3. Studi Kepustakaan
Yaitu membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis buku-bukuliteratur, laporan penelitian, dokumen-dokumen tertulis, serta
sumber-sumber lainnya yang relevan.
36
Seperti menganalisis bahan kepustakaan yang berkaitan dengan perjanjian dan perikatan, bahan yang
berkaitan dengan BMT dan Perbankan Syariah, Berbagai hasil penelitian, seminar, jurnal hukum, makalah yang berkaitan erat dengan BMT.
5. Analisa Data
Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurut data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
ditemukan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
37
Data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun dari penelitian lapangan, selanjutnya dianalisa secara kualitatif.
Yang dimaksud kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan
kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan, sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.
36
Soejono Soekanto, Op. Cit, hlm. 66.
37
Lexy J. Moeloeng, Metodologi penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994, hlm.103.
Heriani : Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Bagi Hasil Melalui Baitul Maal Wat Tamwil Studi Pada Baitul Maal Washil Medan, 2009
BAB II MENGENAL BAITUL MAAL WAT TAMWIL WAASHIL
A. Sejarah Berdirinya Baitul Maal Wat Tamwil Waashil
Ketika belum ada pilihan untuk menjadi tumpuan transaksi simpan pinjam kecuali bank konvensional, persoalan riba tidak menjadi masalah yang sangat serius,
khususnya bagi umat Islam. Meski sebagian masyarakat telah ada yang beranggapan bahwa bunga bank adalah riba, akan tetapi sebagian masyarakat lain masih
beranggapan masalah bunga bank masih termasuk subhat dengan alasan belum ada bank yang sesuai syari’ah.
Seiring dengan perjalanan waktu, keinginan masyarakat Indonesia yang mayoritas pemeluk agama Islam, kebutuhan bank yang bersistem syari’ah tidak lagi
bisa ditawar. Maka kemudian muncullah bank-bank syari’ah seperti Bank Muamalat disusul bank BNI Syari’ah, Bank Syari’ah Mandiri, Bank Danamon Syari’ah, Bank
BRI Syari’ah. Setelah itu muncul juga lembaga keuangan mikro seperti Baitul Maal Wat
Tamwil BMT, Baitut Tamwil Muhammadiyah BTM hingga Koperasi Syari’ah Menjamurnya lembaga keuangan syari’ah ini tentu saja disambut dengan suka cita
oleh sebagian besar pemeluk agama Islam, meski masih ada juga sebagian umat Islam masih menjadikan bank konvensional sebagai alat transaksi simpan pinjam. Untuk
meyakinkan umat Islam sebagai pemeluk agama mayoritas penduduk Indonesia, Majelis Ulama Indonesia MUI melalui komisi fatwa menyatakan bunga bank adalah
Heriani : Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Bagi Hasil Melalui Baitul Maal Wat Tamwil Studi Pada Baitul Maal Washil Medan, 2009
haram, dengan demikian makin memantapkan posisi tawar lembaga keuangan syari’ah yang saat ini sedang tumbuh pesat.
BMT mulai lahir sejak tahun 1995, setelah Bank Muamalat Indonesia BMI,
bank sesuai syariah pertama di Indonesia berdiri. Kelahirannya diprakarsai oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ICMI, Majelis Ulama Indonesia MUI, dan
Bank Muamalat Indonesia
38
Namun demikian, sesungguhnya BMT sudah mulai ada di Indonesia sejak tahun 1992 yang diprakarsai oleh Aries Mufti, dengan mendirikan
BMT Bina Insan Kamil di Jalan Pramuka Jakarta Pusat. Jadi, embrionya sejak 1992 tapi belum berkembang. BMT semakin berkembang setelah ICMI, BMI dan MUI
menginisiasi Pusat Inkubasi Usaha Kecil PINBUK. Waashil berasal dari kata Wa sha la, Waashil adalah bentuk subjek yang
berasal dari kata Washala yang artinya menghubungkan maksudnya : yang menghubungkan antara nasabah dengan BMT.
