayah memangku dan mengelus-elus rambut saya, tidak seperti teman-teman sebaya yang harus saya rayu terlebih dahulu. Saya senang setiap kali bibir mereka membisiki telinga saya bahwa saya adalah anak gadis yang manis. … Saya senang cara mereka mengarahkan kepala saya perlahan ke bawah dan membiarkan saya berlama-lama menyusu di sana” (Djenar Maesa Ayu, 2008:39).

7) “Ia merentangkan kaki saya lalu menindih saya dengan tubuhnya yang penuh lemak” (Djenar Maesa Ayu, 2008:42).

Pada kutipan nomor 1 sampai 6, Djenar Maesa Ayu sebagai penulis menggambarkan kehidupan seksual yang dialami Nayla ke dalam teks-teks erotis. Hal tersebut dilakukan Djenar dengan tujuan untuk menarik minat masyarakat agar membaca karyanya. Lewat teks-teks itu pula, Djenar menampilkan permasalahan-permasalahan sosial kepada pembaca. Hal itu bertujuan agar Pada kutipan nomor 1 sampai 6, Djenar Maesa Ayu sebagai penulis menggambarkan kehidupan seksual yang dialami Nayla ke dalam teks-teks erotis. Hal tersebut dilakukan Djenar dengan tujuan untuk menarik minat masyarakat agar membaca karyanya. Lewat teks-teks itu pula, Djenar menampilkan permasalahan-permasalahan sosial kepada pembaca. Hal itu bertujuan agar

Pada kutipan nomor 1 sampai 6, Djenar menggambarkan kehidupan seksual Nayla yang terjadi mulai saat dia kecil sampai besar ke dalam teks-teks erotis. Pada kutipan nomor 1, Djenar menggambarkan pelecehan seksual yang diterima Nayla oleh ayah kandungnya saat dia masih kecil. Peristiwa tersebut membekas di benak Nayla dan membuat Nayla merasa ketagihan sehingga ingin mengulangi perbuatan itu lagi. Hal tersebut kemudian digambarkan Djenar dalam kutipan nomor 2. Akibat Ayah Nayla mengelak pelecehan seksual yang telah dilakukannya pada Nayla dan menolak untuk mengulangi perbuatan itu lagi, Nayla melampiaskan hasrat seksualnya kepada teman laki-laki sebayanya dengan menjadikan mereka sebagai objek seks oral yang dia lakukan. Hal itu digambarkan Djenar dalam kutipan nomor 3.

Pada kutipan nomor 4 dan 5, Djenar menggambarkan pelecehan seksual yang dilakukan oleh teman Ayah Nayla kepada Nayla. Teman-teman Ayah Nayla memanfaatkan Nayla sebagai objek pelampiasan nafsu seksual mereka dengan mengajak Nayla melakukan seks oral. Nayla yang tidak mengerti tentang arti perbuatan tersebut menerima ajakan teman-teman Ayahnya dan mencoba menikmati perbuatan itu karena Nayla merasa ketagihan. Tidak hanya mengajak Nayla melakukan seks oral, bahkan salah satu dari teman Ayah Nayla telah memperkosa Nayla. Hal ini menggambarkan bahwa orang-orang dewasa di sekitar Nayla tidak dapat melindungi dan mendidik Nayla dengan baik. Dari penggambaran tersebut tersirat pesan yang ditujukan Djenar kepada para orang Pada kutipan nomor 4 dan 5, Djenar menggambarkan pelecehan seksual yang dilakukan oleh teman Ayah Nayla kepada Nayla. Teman-teman Ayah Nayla memanfaatkan Nayla sebagai objek pelampiasan nafsu seksual mereka dengan mengajak Nayla melakukan seks oral. Nayla yang tidak mengerti tentang arti perbuatan tersebut menerima ajakan teman-teman Ayahnya dan mencoba menikmati perbuatan itu karena Nayla merasa ketagihan. Tidak hanya mengajak Nayla melakukan seks oral, bahkan salah satu dari teman Ayah Nayla telah memperkosa Nayla. Hal ini menggambarkan bahwa orang-orang dewasa di sekitar Nayla tidak dapat melindungi dan mendidik Nayla dengan baik. Dari penggambaran tersebut tersirat pesan yang ditujukan Djenar kepada para orang

Pada kutipan nomor 6 dan 7, Djenar menggambarkan bahwa Nayla mendapatkan pengasuhan yang salah dari ayahnya. Pada kutipan nomor 6, digambarkan bahwa Nayla di doktrin oleh Ayahnya. Sayangnya, doktrin tersebut salah dan membuat Nayla terseret dalam sikap yang tidak sesuai dengan kodratnya sebagai perempuan. Hal tersebut digambarkan Djenar pada kutipan nomor 7, bahwa Nayla melakukan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki, sedangkan perbuatan tersebut tidak sepantasnya dilakukan oleh perempuan seperti Nayla. Perilaku seperti itu terjadi karena selama masa pertumbuhannya, Nayla tidak mendapatkan contoh teladan dari seorang figur Ibu. Selain itu, selama ini Nayla mendapatkan teladan dan asuhan yang tidak tepat dari ayahnya sehingga membuatnya bersikap seperti laki-laki. Dari penggambaran tersebut, Djenar ingin menyampaikan pesan lewat karyanya kepada para orangtua agar mereka dapat mengasuh, mendidik dan memberikan teladan yang baik bagi anak-anak mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Eco yakni, “Kelompok- kelompok produktif yang mengolah dan mengirimkan pesan-pesan tertentu dengan sarana-sarana industri” (Eco, 2008:17). Dalam hal ini, Djenar sebagai bagian dari kelompok produktif mengolah dan mengirimkan pesan kepada masyarkat melalui cerpen karyanya yang diterbitkan sebagai sarana industri.