BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Sampai saat ini penyakit malaria merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia karena angka morbiditas dan mortalitas yang
masih tinggi. Di Indonesia penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular yang masih memerlukan perhatian khusus, terutama di daerah luar Jawa-Bali
Rampengan,2000. Dengan perkembangan transportasi, mobilisasi penduduk dunia khususnya dengan berkembangnya pariwisata, infeksi malaria juga merupakan
masalah bagi negara-negara maju karena munculnya penyakit malaria di negara tersebut Laihad dan Gunawan,2000.
Menurut WHO, di Indonesia ditemukan lebih dari 6 juta penderita malaria dengan 700 kematian setiap tahun. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT
tahun 2001 memperkirakan jumlah kasus malaria sebanyak 15 juta kasus klinis dan sekitar 70 juta penduduk atau lebih kurang sekitar 35 dari jumlah penduduk
Indonesia bertempat tinggal di daerah yang endemis malaria. Sebanyak 56,3 juta penduduk tinggal di daerah endemis sedang sampai endemis tinggi Depkes,2003 ;
Depkes,2005. Peningkatan insidensi malaria hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia
sejak tahun 1997. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan lingkungan yang berakibat meluasnya tempat perindukan nyamuk penular malaria. Penyebab lainnya
adalah mobilitas penduduk yang cukup tinggi, perubahan iklim yang menyebabkan
Titik Yuniarti : Perbandingan Efikasi Kombinasi Artesunat-Sulfadioksin Pirimetamin Dengan Artesunat-Amodiakuin Pada Penderita Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi, 2007.
USU e-Repository © 2008
musim hujan lebih panjang dari musim kemarau, krisis ekonomi yang berkepanjangan yang menyebabkan masyarakat banyak menderita gizi buruk yang
akhirnya menurunkan daya tahan tubuh sehingga lebih mudah untuk tertular penyakit malaria ini Depkes,2003.
Salah satu wilayah di Indonesia yang mempunyai kasus malaria cukup tinggi adalah Kabupaten Nias Selatan. Daerah ini termasuk High Incidence Area HIA
karena didapati Annual Malaria Incidence AMI tahun 2003 sebesar 65,06‰, tapi kemudian menurun menjadi 36,26‰ sehingga menjadi Moderete Incidence Area
MIA. Kemudian pada tahun 2005 meningkat kembali menjadi 124,24‰. Kasus malaria klinis yang diperiksa darahnya selama tahun 2005 sebesar 7,36 dengan
angka Slide Positive Rate SPR sebesar 11,46 dan spesies yang dominan dijumpai pada pemeriksaan ini adalah P. falciparum Hakim,2006.
Penggunaan obat antimalaria merupakan salah satu upaya penting dalam penanggulangan malaria. Masalahnya adalah cepatnya penyebaran resistensi terhadap
obat antimalaria yang selama ini digunakan. Klorokuin adalah salah satu obat antimalaria yang paling banyak dilaporkan telah resisten, selain obat antimalaria
standar lainnya. Penelitian yang dilakukan secara in vivo di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2001, ditemukan resistensi terhadap
klorokuin sebesar 47,5 dan sulfadoksin-pirimetamin sebesar 50 Ginting,dkk,2001.
Dalam 30 tahun terakhir telah dilaporkan resistensi P.falciparum terhadap klorokuin di Indonesia. Kasus resistensi obat anti malaria di Indonesia, khususnya
Titik Yuniarti : Perbandingan Efikasi Kombinasi Artesunat-Sulfadioksin Pirimetamin Dengan Artesunat-Amodiakuin Pada Penderita Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi, 2007.
USU e-Repository © 2008
klorokuin penyebarannya tidak merata, namun semua propinsi telah melaporkan kasus resistensi obat tersebut Depkes, 1995.
Melihat begitu banyak kasus kegagalan pengobatan malaria dengan klorokuin telah teridentifikasi sejak lama in vivo maupun in vitro , maka perlu diuji
penggunaan kombinasi obat antimalaria mengganti klorokuin yang selama ini masih digunakan dalam pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi. Pengobatan
monoterapi selama ini digunakan sebagai pengobatan untuk penderita malaria di Kabupaten Nias Selatan sudah tidak dianjurkan lagi karena dapat mempercepat
terjadinya resistensi. Sebagai alternatif pengobatan, Depkes menganjurkan penggunaan kombinasi derivat artemisinin untuk pengobatan malaria falciparum
tanpa komplikasi, seperti kombinasi antara artesunat dengan amodiakuin. Obat ini terbukti efektif dan efisien untuk penanggulangan malaria di Cina dan Vietnam
Bloland, 2001 ; Yeka,dkk, 2005. WHO 2001 juga menganjurkan kombinasi antimalaria dengan basis artemisinin untuk pengobatan malaria.