BMT Waashil didirikan dan dimiliki oleh masyarakat setempat, bukan oleh orang lain diluar masyarakat tersebut. BMT Waashil didirikan oleh tokoh-tokoh
masyarakat dan anggota masyarakat lainnya. Tokoh-tokoh masyarakat tersebut seperti tokoh informal Pimpinan Ormas, Pimpinan Keagamaan, Pimpinan adat, dst,
pimpinan formal Camat, kepala Desa, dst , usahawan, hartawan, darmawan dan lain-lain. Sebagian pendiri ada juga mereka yang lahir dan atau dibesarkan dilokasi
BMT Waashil, namun saat ini menjadi tokoh masyarakat ditempat lain. Tentu saja
38
Modul Pelatihan Lanjutan BMT, PINBUK, hlm.
1
Heriani : Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Bagi Hasil Melalui Baitul Maal Wat Tamwil Studi Pada Baitul Maal Washil Medan, 2009
mereka ini harus mempunyai komitmen yang kuat untuk membangun daerah asalnya. Diperlukan minimal 20 orang, akan lebih baik jika lebih, agar BMT dimiliki oleh
orang banyak sehingga tidak didominasi dan tersebar merata. Adapun tokoh-tokoh masyarakat ini dibutuhkan :
1. Sebagai sumber modal awal yang disetorkan pada BMT Waashil berupa Simpanan Pokok Khusus yang jumlahnya boleh tidak sama.
2. Untuk mendapatkan nama baik dan kepercayaan dari banyak orang 3. Untuk memperoleh komitmen kerakyatan dan tanggung jawab untuk
mengentaskan kemiskinan. 4. Untuk ikut bertanggung jawab agar BMT Waashil terkontrol dan berhasil
BMT Waashil merupakan salah satu Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang dijalankan menurut sistem syariat Islam dengan usaha pokoknya adalah menghimpun
dana umat Founding dan menyalurkannya Landing kembali kepada umat secara produktif dan menguntungkan.
BMT Waashil didirikan dalam kondisi bangsa yang krisis, baik krisis ekonomi maupun krisis kepercayaan. BMT Waashil memperoleh surat keputusan Pengurus
dari PINBUK TK. I Sumatera Utara, Nomor : 092BPPb.SUXI96, tanggal : 08 Nopember 1996. BMT Waashil sejak tanggal 23 Juli 1996 memperoleh Pengesahan
Akte Pendirian Koperasi oleh Menteri Koperasi dan Pengusaha Kecil Republik Indonesia. Dengan Nomor : 01KBMTWVII1998, tanggal : 17 Juli 1998 yang
diterima tanggal 23 Juli 1998. Dan semenjak itu BMT Waashil telah berbadan hokum koperasi.
Heriani : Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Bagi Hasil Melalui Baitul Maal Wat Tamwil Studi Pada Baitul Maal Washil Medan, 2009
Selama ini Koperasi BMT Waashil melakukan kegiatan usaha di Jl. Jend. Gatot Subroto km. 4,5 No. 07 Sei Sikambing Medan, dengan market pasar adalah
masyarakat sekitarnya dan di dukung oleh lokasi yang strategis yaitu terletak di tengah kota yang strategis. Sampai saat ini jumlah nasabah yang sudah dibiayai oleh
BMT Waashil adalah 781 orang sedangkan yang menabung sebanyak 621 orang dari awal mula berdirinya BMT Washil sampai dengan sekarang.
B. Pengertian dan Ciri-ciri BMT Waashil
Baitul Maal Wat Tamwil atau biasa dikenal dengan sebutan BMT, dari segi bahasa atau bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang benar berarti rumah
uang dan rumah pembiayaan, sehingga bila diartikan secara terpisah, Baitul Maal adalah rumah uang.
