BAB IV RESPON  GOLKAR  DAN   PKS  TERHADAP  PERDA KOTA BANDAR
LAMPUNG  NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN PROSTITUSI DAN TUNA SUSILA
A.  Prostitusi dan Tunasusila dalam Pandangan Golkar dan PKS
Karl  Popper,  ahli  filsafat  politik  Inggris  berpendapat  bahwa  politik  harus dimoralkan, bukan sebaliknya  moral dipolitisasikan. Dalam  artinya  moralitas  berarti
konsisten  berpegang  pada  pedoman  hidup  suatu  masyarakat,  terutama  yang digariskan oleh agama. Oleh sebab itu seharusnya kita menolak dan menentang keras
pandangan  yang  mengatakan  bahwa  urusan  politik  tidak  boleh  dicampuradukkan dengan moral. Sebab permainan politik tanpa diberikan batasan moral maka tidak ada
beda dengan binatang.
55
Pernyataan di atas juga terlihat jelas dari dampak yang timbul karena skandal seksual  yang  sering  terjadi  dalam  tubuh  partai.  Di  pentas  politik  kita  baru-baru  ini,
nama Yahya Zaini dari Partai Golkar harus hancur gara-gara skandal seksual. Padahal Yahya  Zaini  saat  itu  hampir  direkomendasikan  menjadi  menteri  agama.  Demikian
juga kasus Max Moein anggota DPR RI dari PDI-P. Gara-gara melecehkan sekretaris pribadinya.
55
Ketika  Seks  Menjadi  Pameo  Politik, http:aviyasa-consulting.today.com
,  artikel  diakses pada tanggal 7 Maret 2009, pukul 08.00 WIB
Terkait dengan skandal seksual, masih hangat kita bicarakan bahwa panggung politik  kita  kembali  diwarnai  kasus  baru  yang  sangat  tidak  terduga.  Kasus  itu  tidak
lain  adalah  tertangkapnya  seorang  anggota  DPRD  daerah  Jambi  yang  merupakan kader  partai  politik  Partai  Keadilan  Sejahtera  PKS,  Zulhamli  Alhamidi,  di  sebuah
panti pijat. Dalam  konteks  loyalitas  partai,  terungkapnya  skandal  partai  politik  dapat
menurunkan loyalitas terhadap partai politik pada partisan yang kurang loyal. Namun kejadian ini tidak berlaku pada PKS atau tidak akan menyebabkan kadernya berganti
pilihan  alias  loyal  pada  PKS.  Hal  ini  terbentuk  karena  adanya  sistem  kepercayaan dimana  PKS  menjadi  sumber  informasi  satu-satunya  yang  dapat  dipercaya,  berita-
berita  di  media  tidak  lain  hanya  ingin  menyudutkan  PKS  dan  membesar-besarkan masalah  kecil.  Selain  itu  hal  ini  juga  disebabkan  oleh  adanya  mekanisme  religius
yang  membentuk  emotional  conditioning  yang  kuat  yang  mendorong  para  kader tarbiyah  untuk  senantiasa  berprasangka  baik  bahwa  itu  cuma  suatu  kesalahan  yang
wajar terjadi. Pada  tatanan  kader,  loyalitas  kader  pada  PKS  tidak  begitu  terganggu  sengan
adanya  hal  ini,  dan  PKS  akan  tetap  mereka  dukung  dalam  pemilu  nanti.  Namun, tragedi kader dakwah di panti pijat ini bisa membahayakan suara PKS dari kalangan
orang  awam  atau  simpatisan.  Hal  ini  disebabkan  oleh  pilihan  masyarakat  umum tersebut  lebih  didasarkan  pada  sentimen  keislaman  ataupun  penilai  positif  terhadap
pencitraan diri PKS  selama  ini.  Karena kecenderungan  bergonta-ganti pilihan Partai masih kuat dari kalangan pemilih ini.
Namun  jelas,  baik  Golkar  maupun  PKS  dalam  kasus  skandal  seksual,  baik prostitusi  maupun  tunasusila  tetap  memandang  bahwa  ini  merupakan  problem
penyakit  masyarakat  semacam  minuman  keras  dan  Pekerja  Seks  Komersial  PSK yang keberadaannya dibenci, namun eksistensinya tetap sulit untuk dihilangkan. Hal
itu  dibuktikan  dengan  berbagai  tempat  lokalisasi  yang  muncul  di  berbagai  wilayah tanah air, seperti halnya kota Bandar Lampung.
Oleh  karena  itu,  untuk  menanggulangi  prostitusi  dan  tunasusila,  baik  PKS maupun  Golkar  membuat  berbagai  kebijakan  baru.  Bahkan  dengan  tegas,  kedua
partai  ini  menindak  terhadap  siapapun  kader  partainya  yang  melanggar  kode  etik partai.  Inilah  mengapa  kemudian  pernyataan  Karl  Popper  menjadi  catatan  penting
bahwa politik dan moral adalah dua entitas penting dalam kehidupan yang tak dapat dipisahkan  satu  sama  lain.  Artinya,  politik  tanpa  disertai  dengan  moralitas  akan
membahayakan  eksistensi  partai  bahkan  negara.  Mengapa?  Karena  moralitas  politik merupakan  dasar  utama  pembentuk  karakter  pelaku  politik  dalam  membangun
negara.  Jika  tidak  ada,  maka  kebijakan  yang  dimunculkan  dari  partai  ini  tidak  akan ada manfaatnya dan tentu sebatas kepentingan pragmatis.
B.  Respon Partai Terhadap Perda No. 15 Tahun 2002