Keuntungan penggunaan
kombinasi derivat
artemisinin ini
selain memperlambat terjadinya resistensi, juga karena efikasinya yang tinggi untuk
membersihkan parasit dalam darah dan menghilangkan simptom malaria. Efek terhadap gametosit dapat menghambat penyebaran penularan malaria di daerah
dengan tingkat transmisi rendah dan sedang. Laporan resisten dari obat ini pun belum ada WHO,2001
Di Nias Selatan penggunaan obat antimalaria berbasis artemisinin artesunat- amodiakuin untuk pengobatan malaria falciparum sedang dilakukan, dan pengadaan
obat-obatnya artesunat-amodiakuin ; arsucam
®
, artesdiakuin
®
disediakan oleh
Titik Yuniarti : Perbandingan Efikasi Kombinasi Artesunat-Sulfadioksin Pirimetamin Dengan Artesunat-Amodiakuin Pada Penderita Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi, 2007.
USU e-Repository © 2008
WHO dan organisasi kesehatan dunia lainnya. Kombinasi obat ini masih belum familiar di daerah ini, sehingga secara teknis peneliti melihat pemberian obat ini tidak
berjalan baik, bahkan tidak digunakan sama sekali. Pada saat ini kombinasi berbasis artemisinin merupakan pengobatan first line
baru yang didukung oleh WHO dalam pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi. Artesunat-amodiakuin adalah kombinasi yang paling banyak digunakan
di negara-negara endemis malaria pada saat ini. Kombinasi ini sangat efektif untuk mengobati infeksi P.falciparum dan mencegah timbulnya kembali parasit van den
broek,dkk,2005. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kombinasi artesunat dengan
amodiakuin dan kombinasi artesunat dengan sulfadoksin-pirimetamin, sebagai pilihan alternatif kombinasi berbasis artemisin. Di Sudan, kombinasi artesunat-amodiakuin
dijumpai efikasi hanya sebesar 89,7, sedangkan untuk kombinasi artesunat- sulfadoksin pirimetamin, efikasinya sampai 97-98. Kombinasi ini merupakan
pilihan pengobatan yang lebih baik di Sudan karena menunjukkan persentasi yang lebih rendah untuk munculnya perasitemia kembali dan efikasinya yang cukup tinggi
Van den broek,dkk, 2005. Di Senegal, ditemukan efikasi untuk kombinasi artesunat-amodiakuin pada pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi sebesar
82 dibandingkan dengan pengobatan monoterapi amodiakuin sebesar 79 Adjuik,dkk,2002.
Walaupun diketahui kombinasi derivat artemisinin dengan obat yang telah
resisten tidak efektif Theonest,dkk, 2005, tetapi di Thailand dengan tingkat resistensi meflokuin yang cukup tinggi, pernah dilakukan penelitian dengan
Titik Yuniarti : Perbandingan Efikasi Kombinasi Artesunat-Sulfadioksin Pirimetamin Dengan Artesunat-Amodiakuin Pada Penderita Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi, 2007.
USU e-Repository © 2008
kombinasi artesunat dan didapati hasil yang cukup baik, selain meningkatkan efikasi juga memperlambat terjadinya resistensi dan mengurangi transmisi serta mengurangi
insidensi dari P.falciparum Nosten,dkk, 1994; Nosten,dkk, 2000. Penelitian yang dilakukan Tjitra, dkk 2001 di Irian Jaya dengan pengobatan kombinasi artesunat
dan sulfadoksin pirimetamin pada malaria falciparum tanpa komplikasi menunjukkan adanya peningkatan efikasi sulfadoksin pirimetamin. Kombinasi artemisinin dengan
klorokuin sudah tidak rasional lagi karena secara umum klorokuin tidak efektif lagi. Di beberapa daerah sulfadoksin-pirimetamin masih cukup efektif. Uji klinik
kombinasi artemisinin dengan sulfadoksin-pirimetamin untuk pengobatan malaria falciparum di Papua menunjukkan risiko kegagalan pengobatan kombinasi jauh lebih
kecil dibandingkan dengan hanya sulfadoksin-pirimetamin Tjitra,2004. Pada penelitian yang dilakukan di Gambia dijumpai efikasi yang cukup baik pada
pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi sebesar 94 Seidlein,dkk,2000. Begitu juga dengan Taylor, dkk 2003 yang juga melakukan penelitian di Gambia,
pengobatan dengan kombinasi artesunat-sulfadoksin pirimetamin menunjukkan efikasi yang sangat tinggi 96,8 dibandingkan dengan sulfadoksin pirimetamin
yang efikasinya 89,6 untuk pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi. Dipilihnya pengobatan dengan artesunat yang dikombinasikan dengan
sulfadoksin-pirimetamin pada penderita malaria falciparum tanpa komplikasi selain dapat meningkatkan efikasi dan mengurangi resistensi, diharapkan penggunaan
kombinasi obat ini secara teknis dapat berjalan baik karena diketahui sulfadoksin- pirimetamin merupakan obat antimalaria yang sudah familiar dengan harganya yang
murah dan penggunaannya dengan dosis tunggal.
Titik Yuniarti : Perbandingan Efikasi Kombinasi Artesunat-Sulfadioksin Pirimetamin Dengan Artesunat-Amodiakuin Pada Penderita Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi, 2007.
USU e-Repository © 2008
I.2. Perumusan Masalah