39
Namun demikian yang dimaksudkan dalam tulisan ini. Baitul Maal yang dimaksud dalam tulisan ini adalah lembaga yang kegiatan utamanya
membantu ekonomi lemah dan diantara fungsinya juga menampung serta menyalurkan zakat, infaq dan sadaqah berdasarkan ketentuan Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul-Nya. Dengan demikian BMT dapat berfungsi sebagai Lembaga Amil Zakat. BMT adalah lembaga pendukung peningkatan kualitas usaha ekonomi
pengusaha mikro dan pengusaha kecil berlandaskan sistem syariah. BMT adalah lembaga yang terdiri atas dua lembaga, yaitu : Baitul Maal dan Baitul Tamwil.
40
39
Makhalul Ilmi, Op. Cit, hlm. 65.
40
Muhammad, Op Cit hlm 17.
Heriani : Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Bagi Hasil Melalui Baitul Maal Wat Tamwil Studi Pada Baitul Maal Washil Medan, 2009
Baitul Maal adalah lembaga yang kegiatannya menerima dan menyalurkan dana zakat, infaq dan sadaqah.
41
Baitul Tamwil adalah lembaga yang kegiatannya mengembangkan usaha- usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas usaha ekonomi pengusaha
kecil di bawah dan mikro dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan pembiayaan usaha ekonomi .
42
Dari unsur-unsur di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa BMT adalah lembaga keuangan mikro yang melayani pengusaha kecil berdasarkan prinsip syariah
yang tidak berdasarkan pada bunga namun dengan sistem bagi hasil yang terdiri atas dua lembaga, yaitu Baitul Maal yang berorientasi sosial yang kegiatannya menerima
dan menyalurkan dana zakat, infaq dan sadaqah dan Baitul Tamwil yang berorientasi bisnis yang kegiatannya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas usaha ekonomi pengusaha kecil.
“Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa untuk bisa disebut BMT, sebuah lembaga keuangan de facto harus memiliki dua unit usaha sekaligus, dalam
bidang pengelolaan ZIS dan perbankan syariah. Bila salah satunya tidak ada, maka bukanlah demikian disebut sebagai BMT tetapi Baitul Maal saja atau Baitul
Tamwil saja. Keduanya merupakan suatu sistem dalam wadah BMT yang bekerja sinergi dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain”.
43
41
Ibid, hlm. 17.
42
Ibid, hlm. 17.
43
Makhalul Ilmi, Op. Cit, hlm. 67.
Heriani : Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Bagi Hasil Melalui Baitul Maal Wat Tamwil Studi Pada Baitul Maal Washil Medan, 2009
BMT memiliki ciri-ciri
44
: a.
Usahanya dimaksud untuk mendorong sikap dan perilaku menabung dari masyarakat banyak dengan menerima simpanan atas dasar balas jasa berdasarkan
bagi hasil; memberi pembiayaan usaha-usaha kegiatan ekonomi dari Rp. 100.000,- sampai Rp. 1.000.000.- atau lebih jika asset BMT sudah cukup besar;
jika kegiatan simpan pinjam telah mantap dan lembaganya telah bekerja dengan terkendali, dapat melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi riel seperti pemasaran,
pengembangan teknologi tepat guna serta kegiatan lain yang sangat erat kaitannya dengan pengembangan usaha kecil-bawah di lingkungan itu; menerima titipan dan
pengelolaan dan zakat, infaq, dan shadaqah.
b. Pengelolaanya secara professional persis mengikuti administrasi pembukuan dan
prosedur perbankan namun bukan lembaga perbankan dengan kekecualian tidak mengharuskan pakai jaminan uang atau harta benda untuk jumlah pinjaman yang
kecil misalnya di bawah Rp. 500.000.-; manajemen dilatih dari personil yang paling rendah berpendidikan D3 dan mengenal calon lingkungan kerjanya,
mengikuti sistem dan prosedur kerja yang telah dipersiapkan petunjuk pelaksanaannya pola operasi BMT; untuk pengetahuan praktis bisa didapat
dengan mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil PINBUK minimum dua minggu untuk tahap pertama.
c. Modal awal untuk mendirikan BMT, lebih kurang Rp. 20.000.000.- sampai
dengan Rp. 50.000.000.- d.
Pendiri sebagai anggota inti. Terdapat sekelompok orang 20 sampai 40 orang di sekitar lokasi tempat didirikan BMT yang menjadi anggota inti yang diharapkan
bersedia urunan modal awal misalnya, masing-masing Rp. 500.000.-, Rp. 1.000.000.-, atau Rp. 5.000.000.- yang diangsur dalam satu atau beberapa kali.
Kelompok anggota inti ini diharapkan merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap maju mundurnya BMT ini di kemudian hari.
e. Biaya operasional sangat rendah, antara lain karena kecilnya jumlah staf dan
dapat beroperasi pada kondisi yang tidak mewah. f.
Dalam operasi menggiatkan dan menjemput berbagai jenis simpanan mudharabah, demikian pula terhadap nasabah pembiayaan. Tidak hanya
menunggu.
g. Jaminannya adalah dengan mengutamakan kepercayaan, rekomendasi tokoh
setempat dan atau tanggung renteng, saling kenal karena daerah operasinya tidak terlalu luas.
h. Mitra operasi, terintegrasi dengan lembaga lokal; misalnya pengajian, lingkungan
masjid dan pesantren. BMT mengadakan pengajian rutin yang di samping membicarakan masalah-masalah keagamaan tetapi juga membicarakan masalah -
44
Muhammad Amin Aziz, Prospek BMT Berbadan Hukum Koperasi, Makalah pada Seminar Prospek BMT Berbadan Hukum Koperasi, Kerjasama PINBUK dengan Departemen Koperasi dan
PPK, Jakarta, 1995, hlm.18.
Heriani : Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Bagi Hasil Melalui Baitul Maal Wat Tamwil Studi Pada Baitul Maal Washil Medan, 2009
masalah muamalah termasuk perkembangan BMT dan usaha-usaha masing- masing nasabah.
C. Produk-produk Baitul Maal Wat Tamwil Waashil
Adapun produk-produk pembiayaan yang ditawarkan BMT Waashil adalah
45
a. Mudharabah bagi hasil
b. Musyarakah perkongsian
c. Ijarah sewa beli
a. Pembiayaan Mudharabah MDA
Mudharabah adalah salah satu aqad kerjasama kemitraan berdasarkan prinsip berbagi untung dan rugi profit and loss sharing principle, dilakukan sekurang-
kurangnya oleh dua pihak, di mana yang pertama memiliki dan menyediakan modal, disebut shahib al-mal atau rabb al-mal, sedang yang kedua memiliki keahlian skill
dan bertanggung jawab atas pengelolaan danamanajemen usaha proyek halal tertentu, disebut mudharib. Secara teknis, mudharabah terjadi apabila pihak pertama
mempercayakan modalnya kepada pihak kedua untuk dimanfaatkan sebagai bekal mengelola suatu jenis usaha yang dihalalkan agama.
Dasar perjanjian mudharabah adalah kepercayaan murni, sehingga dalam kerangka pengelolaaan dana oleh mudharib, shahib al-mal tidak diperkenankan
melakukan intervensi dalam bentuk apapun selain hak melakukan pengawasan controlling untuk menghindari pemanfaatan dana diluar rencana yang disepakati,
serta sebagai antisipasi terjadinya kecerobohan dan atau kecurangan yang dapat dilakukan mudharib. Apabila di lapangan ditemukan bukti valid telah terjadi
45
Modul Pelatihan Pengelola USP-BMT, PINBUK, hlm. 42-44
Heriani : Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Bagi Hasil Melalui Baitul Maal Wat Tamwil Studi Pada Baitul Maal Washil Medan, 2009
penyimpangan dan atau kecurangan oleh salah satu pihak, maka prinsip pembagian untung dan rugi secara hukum dinyatakan gugur, misalnya mudharib ‘sengaja’
melakukan tindakan-tindakan yang menurut perhitungan akal sehat diyakini dapat mendatangkan kerugian, memanfaatkan dana untuk kepentingan di luar usaha yang
disepakati, dan lain sebagainya. Dalam keadaan demikian, bila terjadi kerugian shahib al-mal tidak dibebani tanggung jawab atas hutang mudharib. Bahkan shahil
al-mal dapat melakukan upaya hukum bilamana mudharib menolak menanggung sendiri kerugian yang timbul akibat kecerobohan perbuatannya.
Karena landasan
mudharabah murni ‘kepercayaan’ dari shahib mal, BMT dituntut ekstra hati-hati dan selektif terhadap pembiayaan yang diajukan nasabah,
lebih dari yang sewajarnya dilakukan. Hal itu penting dikemukakan karena sedikit saja kesalahan dilakukan, akibatnya fatal bagi BMT mengingat mudharabah selalu
terkait dengan prinsip berbagi untung dan rugi. Bila usaha yang dijalankan nasabah merugi, risiko finasial sepenuhnya menjadi tanggung jawab BMT, selain bila dapat
dibuktikan kerugian itu akibat kecerobohan dan atau kecurangan nasabah. Hal lain yang perlu juga diperhatikan adalah bahwa BMT tidak boleh
meminta jaminan kepada nasabah dalam bentuk apapun, selain kejujuran, karena yang demikian berarti mengingkari prinsip kepercayaan yang menjadi esensi
perjanjian mudharabah, dan karena pembiayaan yang diterima nasabah dalam konteks mudharabah tidak dapat dikategorikan sebagai piutang BMT pada nasabah.
Sehingga dengan demikian, statemen pengakuan hutang oleh nasabah dalam diktum
Heriani : Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Bagi Hasil Melalui Baitul Maal Wat Tamwil Studi Pada Baitul Maal Washil Medan, 2009
perjanjian mudharabah tidak boleh ada. Bila ini dilakukan, perjanjian mudharabah yang ditandatangani kedua pihak cacat secara hukum, karena yang demikian
mengandung pengertian adanya pembebanan risiko kerugian pada salah satu pihak saja yaitu nasabah selaku mudharib.
46
b. Pembiayaan Musyarakah MSA
Pembiayaan dengan akad syirkah adalah penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam suatu usaha yang mana antara risiko dan keuntungan ditanggung
bersama secara berimbang dengan porsi penyertaan dan ikut sama-sama bekerja. Perbedaan antara mudharabah dan musyarakah adalah mengenai beberapa hal
sebagaimana dijelaskan berikut ini : Dalam aqad mudhabarah, shahib al-mal menyediakan seluruh dana yang
dibutuhkan mudharib untuk kegiatan mengelola usaha halal tertentu atas dasar kepercayaan murni trust financing, dan mudharib dengan keahliannya bertanggung
jawab atas pengelolaan dana untuk keperluan membiayai usaha halal tertentu. Dalam proses manajemen shihib al-mal tidak diperkenankan melakukan intervensi dalam
bentuk apapun selain hak melakukan pengawasan guna mengantisipasi terjadinya penyelewengan dan atau kecerobohan-kecerobohan oleh mudharib sehingga dapat
mengakibatkan kerugian materiil. Bagi hasil akan diberikan setelah proyek atau usaha yang dijalankan mudharib berakhir berdasarkan porsi yang ‘harus’ disepakati di
muka.
46
Wawancara, dengan Rifqiyati, SE, Administrasi BMT Waashil Medan : 12 April 2009
.
Heriani : Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Bagi Hasil Melalui Baitul Maal Wat Tamwil Studi Pada Baitul Maal Washil Medan, 2009
Adapun akad musyarakah, kedua pihak ikut andil dalam penyertaan modal equity participation, dan masing-masing dapat pula terjun langsung secara bersama-
sama dalam proses manajemen. Bila usaha yang dijalankan bersama mendapat untung, keuntungan akan dibagi berdasarkan nisbah bagi hasil yang ditentukan di
muka atas dasar kesepakatan kedua pihak, secara proporsional, biasanya bergantung pada besar kecilnya modal yang disertakan dan atau frekwensi keikutsertaan dirinya
dalam proses manajemen. Namun bila usahanya merugi, kedua pihak secara bersama- sama menanggung kerugian itu karena musyarakah menganut asas “profit and loss
sharing contract”. Penghimpunan dana musyarakah di BMT sebenarnya tidak lazim, kecuali
dalam bentuk penyertaan modal usaha oleh seseorang pada BMT atau oleh BMT satu pada BMT lainnya, atau oleh lembaga tertentu yang mempercayakan modalnya untuk
dikelola secara syariah di BMT.
c. Ijarah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang
tersebut. Pada dasarnya, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan
barangjasa dengan membayar imbalan tertentu. Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna manfaat atas suatu barang atau
jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewaupah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam akad ijarah
Heriani : Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Bagi Hasil Melalui Baitul Maal Wat Tamwil Studi Pada Baitul Maal Washil Medan, 2009
tidak ada perubahan kepemilikian, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.
47
Dalam melakukan analisis pembiayaan, BMT tetap mengacu pada prinsip 5 C character, capacity, condition, capital dan collateral namun dengan rekontruksi
sederhana disesuaikan dengan kondisi yang akan dibiayai. Prinsip 5 C tersebut yaitu
48
: a.
Character Character ini sangat erat kaitannya dengan “willingness to pay” dan “ability
to pay”. Willingness to pay adalah kemauan atau itikad baik untuk membayar kembali pembiayaan yang telah diterima. Ability to pay adalah kemampuan
untuk membayar kembali pembiayaan yang telah diterima. Konsep yang dikembangkan oleh BMT untuk mengetahui karakter
anggotanya adalah silaturrahmi. Sejak masyarakat menjadi anggota maka sejak saat itu dia dianggap sebagai keluarga besar BMT. Sebelum dibiayai dia harus
meyakini bahwa BMT adalah rumahnya yang dapat digunakan untuk berlindung, sehingga dia harus menjaga dan merawatnya dengan baik. Bagian marketing
setiap saat selalu silaturrahmi sejak dia menjadi anggota BMT. Informasi tentang dia selalu dicatat dan dipantau perkembangannya, misalnya anggota yang ada di
pasar Marketing BMT apat melihat transaksi yang dilakukannya dengan lembaga
47
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Cetakan I, IIT Indonesia, Jakarta, 2003, hlm.106
48
Toto Suparwoto, Analisis dan Peengawasan Pembiayaan, Makalah disampaikan dalam Pelatihan BMT yang diadakan oleh STIS Yogyakarta, Tanggal 22 April 2004
Heriani : Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Bagi Hasil Melalui Baitul Maal Wat Tamwil Studi Pada Baitul Maal Washil Medan, 2009
lain dan bagaimana kemampuan dan kemauan dia membayar angsuran. Disamping itu BMT juga membuat Block Market untuk daerah tersebut dalam
bentuk kunjungan untuk melihat aktivitas masyarakat atau ikut dalam kelompok pengajian yang ada di daerah tersebut.
b. Capasity
Capasity berkaitan dengan kemampuan anggota untuk melunasi kewajibannya. Kalau penilaian ini dilakukan pada anggota BMT maka sedikit
sekali bahkan tidak ada anggota BMT yang dapat memenuhi kriteria tersebut. Sehingga perlu rekrontruksi dalam hal ini agar BMT dapat melayani anggota
yang nota bene pengusaha mikro. Dalam hal ini misalnya BMT melihat sudah berapa lama orang tersebut
menjalankan usahanya. Bagaimana perbandingan usaha dia sekarang dengan usahanya yang dulu.
c. Condition Condition adalah keadaan sosial ekonomi suatu saat yang mungkin
dapat mempengaruhi maju mundurnya usaha calon nasabah. Penilaian terhadap kondisi dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana kondisi ekonomi itu
berpengaruh terhadap kegiatan usaha calon nasabah dan bagaimana nasabah mengatasinya atau mengantisipasi sehingga usahanya tetap hidup dan
berkembang. d. Capital
Heriani : Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Bagi Hasil Melalui Baitul Maal Wat Tamwil Studi Pada Baitul Maal Washil Medan, 2009
Capital adalah berkaitan dengan modal atau kekayaan yang dimiliki calon nasabah untuk menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya.
Adapun penilaian terhadap capital adalah untuk mengetahui keadaan permodalan, sumber-sumber dana dan penggunaannya.
e. Collateral Collateral
adalah barang jaminan yang diserahkan kapada BMT. Barang jaminan biasanya berupa sertifikat, BPKB dan lainnya. Jaminan yang
paling mudah adalah surat pernyataan penyerahan harta benda yang ada di rumah dan penyerahan harta yang ada dalam usahanya.
Selain 5 C sebagai dasar pemberian pembiayaan, terdapat satu hal penting yang harus juga diperhitungkan sebagai dasar pemberian pembiayaan, yaitu
constraint. Menurut Reed dalam Muljono 1986 Constraint adalah hambatan-
hambatan yang tidak memungkinkan seseorang melakukan usaha dagang di suatu tempat. Sebagai contoh, seorang peternak babi yang melakukan kegiatan usahanya di
daerah permukiman muslim tidak layak diberi pembiayaan walaupun prinsip 5 C dipenuhi.
49
Dalam melakukan pembiayaan pengelola BMT harus menghindari pembiayaan sebagai berikut :
a. Pembiayaan yang tidak sesuai syariah.
b. Pembiayaan yang penggunaan dananya tidak sesuai syariah.
49
Taufiq Rahman, EI, Perlindungan Debitur Terhadap Berlakunya Klausula-Klausula yang Menguntungkan Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Sindikasi, UGM, Yogyakarta, 2000, hlm.31-32
Heriani : Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Bagi Hasil Melalui Baitul Maal Wat Tamwil Studi Pada Baitul Maal Washil Medan, 2009
c. Pembiayaan untuk spekulasi.
d. Pembiayaan tanpa informasi keuangan yang memadai.
e. Pembiayaan pada bidang yang tidak dikuasai.
f. Pembiayaan pada anggota yang bermasalah.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa produk pembiayaan dengan sistem bagi hasil hanya terdiri atas produk pembiayaan mudharabah dan produk pembiayaan
musyarakah disamping Ijarah. Dalam mengajukan permohonan pembiayaan nasabah memilih sendiri produk
pembiayaan yang sesuai untuk jenis usaha yang dijalankannya. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa terhadap beberapa nasabah, BMT membantu dan mengarahkan
nasabah untuk memilih produk pembiayaan yang sesuai dengan jenis usaha nasabah, karena terdapat kemungkinan nasabah tidak mengerti mengenai produk-produk
pembiayaan yang ditawarkan BMT. Sehingga dalam hal ini BMT dapat mengarahkan nasabah untuk memperoleh pembiayaan yang tepat bagi jenis usahanya. Untuk
menentukan produk pembiayaan yang tepat bagi seorang nasabah maka BMT melakukan wawancara terhadap nasabah dan menanyakan kebutuhan nasabah dan
tujuan dari penggunaan dana yang dimohonkan dalam pembiayaan. Di samping itu BMT juga memberikan penjelasan kepada nasabah mengenai jangka waktu
pembayaran, cara mengangsur dan persyaratan lain yang harus dipenuhi nasabah, sehingga di kemudian hari tidak akan menimbulkan masalah yang disebabkan
ketidaktahuan nasabah perihal pembiayaan melalui BMT juga tidak akan
Heriani : Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Bagi Hasil Melalui Baitul Maal Wat Tamwil Studi Pada Baitul Maal Washil Medan, 2009
menimbulkan rasa tidak puas dari nasabah akan fasilitas pembiayaan yang telah dinikmatinya yang disebabkan karena kurangnya penjelasan dari BMT.
D. Struktur Organisasi BMT Waashil
RAT Badan Pengawas
Ketua
Baitul Maal Baitul Tamwil
Gambar 1 : Stuktur Organisasi BMT Waashil Keterangan
50
: 1.
Dewan Pengawas Syariah
Ketua : Drs. H. Badrul Djamali Abdullah
Anggota : Drs. M. Arifin Ismail, MA.M.Phil
2. Dewan Pengurus